Anda di halaman 1dari 16

Ta'ziran Membaca Ayat-ayat penting Untuk

Meningkatkan Kepribadian Santri di Pondok Pesantren AN-Nauchiyyah Ngembalrejo


Bae Kudus

Siti Umi Fatchul Jannah

1910110016

Institut Agama Islam Negeri Kudu, IAIN

Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam

Abstrak

Dalam sebuah dunia lembaga pendidikan sering dijumpai istilah hukuman ataupun
ta’ziran yang berart menghadirkan atau memberikan sebuahsanksi ataupun situasi yang tidak
menyenangkan dan situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan perilaku. Karena sebuah
hukuman adalah salah satu alat pendidikan yang juga diperlukan dalam sebuah pendidikan.
Hukuman dapat diberikan sebagai akibat dari pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan yang
dilakukan oleh peserta didik dan tidak seperti akibat yang ditimbulkan oleh ganjaran,
hukuman yang dapat mengakibatkan sebuah penderitaan atau kedudukan bagi peserta didik
yang menerimanya. Selain itu, Para santri diharapkan agar menaati semua peraturan yang
telah berlaku. Adapun para santri yang melanggarkan tetap akan dikenakan sanksi tersendiri
yaitu berupa ta’zir. Dalam ta’ziran di sini diperlukan karena santri yang melakukan kesalahan
akan merasa jera dan tidak akan mengulanginya lagi dengan adanya hal tesebut, maka
kehidupan seorang sabtri kedepannya akan menjadi lebih baik dan akan menjadi sosok
santriwan-santriwati yang sejati.

Kemudian seperti yang terdapat dalam pesantren, para santri yang melanggar
peraturan merasa aman jika tidak diberikan ta’zir atau hukuman sebagai ganjaran dari
perbuatannya yang salah. Mereka bahkan dengan mudahnya mengulangi perbuatan yang
salah dan hal tersebut berakibat hilangnya sikap disiplin dalam mentaati serta mematuhi
setiap peraturan dan hilangnya sikap kedisiplinan terhadap dirinya sendiri. Tujuan utama dari
pemberian ta’zir kepada santri adalah agar seorang anak merasa jera dan tidak mengulangi
perbuatannya yang salah. Ta’zir yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan
santri. Kedisiplinan santri bukan untuk memberikan rasa takut atau pengekangan terhadap
santri, melainkan untuk mendidik para santri agar sanggup mengatur dan mengendalikan
dirinya dalam berperilaku serta bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Ta’zir diartikan mendidik karena ta’zir ditujukan disini yaitu untuk mendidik peserta
didik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatannya kemudian meninggalkan dan
menghentikannya.Pada dasarnya pesantren memiliki tujuan membentuk kepribadian akhlak
seseorang sehingga menjadi yang baik terhadap para santri, selain itu, tujuan pesantren adalah
untuk membentuk kepribadian seorang anak, memantapkan akhlak dan melengkapinya
dengan pengetahuan. Adapun ciri khas dari sebuah pondok pesantren yaitu kehidupan
berdisiplin dalam waktu dan pakaian. Kedisiplinan ini tumbuh dalam aktifitas shalat
berjamaah dan kerapian berpakaian. Misalkan salah satu cirinya adalah mereka akan merasa
sopan dihadapan Allah saat mendirikan shalat dengan memakai kain sarung dan berpeci.
Maka hampir tidak ada santri yang memakai celana panjang saat mendirikan shalat. Untuk
itulah Pondok Pesantren perlu mengadakan peraturan yang harus dilaksanakan dan ditaati
oleh para santri agar ciri khas yang dimiliki Pondok Pesantren dapat tercermin dikehidupan
para santri. Begitu juga adanya metode ta’zir yang diterapkan di dalamnya, semata-mata
untuk mewujudkan tujuan pendidikan Pondok Pesantren yaitu membentuk kepribadian
disiplin terhadap diri santri. Karena dengan adanya ta’zir diharapkan membuat para santri
yang melakukan kesalahan atau pelanggaran.

Pendahuluan

Dalam salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang mempunyai ciri khas
tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan yang lainnya yaitu dinamakan pesantren.
Lembaga pesantren ini telah lahir, tumbuh, dan berkembang sejak lama. Bahkan, semenjak
belum dikenalnya lembaga pendidikan lainnya di Indonesia, kini pesantren telah hadir lebih
awal. Oleh arena hal tersebut, lembaga pesantren pada umumnya lebih dipandang sebagai
lembaga pendidikan asli (indigenous) Indonesia. Hal ini berhubungan dengan apa yang telah
ditegaskan oleh salah satu pendapat yaitu Ia menegaskan bahwa, dalam sejarah pertumbuhan
serta perkembangan pendidikan Islam di Indonesia tidak dipungkiri bahwa pesantren telah
menjadi semacam local genius institution.

