Anda di halaman 1dari 31

BIOLO

OGI DAN POTENS SI PENIN


NGKATA AN POPUL LASI KU UTU
PUTIH SING
GKONG, Phenacoc
P ccus maniihotiMatille-Ferrero
(HEMIIPTERA:: PSEUDO
OCOCCIIDAE), HAMA PE ENDATAN NG
BAR
RU DI IND
DONESIA A

S RAMA SAPUTR
ARIES RO

DEPA
ARTEME EN PROTTEKSI TA
ANAMAN
N
FAKUULTAS PEERTANIAAN
IN
NSTITUT
T PERTAANIAN BOOGOR
BOGO OR
2013
3
ABSTRAK

ARIES RAMA SAPUTRO.Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih


Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae),
Hama Pendatang Baru di Indonesia. Dibimbing oleh AUNU RAUF.

Kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera:


Pseudococcidae), telah dilaporkan sebagai hama invasif baru yang menyebabkan
kerusakan berat pada tanaman ubikayu di Indonesia sejak tahun 2010. Penelitian
telah dilakukan di dalam laboratorium dengan tujuan menentukan biologi dan
parameter siklus hidup dari kutu putih sebagai hama pada tanaman ubikayu. P.
manihoti merupakan spesies partenogenetik, yang hanya menghasilkan keturunan
betina.Telur serangga ini menetas 7-8 hari setelah peletakan telur.Nimfa instar-1, -
2, -3 berturut-turut mempunyai rata-rata hidup 4.58, 4.20, 4.58 hari.Rata-rata lama
hidup imago betina yaitu 34.38 hari, dengan rata-rata keperidian sebesar 570
telur.Laju pertumbuhan instrinsik (rm) sebesar 0.213 keturunan betina per betina
per hari.Rata-rata masa generasi (T) adalah 28.48 hari dan laju reproduksi bersih
(Ro) selama periode ini sebesar 456.02. Laju pertambahan terbatas (λ) sebesar
1.24 kali per hari dan masa ganda (Dt) selama 3.22 hari.

Kata kunci: kutu putih, Phenacoccus manihoti, ubikayu

ABSTRACT

ARIES RAMA SAPUTRO.Biology and Potential for Increase of the Cassava


Mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), A
Newly Introduced Insect Pest in Indonesia. Supervised by AUNU RAUF.

The cassava mealybug, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera:


Pseudococcidae), has been reported as a new invasive pest causing heavy damage
on cassava in Indonesia since 2010. Study was conducted in laboratory with the
objectives to determine the biology and life table parameters of the mealybug as
feeding on cassava plants. P. manihoti is parthenogenic species, producing only
female offspring. The eggs hatched 7-8 days after oviposition. Nymphal instar-1, -
2, -3 lasted 4.58, 4.20, 4.58 days, respectively. Adult female mean longevity was
34.38 days, with an average fecundity was 570 eggs. The intrinsic rate of increase
(rm) was 0.213 female offspring per female per day. The mean generation time
(T) was 28.48 days and the net reproductive rate (Ro) during this period was
456.02. The finite rate of increase (λ) was 1.24 times per days and the population
doubling time (Dt) was 3.22 days.

Key words: cassava, mealybug, Phenacoccus manihoti


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
BIOLOGI DAN POTENSI PENINGKATAN POPULASI KUTU
PUTIH SINGKONG, Phenacoccus manihotiMatile-Ferrero
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE), HAMA PENDATANG
BARU DI INDONESIA

ARIES RAMA SAPUTRO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih
Singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di
Indonesia
Nama : Aries Rama Saputro
NIM : A34080095

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih
Singkong,Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae),
Hama Pendatang Baru di Indonesia”. Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Penelitian dilaksanakan
pada bulan Juni sampai September2012.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc,
selaku dosen pembimbing skripsi atas segala kesabaran dalam memberi ilmu,
bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik dan saran sejak persiapan
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan Dr. Ir. Efi Toding Tondok, M.Sc,
selaku dosen penguji tamu, yang telah memberi dukungan, motivasi dan
saran.Kedua orang tua Srihadi dan Litawati dan kakak-kakak tercinta Dirga Adi
Utama dan Trisna Hari Ismanto yang selalu memberikan dukungan, fasilitas dan
motivasi.Anggota laboratorium Ekologi Serangga Pak Wawan, Ibu Nila, Ridwan
dan temen-temen seperjuangan Proteksi Tanaman angkatan 45 yang selalu
memberikan motivasi Rizkika Latania, Sagita Phinanthie, Nia Tri Kusuma,
Keysia Disa, Adnan, Ciptadi, dan Fiqi serta rasa terima kepada kakak-kakak dan
adik-adik kelas mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman yang selalu
memberikan semangat dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat di kemudian hari dan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2013

Aries Rama Saputro


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii 
PENDAHULUAN 1 
Latar Belakang 1 
Tujuan 2 
Manfaat 2 
BAHAN DAN METODE 3 
Tempat dan Waktu Penelitian 3 
Bahan dan Alat 3 
Persiapan Tanaman Inang 3 
Penyiapan Serangga 3 
Persiapan Wadah Pembiakan 4 
Persiapan Kurungan Serangga 4 
Pengamatan Biologi dan Morfologi 4 
Pengamatan Siklus Hidup dan Potensi Reproduksi 4 
Analisis Data 5 
HASIL DAN PEMBAHASAN 6 
Dimensi Tubuh P. manihoti 6 
Siklus Hidup dan Reproduksi P. manihoti 7 
Neraca Hayati 8 
SIMPULAN DAN SARAN 13 
Simpulan 13 
Saran 13 
DAFTAR PUSTAKA 14 
LAMPIRAN 17 
RIWAYAT HIDUP 23 
DAFTAR TABEL

1 Masa perkembangan dan keperidian kutu putih singkong, 7 


2 Rataan banyaknya telur yang diletakkan setiap hari 8 
3 Neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti 9 
4 Parameter neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus
manihoti 11 

DAFTAR GAMBAR
1 Ulangan tanaman ubikayu sebanyak 40 ulangan, (A) penanaman
tanaman ubikayu dengan media air (B) 3 
2 Kurungan serangga, (A) perlakuan pada tanaman ubikayu (B) 4 
3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B)
stadium nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P.
manihoti, (D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti
yang sedang bertelur (F) 6 
4 Kurva sintasan kutu putih singkong, P. manihoti 10 
5 Kurva reproduksi harian kutu putih singkong, P. manihoti 10 
 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lama perkembangan siklus hidup P. manihoti 18 


