Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MANAJEMEN PERKOTAAN

PENGEMBANGAN MANAJEMEN PERKOTAAN, PRAKTEK


DI INDONESIA

Dosen Pembimbing :

Leni Nurul Kariyani,S.IP.,M.IP

Disusun Oleh :

Nur Fadillah (652011928)

Nur Amelia (652011927)

Andri Puspita Sari (652011902)

Galang Rambu Anarki (652011913)

Iqbal Febrian (6520119)

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA SAMAWA REA

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan nikmat,berkah,
dan rahmatnya sehingga dapat menyusun makala dengan judul” pengembangan
manajemen perkotaan, praktek di indonesia”

Shalawat serta salam tidak lupa kita sampaikan kepada rasullah saw,yang telah
membebaskan kita dari zaman yang penuh kezaliman dan kebodohan dan
membawa kita menuju zaman yang zarat dengan imu pengetahuan seperti yang
kita rasakan saat ini.

Pada kesempatan ini tidak lupa pula saya mengucapkan teriama kasih kepada
teman-teman anggota kelompok, karena sudah mau bekerja sama dan konsisten
dalam mengerjakan tugas ini guna untuk memenuhi tuntutan tugas mata kuliah
Managemen perkotaan yang dibimbing oleh ibu Leni Nurul kariyani,
S.ip.,M.ip.semoga makalah ini dapat memberikan maanfaat kepada saya dan
teman-teman selaku penyusun,para pembabaca,dan pihak masyarakat.

Saya menyadari dalam menyusun makalah ini ,masih terdapat banyak


kekurangan sehingga hasil yang diperoleh jauh dari sempurna,oleh sebab itu saran
dan kritik yang membangun saya harapkan.

Sumbawa, 2 Oktober 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi dan informasi yang mendorong terjadinya


globalisasi dan keterhubungan antar negara, menjadikan adanya peningkatan
aspek demokratisasi dalam proses pemerintahan (Parnohadiningrat, 2004), yang
mengakibatkan perubahan komposisi aktor yang terlibat di dalam jaringan politk
(Sobari, 2012). Konsep baru pemerintahan sebagai proses pembentukan
kebijakan dan implementasi kewenangan mengelola urusan negara dalam
mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Yarni and Amir, 2014) harus
dilakukan berdasar tiga prinsip utama yaitu transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas. Sistem pemerintah tidak hanya terjadi dalam internal birokrasi
pemerintahan, namun menjadi pengatur hubungan antara pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha sebagai pihak yang berkepentingan (Sanusi, 2012).

Selain karena tuntutan demokratisasi, prinsip baru pemerintahan juga


dilatarbelakangi kesadaran bahwa negara memiliki keterbatasan kapasitas
teknologi dan anggaran untuk mengimplementasikan program-programnya.
Dinyatakan oleh Kiggundu (2014), kegagalan implementasi perencanaan
pembangunan seringkali terjadi akibat faktor pendanaan yang tidak mencukupi,
tata kelola perkotaan yang buruk, kegagalan penegakan hukum, sistem
penguasaan dan pengelolaan lahan, serta karena kegagalan dalam pelibatan
berbagai pemangku kepentingan seperti pihak swasta, organisasi masyarakat,
komunitas warga, penduduk daerah kumuh, para pembuat kebijakan. Fakta ini
mendorong perlunya perencanaan pembangunan yang lebih strategis,
partisipatif, dan berbasis kondisi lokal, yang akhirnya melahirkan konsep urban
management sebagai alternatif dari praktek urban pemerintahan (Laryea-Adjei,
2000).
Perbedaan mendasar dengan pemerintah adalah bahwa manajemen lebih
dekat dengan dimensi proses (Indrajit, 2013), karena bersifat mengelola sumber
daya, sedangkan governance lebih pada dimensi struktur pertanggungjawaban
dan pengambilan keputusan pada berbagai kegiatan yang strategis.