Pesantren adalah salah satu asal mula pendidikan Islam yang tertua di Indonesia.
Pesantren juga memiliki hubungan berdasarkan jabatan simbiotik dengan ajaran Islam yaitu
dari satu sisi keberadaan pesantren diwarnai dari berbagai macam gambar dan hubungan
tentang sebuah ajaran Islam yang telah diikuti oleh para pendiri, pengasuh, pengurus yang
menjalankannya. sedangkan pada sisi lainnya, pesantren telah menjadi sebuah jembatan
utama bagi proses penghayatan dan penerusan ajaran Islam kepada masyarakat setempat.
Melalui pesantren, agama Islam menjadi menyebarluas ke seluruh penjuru dan mewarnai
seluruh aspek kehidupan masyarakat sosial, keagamaan, hukum, politik, pendidikan,
lingkungan, dan lain sebagainya.selain itu di dalam pesantren juga mengajarkan adanya
sebuah atura-aturan dan kedisiplinan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Di dalam sebuah pesantren juga telah disebutkan bahwa adanya aturan dan
kedisiplinan membuat para santri jera terhadap sanki yang telah ada. Disitulah peran
pesantren sangatb penting dalam mendidik siorang santri sehinnga menjadi seorang sabtri
yang sam’an watoatan terhadap aturan yang telah berlaku. Selain itu, adanya sebuah takziran
santri bermacam-macam dan itupun tergantung santri yang melanggarnya. Karena semua
aturan wajib dipatuhi serta dijalankan. Jita kitad dipatuhi dan dijalankan maka dampaknya
terlihat dan kembali kepada diri kita masing-masing.1

Perlunya sebuah kedisiplinan adalah agar anak mengalami perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik dari sebelumnya. Perilaku seorang santri berubah sebagai akibat mengikuti
dan mentaati peraturan pondok pesantren. Keputusan dan perbuatan yang berubah itu,
selanjutnya dibahas dan dihubungkan dengan konsep-konsep yang berkaitan dengan pokok-
pokok tersebut. Pertama, motivasi untuk taat. Motivasi adalah suatu kekuatan yang
mendorong dan menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu atau bertingkah laku tertentu.
Apabila seseorang berbuat sesuatu, pasti dibalik perbuatan itu terdapat sesuatu yang menjadi
penyebabnya.

Dapat dikatakan bahwa motif taat sebagai upaya untuk mendapatkan rasa aman dan
bebas dari ancaman sanksi karena pelanggaran peraturan sekolah. Kedua, bertindak dan
berbuat lebih baik apabila seseorang telah memiliki kesadaran bahwa ketaatan dan kepatuhan
sangat diperlukan dalam suatu kehidupan, tindakan dan perbuatannya cenderung lebih baik.
Karena itu, Pondok Pesantren perlu menegakkan tata tertib secara ketat dan konsisten.
Ketiga, tidak seenaknya bertindak.

Apabila sekolah kurang memperhatikan peraturan dan ketertiban, santri cenderung


bertindak dan berbuat semaunya, asal berbuat sesuatu yang dapat melanggar aturan Pondok
Pesantren. Sebaliknya, ketika aturan Pondok Pesantren ditegakkan dengan baik, santri tidak
1
Wiwin Fitriyah dkk.,, Eksistensi Pesantren Dalam Pembentukan Kepribadian Santr, Universitas Nurul Jadid
Probolinggo, hlm. 1-2
lagi berbuat semaunya atau seenaknya. Tata tertib Pondok Pesantren yang ketat dan konsisten
dapat menbuat santri tidak sembarangan dalam berbuat atau bertindak. Keempat, menjadi
teratur. Apabila Pondok Pesantren tanpa tata tertib, akan muncul perilaku yang tidak tertib,
tidak teratur, tidak terkontrol, perilaku liar, yang pada gilirannya menunggu kegiatan
pembelajaran. Dalam hal ini, penerapan dan pelaksanaan peraturan Pondok Pesantren,
menolong para santri agar dilatih dan dibiasakan hidup teratur, bertanggung jawab dan
dewasa. Kelima, berusaha memperbaiki diri. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah
makhluk yang terbatas.

Pembahasan

Dalam sebuah lembaga pendidikan baik pendidikan formal maupun non-formal


terutama pesantren pasti terdapat yang namanya aturan/peraturan. Oleh karena itu, sikap
disiplin merupakan salah satu sikap dan perilaku yang sangat penting untuk diajarkan kepada
seseorang pada awal kehidupan mereka. Sikap disiplin dapat diajarkan dalam berbagai
lingkungan sekitar, baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Sikap disiplin yang dimiliki oleh seorang individu dapat menyebabkan seseorang
mampu dalam mengikuti suatu aturan sehingga tidak melakukan pelanggaran, baik
pelanggaran ringan maupun pelanggaran besar seperti pelanggaran hukuman ataupun takziran
santri. Sikap disiplin tersebut dapat didefinisikan sebagai salah satu tingkat keteraturan yang
terdapat dalam suatu kelompok.