2 Masa peletakan dan jumlah total peletakan telur P. manihoti 19 
3 Pengukuran panjang dan lebar tubuh P. manihoti 20 
4 Jumlah peletakan telur P. manihoti per hari 21 
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta) atau biasa dikenal dengan singkong berasal
dari Benua Amerika, tepatnya dari Brazil dan merupakan tanaman pertanian yang
penting di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini berkembang di negara-negara
yang terkenal wilayah pertaniannya dan pada tahun 1852, tanaman ini masuk ke
Indonesia (Purwono dan Purnamawati 2007).
Ubikayu merupakan tanaman yang penting bagi kehidupan manusia. Hal ini
dikarenakan tanaman ubikayu memiliki banyak manfaat, diantaranya berperan
sebagai bahan diversifikasi pangan. Hal ini dikarenakan ubikayu merupakan
tanaman pangan penghasil sumber karbohidrat yang cukup banyak. Menurut
Soetanto (2008), kandungan karbohidrat dalam tanaman ubikayu sebesar 34.7
gram/100g. Selain berperan sebagai bahan untuk diversifikasi pangan, ubikayu
juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan, bahan baku industri, dan bahan baku
bioetanol (Ditjentan 2012).
Tanaman ubikayu memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman
pangan atau hortikultura yang lain. Keunggulan tersebut adalah memiliki daya
adaptasi yang tinggi sehingga dapat ditanam pada lahan marjinal, kegiatan
penanaman dapat dilakukan pada musim kemarau maupun penghujan, mudah
disimpan, mempunyai rasa yang enak, dan hasil produksi yang dapat diambil
setiap saat. Sebagian besar produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri (85-90%) sedangkan sisanya diekspor (Hafsah
2003). Permintaan terhadap ubikayu diperkirakan akan meningkat seiring dengan
naik dan melambungnya harga bahan bakar minyak di pasar dunia. Selain itu,
menurut Roja (2009) peningkatan permintaan terhadap ubikayu dapat meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, berkembanganya industri pangan,
dan pakan serta peningkatan volume ekspor.
Indonesia merupakan negara penghasil ubikayu terbesar keempat didunia
setelah Brazil, Nigeria, dan Thailand. Produksi ubikayu di Indonesia pada tahun
2011 mencapai 23.5 juta ton per tahun yang didapat dari luas panen sebesar 1.2
juta hektar dengan hasil 19.5 ton per hektar. Namun pada tahun 2012, produksi
ubikayu mengalami penurunan sebesar 22.7 ton per tahun (BPS 2012).
Dalam dua tahun terakhir ini, keberlanjutan produksi ubikayu terancam oleh
adanya invasi hama asing yaitu kutu putih Phenacoccus manihoti (Rauf,
komunikasi pribadi). Phenacoccus manihoti atau kutu putih singkong merupakan
hama baru yang berpotensi menjadi ancaman di pertanaman khususnya tanaman
singkong. P. manihoti berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil. Pada awal
tahun 1970-an, kutu putih P. manihoti terbawa masuk ke Afrika dan menyebabkan
kegagalan panen dan kelaparan. Hama ini mulai masuk ke Asia pada tahun 2009,
pertama kali ditemukan di Thailand yang kemudian segera menyebar ke Kamboja
dan Laos (Winotai et al. 2010; Parsa et al. 2012). Pada tahun 2010, kutu putih P.
manihoti masuk ke Indonesia dan ditemukan menyerang pertanaman ubikayu di
Bogor (Muniappan et al. 2011).
P. manihoti merupakan spesies invasif. Seranga hama ini memperoleh status
sebagai hama pertanian terburuk didaerah tropis yang kemudian menyebar cepat
2

dari tempat asal ke tempat lain karena ketiadaan musuh alami (Herren 1981).
Gejala yang ditimbulkan diantaranya keriting pada bagian tunas daun, daun
menguning, perubahan bentuk pada batang, roset pada titik tumbuh, dan kematian
pada tanaman muda (Belloti et al. 2003). Pada serangan berat, daun akan gugur
dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dengan gejala bunchy top (Belloti et al.
2003; Calatayud dan Le Ru 2006).
Masuknya hama ini menyebabkan kerugian yang besar bagi produksi
ubikayu. Pada kondisi kering seperti di Afrika, kehilangan hasil akibat serangan
kutu putih singkong mencapai 80% (Nwanze 1982; Belloti 2002). Serangan P.
manihoti pada pertanaman ubikayu yang terjadi di Asia khususnya Indonesia, saat
ini mulai berdampak pada keberlanjutan produksi tanaman ubikayu. Berdasarkan
wawancara dengan petani, serangan hama ini menyebabkan kehilangan hasil
hingga 50% (Wardhani, komunikasi pribadi). Karena P. manihoti adalah hama
pendatang baru di Indonesia, maka pengetahuan tentang biologinya masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan bertujuan mengukur berbagai
parameter siklus hidup dan potensi reproduksi hama baru ini.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengukur berbagai parameter siklus hidup dan
potensi reproduksi kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti (Hemiptera:
Pseudococcidae).

Manfaat
Pengetahuan tentang parameter siklus hidup dan potensi reproduksi kutu
putih singkong, Phenacoccus manihoti, dapat dijadikan landasan bagi penyusunan
strategi pengendalian hama yang tepat.
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan
penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai September 2012.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubikayu (Manihot
esculenta) varietas Manggu, imago Phenacoccus manihoti. Alat yang digunakan
yaitu kuas, mikroskop compound, kamera digital, alat tulis, jarum, pinset, kuas,
gelas plastik, kurungan serangga, label, tissu, dan counter.

Persiapan Tanaman Inang


Persiapan tanaman ubikayu sebagai tanaman inang untuk pemeliharaan dan
perkembangbiakan kutu putih. Persiapan tanaman meliputi penyiapan bibit
tanaman singkong. Pada penelitian ini digunakan ubikayu varietas Manggu yang
banyak ditanam petani karena rasanya yang lezat dan manis. Stek ubikayu
diperoleh dari petani di Desa Ngampar Kec. Sukaraja Kab. Bogor. Stek ubikayu
kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik berisi air dan dibiarkan tumbuh
hingga muncul daun pucuk. Stek ubikayu yang digunakan untuk percobaan
berjumlah 40 batang (ulangan).