Urban management berkaitan dengan ragamstruktur administratif,


mekanisme legal, perencanaan dan pengembangan ruang kota, serta
pengembangan alat pengaturan yang membantu pihak otoritas mengarahkan
pembangunan ekonomi (Setiawan and Timothy, 2007). Secara praktis, urban
management terkait dengan kebijakan, perencanaan, program, danpraktik yang
memiliki tujuan untuk dapat memberikan jaminan terkait pertumbuhan populasi
yang sesuai dengan kebutuhan akan infrastruktur dasar, tempat tinggal, dan
pekerjaan (Jackson, 1993). Urban management perlu untuk melihat aspek
dokumentasi dan pertukaran barang, bantuan dan partisipasi kerjasama,
perhatian pada aspek sosial politik, kapasitas bangunan, bantuan kerjasama, isu
dan masalah kota, fleksibilitas permintaan dan program yang dijalankan
(Tutuko, 2015).

Urban management sangat prospektif sebagai pendekatan pemecahan


permasalahan yang terjadi di perkotaan, terutama yang terkait dengan cepatnya
arus urbanisasi yang sering juga dibarengi dengan fenomena urban sprawl dan
kemungkinan buruk kompleksitas masalah yang diakibatkanya seperti tidak
efisienya penyediaan.dan pemeiharaan infrastruktur, pengelolan transportasi,
limbah serta persampahan, bahkan mengenai perumahan (Teriman, Yigitcanlar,
and Severine, 2016). Karakter fenomena perkotaan seperti ini sangat banyak di
negara berkembang, yang memiliki kebutuhan besar akan penyediaan
infrastruktur dasar bersama dengan cepatnya pertumbuhan populasi perkotaan
(Mcgill, 1998). Pelayanan manajemen perkotaan dilakukan untuk mencapai
adanya aspek keterjangkauan, keadilan dan keberlanjutan (Tortajada, C., 2010).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja isu dan masalah perkotaan di Indonesia?
2. Bagaimana kebijakan pembangunan perkotaan di Indonesia?
3. Bagaimana Pewujudan Praktek Urban Management di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk lebih memahami tentang konsep managemen perkotaan diindonesia.
2. Untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang managemen perkotaan
diindonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isu Perkotaan Indonesia

Sebagai salah satu negara besar yang sedang berkembang Indonesia


memiliki kompleksitas masalah perkotaan yang cukup besar.Penduduk urban
Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar 53,1% dan menurut proyeksi akan
mencapai 67,1% pada 2045 (Kementerian PPN, 2018). Kota - kota di Indonesia
cederung berkembang dengan model terpadu berupa mega-urban dan kota-kota
kecil yang menyebar(Tjiptoherijanto, 1999). Jika tidak dikelola dengan benar
akan menciptakan kota primate yang keberadaannya menjadikan kurangnya
kemandirian kota kecil disekitar pusat kota.

Selain itu kondisi ini dapat memicu adanya penurunan kemampuan


layanan umum di pusat kota. Mengantisipasi hal ini pertumbuhan perkotaan
perlu untuk diarahkan pada model pengembangan aglomerasi perkotaan, yang
dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi (Rukmana 2019). Untuk
menjalankan tugas ini pembangunan perkotaan menghadapi
tantanganpenyediaan infrastruktur yang efisien termasuk melalui kolaborasi
dengan daerah (perkotaan/pedesaan) di sekitarnya (Tohjiwa and Bahar, 2013).

Secara lebih spesifik pengelolaan perkotaan di Indonesia, perlu diarahkan


dalam tiga hal berikut yaitu dengan kebijakan dalam hal penyatuan dan
perluasan penyediaan layanan yang baik untuk sektor pendidikan, kesehatan,
serta air bersih dan sanitasi, penghubungan dan integrasi kawasan-kawasan
perkotaan, serta berbagai jenis kawasan perkotaan danpedesaan dengan cara
yang lebih baik, dan penyesuaian dan penetapan target solusi kebijakan bagi
wilayah metropolitan besar untuk menjangkau berbagai distrik, wilayah
tertinggal dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung (Worldbank,
2018).
Perkembangan pembangunan dan kebijakan di Indonesia menimbulkan
beberapa isu dan permasalahan yang terus berkembang dan belum
terselesaikan dengan baik hingga kini. Isu yang mendominasi permasalahan
perkotaan di Indonesia adalah urbanisasi, kawasan kumuh, dan penyediaan
infrastruktur.