Dalam lingkungan pendidikan, sikap disiplin sebagai sebuah teknik juga digunakan
oleh pendidik yang bertujuan untuk membangun atau menjaga ketertiban di dalam pesantren.
Sehingga disiplin yang dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang ingin
mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Selain itu, sikap disiplin juga menunjukkan
kepatuhan dengan peraturan para santri di pondok. Di dalam pondok pesantren, sangat
mendukung sekali dengan membentuk kepribadian santri dengan berbagai ruang lingkup
yang sangat strategis untuk mengajarkan sikap disiplin karena terdapat orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap sikap seorang santri yang kurang baik.

Adapun motivasi agar memotivasi para santri untuk tidak melanggar aturan
merupakan hal yang sangat penting sekali karena hal ini dapat mempengaruhi sikap disiplin
santri di pondok pesantren. Pertama yaitu motivasi eksternal yang mempengaruhi sikap para
santri untuk berperilaku tidak disiplin, faktor tersebut dapat meliputi pengaruh perilaku yang
buruk fari teman, ada kesempatan untuk melakukan perilaku tidak disiplin yang berhubungan
dengan tidak menaati sebuah aturan dan masalah pribadi yang dibawa dari keluarga mereka.
Kedua, motivasi internal yang mempengaruhi para santrinya untuk melakukan perilaku atau
sikap tidak disiplin, diantaranya karena santri kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan
asrama, tidak dapat menerapkan aturan (bisa secara fisik atau mental), tidak memiliki tujuan
atau cita-cita hidup yang jelas, dan memendam kemarahan atau membenci kepada penegak
disiplin (santri senior, pengasuh, kiyai serta lainnya). Ketiga, adalah motivasi eksternal yang
dapat mempengaruhi sikap disiplin, diantaranya adalah dukungan dari orang tua, takut akan
adanya seuatu hukuman, pengaruh teman-teman yang taat aturan, dan ingin dianggap baik
oleh orang lain. Dan keempat, adalah motivasi internal perilaku disiplin, seperti pemahaman
mereka dan fungsi menjadi disiplin, mampu beradaptasi dengan sistem asrama, memiliki
kontrol diri yang baik (yang dipengaruhi oleh religiusitas) dan memiliki motivasi tinggi
ketika menandatangani pesantren. 2

Adapun Konsep kata Ta'zir dalam kamus fikih Islam, kata ta`zir adalah dari bentuk
masdar dari kata az-zara yang mempunyai arti menolak, sedangkan menurut istilah hukum
syara' berarti suatu pencegahan dan pengajaran terhadap tindak pidana yang tidak mempunyai
hukum had, kafarat, dan qishas. Ta'zir merupakan suatu perbuatan dimana seseorang secara
sadar serta secara sengaja menjatuhkan hukuman pada orang lain yang tujuan untuk
memperbaiki diri atau melindungi dirinya dari kelemahan jasmani dan rohani, sehingga
terhindar dari segala macam pelanggaran yang telah ditentukan. Dalam al-Qur'an, ta'zir
biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di antaranya ada yang mempergunakan
lafaz ‘iqab seperti dalam surat al-Baqarah ([2]: 61 dan 65). Adapun dalam berbentuk
pernyataan (statement). Ta'zir juga dapat berarti hukuman yang berupa memberikan
pelajaran. Dinamakan ta'zir, karena hukuman tersebut sebenarnya dapat menghalangi
terhukum agar tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.

Sementara para fuqaha mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan
oleh al-Qur’an dan Hadis yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan
hak hamba yang berfungsi agar memberi pelajaran kepada yang terhukum atau kepada orang
yang beraalh dan melakukan kealahan dan mencegahnya agar tidak mengulangi kejahatan
yang sama. Sementara itu, ta'zir menurut masyarakat Indonesia dipahami sebagai hukuman.
Hukuman yang dimaksud merupakan hukuman yang bersifat mendidik bagi santrinya, karena

2
Safiruddin Al Baqi, dkk., Faktor Pendukung Motivasi Berperilaku Disiplin Pada Santri Pondok Pesantren, Jurnal
Educan:University of Darussalam Gontor, Indonesia, hlm. 85
itu hukuman tersebut harus mengandung unsur-unsur pendidikan baik diputuskan oleh hakim
maupun yang dilakukan orang tua atau para pendidik terhadap anaknya.