A B

Gambar 1 Ulangan tanaman ubikayu sebanyak 40 ulangan, (A) penanaman


tanaman ubikayu dengan media air (B)

Penyiapan Serangga
Pemeliharan dan perbanyakan kutu putih dilakukan dilaboratorium. Imago
kutu putih yang diperoleh merupakan koleksi pembiakan massal yang ada di
Laboratorium Ekologi Serangga. Kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini
berawal dari pemeliharaan 15 imago. Imago kemudian dibiarkan bertelur dan telur
yang diletakkan dipindahkan bersama kantung telur ke gelas plastik. Setelah telur
menetas, nimfa instar-1 dipindahkan ke pucuk tanaman ubikayu secara hati-hati
dengan bantuan kuas halus masing-masing satu kutu satu tanaman yang diulang
sebanyak 40 ulangan.
4

Persiapan Wadah Pembiakan


Penyiapan wadah bertujuan memelihara telur sampai menetas. Wadah yang
digunakan yaitu gelas plastik berisi kertas tisu yang telah dibasahi dan daun
singkong yang permukaan daunnya terdapat kelompok telur. Daun singkong yang
kering diganti dengan daun singkong yang baru.

Persiapan Kurungan Serangga


Kurungan serangga berbentuk silinder yang terbuat dari plastik mika.
Bagian atas kurungan ditutup dengan kain kasa sebagai ventilasi. Kurungan
serangga memiliki tinggi 47 cm dan diameter 16 cm. Tujuan pembuatan kurungan
untuk menghindari kontaminasi antara kutu putih singkong perlakuan dengan kutu
putih singkong lainnya yang bukan perlakuan. Stek ubikayu kemudian disungkup
dengan kurungan seperti pada gambar 2.

A B

Gambar 2 Kurungan serangga, (A) perlakuan pada tanaman ubikayu (B)

Pengamatan Biologi dan Morfologi


Pengamatan biologi dan morfologi P. manihoti meliputi lama
perkembangan siklus hidup, lama hidup imago, keperidian, dan pengukuran
panjang dan lebar tubuh kutu putih. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop compound dan diamati setiap hari.

Pengamatan Siklus Hidup dan Potensi Reproduksi


Pengamatan perkembangan lama siklus hidup kutu putih P. manihoti
dimulai dari telur sampai serangga tersebut menjadi imago. Pengamatan masa
perkembangan telur berasal dari imago yang sebelumnya telah dipelihara.
Kelompok telur yang dihasilkan dipindahkan ke wadah yang telah disiapkan
untuk dipelihara dan diamati perkembangan lama stadium telur. Telur yang
menetas, diambil nimfa instar-1 untuk kemudian dipindahkan ke pucuk tanaman
ubikayu masing-masing satu kutu satu tanaman yang diulang sebanyak 40 ulangan.
Perkembangan nimfa diamati setiap hari hingga menjadi imago. Pergantian instar
nimfa ditandai oleh adanya kulit lama (eksuvia) yang menempel pada permukaan
daun. Pengamatan lama hidup imago meliputi lama masa imago dimulai dari masa
praoviposisi, masa oviposisi, masa pascaoviposisi, dan akhirnya mati. Pengamatan
keperidian meliputi pengamatan dan perhitungan rata-rata jumlah telur yang
dihasilkan per hari oleh imago serta keseluruhan total jumlah telur yang dihasilkan.
5

Hasil pengamataan keperidian dan lama masa imago digunakan untuk


mengetahui neraca hayati potensi reproduksi. Masa perkembangan setiap instar
nimfa, imago, keperidian, dan sintasan diamati setiap hari. Selain itu, dilakukan
pula pengukuran terhadap 20 individu untuk menentukan panjang dan lebar setiap
instar kutu putih. Pengukuran morfologi dimulai dari stadium telur dan
perkembangan instar. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mikroskop
compound yang lensa okulernya memiliki ukuran (pengggaris).

Analisis Data
Data siklus hidup seperti masa perkembangan setiap stadia dan keperidian,
disajikan sebagai rataan dan simpangan baku (SB). Data kesintasan dan
banyaknya telur yang diletakkan per hari digunakan untuk menyusun neraca
hayati lxmx (lx: proporsi betina yang hidup pada umur x, dan mx: banyaknya
keturunan betina yang dihasilkan oleh induk betina yang berumur x). Neraca
hayati kemudian digunakan untuk menghitung laju reproduksi bersih (Ro= ∑
lxmx), rataan masa generasi (T= ln Ro/rm), laju pertambahan intrinsik (rm= ∑e-rx
lxmx= 1), laju pertambahan terbatas (λ= er), dan masa ganda (Dt= ln2/rm) (Birch
1948). Seluruh parameter ini dan ragamnya diduga dengan menggunakan program
LIFETABLE.SAS yang dikembangkan oleh Maia et al. (2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi Tubuh P. manihoti


Telur P. manihoti berbentuk lonjong, berukuran panjang 0.33 mm dan lebar
0.18 mm, berwarna kekuningan, dan diletakkan berkelompok di dalam kantung
telur yang ditutupi serabut lilin berwarna putih. Nimfa terdiri dari 3 instar dan
berwarna merah jambu. Nimfa instar-1 berukuran panjang 0.41 mm dan lebar 0.17
mm, instar-2 panjang 0.60 mm dan lebar 0.26 mm, instar-3 panjang 0.86 mm dan
lebar 0.39 mm. Seperti nimfa, serangga imago juga berwarna merah jambu
dengan ukuran panjang 1.25 mm dan lebar 0.63 mm.
Perbedaaan karakter atau ciri-ciri dari setiap stadium instar tidak begitu
terlalu signifikan. Beberapa perbedaaan karakter atau ciri-ciri hanya terlihat pada
perbedaaan ukuran panjang dan lebar tubuh setiap stadium instar. Penelitian
tentang morfologi P. manihoti pernah dilakukan oleh Nwanze (1977) dan Matile-
Ferrero (1978) di Kongo. Adapun hasil penelitian yang didapatkan meliputi
pengukuran masing-masing panjang dan lebar tubuh yang terdiri dari telur (0.30-
0.75 mm dan 0.15-0.30 mm), instar-1 (0.40-0.75 mm dan 0.20-0.30 mm), instar-2
(1.00-1.10 mm dan 0.50-0.65 mm), instar-3 (1.10-1.50 mm dan 0.50-0.60), dan
imago (1.10-2.6 mm dan 0.50-1.40 mm). Pengukuran morfologi yang dilakukan
oleh Nwanze dan Matile-Ferrero memiliki hasil yang berbeda dengan hasil pada
penelitian ini. Hasil pengukuran pada penelitian ini memiliki rata-rata ukuran
yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan Nwanze
dan Matile-Ferrero. Perbedaan ini mungkin dikarenakan faktor lingkungan seperti
iklim, curah hujan, dan suhu.

