S RAMA SAPUTR
ARIES RO
DEPA
ARTEME EN PROTTEKSI TA
ANAMAN
N
FAKUULTAS PEERTANIAAN
IN
NSTITUT
T PERTAANIAN BOOGOR
BOGO OR
2013
3
ABSTRAK
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
BIOLOGI DAN POTENSI PENINGKATAN POPULASI KUTU
PUTIH SINGKONG, Phenacoccus manihotiMatile-Ferrero
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE), HAMA PENDATANG
BARU DI INDONESIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih
Singkong,Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae),
Hama Pendatang Baru di Indonesia”. Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Penelitian dilaksanakan
pada bulan Juni sampai September2012.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc,
selaku dosen pembimbing skripsi atas segala kesabaran dalam memberi ilmu,
bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik dan saran sejak persiapan
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,
M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik dan Dr. Ir. Efi Toding Tondok, M.Sc,
selaku dosen penguji tamu, yang telah memberi dukungan, motivasi dan
saran.Kedua orang tua Srihadi dan Litawati dan kakak-kakak tercinta Dirga Adi
Utama dan Trisna Hari Ismanto yang selalu memberikan dukungan, fasilitas dan
motivasi.Anggota laboratorium Ekologi Serangga Pak Wawan, Ibu Nila, Ridwan
dan temen-temen seperjuangan Proteksi Tanaman angkatan 45 yang selalu
memberikan motivasi Rizkika Latania, Sagita Phinanthie, Nia Tri Kusuma,
Keysia Disa, Adnan, Ciptadi, dan Fiqi serta rasa terima kepada kakak-kakak dan
adik-adik kelas mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman yang selalu
memberikan semangat dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat di kemudian hari dan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR GAMBAR
1 Ulangan tanaman ubikayu sebanyak 40 ulangan, (A) penanaman
tanaman ubikayu dengan media air (B) 3
2 Kurungan serangga, (A) perlakuan pada tanaman ubikayu (B) 4
3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B)
stadium nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P.
manihoti, (D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti
yang sedang bertelur (F) 6
4 Kurva sintasan kutu putih singkong, P. manihoti 10
5 Kurva reproduksi harian kutu putih singkong, P. manihoti 10
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta) atau biasa dikenal dengan singkong berasal
dari Benua Amerika, tepatnya dari Brazil dan merupakan tanaman pertanian yang
penting di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini berkembang di negara-negara
yang terkenal wilayah pertaniannya dan pada tahun 1852, tanaman ini masuk ke
Indonesia (Purwono dan Purnamawati 2007).
Ubikayu merupakan tanaman yang penting bagi kehidupan manusia. Hal ini
dikarenakan tanaman ubikayu memiliki banyak manfaat, diantaranya berperan
sebagai bahan diversifikasi pangan. Hal ini dikarenakan ubikayu merupakan
tanaman pangan penghasil sumber karbohidrat yang cukup banyak. Menurut
Soetanto (2008), kandungan karbohidrat dalam tanaman ubikayu sebesar 34.7
gram/100g. Selain berperan sebagai bahan untuk diversifikasi pangan, ubikayu
juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan, bahan baku industri, dan bahan baku
bioetanol (Ditjentan 2012).
Tanaman ubikayu memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman
pangan atau hortikultura yang lain. Keunggulan tersebut adalah memiliki daya
adaptasi yang tinggi sehingga dapat ditanam pada lahan marjinal, kegiatan
penanaman dapat dilakukan pada musim kemarau maupun penghujan, mudah
disimpan, mempunyai rasa yang enak, dan hasil produksi yang dapat diambil
setiap saat. Sebagian besar produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri (85-90%) sedangkan sisanya diekspor (Hafsah
2003). Permintaan terhadap ubikayu diperkirakan akan meningkat seiring dengan
naik dan melambungnya harga bahan bakar minyak di pasar dunia. Selain itu,
menurut Roja (2009) peningkatan permintaan terhadap ubikayu dapat meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, berkembanganya industri pangan,
dan pakan serta peningkatan volume ekspor.
Indonesia merupakan negara penghasil ubikayu terbesar keempat didunia
setelah Brazil, Nigeria, dan Thailand. Produksi ubikayu di Indonesia pada tahun
2011 mencapai 23.5 juta ton per tahun yang didapat dari luas panen sebesar 1.2
juta hektar dengan hasil 19.5 ton per hektar. Namun pada tahun 2012, produksi
ubikayu mengalami penurunan sebesar 22.7 ton per tahun (BPS 2012).