Dalam masalah ini, tentunya sangat berbeda antara hukuman dari Allah kepada
hambanya dan hukuman khusus yang dikeluarkan negara kepada rakyatnya dengan hukuman
yang diterapkan orang tua dalam keluarga dan para pendidik dalam dunia pendidikan.
Meskipun baik hudud atau ta'zir, keduanya sama-sama bertujuan untuk memberi pelajaran
baik bagi si pelaku ataupun orang lain, semua itu merupakan cara yang tegas dan cepat untuk
memperbaikinya.3

Sedangkan ta’zir dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu
keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh
seseorang yang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara umum disepakati bahwa
hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak menyenangkan) dan perlakuan yang buruk
atau jelek. Ta’ziran berupa apapun itu sebenarnya bukan membuat sabtri menjadi takut akan
melakukan sesuatu yang baik, tetapi lebih condong kepada hal-hal yang sudah dilarang
dikalangan pondok pesantren seperti tidak melakukan jamaah, tidak mematuhi aturan dan lain
sebaggainya.

Adapun sebagai contoh yaitu hukuman ta’zir yang terdapat dalam salah satu
lembaga Pendidikan pondok pesantren An-Nasuchiyyah Kudus yaitu suatu pondok
pesantren yang telah di mempunyai banyak santri, serta pondok pesantren yang palinng
terkenal disiplinnya di daerah ngembalrejo. Kegiatan santri sehari-hari banyak dijumpai
dengan mengaji al-Qur’an, mengaji kitab serta sholat berjamaah dengan tepat waktu. Dalam
dunia pondok pesantren tentunya juga dijumpai dengan istilah ta’zir. Dimana para santri
yang telah melanggar aturan langsung dikenakan ta’zir. Perlu di ingta adanya ta’ziran
ataupun sanksi-sanksi yang telah berlaku sebenarnya hanya bertujuan untuk meningkatkan
kepribadian seorang santri An-Nasuchiyyah ngembalrejo Bae Kudus. Dalam mendidik
santrinya, tentu seorang pengrus pondok maupun seorang uutdzahnya pasti tidak ingin
menykiti seorang santrinya. Oleh sebab itu, tidak ada kata benci, dendam dan lainnya yang
dapat merugikan yang lain.

Di dalam pondok An-Nasichiyyah Ngmbalrejo Bae Kudus telah bersepakat bahwa


yang melanggar sebuah aturan pasti menanggung akibatnya tersendiri. Terlebih jika seorang
3
Abdurahman, Budaya Disiplin dan Ta’zir Santri di Pondok Pesantren, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Sorong, Papua Barat, Volume 10, Nomor 1, April 2018, hlm 56
anak yang bandel diatur, misalnya tidak mau sholat berjamaah, tidak mau mengaji dan lain
sebagainya. Sebaiknya yang mengtaur dan menangani terlebih dahulu itu seorang
pengurusnya terdaulu.jika tidak mempan, maka langsung saja diberikan kepada bapak
kiyainya agar dibimbing dan diarahkan kedepannya lagi.

Adapun kepribadian seorang santri An-Nasuchiyyah Kudus ini telah berkembang


menjadi pribadi yang lebih baik dikarenakan seringnya menaati peraturan, seringnya
melakukan kedisiplinan waktu dan kesemua itu akan kembali kepada diri kita msing-masing.
Orang yang beruntung dikemudian hari adalah orang yang taat dan patuh terhadap aturan.
Terkadang ta’ziran itu diadakan karena kesalahan seorang santri sendiri yang telah
melanggarnya. Dan sankinya dalah berdiri di depan pintu sambim membaca ayat-ayat
penting misalnya seperti surah al-mulk, ar-rahman dan lain sebagainya.hal ini dilakukan
karena untuk meningkatkan rasa jera dan merasa bahwa taat pada aturan itu penting agar
tidak terta’zir. Dalam proses untuk meningkatkan kepribadian santri, maka tidak terlepas
dari tugas seorang pengurus pondok agar para santri tidak terkena ta’zir secara terus
menerus.adapun upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk membentuk kepribadian santri
di dalam pondok An-Nauschiyyah Ngembalrejo Bae Kudus yaitu:

a. Diharapkan agar selalu menaati semua peraturan yang telah berlaku di dalam
pondok
b. Tidak membuat ulah
c. Selalu rajin dalam berjamaah, mengaji dan lain-lain
d. Tidak membangkakng jika di nasehati,baik itu pengurus pondokmaupun kiyainya

Dengan adanya upaya tersebut jika dapat berjalan dengan lancar, terbentuklah
kepribadian seorang santri yang beradab dan berakhlakulkarimah. 4

Jenis Ta’zir di Pondok Pesantren

Hukuman (ta’zir) secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu hukuman
fisik dan non fisik. Namun demikian, hukuman dalam bentuk apapun tujuannya lebih
mengarah kepada psikis atau agar santri menyadari kesalahan yang telah diperbuat bukan
karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh hukuman. Menurut Mamiq (2012:46), pada dasarnya
hukuman itu ada dua yaitu: hukuman langsung dan hukuman tidak langsung. Hukuman
4
Sri Murni Handayani, Pengurus Pondok Pesantren An-Nasuchiyyah Ngembalrejo Bae kudus, Wawancara 27
April 2021
langsung ini merupakan tindakan yang langsung diberikan kepada santri setelah
memunculkan perilaku negative, sedangkan hukuman tidak langsung merupakan hukuman
yang tidak secara langsung diarahkan sebagai bentuk hukuman kepada santri, tetapi lebih
bersifat sindiran, bahan renungan, dan sumber pelajaran bagi santri.