A B C

D E F

Gambar 3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B) stadium
nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P. manihoti,
(D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti yang sedang
bertelur (F)
7

Siklus Hidup dan Reproduksi P. manihoti


P. manihoti memiliki perkembangan siklus hidup yang dimulai dari telur
dan 3 tahapan perkembangan instar yang kemudian menjadi imago.
Perkembangan antar stadia instar ditandai dengan adanya bekas tanda ganti kulit
(eksuvia). Nimfa instar-1 merupakan nimfa yang aktif bergerak (Nwanze 1977)
yang biasa disebut crawler (Amarasekare et al. 2008) yang berperan dalam
penyebaran sedangkan nimfa instar berikutnya bergerak lamban dan cenderung
menetap.

Tabel 1 Masa perkembangan dan keperidian kutu putih singkong,


Phenacoccus manihoti
Parameter siklus hidup x ± SB
Lama stadium pradewasa (hari)
Telur 7.55 ± 0.50
Nimfa-1 4.58 ± 0.78
Nimfa-2 4.20 ± 0.56
Nimfa-3 4.58 ± 0.55
Lama stadium dewasa (hari)
Praoviposisi 4.7 ± 0.69
Oviposisi 21.19 ± 3.33
Pascaoviposisi 8.5 ± 7.98

Masa perkembangan pradewasa kutu putih singkong disajikan pada Tabel 1.


Rataan stadium telur yaitu 7.55 hari dengan kisaran 7-8 hari. Nimfa instar-1, -2, -3
masing berkisar 4-5 hari dengan rataan secara berurutan 4.58, 4.2, dan 4.58 hari.
Dengan demikian, total rataan lama perkembangan siklus hidup P. manihoti dari
telur sampai menjadi imago yaitu 20.9 hari dengan kisaran 20-21 hari. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nwanze. Menurut Nwanze (1977), lama perkembangan telur yaitu 8 hari, lama
perkembangan nimfa instar-1 ke instar-2 dan instar-2 ke instar-3 yaitu 4 hari,
sedangkan lama perkembangan instar-3 ke imago yaitu 5 hari dengan total lama
perkembangan siklus hidup dari telur sampai imago yaitu sekitar 21 hari.
Periode masa peletakkan telur kutu putih terdiri dari masa praoviposisi,
masa oviposisi, dan masa pascaoviposisi. Pengembangan rata-rata lama periode
masa peletakan telur P. manihoti sekitar 33 hari pada suhu 27 °C. Kondisi suhu
yang berada di bawah kondisi laboratorium yaitu pada 25 °C, pengembangan lama
periode masa peletakan telur membutuhkan rata-rata 31-33 hari (Iheagwam dan
Eluwa 1983). Rataan masa hidup imago pada penelitian ini yaitu 34.38 hari
dengan kisaran 27-45 hari yang terbagi atas masa praoviposisi 4-5 hari (rataan 4.7
hari), masaoviposisi 16-26 hari (rataan 21.19 hari), dan masa pascaoviposisi 0-22
hari (rataan 8.5 hari). Hal ini hampir sama dengan hasil studi Nwanze et al.(1979)
yang melaporkan P. manihoti memiliki rata-rata masa praoviposisi 5.2 hari, masa
oviposisi yaitu 20.2 hari, dan masa pascaoviposisi 1-3 hari.
Imago P. manihoti dapat menghasilkan telur lebih dari 500 telur. Pada
penelitian ini, rataan banyaknya telur yang diletakkan oleh seekor betina selama
hidupnya yaitu 570 butir (Tabel 2) dengan kisaran 277- 814 butir. Dilaporkan
bahwa pada kondisi optimal, imago P. manihoti dapat menghasilkan 200-600 telur
8

(Iheagwam 1981; Lema dan Herren 1985). Rataan banyaknya telur yang
diletakkan imago setiap harinya disajikan pada Tabel 2.
Selama penelitian berlangsung tidak pernah dijumpai adanya imago jantan.
Hal ini sesuai dengan pengamatan Calatayud dan Le Ru (2006) yang mendapatkan
bahwa P. manihoti bersifat partenogenetik dengan semua keturunan yang
dihasilkan dari induk yang tidak kawin adalah betina (Williams dan Granara de
Willink 1992). Perkembangbiakkan serangga secara partenogenetik dapat
menyebabkan perkembangbiakkan menjadi cepat dan masif. Imago betina yang
berumur kurang dari 17 hari mampu meletakkan telur antara 20-45 butir per
harinya.

Tabel 2 Rataan banyaknya telur yang diletakkan setiap hari


Hari ke x ±SB Hari x±SB
1 22.28 ±15.10 14 26.18 ± 13.12
2 45.68 ± 10.43 15 23.3 ± 11.67
3 38.2 ± 10.92 16 20.45 ± 11.79
4 35.13 ± 11.72 17 17.6 ± 11.46
5 34.35 ± 14.09 18 14.15 ± 11.03
6 34.93 ±14.39 19 10.23 ± 8.97
7 34.05 ± 12.86 20 6.6 ± 6.14
8 32.7 ± 12.92 21 4.48 ± 6.18
9 33.85 ± 11.68 22 3.23 ± 4.85
10 37.1 ± 13.46 23 1.85 ± 3.66
11 33.35 ± 10.99 24 1.05 ± 2.29
12 30.8 ± 11.97 25 0.4 ± 1.17
13 27.93 ± 12.80 26 0.2 ± 0.79
Keperidian (butir/betina) 570.0 ± 114.5

Banyak dan sedikitnya jumlah telur yang diletakkan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya ketersediaan dan kesesuaian nutrisi tanaman inang,
jenis tanaman inang, dan faktor lingkungan. Ketersediaan dan kesesuaian nutrisi
yang cukup dari tanaman inang dapat meningkatkan produktivitas telur yang
dihasilkan oleh imago betina. Selain itu, menurut Awmack dan Leather (2002),
ketersediaan dan kesesuaian nutrisi dapat mempengaruhi morfologi serangga
seperti bentuk dan ukuran serangga, nisbah kelamin, dan populasi. Kualitas
tanaman inang yang baik akan mempengaruhi fekunditas serangga karena didalam
tanaman terdapat komponen-komponen seperti karbon, nitrogen, dan metabolit
sekunder yang dapat mempengaruhi keperidian serangga (Awmack dan Leather
2002).

