oleh:
Krisna Adhitya Wardhana 25316021
Wisnu Aditya 25316303
Himawan Ganjar Prabowo 25316313
Kecamatan Pangalengan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang terletak
disebelah selatan dan berjarak kurang lebih 29 kilometer dari kantor kabupaten. Kecamatan ini
terdiri dari 13 desa dengan sebagian besar desa terletak ditepian hutan. Dilihat dari letak
geografisnya, Kecamatan Pangalengan terletak pada 107° 29 ' - 107° 39 ' Bujur Timur dan 7° 19 '
- 7° 6 ' Lintang Selatan. Sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar wilayah di
Kecamatan Pangalengan merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian diatas
permukaan laut bervariasi dari 984 m sampai 1.571 m. Secara umum letak Kecamatan
Pangalengan berada di dataran tinggi atau pegunungan sehingga membuat suhu udara di
kecamatan ini cukup sejuk, yaitu berkisar antara 160 Celcius - 250 Celcius. Pada tahun 2015 curah
hujan 1.996 mm/tahun dengan rata- rata 5,47 mm/perhari, jumlah hari hujan terbanyak tercatat 22
hari terjadi di bulan Maret, hari hujan terkecil pada bulan Juli tercatat 8 hari. Luas wilayah
Kecamatan Pangalengan dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya luas lahan pertanian sawah
(berpengairan teknis, berpengairan non teknis dan tidak berpengairan), luas lahan pertanian bukan
sawah dan luas lahan non pertanian. Desa dengan luas lahan pertanian sawah terluas adalah Desa
Lamajag dengan 836,57 Ha dan luas lahan sawah terkecil ada di Desa Pulosri dengan luas 3.78
Ha. Jika dilihat Kecamatan Pangalengan, luas lahan pertanian bukan sawah cukup besar yaitu
seluas 26.332,93 Ha. Area bukan sawah terluas terletak di Desa Polosari dengan 5114,37 Ha dan
luas areal bukan sawah terkecil terletak di Desa Tribaktimulya dengan 371,10 Ha (BPS, 2016).
Pada akhir tahun 2015, proyeksi penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan hasil BPS ,
jumlah penduduk Kecamatan Pangalengan tercatat sebanyak 148.353 jiwa., terdiri dari 74.517 jiwa
penduduk laki-laki dan 73.836 jiwa penduduk perempuan. Komposisi penduduk kecamatan
Pangalengan menurut struktur kelompok umur dapat digambarkan yang berumur 0-14 tahun
46.230 orang, 15-64 tahun 94.271 Orang dan 65 keatas 7.852 orang di tahun 2015. Kepadatan
penduduk di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2015 tercatat kurang lebih sebesar 544 jiwa/
Km2.Penduduk di Kecamatan Pangalengan memiliki berbagai macam profesi dan mata
pencaharian, yaitu dari sektor pertanian, perdagangan, industri pengolahan, jasa, angkutan dan lain
lain. Tiga sektor mata pencaharian penduduk paling dominan di Kecamatan Pangalengan, yaitu
sektor pertanian, perdagangan dan jasa (BPS, 2016).
Sebagian besar keluarga di Kecamatan Pangalengan telah menggunakan listrik sebagai sarana
penerangan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya, 99,9% keluarga tercatat sebagai pengguna
listrik. Sebagian besar bahan bakar yang utama untuk memasak pada umumnya adalah gas elpiji
(LPG) di tahun 2015 tercatat 64,00% keluarga adalah pengguna gas elpiji, jumlah keluarga
pengguna gas, minyak tanah dan kayu bakar pada tahun 2015 masing-masing tercatat sebanyak
28.470, 102, 15.878 keluarga. Penggunaan gas elpiji (LPG) ada penaikan sebesar 0,30% di
bandingkan dengan tahun sebelumnya di akibatkan pola distribusi gas elpiji ( LPG ) sudah ada
perubahan walaupun belum maksimal (BPS, 2016).