Menurut Purwanto (2000:189), Hukuman dibedakan menjadi dua macam yaitu

a. Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau
jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud agar mencegah jangan sampai
terjadi pelanggaran sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran itu dilakukan.
b. Hukuman represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran,
oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi, hukuman ini dilakukan setelah terjadi
pelanggran atau kesalahan.

Bentuk hukuman dibagi menjadi empat adalah:

a. Hukuman Isyarat Hukuman ini cukup dilakukan dengan pandangan mata, gerakan
anggota badan dan sebagainya. Setiap santri memiliki pembawaan dan latar belakang
yang berbeda, maka dari itu sebaiknya jika memberikan hukuman disesuaikan dengan
karakter masing-masing anak.Sebagian anak ada yang cukup dengan diberi isyarat
sebagai tanda kalau dia salah, misalnya dengan kedipan mata.
b. Hukuman Perkataan Hukuman ini diberikan dengan memberikan teguran, perhatian
dan ancaman.Hukuman dapat diberikan dengan nasehat yang jelas dan tegas kepada
santri yang melanggar peraturan pondok pesantren.
c. Hukuman Perbuatan 23 Hukuman ini diberikan dengan memberikan tugas kepada
santri yang melakukan pelanggaran, misalnya bersihbersih lingkungan pondok,
hafalan dan lainnya.
d. Hukuman Badan Hukuman ini diberikan dengan menyakiti badan santri, baik dengan
alat maupun tidak. Hukuman ini terpaksa dilakukan karena jika menghukum dengan
yang lembut tidak mampu menyadarkan anak yang melakukan kesalahan.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk ta’zir di pondok pesantren
adalah yang pertama, hukuman berupa isyarat yaitu hukuman yang diberikan kepada santri
dengan menggunakan isyarat anggota tubuh, hukuman ini termasuk dalam tingkat hukuman
paling ringan dan hukuman langsung. Kedua, yaitu hukuman melalui perkataan yaitu
hukuman yang diberika kepada santri dalam bentuk ucapan baik itu nasehat, teguran,
ancaman dan termasuk hukuman langsung.Ketiga,hukuman perbuatan yaitu hukuman yang
diberikan kepada santri dalam bentuk tugas seperti tugas menghafal surah pendek,
membersihkan halaman pondok pesantren. Keempat, hukuman badan yaitu hukuman yang
diberikan kepada santri dengan cara menyakiti badan atau anggota tubuh santri, hukuman ini
termasuk hukuman yang paling berat dan terpaksa dilakukan karena dangan cara hukuman
yang lain tidak dapat menghentikan pelanggaran yang dilakukan santri Beberapa uraian
tentang pengertian ta’zir di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ta’zir merupakan hukuman
yang bersifat memberikan pengajaran terhadap perbuatan seseorang.

Pelaksanaan hukuman ta’zir ini diserahkan kepada orang yang mempunyai kekuasaan
yang menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini, orang yang mempunyai kekuasaan (guru, ustadz,
orang tua, kyai) memiliki kebebasan untuk menetapkan hukuman ta’zir kepada pelanggar
aturanpondok pesantren. Pemberian ta’zir ini adalah untuk mengatur kehidupan secara tertib
dan mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan. Prosedure Memberikan Ta’zir di
Pondok Pesantren Menurut Mamiq (2012:48), prosedur standar memberikan ta’zir antara
lain:

a. Jenis hukuman yang diberikan harus disepakai diawal antara pengurus dengan
santri.
b. Jenis hukuman yang diberikan harus jelas sehingga santri dapat memahami
dengan baik konsekuensi kesalahan yang ia lakukan.
c. Hukuman harus dapat diukur sejauh mana efektivitasnya dan keberhasilannya
dalam mengubah perilaku anak.
d. Hukuman harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, tidak disampaikan
dengan cara menakutkan, apalagi memunculkan trauma berkepanjangan.
e. Hukuman tidak berlaku jika ada stimulus diluar control. Misalnya santri
melakukan kesalahan yang tidak diketahui karena sebelumnya belum disepakati
sebelumnya.
f. Hukuman segera diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.

