Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

Paraplegia Tipe Spastik + Hipestesi TH 6-7


e.c. Trauma Medulla Spinalis

Oleh:
Ikhsan Rizki Pranadiya
712021009
Pembimbing:
dr. Yesi Astri, Sp.N, M.Kes

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul:
Paraplegia Tipe Spastik + Hipestesi e.c. Lesi Medulla Spinalis

Oleh:
Ikhsan Rizki Pranadiya
712021009

Telah dilaksanakan pada bulan November 2021 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Palembang, November 2021


Dokter Pendidik Klinik

dr. Yesi Astri, Sp.N, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Paraplegia Tipe Spastik + Hipestesi e.c. Lesi Medulla Spinalis ”
sebagai syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu
Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah
kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Yesi Astri, Sp.N, M.Kes, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, November 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH .........................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iv

BAB I. STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1. Identitas ...........................................................................................6
1.2. Anamnesa ........................................................................................6
1.3. Pemeriksaan Fisik ...........................................................................7
1.4. Pemeriksaan Laboratorium .............................................................16
1.5 Ringkasan..........................................................................................17
1.6. Diskusi Kasus...................................................................................21
1.7. Follow Up.........................................................................................23

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi .........................................................................................34
2.1.1 Anatomi Otak .......................................................................34
2.1.2 Nervus Kranialis...................................................................38
2.2. Stroke ............................................................................................40
2.2.1 Definisi Stroke......................................................................40
2.2.2 Epidemiologi.........................................................................41
2.2.3 Etiologi..................................................................................41
2.2.4 Faktor Risiko Stroke.............................................................42
2.2.5 Patofisiologi..........................................................................44 V
2.2.6 Gejala Klinis.........................................................................46
2.2.7 Definisi Stroke......................................................................47
2.2.8 Diagnosis..............................................................................51
2.2.1 Penatalksanaan .....................................................................54

iv
2.3. Hipertensi ......................................................................................55
2.3.1. Definisi.................................................................................55
2.3.2. Epidemiologi........................................................................55
2.3.2. Klasifikasi ............................................................................55
2.3.2. Diagnosis..............................................................................56
2.3.2.Tatalaksana ...........................................................................56
2.5. Dislipidemia ..................................................................................57
2.4.1. Penatalaksanaan Dislipidemia Pengobatan Primer..............58
2.5.2. Penatalaksanaan Dislipidemia Pengobatan Sekunder .........58

BAB III. ANALISA KASUS.......................................................................... 60


BAB IV. KESIMPULAN ............................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65

v
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. S
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Rambutan
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjaga sekolah

1.2 ANAMNESA
KU: Tidak bisa menggerakan ekstermitas bawah secara tiba-tiba sejak 3
minggu yang lalu
RPS: 3 Minggu SMRS saat penderita bangun tidur,tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai kanan kiri dan mati rasa pada bagian
perut disertai dengan perut membesar dan keras tanpa disertai kehilngan
kesadaran.saat terjadi serangan penderita tidak merasa sakit kepala yang
disertai mual munta tidak ada,kejang tidak ada, terdapat gangguan rasa pada
sisi yang lemah disertai gangguan rasa baal,kesemutan pada sisi yang
mengalami kelemahan,penderita dapat mengungkapkan isi pikiran secara
lisan tulisan, dan isyarat, bicara tidak pelo.
Saat serangan tidak disertai jantung berdebar-debar dan tidak sesak
napas.Pasien tidak sering mengeluh sakit kepala bagian belakang. Riwayat
penyakit hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu,kencing manis tidak
ada,riwayat minum alkohol ada. Penyakit ini baru pertama kali di derita oleh
pasien
1.3 PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Normoweight
Suhu Badan : 36,00C

1
Nadi : 97 x/m reguler
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan :167 cm

Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : hepatomegali
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-), CRT < 2 detik
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Dalam Batas Normal Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Kontak Ade Kuat Kontak Psikis : Dalam Batas
Normal
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachichepali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris

B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada

2
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ± 3 mm ± 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Tidak ada Tidak ada

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Positif Positif
Sensorik

3
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
- Dagu Normal Normal

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Simetris
- Menunjukkan gigi Simetris
- Lipatan nasolabialis Simetris
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Simetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris Simetris
Uvula Simetris
Gangguan menelan Tidak Ada
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung BJ I/II normal, regular
Reflek
- Muntah Positip
- Batuk Positip
- Okulokardiak Tidak diperiksa
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

4
8. N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu Kuat
Memutar kepala Tidak Ada tahanan

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Simetris
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

D. COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Belum dapat dilakukan

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Periost radius Normal Normal
- Periost ulna Normal Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada Tidak ada

5
Kekuatan 0 0
Tonus hipotoni hipotoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiporefleks Hiporefleks
- APR Hiporefleks Hiporefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Eutrofik

Sensorik
Tidak ada kelainan.