1.2. Potensi Konversi Energi (Pertimbangan Potensi Ketersediaan dan Nilai Kalor)
Proses konversi energi dilakukan berdasarkan dengan potensi yang menonjol dari suatu
kecamatan. Berdasarkan potensi yang ada di Kecamatan Pangalengan, kelompok kami mencoba
akan mengkaji lebih lanjut 4 potensi yang ada di Kecamatan Pangalengan yang meliputi sektor
pertanian (mewakili energy crops), residu hasil panen (mewakili residu), peternakan (mewakili by
product) dan sampah domestik (mewakili waste). Dari 4 potensi tersebut maka akan dipilih mana
yang paling potensial untuk dikonversi menjadi energi.
Pangalengan adalah merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang merupakan
daerah sentra pertanian. Sektor pertanian menyumbang terbesar dari total Produk Domestik
Regional Bruto Kecamatan Pangalengan bahkan ditingkat Kabupaten, penyumbang ketiga terbesar
setelah sektor industri (Tampa Migas) dan Pertambangan dan Pengalian (Minyak dan Gas Bumi).
Melihat potensi yang ada maka sektor pertanian merupakan sektor yang patut mendapat perhatian
lebih, baik dari pihak pemerintah daerah maupun masyarakat pertanian sendiri.
Beberapa jenis tanaman pangan yang diusahakan di Kecamatan Pangalengan, antara lain padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang dan kacang merah. Tanaman hortikutura
merupakan primadona di Kecamatan Pangalengan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya,
tanaman hortikultura memiliki tanaman unggulan yaitu seperti kentang, kubis, Petsai/ sawi ,wortel,
tomat, labu siam, bawang merah, cabe serta diikuti tanaman buah – buahan yaitu jeruk, alpukat
dan pisang. Untuk tanaman perkebunan terdapat teh, kopi, dan strawberi. Produksi dan luas
tanaman pangan terbanyak di Kecamatan Pangalengan adalah tanaman padi sawah sebanyak 9.331
ton,dengan luas panen 1.482 Ha sedangkan tertinggi kedua adalah jagung sebanyak 2.767 ton,
Luas panen 425 Ha (BPS, 2016). Ketika potensi yang melimpah ini coba dihitung potensi konversi
energinya. Tidak ada literatur yang pasti yang menyebutkan berapa nilai kalor dari tanaman padi
dan jagung, yang ada hanya nilai residunya berupa sekam padi dan tongkol jagung. Hanya saja
bila diasumsikan bahwa nilai kalor padi dan jagung akan lebih besar dibandingkan residunya
mengingat jumlah biomassa yang lebih banyak terdapat disana. Anonim dalam Iskandar, 2012
menyebutkan bila sekam padi memiliki energi sebesar 14.400 kJ/kg atau 3.439.440 kal/kg
sementara tongkol jagung memiliki nilai 15.400 kJ/kg.atau 3.678.290 kal/kg. Tanaman padi
diasumsikan memiliki nilai kalor 2 kali lipat dibandingkan sekam, asumsi ini cukup beralasan
mengingat proporsi sekam yang dihasilkan adalah 30% dari tanaman padi. Untuk jagung juga
diasumsikan sama. Berdasarkan hal tersebut, maka asumsi nilai kalor padi dan jagung adalah
sebagai berikut : adalah 6.878.880 Kal/kg, dengan tanaman padi sebanyak 9331 ton (9331000 kg)
dan asumsi bahwa jumlah tersebut relatif konstan setiap tahun, maka potensi energi per tahunnya
adalah 64.186.829.280.000 Kal/ Tahun.
Mengingat konsumsi tanaman tersebut untuk keperluan pangan, maka dari sektor pertanian
ini akan coba fokus kepada residu hasil panen dari tanaman. Residu hasil pertanian disini dapat
didefinisikan sebagai semua material organik yang dihasilkan sebagai hasil samping dari aktivitas
pertanian.