Sedangkan Menurut Arief (2002:131), mengaplikasikan ta’zir antara lain:

a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
b. Harus didasarkan kepada alasan keharusan
c. Harus menimbulkan kesan di hati anak.
d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada santri.
Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. Beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa prosedur pemberian hukuman adalah hukuman harus
disepakati oleh pegurus dan santri, pemberian hukuman harus jelas agar santri memahami
hukuman yang akan diterima jika melanggar peraturan, hukuman disesuaikan dengan
pelanggaran yang dilakukan, hukuman harus segera diberikan jika ada santri yang melanggar
peraturan, hukuman tetap harus bermakna edukasi dan dalam jalinan cinta kasih, hukuman
harus menimbulkan keinsyafan di hati santri agar tidak mengulangi pelanggaran peraturan
pondok pesantren.

Dampak Pemberian Ta’zir di Pondok Pesantren Menurut Mamiq (2012:41) dampak


dari menghukum anak ada 4 yaitu:

a. Reaksi emosi negatif bagi santri yang dihukum, ia akan memiliki rasa benci pada
orang yang memberikan hukuman kepadanya, apalagi jika hukuman itu diberikan
dengan kekerasan, kebencian santri pada pengurus bisa berlangsung lama.
b. Menyelesaikan masalah dengan tidak tepat karena hukuman dengan kekerasan
justru akan menambah masalah.
c. Kecanduan menghukum (negatif). Jika pengurus terlanjur manggunakan cara-cara
menghukum seperti itu, akan ada kecenderungan untuk mengulang kembali cara
tersebut, apalagi jika mendapat penguatan dari lingkungan.
d. Dampak peniruan perilaku pada santri sehingga apa yang didapatkan santri pada
usia remaja akan cenderung terbawa ketika menjadi dewasa kelak.

Menurut Arief (2002:133), dampak dari menghukum anak antara lain:

a. Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.


b. Santri selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia
suka berdusta (karena takut dihukum).
c. Mengurangi keberanian anak untuk bertindak. Beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa dampak pemberian ta’zir adalah menimbulkan rasa benci,
malas dan takut santri terhadap pengurus pondok pesantren jika hukuman tidak
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, menyebabkan santri berdusta atau
beralasan karena takut dihukum, kecanduan dihukum karena hukuman yang sudah
biasa. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan diterapkannya
ta’zir di pondok pesantren adalah untuk mewujudkan dan membiasakan santri
bertanggung jawab atas perilaku yang telah dilakukan, untuk memperbaiki diri
santri agar menyadari perilaku salah tersebut dan tidak akan mengulangi
kesalahan tersebut, untuk memberi pelajaran santri agar santri tidak melanggar
peraturan pondok pesantren dan untuk membimbing serta meningkatkan
kedisiplinan santri agar taat dan patuh mengikuti tata tertib pondok pesantren serta
melindungi santri dari perbuatan yang salah. 5

Kecenderungan Santri dalam Melakukan Pelanggaran Kecenderungan santri yang


melakukan pelanggaran

Kecenderungan Santri dalam Melakukan sebuah Pelanggaran dengan alasan sebagai


berikut:

a. Terbatasnya ruang gerak santri di dalam pondok pesantren karena pendidikan di pondok
pesantren telah mengajarkan pendidikan agama yang lebih intensif daripada di sekolah
umumdan jadwal pondok sangat padat
b. Kesediaan masuk pondok bukan atas keinginan diri sendiri tetapi atas keinginan
orangtua, keinginan orangtua memasukkan anaknya ke pesantren dengan tujuan anak itu
memiliki nilai lebih dibidang agama dan dapat hidup mandiri serta tahan mental.
c. Dorongan untuk menghilangkan kejemuan, kebosaan dan mengisi kekosongan hati,
kegiatan di pondok lebih ketat dan padat daripada di sekolah umum, jika kegiatan di
pondok itu membosankan dan kurang menarik. Maka seorang santri akan melakukan hal-
hal yang sekiranya membuat hatinya senang karena sudah malas dan jenuh dengan
aktifitasnya di pondok.
d. Pengurus yang kurang adil/konsisten dalam menjalankan ta’ziran, kecenderungan santri
dalam melakukan pelanggaran peraturan di Pondok

Sementara ta’zir menurut masyarakat dipahami sebagai hukuman. Hukuman yang dimaksud
merupakan hukuman yang bersifat mendidik, karena itu hukuman tersebut harus mengandung
unsur-unsur pendidikan. Dalam hal ini tentu berbeda antara hukuman dari Allah kepada
hambanya dan hukuman khusus yang dikeluarkan negara kepada rakyatnya dengan hukuman
yang diterapkan orang tua dalam keluarga dan para pendidik dalam dunia pendidikan