Berikut deskripsi permasalahan dan isu yang terjadi di perkotaan


Indonesia:
a. Urbanisasi
Urbanisasi merupakan salah satu aspek pendorong globalisasi melalui
upaya pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. World Bank
(2018) mendata pertumbuhan urbanisasi di Indonesia terjadi akibat
peningkatan jumlah penduduk dan kepadatan permukiman yang berdampak
pada klasifikasi ulang daerah pedesaan menjadi perkotaan. Keadaan tersebut
menjadi faktor penyumbang tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan di
Indonesia antara tahun 2000-2010. Bappenas (2019) memperkirakan sebanyak
68% penduduk Indonesia akan menetap di perkotaan pada tahun 2025.

Urbanisasi di Indonesia pada umumnya belum terlaksana dengan baik dan


belum memberikan manfaat sebesar urbanisasi di beberapa negara lain di Asia
Timur. Urbanisasi di Indonesia telah meningkatkan ketimpangan di berbagai
daerah yang dipicu disparitassumber daya manusia serta kondisi spasial di
perkotaan yang belum terintegrasi (World Bank, 2018). Melalui urbanisasi,
penduduk pedesaan mampu keluar dari kemiskinan dan meningkatkan kondisi
perekonomian mereka menjadi menengah ke atas. Namun, pada proses
pelaksanaannya, keadaan tersebut mendorong pengelompokan kegiatan
masyarakat yang menciptakan aglomerasi ekonomi. Kondisi aglomerasi
ditandai dengan jarak yang semakin dekat antara konsumen dan barang
kebutuhan mereka, lingkungan pekerjaan yang kondusif bagi pekerja dan
perusahaan, serta mendorong munculnya pemasok lokal (World Bank, 2018).
Masyarakat kota menjadi lebih mobile akibat ekonomi aglomerasi
sehingga membutuhkan infrastruktur yang memadai dan terintegrasi untuk
menopang aktivitas dan mobilitas masyarakat. Tingginya mobilitas masyarakat
perkotaan menyebabkan biaya kemacetan yang tinggi dan terus meningkat,
sebagaimana dibuktikan oleh permintaan yang belum terpenuhi untuk
perumahan yang terjangkau yang mengakibatkan bertumbuhnya daerah-daerah
kumuh, dan tingginya tingkat kemacetan lalu lintas dan polusi. Selain itu,
kepadatan penduduk mengakibatkan banyak kotatidak dapat mendukung
kebutuhan dasar penduduk akan udara bersih, air minum dan sanitasi. Pasar
properti dan perumahan menjadi tertekan dan menyebabkan munculnya
pertumbuhan wilayah yang tidak terkendali atau biasa dikenal dengan istilah
urbansprawl dan permukiman kumuh, kemudian meningkatnya angka
kejahatan, menumpuknya volume sampah rumah tangga dan penyakit (World
Bank, 2018).

Selain itu, urbanisasi mendorong terbentuknya kawasan pinggiran kota


atau urban fringe diantara perkotaan dan pedesaan. Karakteristik kawasan
pinggiran kota ditandai dengan alih fungsi lahan perkebunan, hutan, dan
pertanian menjadi permukiman atau bangunan dengan fungsi lain. Kawasan
pinggiran kota memberikan manfaat bagi masyarakat pedesaan berupa
terbukanya lapangan pekerjaan baru, ketersediaan infrastruktur seperti listrik,
air bersih, dan jalan, peningkatan ketersediaan dan pelayanan kesehatan serta
pendidikan. Namun, kawasan pinggiran kota berdampak pada berkurangnya
luas lahan terbuka hijau, perubahan budaya dan gaya hidup, peningkatan biaya
hidup, ruang kota tidak tertata atau terencana baik, bentuk dan ketinggian
bangunan beragam, serta timbulnya kesenjangan sosial.

b. Kawasan Kumuh
Kategori kawasan kumuh menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1992
adalah kawasan yang dihuni masyarakat dengan kondisi sosial-ekonomi
rendah, kondisi lingkungan rawan akan penyakit, bencana, dan keamanan
serta kualitas dan kuantitas infrastruktur belum memadai (Andini, 2013).
Selain itu, kawasan kumuh di perkotaan memiliki jumlah penduduk yang
padat, permukiman kuldesak, kondisi hunian tidak layak dan semi permanen,
serta pelayanan infrastruktur yang minim. Andini (2013) mengklasifikasikan
karakter penduduk yang tinggal di kawasan kumuh sebagai penduduk belum
sejahtera dengan pekerjaan di sektor informal atau bahkan pengangguran.
Padatnya area permukiman di kawasan kumuh menyebabkan masyarakat yang
menempatinya tidak memiliki ruang terbuka yang memadai untuk melakukan
interaksi sosial atau aktivitas fisik anak-anak dan lansia. Hal tersebut
disebabkan keterbatasan lahan yang tersedia untuk pembangunan
permukiman, kondisi ekonomi masyarakat masih rendah, permukiman
terbangun secara spontan dan sporadis tanpa perencanaan, serta terbatasnya
kemampuan pemerintah daerah menyediakan lahan perumahan yang layak.