Neraca Hayati
Data neraca hayati imago kutu putih singkong disajikan pada Tabel 3 yang
dimulai pada saat rataan kutu putih menjadi imago (21.5 hari). Pada penelitian ini
didapatkan bahwa persentase kutu pradewasa yang berhasil menjadi imago yaitu
80%. Data neraca hayati (lx dan mx) didapatkan dari data kesintasan dan
banyaknya telur yang diletakkan per hari.
9

Tabel 3 Neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti


Umur (hari) Proporsi yang hidup Banyaknya keturunan lx.mx
x (lx) (mx)
0.5 1.00 0.00 0.00
. . . .
. . . .
21.5 0.80 0.00 0.00
22.5 0.80 0.00 0.00
23.5 0.80 0.00 0.00
24.5 0.80 2.25 1.80
25.5 0.80 13.20 10.56
26.5 0.80 26.67 21.34
27.5 0.80 41.60 33.28
28.5 0.80 37.65 30.12
29.5 0.80 34.07 27.26
30.5 0.80 35.90 28.72
31.5 0.80 34.80 27.84
32.5 0.80 33.77 27.02
33.5 0.80 33.53 26.82
34.5 0.80 33.87 27.10
35.5 0.80 36.00 28.80
36.5 0.80 30.80 24.64
37.5 0.80 29.33 23.46
38.5 0.80 28.07 22.46
39.5 0.80 23.95 19.16
40.5 0.76 22.50 17.10
41.5 0.72 21.53 15.50
42.5 0.70 19.34 13.54
43.5 0.70 13.80 9.66
44.5 0.70 9.46 6.62
45.5 0.70 7.86 5.50
46.5 0.70 4.63 3.24
47.5 0.62 3.90 2.42
48.5 0.56 2.21 1.24
49.5 0.52 1.04 0.54
50.5 0.50 0.48 0.24
51.5 0.48 0.08 0.04
52.5 0.44 0.00 0.00
53.5 0.42 0.00 0.00
54.5 0.38 0.00 0.00
55.5 0.00 0.00 0.00
10

Pengamatan harian banyaknya individu yang masih hidup menghasilkan


data sintasan pada berbagai umur kutu. Nilai lx menunjukkan peluang hidup
imago pada umur ke-x. Gambar 4 menyajikan sintasan harian dari imago betina P.
manihoti. Tampak bahwa kematian mulai terjadi pada saat imago berumur 19 hari,
dan setelah umur itu proporsi imago yang hidup menurun dengan tajam.

1.0

0.8
Proporsi yang hidup (lx)

0.6

0.4

0.2

0.0
0 10 20 30 40 50 60

. Umur imago betina (hari)

Gambar 4 Kurva sintasan kutu putih singkong, P. manihoti


Pola reproduksi harian disajikan pada Gambar 5 yang memperlihatkan
hubungan antara umur imago (x) dengan banyaknya telur yang diletakkan pada
umur itu (mx). Masa peletakkan telur P. manihoti terjadi pada imago ketika mulai
berumur 3 hari setelah menjadi imago. Puncak peletakkan telur terjadi pada imago
yang berumur 6-15 hari dan setelah umur itu, banyaknya telur yang diletakkan
mulai menurun tajam. Bahkan telur tidak lagi diletakkan setelah imago berumur
30 hari.
Banyaknya telur yang diletakkan (butir/hari)

50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40

Umur imago betina (hari)


Gambar 5 Kurva reproduksi harian kutu putih singkong, P. manihoti
11

Parameter potensi peningkatan populasi yang mencakup Ro, rm, T, λ, dan Dt


disajikan pada Tabel 4. Nilai Ro menunjukkan jumlah keturanan betina yang
dihasilkan oleh induk imago betina per generasi. Dalam penelitian ini didapatkan
Ro= 456.02 yang berarti populasi P. manihoti dapat mengalami peningkatan 456
kali lipat pada generasi berikutnya. Menurut Kurniawan (2007), nilai Ro yang
tinggi dapat memperlihatkan kesesuaian hidup serangga terhadap tanaman
inangnya. Laju pertambahan intrinsik (rm) adalah laju pertumbuhan populasi pada
keadaan lingkungan konstan, sumberdaya tak terbatas, serta kematian yang terjadi
hanya disebabkan oleh faktor fisiologi (Birch 1948). Nilai ini juga menunjukkan
kapasitas reproduksi suatu populasi pada kondisi optimum. Nilai rm untuk kutu P.
manihoti adalah 0.213 betina per induk per hari. Laju pertumbuhan instrinsik
dipengaruhi oleh masa perkembangan stadium, laju daya bertahan hidup, dan laju
reproduksi bersih. Laju pertambahan terbatasnya λ= 1.240, nilai ini menunjukkan
kelipatan populasi kutu putih singkong per hari. Rataan masa generasi T= 28.484
hari. Rata-rata masa generasi tersebut meliputi waktu yang dibutuhkan untuk
perkembangan P. manihoti sejak telur diletakkan hingga saat imago menghasilkan
telur. Nilai T dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangbiakan suatu
organisme dimana semakin kecil nilai T maka semakin cepat waktu organisme
untuk berkembangbiak. Nilai Dt atau waktu yang dibutuhkan populasi P. manihoti
untuk berlipat ganda yaitu 3.22 hari. Nilai Dt yang tinggi dapat mempengaruhi
laju reproduksi bersih (Ro) dan laju pertumbuhan instrinsik (rm).