Pada kecamatan Pangalengan ini, residu hasil pertanian yang coba dibahas adalah residu dari
tanaman yang paling dominan disana yaitu dari pemrosesan tanaman padi (sekam padi) dan juga
tanaman jagung (tongkol jagung). Dengan asumsi bahwa, produksi padi di Kecamatan
Pangalengan relatif konstan sebesar 9331 ton/tahun dan sekam padi yang dihasilkan adalah 30%
dari tanaman padi, maka sekam padi yang dihasilkan :
Untuk tongkol Jagung, dengan asumsi 2767 ton tersebut adalah pipilan jagung, dimana dalam
setiap tongkol jagung terdapat 80 gram pipilan dan jumlah tersebut konstan pertahun maka,
didapatkan potensi tongkol jagung yang ada adalah:
Bila berat 1 tongkol jagung kosong (minus pipilan) adalah 0.25 kg, maka dalam 1 tahun, tongkol
jagung yang dihasilkan adalah :
Berdasarkan ketersediaan tersebut, maka akan coba dihitung nilai kalor dari masing-masing residu
pertanian tersebut. Anonim dalam Iskandar, 2012 menyebutkan bahwa sekam padi memiliki energi
sebesar 14.400 kJ/kg atau 3.439.440 kal/kg sementara tongkol jagung memiliki nilai 15.400
kJ/kg.atau 3.678.290 kal/kg
Berdasarkan jenisnya peternakan dibedakan atas ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas.
Jenis ternak besar yang cukup dominan di Kecamatan Pangalengan adalah sapi perah sebanyak
11.823 ekor, kerbau 47 ekor dan kuda sebanyak 5 ekor dan Sapi Potong 650 ekor. Sementara
ternak kecil yang cukup dominan adalah domba sebanyak 5.800 ekor kemudian kambing sebanyak
369 ekor. Sedangkan jenis ternak unggas terbesar adalah ternak ayam, dimana pada tahun 2015
mencapai 38.703 ekor ( Ayam kampung ) disusul itik sebanyak 2.832 ekor dan jenis Ayam broiler
1.140.844 ekor yang di usahakan di Kecamatan Pangalengan (BPS, 2016). Potensi untuk konversi
energi yang melimpah dari sektor peternakan utamanya adalah dari kotoran sapi. Dengan total sapi
perah dan sapi potong sebesar 12473 ekor. Dengan asumsi bahwa satu ekor sapi akan
menghasilkan 15 kg kotoran / hari, maka setiap harinya akan dihasilkan 187.095 kg kotoran.
Dengan asumsi bahwa laju pertumbuhan daan kematian sapi tetap dalam satu tahun, maka dalam
1 tahun akan dihasilkan 68.289.675 kg kotoran. Proses konversi energi dari kotoran sapi ini
biasanya menggunakan digestasi anaerobik dan didapatkan produk berupa gas methan. Apabila 40
kg kotoran sapi dapat menghasilkan 1 m3 biogas, maka Kecamatan Pangalengan berpotensi
menghasilkan biogas dari kotoran sapi sebesar:
Anggito, 2014 menyebutkan bahwa biogas memiliki nilai kalor sebesar 4800-6700 KKal/m3.
Berdasarkan data tersebut maka potensi energi dari sektor peternakan sapi di Kecamatan
Pangalengan adalah :
➢ Sampah Domestik
Secara pengertian, sampah domestik dapat diartikan sebagai sampah yang sehari-harinya
dihasilkan akibat kegiatan manusia secara langsung, misalnya: dari rumah tangga, pasar, sekolah
pusat keramaian. Terkait potensinya untuk dikonversi menjadi energi, Kementerian Lingkungan
Hidup mencatat bahwa pada tahun 2012, rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sampah
sebanyak 2 kg/orang/hari. Apabila jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan sebanyak 148.353
jiwa, maka total sampah yang dihasilan perhari adalah 296.706 kg/hari, dan dalam 1 tahun akan
menghasilkan 108.297.690 kg atau sekitar 108.298 ton sampah. Secara umum, unsur dalam
sampah yang dapat dimanfaatkan menjadi biogas adalah sebesar 69% yaitu 42% sampah organik
dan 27% sampah sisa makanan (Prasetiyo, 2017). Dengan estimasi itu, maka sampah yang dapat
dimanfaatkan sebagai biogas adalah 0.69 x 108.297.690 = 74.725.406 kg sampah. Nilai kalor
sampah bervariasi dari 1000-2000 kkal/kg dengan kadar air bervariasi 50-70% (Ahadi, 2011).
Apabila diasumsikan nilai kalor sampah yang ada di kecamatan Pangalengan adalah 1000 kkal/kg,
maka 1000 kkal/kg x 74.725.406 kg = 74.725.406.000 kkal/ tahun / 74.725.406.000.000 kal/tahun.