Jumlah orang yang menghuni kawasan kumuh di Indonesia tercatat


sebanyak 37,4 juta jiwa. Kawasan kumuh di Indonesia terkonsentrasi di area
perbatasan antara perkotaan (urban) dan pedesaan (rural) atau dikenal dengan
istilah area pinggiran (periphery). Area pinggiran juga dapat muncul di
perbatasan antar kota, kota dan kabupaten, kota dan desa, serta area limpasan
kawasan ekonomi.

Penyebab tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan adalah ketimpangan


ekonomi dan sistem kebijakan pemerintahan, tidak meratanya pendidikan dan
infrastruktur di kawasan rural, serta urbanisasi. Keberadaan kawasan kumuh
menyebabkan masyarakat rentan terhadap penyakit dan keamanan sosial,
keterbatasan akses kesehatan dan pendidikan, keterbatasan masyarakat terlibat
di kegiatan ekonomi kota, serta menjadi beban keberlanjutan bagi negara bila
tidak ditangani dengan tepat dan cepat.
c. Penyediaan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan aspek penting pembentuk kota yang melayani
seluruh kegiatan dan kebutuhan masyarakat yang menempati kota tersebut.
Hingga kini diketahui kinerja infrastruktur di Indonesia belum maksimal
melayani seluruh kalangan masyarakat dan belum tersedia secara merata.
Infrastruktur yang ada belum sanggup mencakup kebutuhan seluruh golongan
masyarakat dan beragam kegiatan yang ada di perkotaan. Minimnya
penyediaan dan pelayanan infrastruktur di kota disebabkan pengelolaan yang
belum matang dan tingginya pertumbuhan jumlah penduduk.

Berdasarkan data dari Direktur Perkotaan, Perumahan dan Permukiman


Kementerian Bappenas, hanya sepertiga masyarakat perkotaan yang memiliki
akses air minum perpipaan. Selain itu, sistem jaringan air limbah (sewerage)
hanya tersedia di 13 kota dan jumlah tersebut menunjukan cakupan layanan
masih kurang dari 4%. Sekitar Dari total limbah cair yang dihasilkan
masyarakat kota, hanya 5% air limbah dan lumpurtinja di perkotaan yang
dikumpulkan dan diolah sehingga berdampak pada mahalnya
biayapengolahanair minum (Bappenas, 2019).

Proyeksi kebutuhan total air bersih tahun 2030 menunjukan akan


melampaui potensi ketersediaan air. Pemenuhan kebutuhan air minum rumah
tangga di perkotaan saat ini berasal dari 74% air tanah, 18% air sungai atau air
hujan, 6% ledeng, dan 3% air kemasan. Data kebutuhan domestic municipal
industrial berada jauh di bawah data ketersediaan air bersih. Permasalahan lain
yang teranalisis Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas adalah sistem
pengelolaan air bersih yang belum saling terintegrasi.

B. Kebijakan Pembangunan Kota

Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa kebijakan dan program terkait


isu dan permasalahan kota. Kebijakan dan program diberlakukan di tataran atas
yakni pemerintah, tataran fisik, hingga masyarakat. Berikut beberapa kebijakan
dan program yang telah dilakukan pemerintah guna mengatasi permasalahan
perkotaan:

a. Urban Renewal

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kota
yang mengalami kebobrokan atau kota kumuh adalah urban renewal atau
regenerasi kota. Kebijakan urban renewal diterapkan Gubernur DKI Jakarta
pada Kampung Petogogan yang merupakan permukiman kumuh. Metode
pendekatan yang dilakukan adalah integrasi sosial, ekonomi, dan organisasi
yakni dengan melibatkan dana corporate social resposibility dari perusahaan
swasta. Dana tersebut diberikan kepada masyarakat melalui pembangunan
rumah yang diterima dalam tiga tahap sebesar 40%, 40%, dan 20% (Setiadi
dkk, 2016).