Tabel 4 Parameter neraca hayati kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti


Parameter neraca hayati x ± SB Satuan
Ro 456.020 ± 14.489 Betina/induk/generasi
rm 0.213 ± 0.002 Betina/induk/hari
T 28.484 ± 0.206 Hari
λ 1.240 ± 0.002 Betina/induk/hari
Dt 3.224 ± 0.029 Hari
Keterangan: Laju reproduksi bersih (Ro), laju pertumbuhan intrinsik (rm), rataan
masa generasi (T), laju pertumbuhan terbatas (λ), waktu untuk
populasi berlipat ganda (Dt)

Potensi peningkatan populasi P. manihoti seperti diungkapkan di atas terjadi


pada kondisi optimum di laboratorium. Di lapangan, perkembangan populasi P.
manihoti dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, tanaman inang,
dan musuh alami. Faktor iklim yang diperkirakan berpengaruh kuat terhadap
perkembangan populasi P. manihoti adalah curah hujan. Pengamatan lapangan
selama ini menunjukkan bahwa populasi P. manihoti rendah pada musim hujan.
Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi lama perkembangan populasi P.
manihoti adalah suhu. P. manihoti dapat berkembang dengan baik pada suhu
optimal sekitar 27ºC (Lema dan Herren 1985) namun serangga ini akan
mengalami kematian yang signifikan pada suhu dibawah 15°C (Yaseen 1982) dan
pada suhu diatas 33°C (Iheagwam dan Eluwa 1983; Schulthess et al. 1987).
Dalam kaitan dengan tanaman inang, Herren dan Neuenschwander (1991)
menyatakan bahwa siklus hidup P. manihoti dipengaruhi oleh varietas singkong
yang ditanam. Keragaman kandungan HCN pada tanaman singkong diduga dapat
mempengaruhi perkembangan P. manihoti. Musuh alami yang dilaporkan dapat
12

mempengaruhi populasi kutu putih singkong meliputi berbagai jenis parasitoid,


predator, dan entomopatogen (Le Ru 1986; Neuenschwander et al. 1988;
Neuenschwander 2001). Dengan demikian, pada keadaan lingkungan yang
mendukung seperti musim kemarau yang kering serta tiadanya musuh alami yang
efektif, populasi kutu putih P. manihoti dapat meningkat dengan pesat seperti
ditunjukkan oleh berbagai parameter hayatinya di laboratorium.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kutu putih P. manihoti berkembangbiak secara partenogenetik. Siklus hidup
dari sejak telur hingga menjadi imago yaitu 20.9 hari. Masa stadium telur 7.55
hari, nimfa instar pertama 4.58 hari, instar kedua 4.2 hari, instar ketiga 4.58 hari.
Rataan masa hidup imago yaitu 34.38 hari. Selama masa itu, seekor imago betina
mampu meletakkan telur sebanyak 570 butir. Periode masa peletakan telur
memiliki rata-rata yaitu masa praoviposisi 4.7 hari, masa oviposisi 21.19 hari, dan
masa pascaoviposisi 8.5 hari.
Pada keadaan lingkungan yang sesuai, kutu putih P. manihoti memiliki
potensi peningkatan populasi yang tinggi seperti ditunjukkan oleh laju
pertambahan intrinsik (rm) yang relatif besar (0.213 betina/induk/hari) dan masa
generasi (T) yang relatif singkat (28.48 hari). Selain itu, potensi peningkatan
populasi ditunjukkan juga oleh laju reproduksi bersih (Ro) sebesar 456.02
betina/induk/generasi, laju pertumbuhan terbatas (λ) sebesar 1.24
betina/induk/hari, dan waktu untuk populasi berlipat ganda (Dt) sebesar 3.22 hari.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dinamika populasi
Phenacoccus manihoti dilapangan. Hal ini berguna sebagai informasi dalam
upaya pengendalian P. manihoti secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Amarasekare KG, Mannion KM, Osborne LS, Epsky ND. 2008. Life history of
Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) on four host plant
species under laboratory conditions. Environ Entomol. 37:630-635.
Awmack CS, Leather SR. 2002. Host plant quality and fecundity in herbivorous
insect. Annu Rev Entomol. 47:817-844.
Bellotti AC. 2002. Arthropod pests. Di dalam: Hillocks RJ, editor. Cassava:
Biology, Production and Utilization. Wallingford (GB): CAB Internasional
Publishing. hlm 209-235.
Bellotti AC, Melo EL, Arias B, Herrera CJ, Hernandez MDP, Holguin CM,
Guerrero JM, Trujillo H. 2003. Biological control in the neotropics: a
selective review with emphasis on cassava. Biologic Contr Arthrop. hlm
206-277.
Birch LC. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J
Anim Ecol. 17:15-26.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produktivitas, produksi tanaman
ubikayu seluruh provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [internet].
[diunduh 2013 Jan 3]. Tersedia pada: www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.
Calatayud PA, Le Rü B. 2006. Cassava Mealybug Interactions. Paris (FR):
Institut De Recherche Pour Le Développement.
Ditjentan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubikayu. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian.
Hafsah MJ. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Herren H. 1981. IITA’s role and actions in controlling the cassava mealybug in
Africa. IITA Research Briefs. 2(4):1-4.
Herren HR, Neuenschwander P. 1991. Biological control of cassava pests in
Africa. Annu Rev Entomol. 36:257-283.
Iheagwam EU. 1981. The influence of temperature on increase rates of the
cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr (Homoptera:
Pseudococcidae). Rev Zool Afr. 95(4):959-967.
Iheagwam EU, Eluwa MC. 1983. The effects of temperature on the development
of the immature stages of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti
Mat-Ferr (Homoptera: Pseudococcidae). Deut Entomol Z. 30:17-22.
Kurniawan HA. 2007. Neraca kehidupan kutu kebul, Bemisia tabaci Gennadius
(Hemiptera: Aleyrodidae) biotipe-B dan non-B pada tanaman mentimun
(curcumas sativus L.) dan cabai (Capsicum annuum L.) [tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lema KM, Herren HR. 1985. The influence of constant temperature on populatin
growth rates of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti. Entomol Exp
Appl. 38(2):165-169.
Le Ru B. 1986. Epizootiology of the entomophthoraceous fungus
Neozygitesfumosa in a population of the cassava mealybug, Phenacoccus
manihoti (Homoptera: Pseudococcidae). Entomophaga. 31:79-90.
15