Dalam dua tahun terakhir ini, keberlanjutan produksi ubikayu terancam oleh
adanya invasi hama asing yaitu kutu putih Phenacoccus manihoti (Rauf,
komunikasi pribadi). Phenacoccus manihoti atau kutu putih singkong merupakan
hama baru yang berpotensi menjadi ancaman di pertanaman khususnya tanaman
singkong. P. manihoti berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil. Pada awal
tahun 1970-an, kutu putih P. manihoti terbawa masuk ke Afrika dan menyebabkan
kegagalan panen dan kelaparan. Hama ini mulai masuk ke Asia pada tahun 2009,
pertama kali ditemukan di Thailand yang kemudian segera menyebar ke Kamboja
dan Laos (Winotai et al. 2010; Parsa et al. 2012). Pada tahun 2010, kutu putih P.
manihoti masuk ke Indonesia dan ditemukan menyerang pertanaman ubikayu di
Bogor (Muniappan et al. 2011).
P. manihoti merupakan spesies invasif. Seranga hama ini memperoleh status
sebagai hama pertanian terburuk didaerah tropis yang kemudian menyebar cepat
2
dari tempat asal ke tempat lain karena ketiadaan musuh alami (Herren 1981).
Gejala yang ditimbulkan diantaranya keriting pada bagian tunas daun, daun
menguning, perubahan bentuk pada batang, roset pada titik tumbuh, dan kematian
pada tanaman muda (Belloti et al. 2003). Pada serangan berat, daun akan gugur
dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dengan gejala bunchy top (Belloti et al.
2003; Calatayud dan Le Ru 2006).
Masuknya hama ini menyebabkan kerugian yang besar bagi produksi
ubikayu. Pada kondisi kering seperti di Afrika, kehilangan hasil akibat serangan
kutu putih singkong mencapai 80% (Nwanze 1982; Belloti 2002). Serangan P.
manihoti pada pertanaman ubikayu yang terjadi di Asia khususnya Indonesia, saat
ini mulai berdampak pada keberlanjutan produksi tanaman ubikayu. Berdasarkan
wawancara dengan petani, serangan hama ini menyebabkan kehilangan hasil
hingga 50% (Wardhani, komunikasi pribadi). Karena P. manihoti adalah hama
pendatang baru di Indonesia, maka pengetahuan tentang biologinya masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan bertujuan mengukur berbagai
parameter siklus hidup dan potensi reproduksi hama baru ini.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengukur berbagai parameter siklus hidup dan
potensi reproduksi kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti (Hemiptera:
Pseudococcidae).
Manfaat
Pengetahuan tentang parameter siklus hidup dan potensi reproduksi kutu
putih singkong, Phenacoccus manihoti, dapat dijadikan landasan bagi penyusunan
strategi pengendalian hama yang tepat.
BAHAN DAN METODE
A B
Penyiapan Serangga
Pemeliharan dan perbanyakan kutu putih dilakukan dilaboratorium. Imago
kutu putih yang diperoleh merupakan koleksi pembiakan massal yang ada di
Laboratorium Ekologi Serangga. Kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini
berawal dari pemeliharaan 15 imago. Imago kemudian dibiarkan bertelur dan telur
yang diletakkan dipindahkan bersama kantung telur ke gelas plastik. Setelah telur
menetas, nimfa instar-1 dipindahkan ke pucuk tanaman ubikayu secara hati-hati
dengan bantuan kuas halus masing-masing satu kutu satu tanaman yang diulang
sebanyak 40 ulangan.
4
A B
Analisis Data
Data siklus hidup seperti masa perkembangan setiap stadia dan keperidian,
disajikan sebagai rataan dan simpangan baku (SB). Data kesintasan dan
banyaknya telur yang diletakkan per hari digunakan untuk menyusun neraca
hayati lxmx (lx: proporsi betina yang hidup pada umur x, dan mx: banyaknya
keturunan betina yang dihasilkan oleh induk betina yang berumur x). Neraca
hayati kemudian digunakan untuk menghitung laju reproduksi bersih (Ro= ∑
lxmx), rataan masa generasi (T= ln Ro/rm), laju pertambahan intrinsik (rm= ∑e-rx
lxmx= 1), laju pertambahan terbatas (λ= er), dan masa ganda (Dt= ln2/rm) (Birch
1948). Seluruh parameter ini dan ragamnya diduga dengan menggunakan program
LIFETABLE.SAS yang dikembangkan oleh Maia et al. (2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A B C
D E F
Gambar 3 Telur P. manihoti, (A) stadium nimfa instar-1 P. manihoti, (B) stadium
nimfa instar-2 P. manihoti, (C) stadium nimfa instar-3 P. manihoti,
(D) stadium imago P. manihoti, (E) imago P. manihoti yang sedang
bertelur (F)
7
(Iheagwam 1981; Lema dan Herren 1985). Rataan banyaknya telur yang
diletakkan imago setiap harinya disajikan pada Tabel 2.