Salah satu wujud urban renewaldi perkotaan Indonesia adalah inisiasi


kampung deret atau kampung vertikal. Inisiasi tersebut timbul sebagai upaya
pemerintah menyediakan lahan tempat tinggal yang layak dan sehat bagi
masyarakat yang semula tinggal di kawasan kumuh pinggir kota. Kampung
deret dan kampung vertikal merupakan gagasan penyediaan tempat tinggal di
kawasan perkotaan yang memiliki lahan terbatas sementara syarat kawasan
hunian yang sehat harus memiliki ruang terbuka sebagai ruang interaksi sosial.
Implementasi kampung deret dan kampung vertikal telah dilakukan di Ibukota
Indonesia sebagai solusi pembenahan kawasan kumuh, beberapa diantaranya
dilakukan di Jakarta Selatan.

Kampung Deret Petogogan merupakan upaya Pemerintah DKI Jakarta


melakukan peremajaan lingkungan permukiman kumuh di kawasan Jakarta
Selatan. Gagasan pembangunan kampung deret di KampungPetogogan
merupakan solusi bagi kepadatan penduduk, keterbatasan lahan, dan
pemerataan infrastruktur di kawasan kumuh Jakarta Selatan. Kepala keluarga
yang terlibat di dalam proses peremajaan berjumlah 136 kepala keluarga (KK).
Pembangunan hunian baru di kawasan peremajaan menggunakan teknologi
Rumah Instan Sederhana Sehat(RISHA). Perencanaan peremajaan kampung
dilakukan oleh pemerintah secara top-down, oleh Gubernur DKI Jakarta
dengan melibatkan pakar dan warga kampung Petogogan.

KampungVertikal Manggarai di Jakarta Selatan merupakan wujud upaya


lain penyediaan permukiman yang layak di atas keterbatasan lahan. Prinsip
pembangunan kampung vertikal di Manggarai adalah fleksibilitas ruang
dimana ruang harus berkelanjutan, mampu beradaptasi dengan lingkungan,
sesuai kebutuhan penghuni dalam kurun waktu lama, tidak memerlukan
perombakan, serta mampu menampung aktivitas ruang secara dinamis
(Prihatmaji dan Agumsari, 2016). Peremajaan kampung Manggarai merupakan
kebijakan pemerintah daerah terkait tingginya jumlah penduduk yang tinggal di
tepi sungai Ci Liwung dan ada rencana normalisasi sungai.

Pengembangan penerapan perencanaan, pelaksanaan, koordinasi,


pengawasan, termasuk aspek kepemimpinan dan kemampuan menjalin jejaring
kemitraaan menjadi hal penting dalam manajemen pemerintahan kota.
Perencanaan yang penuh kesungguhan dengan dukungan kelembagaan yang
kuat menghasilkan program-program partisipatif (P2KP, PNPM, pamsimas,
sanimas) yang berhasil baik dan mendorong adanya partisipasimasyarakat
Kushandajani, K. (2015).
b. Kota Berkelanjutan
Pemerintah Indonesia berusaha mencapai parameter kota berkelanjutan
memalui pemenuhan standar pelayanan perkotaan. Beberapa indikator yang
digunakan untuk menilai standar pelayanan perkotaan adalah layak huni dan
berkelanjutan, kota hijau, kota cerdas dan berdaya saing serta target 100%
indikator tata kelola kota berkelanjutan terwujud di seluruh kota di Indonesia.
Pelaksanaan konsep kota berkelanjutan berdasarkan pada peraturan otonomi
daerah di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Subambang, 2018).

Salah satu upaya mewujudkan kota bekelanjutan, Indonesia melalui


Telkom mengembangkan tata kelola smart city yang berfokus pada tiga pilar
yakni pengguna, integrasi sistem manajemen, dan penyediaan infrastruktur
integrasi sistem. Tujuan dari pengembangan smart city oleh Telkom adalah
menciptakan jaringan digital yang mampu mendukung kebutuhan informasi
dan teknologi masyarakat, kemudahan akses pelayanan publik,pengembangan
city brandingdan e-commerce, pengelolaan sumber daya alam dan infrastruktur
berbasis IT, dan pengembangan e-governance.Tujuh kota yang menjadi proyek
percontohan pelaksanaan smart city Indonesia tahun 2015-2019 adalah Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Solo, Kota Surabaya, Kota Yogyakara, dan Ibu
Kota Jakarta. Strategi yang dikembangkan berfokus kelayakan huni kota,
inovatif dan daya saing, serta tata kelola kota.

