SOP Buria-1
SOP Buria-1
Dosen pembimbing :
Disusun Oleh :
A. Pengertian
Hemodialisa adalah tindakan pengobatan dengan tujuan mengeluarkan sisa metabolisme
melalui proses pertukaran antara bahan yang ada dalam darah dan dialisat melewati membran
semi permeabel secara difusi konveksi dan ultrafiltrasi.
B. Tujuan
Menolong penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang sudah tidak bisa diobati dengan
terapi konservatif
C. Kebijakan
Dilakukan pada setiap pasien gagal ginjal terminal. Dengan hemodialisa dapat
mempertahankan fungsi ginjalnya secara optimal
D. Prosedura.
a. Persiapan sebelum hemodialisa.
1. Persiapan pasien
1) Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD (instruksi
dokter).
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau tidak bisa
dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh dokter spesialis
penyakit dalam yang diberi delegasi oleh dokter penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS ( traveling ) disertai dengan surat traveling
dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS,ureum, creatinin, HBsAg, HCV, HIV, CT,
BT.
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
2. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
- Filtrasi
- Softening
- Deionisasi
- Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
- Sistem proporsioning
- Acetate / bicarbonate
4) Sirkulasi darah
- Dializer / hollow fiber
- Priming
3. Persiapan alat
1) Dialyzer/ ginjal buatan
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Timbangan
16) Tensimeter
17) Termometer
18) Plastik
19) Perlak kecil
20) Plaster
b. Langkah-langkah
1. Setting dan priming
1) Mesin dihidupkan
2) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood line dari
bungkusnya, juga slang infus / transfusi set dan NaCl (perhatikan sterilitasnya)
3) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan selang arteri,
selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan selang darah venous
4) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump dengan menekan
tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis berputar sesuai arah jarum jam)
5) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang darah arteri,
tampung cairan ke dalam gelas ukur
6) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2. Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah (inlet) di
bawah.
1) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ untuk menentukan
angka yang diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya kecepatan aliran darah
100 rpm).
2) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal saline, habiskan
cairan normal sebanyak 500 cc
3) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc. Putarlah Qb ddengan
kecepatan 100 rpm
4) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah venous, Semua
klem dibuka kecuali klem heparin
5) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar menunjukkan
“preparation”, artinya: consentrate dan RO telah tercampur dengan melihat
petunjuk conductivity telah mencapai (normal: 13.8 – 14.2). Pada keadaan
“preparation”, selang concentrate boleh disambung ke dialyzer
6) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line arteri vena
7) Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
8) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
9) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
10) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis melakukan ultrafiltrasi
(cairan normal saline akan berkurang sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
11) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar “UFG reached” artinya
UFG sudah tercapai.
12) Pemberian heparin pada selang arteri. Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai
2000 unit pada selang arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin
mengisi ke seluruh selang darah dan dialyzer, berikan kecepatan 100 rpm
13) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate tidak boros
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm sirkulasi untuk
membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit dengan Qb 350 rpm). Bilaslah
selang darah dan dialyzer dengan normal saline sebanyak 2000 cc
d. MEMULAI HEMODIALISA
1. Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan berat
badan pre hemodialisa
2. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood line
diklem
3. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat, mesin otomatis
menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left
4. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang – BB standar + jumlah
makan saat hemodialisa
5. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
6. Tekan tombol time left = waktu yang akan deprogram
7. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na + karena teknisi
sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di gallon. Na = 140 mmol)
8. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
9. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
10. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
- Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
- Matikan (klem) selang infus
- Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
- Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-swab dengan
kassa betadine sebagai desinfektan
- Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
- Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
- Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore. Jika aliran
tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
- Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong), sebaiknya terisi ¾
bagian
- Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur namanya cairan
sisa priming
- Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan pompa darah.