F. GAMBAR

Gerakan : Cukup
Kekuatan : 5
6 Refleks
fisiologis:
Normorefleks
Eutoni
Gerakan : Cukup
Kekuatan : 5
Refleks fisiologis:
Eutoni
Normorefleks

Gerakan : Tidak ada Gerakan : Tidak ada


Kekuatan : 0 Kekuatan : 0
Refleks fisiologis: Refleks fisiologis:
Hipotonus Hipotonus
Hiporefleks Hiporefleks

Keterangan: Hemiparese dextra tipe Spastik

G. GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Lasseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada
- Cheek Tidak ada
- Symphisis Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada

H. GAIT DAN KESEIMBANGAN

Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai

7
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai
Keseimbangan
Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri :
- Jari-jari : Belum dapat dinilai
- Jari hidung : Belum dapat dinilai
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
- Dysdiadochokinesia : Belum dapat dinilai
- Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
- Limb Ataxia : Belum dapat dinilai

I. GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada

J. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. FUNGSI LUHUR

8
Afasia motorik : Ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada tanggal 5 Agustus 2021 pukul 21.57 WIB.
 Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 13.7 g/dl 12-14
Leukosit 16,700 ul 5,000-10,000
Trombosit 348,000 uL 150,000-440,000
Hematokrit 38,2 % 40-45
Eusinofil 4.2 % 1-3
Segmen 69,3 % 50-70
Limfosit 17,3 % 20-40
Monosit 8,7 % 2-8
KIMIA
Glukosa Sewaktu 115 mg/dL <140
Natrium 128 mEq/L 135-148
Creatinin 1.0 mg/dl 0.6-1,2
Ureum 56 mg/dl 10-50

 USG Abdomen

9
 Rontgen Thorax

 Rontgen Thoracallumbal

10
1.5 Diskusi Kasus

A. DIAGNOSIS BANDING TIPE KELEMAHAN


B. DIAGNOSIS BANDING TOPIK GEJALA PADA
FLAKSID SPASTIK
Lesi di kolumna posterior PENDERITA
Pada penderita ditemukan gejala:
Hipotonus
Romberg (+) Hipertonus Hipotonus
Romberg (-)
Hiporefleks
hipestesia Hiperrefleks terdapat Hiporefleks
hipestesia
Refleks patologis
Ataxia(-) Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (-)
Ataxia (-)
Atrofi otot (+) lesi di subkorteks
Jadi kemungkinan Atrofi otot (-)
hemisfer Atrofi otot (+) dapat
serebri kemungkinan
Jadi, tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe flaxid
ditegakkan.
Lesi di korteks hemisfer serebri: Pada penderita ditemukan gejala:
Defisit motoric Defisit motoric
(hemiparese dextra tipe spastik)
Gejala iritatif Tidak terdapat gejala iritatif berupa
kejang
Gejala fokal (kelemahan lengan dan Terdapat gejala fokal berupa
tungkai tidak sama berat) kelemahan lengan dan tungkai yang
sama berat
Gejala defisit sensorik pada sisi yang Tidak terdapat defisit sensorik pada sisi
lemah yang lemah
Afasia motorik kortikal Tidak terdapat afasia motorik kortikal
Jadi kemungkinan lesi di korteks hemisfer serebri tidak dapat ditegakkan.

11
Lesi di kornu anterius dan traktus
Pada penderita ditemukan gejala:
piramidalis:
Atrofi otot
Terdapat atrofi otot
Refleks tendon dalam menghilang Terdapat hilangnya reflex tedon
dalam
Hiporefleks Terdapat hiporefleks
Kelemahan pada bagian perut dan Kelemahan pada bagian perut dan
tungkai sama berat tungkai sama berat
Jadi kemungkinan lesi di kornu anterius dan traktus piramidalis dapat
ditegakkan.
KESIMPULAN:
diagnosa topik yaitu lesi di kornu anterius dan traktus piramidalis

C. DIAGNOSIS BANDING ETIOLOGI


1) Non Traumatic spinal cord injury Pada penderita ditemukan gejala :
- Nyeri pinggang - Tidak terdapat nyeri pinggang
- Kelemahan otot - Terdapat Kelemahan otot
- Terdapat pembesaran pada suatu - Adanya hepatomegali
bagian - Terjadi saat beraktivitas
-
Jadi, kemungkinan etiologi Non Traumatic spinal cord injury dapat
ditegakkan.
2) Traumatic spinal cord injury Pada penderita ditemukan gejala :
- Adanya riwayat trauma - Tidak terdapat kehilangan kesadaran
- - Terjadi saat beristirahat
- Didahului sakit kepala, mual dan - Tidak didahului sakit kepala, mual
atau tanpa muntah dan muntah
- Riwayat Hipertensi - Memiliki riwayat hipertensi
Jadi, kemungkinan etiologi Traumatic spinal cord injury dapat
disingkirkan