Program strategi kelayakan huni dan daya saing kota adalah menyediakan
sarana prasarana sesuai tipologi dan fungsi kotanya, meningkatkan sektor
perdagangan dan jasa seperti pasar tradisional, koperasi dan UMKM,
meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya,
menyediakan sarana permukiman yang layak dan terjangkau, mengembangkan
integrasi sistem transportasi publik, membangun kapasitas masyarakat yang
inovatif, kreatif, dan produktif; serta meningkatkan keamanan kota berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.

Sedangkan strategi tata kelola kota diaplikasikan melalui peningkatan sistem,


peraturan, dan prosedur birokrasi pemerintah kota guna menanggapi kebutuhan
masyarakat kota, meningkatkan kapasitas pemimpin kota dan aparatur
pemerintah, menyederhanakan proses perizinan dan pelayanan publik,
mengembangkan kelembagaan dan kerjasama pembangunan antar kota-
kabupaten, menguatkan status Badan Koordinasi Pembangunan Kawasan
Perkotaan Metropolitan, mengembangkan dan mempermudah akses data
informasi dan peta perkotaan terpadu, serta meningkatkan peran aktif semua
stakeholder dan masyarakat (bappenas, 2015).

c. E-government
Perkembangan teknologi di lini masa diikuti ketanggapan masyarakat
masa kini dalam menggunakan beragam pelayanan berbasis teknologi.
Kemampuan masyarakat mengikuti perkembangan teknologi secara cepat perlu
diikuti oleh sistem pelayanan pemerintah. Selain memberikan kemudahan bagi
kedua pihak, teknologi pada pelayanan pemerintah dianggap lebih efisien,
efektif, dan transparan. Sebagai wujud tanggapan pemerintah atas keadaan
tersebut, maka muncul istilah electronic government atau e-government yakni
pemanfaatan teknologi internet didalam kegiatan pemerintahan.

Hasibuan dan Santoso (2005) dalam Elysia dkk (2017), menjelaskan e-


government sebagai kegiatan pelayanan masyarakat oleh pemerintah dengan
memanfaatkan dukungan teknologi informasi. E-government penting bagi
pelaksanaan pemerintahan karena mampu mengurangi sekat-sekat organisasi
birokrasi, mampu menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat,
memberikan keterbukaan informasi, mendorong peran serta masyarakat dalam
sistem penyelenggaraan pemerintahan, serta peningkatan aktivitas ekonomi
global (Elysia dkk, 2017).

Pengembangan e-government di Indonesia sendiri telah diarahkan di


dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government dan didukung
oleh Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik,dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 tentang Implementasi
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Pentingnya pengembangan e-
government di Indonesia juga sesuai arahan UUD 1945 Pasal 18 Ayat (2) dan
Pasal 34 Ayat (3) yakni peningkatan pelayanan publik harus menjadi perhatian
utama pemerintah sebagai wujud pemenuhan hak-hak sosial dasar masyarakat
(Elysia, 2017).

Manfaat pelaksanaan e-government bagi pemerintahan adalah


pengurangan biaya administrasi pelayanan publik, meningkatkan sektor
perekonomian melalui penyederhanaan proses birokrasi, keterbukaan
informasi, akuntabilitas, dan kontrol penyelenggaraan pemerintahan,
meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat, serta potensi pemberdayaan
masyarakat. Keberhasilan implementasi e-government akanmenunjang
manifestasi smart government dan smart city.
Beberapa tantangan yang perlu diperhatikan pemerintah dalam penerapan
dan pengembangan e-government adalah keterbatasan penyediaan sarana dan
prasarana jaringan listrik dan telekomunikasi, kemampuan finansial suatu
daerah untuk mendanai pelaksanaan e-government, dan kemampuan
pemerintah melaksanakan e-government serta penanganan untuk setiap
konsekuensi yang dihadapi.