f. MENGAKHIRI HEMODIALISA
1. Persiapan alat
1) Piala ginjal
2) Kassa steril
3) Betadine solution
4) Sarung tangan tidak steril
5) Perban gulung
6) Band aid (pelekat)
7) Gunting
8) Nebacetin powder antibiotic
9) Thermometer
10) Micropore
2. Pelaksanaan
1) Perawat mencuci tangan
2) Perawat memakai sarung tangan
3) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka UV = angka
UF)
4) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca “Reinfusion”
5) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
6) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm lalu matikan
7) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
8) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa betadine,
tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
9) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline secukupnya
sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm
10) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa betadine
11) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin powder dan tutuplah
bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut dengan perban gulung)
12) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
13) Observasi tanda-tanda vital pasien
14) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
15) Perawat melepas sarung tangan
16) Perawat mencuci tangan
17) Dokumentasikan tindakan
Daftar Pustaka
1. Pasien datang ke ruangan radiologi dengan membawa permintaan foto yang sudah
didaftarkan dan membayar biaya pemeriksaan di kasir.
2. Pasien dijanjikan waktu pemeriksaannya dan diberikan penjelasan mengenai persiapan
yang harus dilakukan sesuai dengan pemeriksaan.
3. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan ke laboratorium : Ureum dan kreatinin
( Bila melebihi normaal konsulkan ke dokter radiolog )
4. Untuk pasien rawat inap pemeriksaan dibantu oleh perawat
Persiapan pasien :
1. Sehari sebelum pemeriksaan atau mulai Pkl 14.00 pasien hanya makan makanan lunak
tidak berserat (bubur kecap ataupun bubur kaldu).
2. Pkl. 20.00 pasien minum dulcolax tablet 2 butir
3. Pkl. 22.00 sebelum tidur, pasien kembali minum dulcolax sebanyak 2 butir.
4. Pkl. 05.00 pagi masukkan 1 butir Dulcolax suposutoria melalui dubur atau anus
5. Selama persiapan dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan ( Puasa ), tidak banyak
berbicara, dan tidak merokok sampai dengan pasien datang ke instalasi radiologi sesuai
waktu yang dijanjikan dan pemeriksaan selesai dilakukan.
6. Selama persiapan pasien hanya diperbolehkan minum sebanyak 3x agar terhindar dari
dehidrasi.
Pemeriksaan IVP
Pasien diminta memasuki ruangan pemeriksaan.
Pasien atau keluarga pasien diberikan penjelasan dan jika telah jelas diminta
menandatangani inform consent.
Pasien diminta tidur terlentang pada meja pemeriksaan dengan mid sagital plane
menempel dengan mid line meja \
Lakukan skint tes kontras media sebanyak 1 - 1,5 ml
Kaset sesuai ukuran yang dibutuhkan di tempatkan pada cassette tray dibawah meja
pemeriksaan
Radiografer mengatur posisi pasien berada tepat dibawah meja pemeriksaan.
Untuk mengetahui keadaan abdomen ( BNO ), apakah ada banyak udara / artefak yang
akan mengganggu gambaran selama pemeriksaan.
Untuk mengetahui keadaan awal dari Abdomen sebagai bahan penilaian ekspertise
radiograf.
mengetahui kondisi faktor eksposi yang tepat ( Tidak boleh ada pengulangan )
Jika radiograf baik maka pemeriksaan bisa dilajutkan.
Fase Nefrogram :
Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron pada ginjal ( terisi minimal )
5 menit setelah penyuntikan
dilakukan kompresi ureter.
film : 24x30 cm
CP antara xypoideus dan umbilicus
CR Tegak Lurus
FFD = 1 meter
Hasil Gambaran :
Densitas baik
Tidak ada bagian neufron yang terpotong
Kontras mengisi ginjal/ Calix sampai ureter proksimal
Poasitas mampu menampilkan organ
Fase Nefrogram 15
Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron, pelvis renalis dan ureter proximal
terisi maksimal ( Fungsi eksresi ginjal yang terbendung )
15 menit setelah penyuntikan
Ekspose dilakukan tanpa pembukaan kompresi.