Selama penelitian berlangsung tidak pernah dijumpai adanya imago jantan.
Hal ini sesuai dengan pengamatan Calatayud dan Le Ru (2006) yang mendapatkan
bahwa P. manihoti bersifat partenogenetik dengan semua keturunan yang
dihasilkan dari induk yang tidak kawin adalah betina (Williams dan Granara de
Willink 1992). Perkembangbiakkan serangga secara partenogenetik dapat
menyebabkan perkembangbiakkan menjadi cepat dan masif. Imago betina yang
berumur kurang dari 17 hari mampu meletakkan telur antara 20-45 butir per
harinya.
Banyak dan sedikitnya jumlah telur yang diletakkan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya ketersediaan dan kesesuaian nutrisi tanaman inang,
jenis tanaman inang, dan faktor lingkungan. Ketersediaan dan kesesuaian nutrisi
yang cukup dari tanaman inang dapat meningkatkan produktivitas telur yang
dihasilkan oleh imago betina. Selain itu, menurut Awmack dan Leather (2002),
ketersediaan dan kesesuaian nutrisi dapat mempengaruhi morfologi serangga
seperti bentuk dan ukuran serangga, nisbah kelamin, dan populasi. Kualitas
tanaman inang yang baik akan mempengaruhi fekunditas serangga karena didalam
tanaman terdapat komponen-komponen seperti karbon, nitrogen, dan metabolit
sekunder yang dapat mempengaruhi keperidian serangga (Awmack dan Leather
2002).
Neraca Hayati
Data neraca hayati imago kutu putih singkong disajikan pada Tabel 3 yang
dimulai pada saat rataan kutu putih menjadi imago (21.5 hari). Pada penelitian ini
didapatkan bahwa persentase kutu pradewasa yang berhasil menjadi imago yaitu
80%. Data neraca hayati (lx dan mx) didapatkan dari data kesintasan dan
banyaknya telur yang diletakkan per hari.
9
1.0
0.8
Proporsi yang hidup (lx)
0.6
0.4
0.2
0.0
0 10 20 30 40 50 60
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40
Simpulan
Kutu putih P. manihoti berkembangbiak secara partenogenetik. Siklus hidup
dari sejak telur hingga menjadi imago yaitu 20.9 hari. Masa stadium telur 7.55
hari, nimfa instar pertama 4.58 hari, instar kedua 4.2 hari, instar ketiga 4.58 hari.
Rataan masa hidup imago yaitu 34.38 hari. Selama masa itu, seekor imago betina
mampu meletakkan telur sebanyak 570 butir. Periode masa peletakan telur
memiliki rata-rata yaitu masa praoviposisi 4.7 hari, masa oviposisi 21.19 hari, dan
masa pascaoviposisi 8.5 hari.
Pada keadaan lingkungan yang sesuai, kutu putih P. manihoti memiliki
potensi peningkatan populasi yang tinggi seperti ditunjukkan oleh laju
pertambahan intrinsik (rm) yang relatif besar (0.213 betina/induk/hari) dan masa
generasi (T) yang relatif singkat (28.48 hari). Selain itu, potensi peningkatan
populasi ditunjukkan juga oleh laju reproduksi bersih (Ro) sebesar 456.02
betina/induk/generasi, laju pertumbuhan terbatas (λ) sebesar 1.24
betina/induk/hari, dan waktu untuk populasi berlipat ganda (Dt) sebesar 3.22 hari.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dinamika populasi
Phenacoccus manihoti dilapangan. Hal ini berguna sebagai informasi dalam
upaya pengendalian P. manihoti secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Amarasekare KG, Mannion KM, Osborne LS, Epsky ND. 2008. Life history of
Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) on four host plant
species under laboratory conditions. Environ Entomol. 37:630-635.
Awmack CS, Leather SR. 2002. Host plant quality and fecundity in herbivorous
insect. Annu Rev Entomol. 47:817-844.
Bellotti AC. 2002. Arthropod pests. Di dalam: Hillocks RJ, editor. Cassava:
Biology, Production and Utilization. Wallingford (GB): CAB Internasional
Publishing. hlm 209-235.