C. Peraturan Pembangunan Kota di Indonesia

Pembangunan kota di seluruh wilayah Indonesia direncanakan dan diatur


sesuai dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden.
Penyusunan kebijakan di dalam masing-masing dokumen peraturan bertujuan
untuk mensinergikan pembangunan di setiap daerah dengan rencana
pemerintah pusat demi mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Berikut beberapa peraturan dan undang-undang yang digunakan
sebagai pedoman pembangunan kota:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman


Pengelolaan Kawasan Perkotaan mengatur pengelolaan dan pembagian
wilayah administrasi serta perencanaan pembangunan kawasan perkotaan di
kota, kabupaten, dan perbatasan antara lebih dari satu daerah. Peraturan ini
menjelaskan jumlah anggota serta tugas dan fungsi lembaga-lembaga pengelola
kawasan perkotaan yang telah ditunjuk berdasarkan peraturan daerah. Syarat
anggota lembaga harus terdiri dari pakar di bidang pengelolaan kawasan
perkotaan serta tokoh masyarakat. Selain itu, sumber pendanaan kawasan
perkotaan diarahkan berasal dari APBD dan sumber lain yang sah.
2. Perencanaan kawasan perkotaan melingkupi pengembangan, peremajaan,
pembangunan, reklamasi, pantai atau rawa, dan perubahan fungsi lahan. Setiap
pembangunan di kawasan perkotaan harus menyesuaikan RPJP Daerah dan
RTRW yang ada serta dilakukan pengendalian pada tahap rencana maupun
pelaksanaan rencana. Pengendalian kawasan perkotaan di daerah kota dan
kabupaten merupakan tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah,
sementara pengendalian kawasan perkotaan di dua atau lebih daerah dilakukan
oleh gubernur dan pengendalian kawasan di dua atau lebih daerah antar
provinsi dilakukan oleh menteri.
3. Undang-Undang 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur
proses dan bentuk pengelolaan sampah yang berasal dari sisa kegiatan sehari-
hari masyarakat dan/atau proses alam berupa limbah padat dengan tujuan
meningkatkan kesehatan dan kualitas masyarakat serta lingkungan. Bentuk
pengelolaan sampah yang dianjurkan PP No 18 Tahun 2008 adalah
pengurangan dan penanganan, pengurangan dilakukan berdasarkan prinsip 3R
(reduce, reuse, recycle) dan penanganan dilakukan melalui kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir (Qodriyatun,
2014).
4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman mengatur penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang
layak serta terjangkau bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Prioritas
pemerintah dalam pengadaan perumahan dan permukiman yang layak adalah
masyarakat berpenghasilan rendah. Tujuan penyelenggaraan ini adalah
tercapainya masyarakat dan lingkungan yang produktif, mandiri, sehat, dan
berkelanjutan. Sedangkan, tujuan penetapan UU tersebut guna memperkuat
komitmen dari seluruh pemangku kepentingan untuk memenuhi kebutuhan
perumahan dan permukiman yang sehat, bersih, dan berkelanjutan bagi
masyarakat Indonesia. UU mengatur beberapa pertimbangan dalam penetepan
standar pelayanan umum perumahan dan permukiman yakni mencegah
perubahan fungsi lahan, menghindari upaya penggusuran dalam pelaksanaan
pembangunan, pengembangan pola hunian berimbang, menerapkan proses
perencanaan dan pengaturan perumahan permukiman, serta menganalisis
dampak lingkungan (Suryani, 2012).
5. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun mengatur
penyelenggaraan rumah susun yang menjamin kelayakan dan kerterjangkauan
biaya, menciptakan ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang.Menetapkan zonasi,
lokasi, dan jumlah pembangunan serta jenis rumah susun.
6. Undang-UndangNomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur
ketentuan ruang atau wilayah yang menjadi bagian perencanaan wilayah,
klasifikasi penataan ruang, tugas dan wewenang pelaksana penataan ruang,
pengaturan penataan ruang, proses pelaksanaannya, pembagian perencanaan
berdasarkan tataran wilayah administrasi, ketentuan pemanfaatan ruang.