KESIMPULAN:
Diagnosis etiologi yaitu :
Non traumatic spinal cord injury

Diagnosa

12
Diagnosa Klinik : Paraplegia inferior tipe flexid
Diagnosa Topik : lesi di kornu anterius dan traktus piramidalis
Diagnosa Etiologi : Non Traumatic spinal cord injury
Diagnosa Tambahan : spondylosis + suspect metastasis

1.5 Ringkasan
Anamnesa
KU: Tidak mampu menggerakan ekstremitas bawah secara tiba tiba
sejak 3 minggu yang lalu
RPS 3 Minggu SMRS saat penderita bangun tidur,tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai kanan,kiri dan mati rasa pada bagian
perut disertai dengan perut membesar dan keras tanpa disertai kehilngan
kesadaran.saat terjadi serangan penderita tidak merasa sakit kepala yang
disertai mual munta tidak ada,kejang tidak ada, terdapat gangguan rasa pada
sisi yang lemah disertai gangguan rasa baal,kesemutan pada sisi yang
mengalami kelemahan,penderita dapat mengungkapkan isi pikiran secara
lisan tulisan, dan isyarat, bicara tidak pelo.
Saat serangan tidak disertai jantung berdebar-debar dan tidak sesak
napas.Pasien tidak sering mengeluh sakit kepala bagian belakang. Riwayat
penyakit hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu,kencing manis tidak ada,
Riwayat minum alkohol ada.Penyakit ini baru pertama kali di derita oleh
pasien
PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Normoweight
Suhu Badan : 36,00C
Nadi : 97 x/m reguler
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan :167 cm

13
FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Periost radius Normal Normal
- Periost ulna Normal Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada Tidak ada

Kekuatan 0 0
Tonus hipotoni hipotoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiporefleks Hiporefleks
- APR Hiporefleks Hiporefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Negatif
- Tengah Negatif
- Bawah Negatif
Trofik Eutrofik

Diagnosa

Diagnosa Klinik : Paraplegi inferior tipe flexid + hipestesia


Diagnosa Topik : lesi di kornu anterius dan traktus piramidalis
Diagnosa Etiologi : Non Traumatic spinal cord injury

14
Diagnosa Tambahan : spondylosis + suspect metastasis

Pengobatan

Tatalaksana Medulla Spinalis


Farmakologi :
 Drip metilprednisolon 500 dalam NS 100 CC selama 3 hari
 Gabapentin 2x150 Mg
 Mecobalamin 2x500 Mg
Non-farmakologi
 Imobilisasi
 Asupan cairan adekuat
Prognosa

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

1.7. Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
25 S: Kelemahan pada tungkai kanan dan kiri - drip metilprednisolon
November O: 500 mg dalam Ns 100 cc
2021 Kesadaran : GCS E4 M6 V5 - gabapentin 2x150 mg
BB : 65kg - mecobalamin 2x500 mg
TB : 167 cm
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,50C
HR : 97x/m reguler
Pernapasan : 18x/m
Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Pemeriksaan Fisik

15
Motorik LKA LKI TKA
TKI
Gerakan Cukup Cukup Tidak ada
Tidak ada
Kekuatan 5 5 0
0
Tonus Eutoni Eutoni Hipotonus
Hipotonus
Refleks Fisiologis
Biceps Normal Normal
Triceps Normal Normal
P. Radius Normal Normal
P. Ulna Normal Normal
APR Tidak ada Tidak ada
KPR Tidak ada Tidak ada

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinsky Negatif Negatif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bachterew Negatif Negatif

Gejala Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Tidak ada
Kernig : Tidak ada
Lassegue : Tidak ada
Brudzinsky : Tidak ada
A:
Diagnosa Klinik : Paraplegi inferior tipe

16
flexid + hipestesia
Diagnosa Topik : lesi di kornu anterius
dan traktus piramidalis
Diagnosa Etiologi : Non Traumatic spinal
cord injury
Diagnosa Tambahan : spondylosis + suspect
metastasis

03 S: Kelemahan pada tungkai kanan dan kiri - drip metilprednisolon


Novembe O: 500 mg dalam Ns 100 cc
2021 Kesadaran : GCS E4 M6 V5 - gabapentin 2x150 mg
BB : 65kg - mecobalamin 2x500 mg
TB : 167 cm -
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,00C
HR : 97x/m reguler
Pernapasan : 20x/menit
Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Pemeriksaan Fisik
Motorik LKA LKI TKA
TKI
Gerakan Cukup Cukup tidak ada
tidak ada
Kekuatan 5 5 0
0
Tonus Eutoni Eutoni Hipotonus
Hipotonus
Refleks Fisiologis
Biceps Normal Normal
Triceps Normal Normal
P. Radius Normal Normal
P. Ulna Normal Normal