Maia AHN, Luiz AJB, Campanhola C. 2000. Statistical infence on associated


fertility life table parameter using jackknife technique: computational
aspects. J Econ Entomol. 93(2):511-518.
Matile-Ferrero D. 1978. Cassava mealybug in the people’s Republic of Congo. Di
dalam: Nwanze KF, Leuschner K, editor. Proceedings of the International
Workshop on the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat.-Ferr.
(Pseudococcidae) held at INERA-M'vuazi, Bas-Zaire; 1977 Jun 26-29; Zaire.
Ibadania Niger: IITA. hlm 29-46.
Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Rauf A, Sartiami D,
Hidayat P, Afun JVK, Goergen G, Rahman AKMZ. 2011. New records of
invasive insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in southern Asia and West
Africa. J Agric Urban Entomol. 26(4):167-174.
Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: a
review. Biol Control. 21:214–229.
Neuenschwander P, Herren HR, Harpaz I, Badulescu D, Akingbohungbe AE.
1988. Biological control of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti,
by the exotic parasitoid Epidinocarsis lopezi in Africa. Philos Trans R Soc
Lond B Biol Sci. 318:319–333.
Nwanze KF. 1977. Biology of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-
Ferr. in the Republic of Zaire. Di dalam: Nwanze KF, Leuschner K, editor.
Proceedings of The International Workshop on The Cassava Mealybug
Phenacoccus manihoti Mat-Ferr. (Pseudococcidae). Held at INERA-
M'vuazi Bas-Zaire; 1977 Jun 26-29; Zaire. Ibadan Nigeria: IITA Press. hlm
20-28.
Nwanze KF. 1982. Relationship between cassava root yields and infestations by
the mealybug, Phenacoccus manihoti. Trop Pest Manage. 28(1):27-32.
Nwanze KF, Leuschner K, Ezaumah HC. 1979. The cassava mealybug,
Phenacoccus sp. in the Republic of Zaire. PANS. 25(2):125-130.
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya. hlm 58.
Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus
manihoti) in Asia: first records, potential distribution, and ad identification
key. PLOS ONE [Internet]. 7(10):e47675. DOI:
10.1371/journal.pone.0047675.
Roja A. 2009. Ubikayu: varietas dan teknologi budidaya [makalah pelatihan
spesifik lokalita kabupaten 50 kota Sumatera Barat]. Sumatera Barat (ID):
Peneliti Madya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera
Barat. 15 hlm.
Schulthess F, Baumgartner JU, Herren HR. 1987. Factors influencing the life
table statistics of the cassava mealybug Phenacoccus manihoti. Int J Trop
Insect Sci. 8(4-6):851-856.
Soetanto NE. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.
hlm 81.
Williams DJ, Granara de Willink MC.1992. Mealybugs of Central and South
America. Wallingford (GB): CAB International.
Winotai A, Goergen G, Tamo M, Neuenschwander P. 2010. Cassava mealybug
has reached Asia. Biocont News Info. 31(2):10N-11N.
16

Yaseen M. 1982. Exploration for natural enemies of Phenacoccus manihoti and


Mononychellus tanajoa: the challenge, the achievements. Di dalam: Herren
HR, Hennessey RN, editors. Biological Control and Host Plant Resistance
to Control The Cassava Mealybug and Green Mite in Africa. Proceedings of
an International Workshop. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
Ibadan, Niger: IITA. hlm81-102.
LAMPIRAN
18

Lampiran 1 Lama perkembangan siklus hidup P. manihoti


Stadium (hari)
Sampel
Telur Instar 1 Instar 2 Instar 3 Imago
1 7 4 4 5 27
2 7 4 4 5 27
3 7 4 5 5 31
4 8 5 4 4 20
5 7 5 4 5 20
6 8 6 3 5 40
7 8 4 4 4 45
8 7 6 4 4 33
9 8 4 4 5 36
10 8 5 4 4 21
11 8 5 4 5 18
12 7 6 5 5 49
13 7 5 4 5 35
14 7 5 4 5 45
15 8 5 4 5 54
16 8 5 4 5 26
17 7 5 5 5 44
18 8 5 4 4 44
19 8 4 4 5 40
20 8 4 5 4 35
21 8 5 4 4 27
22 8 2 4 5 31
23 8 4 4 4 48
24 7 4 4 5 29
25 7 4 5 4 27
26 7 4 6 3 40
27 7 5 5 4 53
28 8 5 3 4 34
29 8 4 4 5 40
30 8 4 4 5 31
31 7 5 4 5 26
32 8 3 4 5 38
33 7 5 4 4 28
34 8 5 4 5 27
35 7 5 5 5 37
36 8 5 4 4 19
37 8 4 4 4 33
38 7 5 4 5 30
39 7 5 5 4 37
40 8 4 4 5 50
19