D. Komparasi Praktek Urban Managementdi Indonesia dengan Praktek


Internasional
Urban manajemen telah menjadi solusi bagi banyak permasalahan di
berbagai negara dan beberapa kota di Indonesia. Urban management dipercaya
sanggup mengatasi permasalahan di tataran stakeholders, infrastruktur, hingga
tataran masyarakat.
a. Komparasi Prakter Urban Management
Urban management di luar negeri dilaksanakan dari tataran kebijakan
tertinggi kemudian diturunkan ke daerah administrasi di bawahnya dan
diaplikasikan sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Kebijakantertinggi
berbentuk masterplan nasional dengan perhatian utama peningkatan ekonomi
yang berkelanjutan dan tidak menghilangkan karakter budaya lokal serta
lingkungan hijau. Sifat kebijakan mengikat dengan hukuman sanksi bagi
pelaku pelanggaran kebijakan. Urban management dilakukan secara
menyeluruh untuk semua sektor pembentuk kota.

Contoh keberhasilan urban management di Singapura dan Kota Surabaya


menunjukan pengelolaan pemerintahan yang baik adalah mampu melibatkan
dan mengintegrasikan pemerintah, pakar, dan peran serta masyarakat.
Keduanya mampu merencanakan kota yang sanggup menaungi seluruh jenis
aktivitas penduduknya, memenuhi kebutuhan dan meratakan penyediaan
infrastruktur, memudahkan akses pelayanan pemerintah untuk seluruh
kalangan masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
Singapura dan Kota Surabaya berhasil meningkatkan nilai sektor industri dan
pariwisata tanpa mengurangi nilai lingkungan.
b. Perbedaan yang ditemukan

Pembeda antara kebijakan di dua lokasi tersebut adalah kebijakan


Singapura yang mengikat dan berkembang setiap tahunnya meskipun
mengalami pergantian pemimpin negara. Sehingga keberlanjutan kebijakan dan
program penataan ruang di tataran bawah dapat terus berlanjut atau
berkembang sesuai kebutuhan masyarakatnya. Sedangkan, Kota Surabaya
masih berpedoman pada kebijakan yang ditentukan oleh pemerintahan pusat
sehingga rentan mengalami perubahan bila pemerintah pusat atau pergantian
pemerintahan baru melakukan perubahan kebijakan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keberhasilan pelaksanaan urban management yang ada di indonesia, yang
dicatat dalam karya tulis ini misalnya terkait dengan program urban renewal di
kampung Petogogan Jakarta dan kampung vertikal Manggarai, yang berhasil
mengembangkan kelembagaan penyediaan perumahan permukiman, kerjasama
antar kota, pengembangan akses data informasi, peningkatan peran pemangku
kepentingan. Pengembangan e-government di Indonesia misalnya telah
dilakukan di kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Yogyakarta, telah
memberikan manfaat, yaitu mengurangi biaya administrasi layanan publik,
meningkatkan efisiensi layanan birokrasi, keterbukaan informasi, akuntabilitas
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan.

Peraturan yang ada disusun untuk pembangunan kota antara lain terkait
dengan pengelolaan kota, pengelolaan sampah, penyelenggaraan perumahan
dan permukiman, rumah susun dan pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan urban
management mulai dari perencanaan kebijakannya, penerapan dan
pengembangannya perlu lebih diperhatikan dalam pengelolaan kota di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abella, A., Ortiz-de-Urbina-Criado, M., & De-Pablos-


Heredero, C. 2017. Sebuah model untuk the
analysis inovasi berbasis data dan generasi nilai
dalam ekosistem kota pintar. Kota 64 :47-53.
Andini, Ike. 2013. Sikap dan Peran Pemerintah Kota
Surabaya terhadap Perbaikan Daerah Kumuh di
Kelurahan Tanah Kalikedinding Kota Surabaya.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik 1 (1)
Januari 2013.
Bappenas. 2015. Pengembangan Kota Cerdas di
Indonesia. Paparan Konferensie-Indonesia
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.12 No.1, April 2020, hal 59 - 76
Initiative (eII) danSmart Indonesia Initiatives (SII)
Forum ke-1. Direktur Perkotaan dan Perdesaan,
Bappenas.

Bappenas. 2019. Pengelolaan Air Perkotaan di


Indonesia. Lokakarya Nasional Integrated Urban
Water Management. Jakarta: Direktorat
Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman
Bappenas.

Anda mungkin juga menyukai