17
APR Tidak ada Tidak ada
KPR Tidak ada Tidak ada

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinsky Negatif Negatif
Chaddock Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaffer Negatif Negatif
Rossolimo Negatif Negatif
Mendel Bachterew Negatif Negatif

Gejala Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Tidak ada
Kernig : Tidak ada
Lassegue : Tidak ada
Brudzinsky : Tidak ada
A:
Diagnosa Klinik : Paraplegi inferior tipe
flexid + hipestesia
Diagnosa Topik : lesi di kornu anterius
dan traktus piramidalis
Diagnosa Etiologi : Non Traumatic spinal
cord injury
Diagnosa Tambahan : spondylosis + suspect
metastasis

18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Medulla spinalis


Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan
luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey
area). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung
badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls
dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.

Gambar 2.1 Columna Vertebralis

19
Gambar 2.2 Medulla Spinalis

Gambar 2.3 Bagian Area Medulla Spinalis


Setiap segmen medula spinalis memiliki empat radix, sebuah radix ventralis
dan sebuah radix posterior pada sisi kiri dan sepasang di sisi kanan. Radix
saraf ini keluar dari kolumna vertebralis melalui foramina intervetebralis. Pada

20
spina servikalis, radix keluar melewati bagian atas kolumna vertebralis,
sedangkan pada segmen bawah T1 radix keluar melewati bagian bawah korpus
vertebralis. Radix ventralis berfungsi sebagai traktus motoris yang keluar dari
medula spinalis, sedangkan radix posterior bersifat sensoris terhadap struktur
superfisial dan profunda tubuh.

2.2 Trauma Medulla Spinalis


2.2.1. Definisi
Trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang
menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan
neurologik. Gejala-gejala dapat bervariasi mulai dari nyeri, paralisis
sampai terjadinya inkontinensia, dan sangat bergantung pada lokasi
medula spinalis yang mengalami cedera.
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik
langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula
spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.

2.2.2. Epidemiologi
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 
trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada
pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh trauma. Data dari
bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003
angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang
yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk trauma medulla spinalis
yang berjumlah 20 orang (12,5%). 
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan
pada wanita karena olahraga,pekerjaan,dan kecelakan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebuh banyak dibandingkan pria karena factor
osteoporosis yang dikarenakan perubahan hormonal(menopause).

21
2.2.3. Etiologi
Etiologi trauma medulla spinalis menurut Word
HealthOrganizationdibagi menjadi TSCI (traumatic spinalcord injury) dan
NTSCI (non traumatic spinal cord injury). Tiga penyebab paling umum
yang terjadi padaTSCI(traumatic spinal cord injury) yaitu kecelakaan lalu
lintas, jatuh, kekerasan (luka tembak dan terkena pukulan) dan juga
olahraga (terutama diving). Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama
TSCI traumatic spinal cord injury) akibat tidak menggunakan sabuk
pengaman saaat berkendara dan akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. Jatuh merupakan penyebab kedua pada TSCI (traumatic spinal
cord injury) seperti jatuh dari gedung yang
tinggi, jatuh saat berolahraga maupun saat beraktifitas. Penyebab ketiga da
ri TSCI (traumatic spinal cord injury) adalah kekerasan (trauma akibat
terkena pukulansaat perkelahian atau luka tembak). Penyebab NTSCI (non
traumatic spinal cordinjury) yang paling utama yaitu tumor neoplastik,
kondisi degenerative pada tulang belakang, gangguan vaskular dan
gangguan autoimun.

2.2.4. Klasifikasi Trauma Medulla Spinalis


Cedera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai berikut :
 Berdasarkan Level
Level neurologis adalah segmen paling kaudal yang masih
memiliki fungsi sensorik dan motorik normal di kedua sisi tubuh. Bila
istilah level sensorik yang digunakan berarti dipakai untuk menyebutkan
bagian paling kaudal dari medulla spinalis dengan fungsi sensorik normal.
Level motorik juga didefenisikan hampir sama, sebagai fungsi motorik pada
otot penanda yang paling rendah dengan kekuatan paling tidak 3/5. Pada
cedera komplit, bila ditemukan kelemahan fungsi sensorik dan / atau
motorik dibawah segmen normal terendah hal ini disebut dengan zone
preservasi parsial.
Perbedaan yang jelas terjadi antara lesi diatas dan dibawah T1.
Cedera pada segmen 8 medulla spinalis servikal akan menyebabkan