Pada proses perubahan limbah menjadi energi diperlukan teknologi untuk membantu proses
tersebut. Limbah yang akan diproses pada skema ini adalah limbah padat domestik dan limbah
sisa pertanian (sekam padi dan bonggol jagung).
1. Limbah Sampah TPA (sebagian besar organik, umumnya basah, sebagian mudah
membusuk dan sebgaian lainnya tidak mudah membusuk)
2. Penyimpanan sementara
a. Teknologi pemisahan menjadi :
• Organik mudah membusuk ,
• Anorganik (kaca , logam dan bahan silica lainya),
Menggunakan teknologi penyimpanan dalam bentuk container
Energy : Electricity 15-20 kwh / tonne feedstock, Diesel for heating and vehicle 7.7
kwh/tonne feedstock
Residual, (0.1/tonne feesdstock)
• Organik tidak mudah membusuk (kertas dan plastic),
Menggunakan Balers, sebagai teknologi untuk kompresi material sehingga mudah
di tangani, transport dan di simpan.
Energy : Electricity 15-20 kWh/tonne of Feed stock, Diesel 7.7 kWh /tonne Feed
stock
Residual, (0.1/tonne feedstock)
3. Pengeringan, limbah padat domestik dan limbah pertanian di Indonesia umumnya memiliki
kadar kelembaban yang tinggi sehingga perlu dikeringkan terlebih dahulu agar
memudahkan untuk pengolahan selanjutnya.
4. Pencacahan, pada proses pencacahan limbah yang telah kering dipotong denga alat
pencacah hingga ukurannya menjadi lebih kecil berkisar antara 2-12 mm.
5. Pemadatan menjadi pelet, pada proses ini limbah yang telah dicacah akan dipadatkan
menjadi bentuk pelet agar densitasnya makin tinggi sehingga kalor per unit materialnya
akan bertambah.
6. Konversi ke energi, pelet yang telah dibuat akan dimasukkan ke dalam beberapa teknologi
konversi energi yaitu gasifikasi, pirolisis, dan insinerator. Hasil dari pengolahan tdengan
ketiga teknologi ini akan menghasilkan panas yang akan dimanfaatkan untuk memutar
turbin pada generator sehingga akan dihasilkan listrik. Skema urutan prosesnya dapat
dilihat pada Gambar 1 dibawah
Untuk mengolah limbah padat domestik dan limbah sisa pertanian agar dapat dijadikan energi
listrik diperlukan beberapa unit teknologi pengolahan. Teknologi tersebut antara lain adalah:
Separation
technology
• Conveyor belt
Rp 39.500.000,- 1,5 kwh/220 V 0,9 ton/jam
(CPS 05)
Drying technology
Shredder Technology
Pelletizer Technology
Untuk menetukan rute terbaik dari pengolahan limbah agar diperoleh keuntungan dari
konversi limbah menjadi energi dapat dipergunakan sebuah software yaitu Programing Network
Synthesis (PNS). Dalam tugas kali ini diujicobakan software tersebut untuk melihat hasil yang
diperoleh dari skema yang telah dibuat pada Gambar 1 apakah sudah merupakan jalur pengolahan
terbaik atau belum.
Hasil yang diberikan oleh software PNS ini dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini
Hasil input data dengan menggunakan material berupa Municipal Solid Waste (MSW) dengan laju
aliran 5000 kg/jam dan Agriculturel Waste (AGW) 2500 kg/jam dengan pola pengolahan sepeti
yang tampak pada gambar diatas diperolehlah data hasil running seperti pada Gambar 2 dibawah.
Pada gamnbar tersebut dicantumkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan dalam mengolah
MSW dan AGW agar menjadi energi yang menguntungkan diperlukan beberapa unit operasi
antara lain: Conveyor (2 unit), mesin pengering (2 unit), Shreder (2 unit), Pelletizer (2 unit),
Gasifier (1 unit), pirolisis (1 unit), Char converter (1 unit), Combustion (1 unit), dan Generator (3
unit). Hasil dari keuntungan menggunakan sistem pengolahan dengan skema seperti ini adalah Rp
3.037.166, 787179.