Efektifitas Ta’zir di Pondok Pesantren An-Nasuchiyyah Ngembalrejo Bae Kudus

Efektifitas ta’zir terhadap santri ini dirasa dapat menjaga kewibawaan peraturan serta
kedisiplinan. Dengan ta’ziran dapat mempengaruhi santri untuk disiplin mentaati peraturan,
5
Amin Maryatul Qiftiyah, Implementasi Ta’zir Bagi antri Di Pondok Pesantren Putri An-Nur Clego, Kali
Tuntang, Semarang 2017-2018, IAIN Salatiga, Hlm.19
karena dengan melakukan ta’zir dapat membuat santri takut, jera, santri tidak mau melanggar
peraturan, menyebabkan santri selalu mematuhi peraturan di pesantren dan menyebabkan
santri selalu mengikuti semua kegiatan yang ada. Sedangkan bagi santri yang telah melanggar
peraturan pesantren, ta’zir dapat membuat santri itu jera dan tidak melakukan kesalahan lagi.
Maka pelaksanaan ta’zir sangat efektif dalam mempengaruhi kedisiplinan para santri.

Aktivitas santri di pondok pesantren yang di dalamnya terdapat aktivitas kebudayaan


yang dilakukan secara terus menerus dan menjadi ciri khas kegiatan di pondok pesantren
seperti mengaji, jamaah, ro’an, musyawaroh, khitobah, berjanji dan ta’ziran. Semuannya
merupakan aktivitas santri yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan penuh tanggung
jawab. Dengan segala macam aktivitas itu adalah bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
para santri, seperti kegiatan jamaah dan mengaji untuk kebutuhan santri akan kebutuhan
belajar agama, kegiatan ro’an, musyawaroh, khitobah menjadi kebutuhan santri untuk
menjadi diri,melatih diri agar menjadi sesorang yaang penuh dengan tanggung jawab,
kemudian kegiatan ta’ziran ini untuk memenuhi kebutuhan semua komponen di pesantren
antara lain pengasuh, santri dan wali santri, karena kegiatan ta’ziran ini dapat digunakan
untuk mendidik santri agar memiliki sikap dan perilaku akhlakul karimah yang taat agama
dan aturan.

Manfaat Ta’ziran

Pondok pesantren merupakan tujuan bagi orangtua untuk menitipkan anaknya dengan
harapan anaknya memperoleh ilmu agama dan menjadi lebih baik. Begitu juga tujuan pondok
pesantren adalah untuk membantu mewujudkan harapan orangtua agar anaknya mampu
berproses menjadi lebih baik, untuk itu di pondok pesantren menyiapkan berbagai aturan
yang berupa norma-norma kehidupan yang Islami untuk mendidik santri menjadi anak yang
mengerti agama berakhlak mulia dan taat aturan pesantren, semuanya itu untuk bekal
kehidupan di masa mendatang dan dapat dirasakan setelah lulus dari pesantren. Sesuai
dengan konsep Malinowski yang lain tentang azas dan aktivitas pengendalian sosial atau
hukum dalam masyarakat modern. Tata tertib pengendalian sosial itu bersifat memaksa yaitu
hukum, untuk melaksanakan hukum disokong oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan yang
diorganisir oleh suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 1987). Hukum dalam masyarakat
pondok pesantren juga sangat diperlukan, hukum atau sistem pengendalian sosial dalam
masyarakat pesantren disebut ta’zir. Ta’zir ini untuk mengendalikan sikap dan perilaku santri
agar tidak menyalahi aturan pesantren, ta’zir dalam pesantren dibuat oleh pengasuh dan yang
berwenang untuk memutuskan bentuk-bentuk hukuman serta menjatuhkan hukuman adalah
pengasuh karena memiliki kekuaasaan 6

Penutup

Kesimpulan

Pondok pesantren pada umumnya juga mempunyai aturan-aturan yang harus ditaati
oleh para santri sehingga tujuan pendidikan di pesantren dapat terlaksana. Disiplin juga
sangat diperlukan karena mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. Upaya untuk
mengembangkan disiplin diri bisa dilakukan dengan mengundang anak-anak untuk
mengaktifkan diri dan nilai-nilai moral untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar
disiplin diri. Dengan demikian, apabila disiplin diterapkan dengan baik, konsisten, dan
konsekuen tentu berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku peserta didik. Oleh karena
itu, pesantren perlu mengupayakan situasi dan kondisi yang bisa membantu santri dalam
mengembangkan disiplin diri. Kedisiplinan bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara
otomatis.

Penerapan ta’zir dalam meningkatkan kedisiplin santri di Pondok An-Nauchiyyah


Ngmebalrejo Bae Kudus yaitu:

a. Ta’zir edukatif bersifat mendidik seperti membaca Al-Qur’an dan mengumandangkan


adhzan.
b. Ta’zir fisik bersifat perbuatan yang bermanfaat seperti menyapu halaman pondok,
mengepel masjid dan membersihkan kamar mandi dan Wc.
c. Penerapan ta’zir diberlakukan kepada semua santri dan penerapannya dilakukan
seminggu sekali. Ta’zir dilakukan oleh pengurus kepada santri yang melanggar tata
tertib dan peraturan pondok pesantren.
d. Penerapan ta’zir bisa berubah jika kesalahan dilakukan santri secara berulang-ulang
sesuai sidang ta’zir santri.