22
tetraplegi, dan lesi dibawah T1 menyebabkan paraplegi. Level trauma pada
tulang adalah pada tulang vertebra yang mengalami kerusakan sehingga
menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis. Level neurologis trauma
dapat ditentukan pertama kali dengan pemeriksaan fisik. Seringkali
ditemukan perbedaan antara level tulang dan neurologis karena nervus
spinalis memasuki kanalis spinalis melalui foramen dan naik atau turun
didalam kanalis spinalis sebelum benar-benar masuk ke mdeulla spinalis.
 Berdasarkan beratnya defisit neurologis
Berdasarkan beratnya defisit cedera medulla spinalis dibagi menjadi 4,
yaitu:
1. Paraplegia inkomplit (torakal inkomplit)
2. Paraplegia komplit (torakal komplit)
3. Tetraplegia inkomplit (servikal komplit)
4. Tetraplegia komplit (cedera servikal komplit)

23
Gambar 2.4 Penilaian Motorik dan Sensorik
American Spine Injury Association (ASIA)/International Medical
Society of Paraplegia (IMSOP) telah menerbitkan suatu sistem klasifikasi
bernama International Standards for Neurological and Functional
Classification of Spinal Cord Injury untuk menilai derajat SCI.

Tabel 2.1 Klasifikasi ASIA/IMSOP


Grade A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik di bawah level cedera, khususnya pada
segmen S4 – S5
Grade B Inkomplit Hanya fungsi sensorik yang ada di bawah level neurologik memanjang sampai di
segmen S4 – S5
Grade C Inkomplit Beberapa fungsi motorik masih ada di bawah level cedera dan lebih dari
setengah otot di bawah level memiliki mempunyai kekuatan otot kurang dari 3
Grade D Inkomplit Fungsi motorik ada di bawah level cedera dan kebanyakan otot kekuatannya lebih
dari atau sama dengan 3
Grade E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

2.2.5. Patofisiologi
Kerusakan yang terjadi pada lesi medula spinalis dapat terlihat
pada dua fase, yaitu fase primer dan sekunder. Lesi primer muncul pada
kerusakan mekanis awal sebagai akibat adanya traksi dan kompresi,
karena tonjolan atau fragmen tulang, herniasi diskus vertebralis maupun
ligamen. Selain itu, lesi primer juga dapat terjadi karena adanya
kontusi, laserasi atau perdarahan yang segera terjadi setelah trauma.
Lesi sekunder terlihat selama periode jam, hari dan bulan,melibatkan
perubahan fisiologis sel-sel lesi yang progresif, dimulai dari substansia
grisea dan berkembang ke substansia alba. Lesi sekunder ini disebabkan
karena trauma, hipoksia dan iskemia.
Kerusakan vaskular yang terjadi setelah lesi diawali dengan adanya
perdarahan yang menyebar ke kompartemen lainnya dan berhubungan
dengan rongga epidural, subdural, subarachnoid dan intramedullar.
Kerusakan ini selanjutnya dapat menimbulkan iskemia, ruptur akson
dan membran sel saraf. Iskemia menyebabkan hilangnya autoregulasi
dan spinal shock yang mengakibatkan hipotensi sistemik dan
memperparah iskemia pada jaringan otak.

24
Lesi sekunder yang terjadi setelah lesi medula spinalis traumatik
tidak hanya berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah secara
makro, tetapi juga melibatkan respon kompleks yang meliputi
kerusakan sawar darah medula spinalis, dan respon inflamasi. Respon
inflamasi mempunyai peran penting dalam patogenesis lesi medula
spinalis. Respon inflamasi umumnya dimediasi oleh peningkatan dan
induksi ekspresi gen. Nuclear factor-kB (NF-kB) atau faktor transkripsi
merupakan faktor utama dalam regulasi ekspresi gen inflamasi, dan
merupakan faktor penentu penting pada kematian neuron melalui
aktivasi transcriptionally sitokin gen encoding, prostaglandin synthase-
2, cell adhesion molecules (CAM), dan nitric oxide sinthase (iNOS)
Mekanisme selanjutnya pada lesi sekunder melibatkan aktivasi
membran fosfolipase, yang berakibat pada hidrolisis fosfolipid,
bebasnya asam arakidonat dan asam lemak lain dari membran sel.
Aktivitas enzimatik oleh siklooksigenase terhadap asam ini
memproduksi peroksida lipid, sedangkan aktivitas enzimatik oleh
lipooksigenase memproduksi leukotrien dan prostanoid. Lebih spesifik,
level tromboksan A2 meningkat sesaat setelah terjadi lesi, dimana rasio
tromboksan terhadap prostasiklin meningkat abnormal hingga 18 jam.
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan lesi sekunder oleh karena
terbatasnya perfusi jaringan.Ketidakseimbangan pada pelepasan
neurotransmitter juga berperan pada patogenesis lesi medula spinalis.
Selama satu jam setelah terjadinya lesi, terdapat pelepasan dramatis
glutamat dan aspartat hingga 6 kali kadar normal. Peningkatan
konsentrasi neurotransmitter eksitasi ini dapat mengakibatkan kematian
neuron.
2.2.6. Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah
:
• Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf
yang terkena
• Paraplegia