Bellotti AC, Melo EL, Arias B, Herrera CJ, Hernandez MDP, Holguin CM,
Guerrero JM, Trujillo H. 2003. Biological control in the neotropics: a
selective review with emphasis on cassava. Biologic Contr Arthrop. hlm
206-277.
Birch LC. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J
Anim Ecol. 17:15-26.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produktivitas, produksi tanaman
ubikayu seluruh provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [internet].
[diunduh 2013 Jan 3]. Tersedia pada: www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3.
Calatayud PA, Le Rü B. 2006. Cassava Mealybug Interactions. Paris (FR):
Institut De Recherche Pour Le Développement.
Ditjentan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubikayu. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian.
Hafsah MJ. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Herren H. 1981. IITA’s role and actions in controlling the cassava mealybug in
Africa. IITA Research Briefs. 2(4):1-4.
Herren HR, Neuenschwander P. 1991. Biological control of cassava pests in
Africa. Annu Rev Entomol. 36:257-283.
Iheagwam EU. 1981. The influence of temperature on increase rates of the
cassava mealybug Phenacoccus manihoti Mat-Ferr (Homoptera:
Pseudococcidae). Rev Zool Afr. 95(4):959-967.
Iheagwam EU, Eluwa MC. 1983. The effects of temperature on the development
of the immature stages of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti
Mat-Ferr (Homoptera: Pseudococcidae). Deut Entomol Z. 30:17-22.
Kurniawan HA. 2007. Neraca kehidupan kutu kebul, Bemisia tabaci Gennadius
(Hemiptera: Aleyrodidae) biotipe-B dan non-B pada tanaman mentimun
(curcumas sativus L.) dan cabai (Capsicum annuum L.) [tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lema KM, Herren HR. 1985. The influence of constant temperature on populatin
growth rates of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti. Entomol Exp
Appl. 38(2):165-169.
Le Ru B. 1986. Epizootiology of the entomophthoraceous fungus
Neozygitesfumosa in a population of the cassava mealybug, Phenacoccus
manihoti (Homoptera: Pseudococcidae). Entomophaga. 31:79-90.
15
21
22
Lampiran 4 Lanjutan
Hari Ke-
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
23 33 32 33 35 24 31 37 31 44 31 37 36 29 34 28 20 20 25 13 10 3 2 - - - -
24 11 46 39 39 31 32 44 49 55 40 48 42 41 38 37 49 48 32 31 16 - - - - - -
25 36 47 52 46 34 41 39 43 47 54 37 21 24 24 13 19 10 9 2 1 1 - - - - -
26 48 62 38 31 48 43 44 37 47 50 49 36 48 41 29 27 20 13 7 3 2 4 - - - -
27 5 29 26 31 27 30 21 30 30 32 37 42 45 38 33 26 28 20 12 9 6 8 13 5 1 1
28 33 38 43 38 27 17 20 17 22 15 21 37 33 27 19 16 36 32 22 14 12 5 7 4 4 4
29 16 27 29 26 24 37 31 13 19 38 32 22 12 6 10 8 8 9 9 16 21 11 4 6 - -
30 11 53 51 49 53 44 49 31 37 23 34 28 24 23 30 27 19 16 12 12 9 12 9 4 1 -
31 48 67 51 54 61 56 45 51 47 64 41 54 36 10 18 14 10 4 5 - - - - - - -
32 27 31 21 25 22 20 38 47 35 9 27 25 19 18 33 33 23 12 5 3 3 - - - - -
33 53 53 49 50 53 63 50 42 48 60 56 49 38 32 27 12 17 12 5 5 1 - - - - -
34 7 48 39 27 25 19 12 24 34 37 27 26 39 37 40 38 35 22 7 16 6 1 - - - -
35 31 51 37 43 34 36 28 41 38 39 28 34 41 28 26 14 7 15 16 2 - - - - - -
36 24 41 25 14 21 24 29 44 24 19 11 1 - - - - - - - - - - - - - -
37 14 45 31 29 42 38 54 38 44 40 44 42 43 33 12 6 11 2 - - - - - - - -
38 3 61 51 44 44 50 50 43 54 56 51 52 34 36 24 23 13 11 5 3 4 3 1 - - -
39 29 41 40 29 32 40 34 30 36 45 27 29 37 38 36 29 21 11 7 2 - - - - - -
40 34 46 40 13 8 13 13 22 21 32 31 32 27 27 22 18 15 19 20 18 10 8 3 - - -
RIWAYAT HIDUP