Film 24x30 cm
CP = Sedikit di atas umbilicus
CR = tegak lurus
FFD = 100 cm
Letakkan 2 buah bola tenis / compression ball pada daerah setinggi umbilicus / setinggi
SIAS
Compression bandage dikatikan pada ujung lain meja dan compression ball ditekan
dengan tuas pengungkit.
Diukur tekanan bandage tidak terlalu kencang maupun longgar.
Fase Ureter :
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal
terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal
tidak terbendung ).
30 menit setelah penyuntikan
Film 30x40 cm
CP = Garis Pertengahan SIAS
CR Tegak lurus film
FFD 100 cm
Hasil Gambaran :
Densitas baik
Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
Kontras mengisi ginjal sampai ureter distal dan sedikit mengisi kandung kemih
Opasitas mampu menampilkan organ/ tractus urinarius
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis, ureter hingga
kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal tidak terbendung ).
45 menit setelah penyuntikan
Film 30x40 cm
CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis.
CR Tegak lurus Vertikal
FFD = 100 cm
Hasil Gambaran :
Densitas baik
Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
Kontras mengisi kandung kemih hingga VU mengembang
Opasitas mampu menampilkan organ vesica urinaria terisi penuh kontras media
Seing disebut foto " Full Blast "
Fase dimana kontras media memperlihatkan kandung kemih dalam keadaan kosong
( Fungsi pengosongan kandung kemih ).
50 menit setelah penyuntikan
Film 30x40 cm
CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis
CR Tegak Lurus
FFD 100 cm
Densitas baik
Tidak ada bagian ginjal hingg VU yang terpotong
Kontras keluar melalui kandung kemih hingg VU terlihat kosong
Opasitas mampu menampilan organ
Vesica Urinaria terisi penuh kontras media
Sering disebut " Post Void " atau " Post Mixie"
Late Foto :
Adanya keadaan dimana kontras media terlambat menampilkan gambaran organ yang
diakibatkan oleh adanya kelainan pada organ ( Adanya batu di Nefron sehingga ureter
tidak tervisualisasikan )
Apabila terjadi " Late Foto " sebaiknya pasien difoto post voiding satu jam kemudian.
Late foto bisa sampai 2 jam.
B. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip biji kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Sistem urinari yaitu: ginjal yang
mengeluarkan sekret urin, ureter yang menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih, kandung
kemih. Merah skreiaasassaionerempbrdap. uretra yang mengeluarkan urin dari kandung kemih.
Berikut ini adalah anatomi ginjal normal :
a. Renal Anatomi: manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut. Ginjal
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal juga disebut kelenjar suprarenal. Ginjal bersifat
retroperitoneal, yang artinya terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga
abdomen. Ginjal kanan terletak sedikit di bawah ginjal kiri karena diatasnya terdapat hati.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal)
yang membantu meredam goncangan.
b. Embriologi: kedua ginjal mulanya berkembang dalam pelvis, kemudian naik pada posisi
dalam upper kuadrans.
c. Peredaran darah pada ginjal: dimulai dari arteri renalis yang langsung berasal dari aorta,
sedikit inferior dari arteri mesentric superior. Setelah masuk renal hilum, arteri renalis
dibagi dalam 4-5 interlobar arteri. Dari arteri interlobalis, kemudian melengkung ke arah
dasar dari pyramids yang disebut arcuate arteries. Cabang dari arcuate arteries akan kasuk
ke glomerulirenalis. Dari arterioles darah akan meninggalkan glomerulus dan
mengosongkan capillaries. Dari capillaries darah tersebut akan membawa dan menembus
interlobular, arcuate, vena lobular dan menuju vena renalis. Pada hilum dari ginjal, vena
renalis keluar di bagian anterior, ureter keluar di bagian posterior, dan arteri masuk antara
keduanya.
Aziz, M. Farid. (2008). Panduan pelayanan modik: Model interdisiplin penatalaksanaan dengan gangguan
ginjal. Jakarta: EGC
Bastiansyah, Eko. (2008). Panduan lengkap membaca hasil tes kesehatan. Jakarta: Penebar Plus