25
• Paralisis sensorik motorik total
• Kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung
kemih)
• Penurunan keringat dan tonus vasomotor
• Penurunan fungsi pernapasan
• Gagal nafas

Gambar 2.6 Manisfestasi Klinis Trauma Medulla Spinalis


2.2.7. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan


laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis.
1) CT Scan

Dianjurkan melakukan pemeriksaan posisi AP dan lateral untuk vertebra


thorakal dan lumbal. Foto polos AP dan lateral dengan CT scan aksial
irisan 3 mm pada daerah yang divutigai dapat mendeteksi lebih dari 99%
cedera yang tidak stabil.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Digunakan untuk mencurigai lesi medulla spinalis, cedera ligamen,

dan cedera jaringan lunak lain atau patologi. Modalitas pencitraan ini

26
harus digunakan untuk mengevaluasi lesi nonosseous, seperti

hematoma tulang belakang ekstradural; abses atau tumor; disk yang

pecah; dan perdarahan pada sumsum tulang belakang, memar, dan /

atau edema.

3) Pungsi Lumbal

Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan

tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan

Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula

spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus

dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang

dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada

vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma

pada daerah vertebra servikalis tersebut.

4) Mielografi

Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma

pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus

intervertebralis.

5) Laboratorium Darah

2.2.8. Diagnosis banding


1) Infeksi tulang belakang

Infeksi tulang belakang terjadi akibat bakteri yang masuk kedalam tulang

melalui aliran darah ketika seseorang cedera, dapat juga terjadi pada orang

yang baru saja mengalami patah tulang, baru menjalani operasi tulang,

maupun orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Gejala

27
dari infeksi tulang belakang salah satunya yaitu rasa sakit dan nyeri yang

terjadi di daerah tulang yang terkena serta kesulitan bergerak

2.2.9. Tatalaksana
Berdasarkan ATLS (Advance Trauma Life Support), manajemen umum
pada pasien dengan trauma spinal dan medulla spinalis meliptui
immonilisasi, cairan intravena, obat-obatan, dan rujukan dilkukan saat
kondisi pasien sudah stabil.
1) Immobilisasi
Imobilisasi yang baik dicapai dengan meletakkan pasien dalam posisi
netral-supine tanpa memutar atau menekuk kolumna vetebralis. Usaha
untuk meluruskan spinal guna immobilisasi di atas backboard tidak
dianjurkan bila menimbulkan nyeri.
Saat pasien tiba di ruang gawat darurat harus diusahakan agar pasien
bisa dilepaskan dari spine board yang keras untuk mengurangi risiko
terjadinya ulkus dekubitus. Pelepasan alas keras sering dilakukan
sebagai bagian dari secondary survey saat dilakukan log roll untuk
inspeksi dan palpasi tubuh bagian belakang.
Gerakan yang aman atau log roll, pad apasien dengan tulang belakang
yang tidak stabil memerlukan perencana dan bantuan 4 orang atau lebih,
tergantung ukuran pasien. Kesegarisan anatomis netral dari seluruh
tulang belakang harus dijaga pada saat memutar atau mengangkat
pasien. Satu orang ditugaskan untuk menjaga kesegarisan leher dan
kepala. Yang lain berada di sisi yang sama dari pasien, secara manual
mencegahh rotasi, fleksi, ekstensi, tekukan lateral, atau tertekuknya
thorax atau abdomen secara manual selama transfer pasien. Orang
keempat bertanggung jawab menggerakkan tungkai dan memindahkan
spine board dan memeriksa punggung pasien.

28
Gambar 2.7 Log Roll

2) Cairan Intravena
Pada penderita dengan kecurigaan trauma spinal, cairan intravena
diberikan seperti pada resusitasi pasien trauma. Kateter urine dipasang
untuk memonitor pengeluaran urine dan mencegah distensi kandung
kemih.
3) Medikasi
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk
cedera medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam
penanganan pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi,
dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan
utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of
Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-
otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya
mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik
sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi
okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki
fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup
sehari-hari/ activities of daily living (ADL).
Program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi,
psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran
cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada
penderita cedera medula spinalis.