Lampiran 2 Masa peletakan dan jumlah total peletakan telur P. manihoti


Sampel Praoviposisis Oviposisi Pascaoviposisi ∑ Total telur
1 4 21 2 571
2 4 21 2 513
3 4 25 2 689
4 5 15 0 422
5 4 16 0 472
6 5 20 15 649
7 5 21 19 491
8 5 21 7 482
9 4 25 7 737
10 5 16 0 472
11 4 13 1 437
12 5 22 22 459
13 4 26 5 449
14 5 20 20 566
15 4 22 28 626
16 5 21 0 562
17 5 24 15 493
18 5 24 15 814
19 6 25 9 583
20 5 21 9 497
21 5 20 2 531
22 5 23 3 572
23 5 22 21 588
24 4 20 5 768
25 5 21 1 600
26 5 22 13 727
27 4 26 23 585
28 5 26 3 563
29 3 24 13 434
30 4 25 2 661
31 5 19 2 736
32 7 21 10 476
33 5 21 2 775
34 4 22 1 566
35 5 20 12 589
36 5 12 2 277
37 4 18 11 568
38 5 23 2 716
39 5 20 12 593
40 5 23 22 492
20
Lampiran 3 Pengukuran panjang dan lebar tubuh P. manihoti
Morfologi P. manihoti (mm)
Ulangan Telur Instar-1 Instar-2 Instar-3 Imago
Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar
1 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.25 0.85 0.38 1.2 0.63
2 0.33 0.18 0.4 0.18 0.6 0.25 0.85 0.38 1.2 0.65
3 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.28 0.85 0.38 1.2 0.65
4 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.83 0.38 1.35 0.65
5 0.33 0.18 0.43 0.15 0.6 0.28 0.85 0.4 1.33 0.63
6 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.88 0.4 1.2 0.63
7 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.88 0.38 1.33 0.63
8 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.88 0.4 1.33 0.65
9 0.33 0.18 0.4 0.18 0.63 0.28 0.88 0.38 1.2 0.63
10 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.85 0.4 1.2 0.6
11 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.88 0.38 1.35 0.65
12 0.33 0.18 0.43 0.15 0.58 0.28 0.85 0.38 1.2 0.63
13 0.33 0.18 0.4 0.18 0.58 0.25 0.85 0.38 1.35 0.65
14 0.33 0.18 0.4 0.18 0.6 0.28 0.85 0.38 1.2 0.6
15 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.25 0.83 0.38 1.2 0.63
16 0.33 0.18 0.4 0.15 0.6 0.28 0.88 0.4 1.2 0.6
17 0.33 0.18 0.4 0.18 0.63 0.25 0.85 0.4 1.2 0.63
18 0.33 0.18 0.43 0.15 0.58 0.25 0.88 0.4 1.2 0.63
19 0.33 0.18 0.43 0.18 0.6 0.28 0.85 0.38 1.35 0.65
20 0.33 0.18 0.4 0.15 0.58 0.25 0.85 0.4 1.2 0.63
Rataan±SD 0.33±0 0.18±0 0.41±0.01 0.17±0.02 0.60±0.02 0.26±0.01 0.86±0.02 0.39±0.01 1.25±0.07 0.63±0.02
Lampiran 4 Jumlah peletakan telur P. manihoti per hari
Hari Ke-
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 16 47 39 49 41 45 49 33 47 39 41 37 18 13 6 10 10 10 12 7 2 - - - - -
2 16 51 36 38 19 11 13 21 24 28 28 18 26 35 39 30 29 27 18 4 2 - - - - -
3 21 47 61 51 53 59 46 51 32 52 29 27 24 22 14 18 21 9 12 11 5 11 8 4 1 -
4 21 58 54 43 45 55 35 31 24 28 10 10 6 1 1 - - - - - - - - - - -
5 1 43 41 37 36 28 26 33 23 33 33 41 28 51 14 4 - - - - - - - - - -
6 16 51 43 45 54 43 49 53 43 46 37 29 25 25 27 19 23 11 9 1 - - - - - -
7 19 36 21 22 19 19 30 31 43 38 37 31 30 32 29 21 18 8 5 1 1 - - - - -
8 24 61 41 37 35 28 21 12 11 11 19 18 19 25 32 28 21 13 13 7 6 - - - - -
9 1 39 56 40 27 44 46 49 41 43 50 37 12 29 26 31 27 54 36 15 21 9 1 2 1 -
10 7 44 34 42 37 48 52 60 24 55 42 14 7 2 3 1 - - - - - - - - - -
11 24 57 54 53 53 58 51 18 24 27 15 2 1 - - - - - - - - - - - - -
12 3 28 24 22 12 12 17 21 26 43 32 31 28 23 29 37 25 23 14 4 1 4 - - - -
13 13 36 21 19 22 19 16 12 10 11 16 18 18 17 16 23 27 23 22 19 20 16 15 11 6 3
14 25 41 28 28 38 30 38 31 40 40 39 37 34 27 30 22 15 14 6 3 - - - - - -
15 6 50 40 27 39 34 34 42 36 54 32 33 26 40 31 30 27 17 7 7 5 9 - - - -
16 22 43 43 39 39 41 32 21 36 25 21 21 31 40 41 34 15 8 5 3 2 - - - - -
17 39 28 22 12 11 13 19 27 25 36 41 38 27 18 19 14 16 21 27 17 13 6 3 1 - -
18 68 58 51 54 67 40 43 40 42 50 49 41 51 28 37 16 37 16 9 7 2 2 4 2 - -
19 36 41 29 35 35 37 27 8 17 30 35 31 24 11 16 32 29 29 24 14 17 17 4 3 2 -
20 16 50 37 38 35 51 38 20 21 34 29 34 31 31 16 8 2 2 1 1 2 - - - - -
21 17 62 33 16 13 13 11 23 36 41 29 41 55 48 33 32 7 9 3 9 - - - - - -
22 17 38 25 35 34 35 31 38 47 36 32 35 26 39 36 29 14 8 8 4 2 1 2 - - -

21
22
Lampiran 4 Lanjutan
Hari Ke-
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
23 33 32 33 35 24 31 37 31 44 31 37 36 29 34 28 20 20 25 13 10 3 2 - - - -
24 11 46 39 39 31 32 44 49 55 40 48 42 41 38 37 49 48 32 31 16 - - - - - -
25 36 47 52 46 34 41 39 43 47 54 37 21 24 24 13 19 10 9 2 1 1 - - - - -
26 48 62 38 31 48 43 44 37 47 50 49 36 48 41 29 27 20 13 7 3 2 4 - - - -
27 5 29 26 31 27 30 21 30 30 32 37 42 45 38 33 26 28 20 12 9 6 8 13 5 1 1
28 33 38 43 38 27 17 20 17 22 15 21 37 33 27 19 16 36 32 22 14 12 5 7 4 4 4
29 16 27 29 26 24 37 31 13 19 38 32 22 12 6 10 8 8 9 9 16 21 11 4 6 - -
30 11 53 51 49 53 44 49 31 37 23 34 28 24 23 30 27 19 16 12 12 9 12 9 4 1 -
31 48 67 51 54 61 56 45 51 47 64 41 54 36 10 18 14 10 4 5 - - - - - - -
32 27 31 21 25 22 20 38 47 35 9 27 25 19 18 33 33 23 12 5 3 3 - - - - -
33 53 53 49 50 53 63 50 42 48 60 56 49 38 32 27 12 17 12 5 5 1 - - - - -
34 7 48 39 27 25 19 12 24 34 37 27 26 39 37 40 38 35 22 7 16 6 1 - - - -
35 31 51 37 43 34 36 28 41 38 39 28 34 41 28 26 14 7 15 16 2 - - - - - -
36 24 41 25 14 21 24 29 44 24 19 11 1 - - - - - - - - - - - - - -
37 14 45 31 29 42 38 54 38 44 40 44 42 43 33 12 6 11 2 - - - - - - - -
38 3 61 51 44 44 50 50 43 54 56 51 52 34 36 24 23 13 11 5 3 4 3 1 - - -
39 29 41 40 29 32 40 34 30 36 45 27 29 37 38 36 29 21 11 7 2 - - - - - -
40 34 46 40 13 8 13 13 22 21 32 31 32 27 27 22 18 15 19 20 18 10 8 3 - - -
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belitung pada tanggal 12 April 1990 sebagai anak


ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Srihadi dan Ibu Litawati.
Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Dendang.
Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjalani pendidikan di Institut pertanian Bogor, penulis aktif di
Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada divisi PSDM.
Penulis juga aktif mengikuti kepanitian seperti panitia national plant protection
(NPV 2010) dan panitia pekan olahraga dan seni proteksi tanaman (PORSSITA
2010).

Anda mungkin juga menyukai