Efektifitas penerapan ta’zir dalam meningkatkan kedisiplin santri di Pondok di PPTQ


Ngembalrejo sangat efektif dalam mendisiplinkan para santri karena juga dibantu dengan
kesadaran diri santri yang tinggi untuk selalu 129 130 mengikuti setiap kegiatan pondok
6
Lailatus Saidah, Tradisi Ta’ziran Di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin Desa Datinawong, Kecamatan
Babat, Kabupaten LamonganJawa Timur, Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga., hlm.330
pesantren. Selain itu dengan sikap tawadhu yang ditanamkan kepada santri untuk patuh dan
taat kepada pengasuh. Berikut beberapa efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri,
yaitu:

a. Efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri dalam beribadah.


b. Efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri dalam mengatur waktu.
c. Efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri dalam belajar.
d. Efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri dalam mentaati peraturan. Dari
keempat jenis kedisiplinan santri di Pondok Pesantren tersebut peran ta’zir ada yang
sudah dikatakan berhasil dan juga ada yang belum, hal ini dikarenakan kegiatan santri
yang bermacam-macam diluar pondok pesantren.

Faktor yang mempengaruhi efektifitas ta’zir dalam meningkatkan kedisiplinan santri


di Pondok PPTQ Ngembalrejo. Dari berbagai masalah karakter yang dimiliki santri dan
juga berbagai permasalahan yang peneliti temukan maka peneliti secara garis besar
menyebutkan sebagai berikut, yaitu:

a. Faktor individu. Suatu keadaan atau sikap yang di latar belakangi oleh kebiasaan
santri tersebut. Faktor ini memang sangat membantu mendisiplinkan santri
melalui ta’zir.
b. Faktor lingkungan. Faktor ini di latar belakangi adanya pergaulan santri 131
kepada siapapun. Dari pergaulan inilah muncul kebiasaan yang berbeda dengan
santri sebelumnya, boleh jadi pergaulan yang baik akan membawa kebaikan pula
akan tetapi pergaulan yang salah juga membawa santri ke dalam keburukan.
Faktor lingkungan ini adalah faktor yang dominan yang bisa mempengaruhi
efektifitas ta’zir dalam meningkatkan disiplin santri.

Saran

Dari ringkasan temuan serta kesimpulan dari penulis dan segala kerendahan hati
tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada pihak terkait, maka penulis mengajukan
beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan:

a. Pengurus hendaknya menjadi suri tauladan bagi santri supaya Peraturan yang telah
dibuat bersama hendaknya dilaksanakan secara sungguhsungguh dan lebih
optimal lagi. Seperti penerapan ta’zir ditingkatkan dan diefektifkan lagi supaya
santri benar-benar jera dan malu untuk mengulangi kesalahan yang sama.
b. Santri diharapkan dapat menyadari kewajiban-kewajibannya di Pondok Pesantren.
Dan lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan pondok serta sabar dengan
aturan-aturan yang ada, karena disiplin yang diberlakukan oleh pondok pasti ada
manfaatnya untuk diri sendiri dan akan dirasa nanti setelah menjadi alumni.
c. Penulis berharap, dengan adanya kajian ini supaya menambah pengetahuan
pembaca dan menjadi sumbangan pemikiran untuk bahan 132 referensi maupun
koleksi di perpustakaan.
d. Penulis berharap, sekecil dan sesederhana apapun kajian ini dapat bermanfaat dan
bisa dijadikan rujukan untuk pembaca dan mahasiswa khususnya Pendidikan
Agama Islam
Daftar Pustaka

Abdurahman, Budaya Disiplin dan Ta’zir Santri di Pondok Pesantren, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, Papua Barat, Volume 10, Nomor 1, April 2018, hlm 56

Fitriyah, Wiwin dkk., Eksistensi Pesantren Dalam Pembentukan Kepribadian Santri,


Universitas Nurul Jadid Probolinggo, hlm. 1-2

Handayani, Sri Murni, Pengurus Pondok Pesantren An-Nasuchiyyah Ngembalrejo Bae


kudus, Wawancara 27 April 2021

Qiftiyah , Amin Maryatul, Implementasi Ta’zir Bagi antri Di Pondok Pesantren Putri An-
Nur Clego, Kali Tuntang, Semarang 2017-2018, IAIN Salatiga, Hlm.19

Saidah, Lailatus, Tradisi Ta’ziran Di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin Desa


Datinawong, Kecamatan Babat, Kabupaten LamonganJawa Timur, Departemen Antropologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga., hlm.330

Anda mungkin juga menyukai