29
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya memiliki
peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medulla spinalis komplet yang
tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung
menetap dan prognosisnya buruk.
2.2.10. Komplikasi
 Neurogenik shock

 Hipoksia

 Instabilitas spinal

 Ileus paralitik

 Infeksi saluran kemih

 Kontraktur

 Dekubitus

 Konstipasi

2.2.11. Prognosis
Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus trauma medulla spinalis,
tergantung pada lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan
mendapat perawatan medis setelah trauma.
Trauma pada bagian bawah dari vertebra dapat menyebabkan hilang atau
berkurangnya fungsi motorik serta sensoris pada tungkai dan bagian bawah dari
tubuh disebut paraplegi. Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan tergantung
pada luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila pasien mampu
melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensasi dalam waktu yang
singkat.
Penyulit pada trauma medulla spinalis tergantung beratnya cedera dan waktu
datang ke rumah sakit (lewat ‘waktu emas’), tidak dapat sembuh sempurna.

30
BAB III
ANALISA KASUS

Penderita datang ke RSMP karena Tidak bisa menggerakan ekstermitas


bawah secara tiba-tiba sejak 3 minggu yang lalu Hal ini mengarahkan terjadinya
paraplegia, dimana menurut winchester Paraplegia adalah kelumpuhan pada anggota
gerak, dimulai dari panggul ke bawah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya fungsi
gerak (motorik) dan fungsi indera (sensorik) akibat adanya gangguan pada sistem
saraf yang mengendalikan otot anggota gerak bagian bawah.
RPS 3 Minggu SMRS saat penderita bangun tidur,tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai kanan,kiri dan mati rasa pada bagian perut
disertai dengan perut membesar dan keras tanpa disertai kehilngan kesadaran.saat
terjadi serangan penderita tidak merasa sakit kepala yang disertai mual munta
tidak ada,kejang tidak ada, terdapat gangguan rasa pada sisi yang lemah disertai
gangguan rasa baal,kesemutan pada sisi yang mengalami kelemahan,penderita
dapat mengungkapkan isi pikiran secara lisan tulisan, dan isyarat, bicara tidak
pelo kondisi ini menjukan bahwa adanya kondisi paraplegia dan hipestesi yang
dikarenkan adanya lesi pada medulla spinalis
Saat serangan tidak disertai jantung berdebar-debar dan tidak sesak
napas.Pasien tidak sering mengeluh sakit kepala bagian belakang. Riwayat
penyakit hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu,kencing manis tidak ada,
Riwayat minum alkohol ada.Penyakit ini baru pertama kali di derita oleh
pasien. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya kejang mengarahkan pada
letak lesi kemungkinan tidak terdapat di korteks serebri, karena pada lesi
yang terletak di korteks serebri biasanya terdapat kejang lesi terdapat di
korteks serebri karena lesi di kofrteks serebri terdapat defisit neurologis pada
sisi yang lemah. Area Broca terdapat di hemisferium dominan dan apabila
aliran darah ke area Broca dan Wernicke terganggu maka penderita akan
mengalami afasia global. kemudian menyumbat aliran darah di otak. Bekuan
darah yang dari jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut jantung yang
tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kalainan jantung, infeksi di dalam
jantung.Dan dengan adanya riwayat meminum alkohol menurut

31
Pada pemeriksaan fisik pasien mengalami penurunan gerakan dan kekuatan
pada tungkai kanan dan tungkai kiri. Kekuatan otot tungkai kanan dan tungkai kiri
0, refleks fisiologis hipotoni di tungkai kanan dan tungkai kiri, refleks Babinski (-)
kanan dan kiri, dan Oppenheim (-) kanan dan kiri. Hal ini terjadi akibat kerusakan
pada upper motor neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada lesi medulla
spinalis mengakibatkan defisit neurologi sehingga mengakibatkan kerusakan
neuron motorik yaitu pada kasus ini upper motor neuron.
Pada pasien telah dilakukan USG abdomen didapatkan gambaran hepar
yang membesar dan tampak ada masa.USG abdomen untuk melihat adanya
kelainan pada abdomen pasien. Dengan dilakukannya USG abdomen ini dapat
memperjelas bahwa terjadinya pembesaran hepar ini merupakan penyebab dari
terjadinya paraplegia pada pasien dimana menegakan terjadinya medulla spinalis
injury yang disebabkan oleh non traumatic
Pada pasien dilakukan pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State
Examination) yang dilakukan sebanyak dua kali dengan rentang waktu dua bulan
dengan hasil yang sama yaitu terdapat deficit gangguan kognitif. MMSE adalah
tes yang berlangsung selama 10 menit mencakup bahasa, memori dan kalkulasi.
Jika seseorang memiliki nilai MMSE di bawah 24, maka kemungkinan orang
tersebut menderita demensia atau paling tidak mengalami penurunan fungsi
kognitif.
Penatalaksanaan yang diberikan berupa non farmakologi dan farmakologi.
Untuk non farmakologi memberikan asupan makan terpenuhi, edukasi selalu
patuh nasehat dokter, sering control ke dokter, patuh dalam meminum obat, dan
exercise. Penatalaksanaan farmakologi diberikan donepenzil hcl 1x10 mg/tab,
rampipril 1x5 mg/tab/oral, clopidogrel 1x75 mg/tab/oral.
Kolinesterase inhibitor, donepezil menunjukkan beberapa efek terapi positif
yang dapat memfasilitasi neurotransmisi pada sambungan kolinergik otak ke
daerah bahasa. Jalur ini berperan penting untuk plastisitas potensial jangka
panjang meningkatkan atensi, pembelajaran, dan memori..
Ramipril merupakan obat golongan Angiotensin-Converting Enzyme yang
bekerja mengjhambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II.

32
Clopidogrel merupakan generasi kedua dari golongan thienopyridine, yang
bekerja menghambat Adenosine Diphosphate (ADP) dengan mengikat reseptor
P2Y12 pada permukaan trombosit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Derrickson, B. H., & Tortora, G. J. (2013). Principle of anatoomy and


physiology. 14 edition. Hoboken.
2. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :
EGC.
3. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta.
Hal 81-102.
4. Ueberham, L. (2017). Pharmacological and Non
pharmacologicalTreatments for Stroke Prevention in Patientswith Atrial
Fibrillation. crossmark, 2274.
5. World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and
research classification. Geneva: World Health Organization; 1978.Sidharta
P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293.
6. Kemenkes.RI. 2014. Pusdatin Stroke. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan. https://doi.org/10.1177/109019817.

33
7. Giruparajah M, Bosch J, Vanassche T, Mattina K, Connolly SJ, Pater
C,Hart RG. Global survey of the diagnostic evaluation and management of
cryptogenic ischemic stroke. Int J Stroke. 2015;10:1031–1036.
doi:10.1111/ijs.12509.
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2012.
9. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles
of Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009;
13(1): 2-16
10. Snell, Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2015.
11. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison‟s
Neurology in Clinical Medicine. California: University of California, San
Framsisco, 2006: 233-271.
12. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Jakarta : EGC.
13. 1Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, et al. Guidelines for the prevention
of stroke in patients with stroke and transient ischemic attack: A Guideline
for healthcare professionals from the American Heart Association/
American Stroke Association. Stroke 2014;45: 2160- 2236.
14. Taylor WJ, Wong A, Siegert RJ, et al. Effectiveness of a clinical pathway
for acute stroke care in a district general hospital: an audit. BMC Health
15. Kumar S, Selim MH, Caplan LR. Medical complication after stroke.
Lancet Neurol 2010;9:105-118.
16. Derrickson, B. H., & Tortora, G. J. (2013). Principle of anatoomy and
physiology. 14 edition. Hoboken.
17. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :
EGC.
18. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta.
Hal 81-102.
19. American Heart Association, 2014. Heart Disease and Stroke Statistics.
AHA Statistical Update.
20. American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research :
Coronary Heart Disease.

34
21. Boehme, A.K., Esenwa, C., & Elkind, M.S. 2017. Stroke Risk Factors,
Genetics, and Prevention. Circulation Research.
22. Darmawan, Agus; Tugasworo, Dodik; Pemayun, Tjokora Gde Dalem,
2011, Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna Pada
Penderita Pasca Stroke Iskemik, M Meds Indones., 45(1):1-7
23. Giruparajah M, Bosch J, Vanassche T, Mattina K, Connolly SJ, Pater
C,Hart RG. Global survey of the diagnostic evaluation and management of
cryptogenic ischemic stroke. Int J Stroke. 2015;10:1031–1036.
doi:10.1111/ijs.12509.
24. Guang YJ, Zhou RR, Jun CG. From hypertension to stroke: mechanism
and potential prevention strategies. CNS Neuroscience & Therapeutics.
2011; 17(5):577-84.
25. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.
26. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid I. VI. Jakarta.
27. Mutiarasari, D. 2019. ISCHEMIC STROKE: SYMPTOMS, RISK
FACTORS, AND PREVENTION. Jurnal ilmiah kedokteran. 6 (1) 60-73.
28. Pajri. R,. N,. Safri ,. Dewi,. Y,. GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA STROKE. Jurnal keperawatan. 9(2) 436-44
29. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Jakarta : EGC.
30. Jastal, Udin Y, Veridiana N, dkk. Riset kesehatan dasar dalam angka
Provinsi Sulawesi Tengah 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Sulawesi Tengah.
31. Junaidi, Dr. Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta:
CV Andi Ofset.
32. Kanyal N. 2015. The science of ischemic stroke: pathophysiology &
pharmacological treatment. Int J Pharm Res Rev.

35

Anda mungkin juga menyukai