Anda di halaman 1dari 27

Anatomi dan fisiologi payudara

Jaringan payudara dibentuk oleh glandula yang memproduksi air susu (lobulus) yang dialirkan ke puting
(nipple) melalui duktus. Struktur lainnya adalah jaringan lemak yang merupakan komponen terbesar,
connective tissue, pembuluh darah dan saluran beserta kelenjar limfatik. Setiap payudara mengandung
15-20 lobus yang tersusun sirkuler. Jaringan lemak (subcutaneus adipose tissue) yang membungkus
lobus memberikan bentuk dan ukuran payudara. Tiap lobus terdiri dari beberapa lobulus yang
merupakan tempat produksi air susu sebagai respon dari signal hormonal. Terdapat 3 hormon yang
mempengaruhi payudara yakni estrogen, progesteron dan prolaktin, yang menyebabkan jaringan
glandular payudara dan uterus mengalami perubahan selama siklus menstruasi. Areola adalah area
hiperpigmentasi di sekitar puting.

Jaringan payudara juga didukung oleh ligamentum suspensorium cooper. Ligamen ini berjalan sepanjang
parengkim dari fasia dalam (deep fascia) dan melekat ke dermis. Tidak ada otot dalam payudara, tapi
otot terletak di bawah payudara dan menutup iga (gambar 2.1).Aliran darah kulit payudara tergantung
pada pleksus subdermal, yang terhubung dengan pembuluh darah dalam (deeper vessel) mensuplai
darah ke parengkim payudara. Suplai darah berasal dari 1. perforator dari arteri mamaria interna 2.
arteri thoracalis lateralis 3. arteri thorakodorsalis 4. perforator arteri interkostalis dan 5. arteri
thorakoacromialis. Inervasi sensoris berasal dari cabang anterolateral dan anteromedial nervus
interkostalis T3-T5. Nervus supraklavikula yang berasal dari pleksus servikalis juga mensarafi bagian atas
dan lateral payudara. Para peneliti meyakini sensasi daerah puting berasal dari cabang cutaneus lateral
T4.

Pembuluh limfatik dan kelenjar getah bening (kgb) dari glandula payudara adalah sangat penting.
Pembuluh limfatik berjalan di tepi lateral muskulus pektoralis mayor dan bersatu dengan limfe node
pektoral, yang mengiringi pembuluh darah torakalis lateralis. Limfe node menyebar ke muskulus
serratus anterior dari sini aliran limfatik kemudian ke kelenjar getah bening aksila (mesenterika superior
dan interpektoral). Jalur limfatik drainase lainnya adalah melalui pektoralis mayor dekat garis
parasternal dan melalui intercostal space menuju limfe node parasternal yang terletak sepanjang
pembuluh darah mammaria interna.

Drainase limfatik dapat juga menuju kelenjar getah bening supraklavikula melalui limfe node
mesenterika superior dan melalui limfe node infra klavikula. Terdapat juga jalur drainase intramuskular
yang melewati pektoralis mayor langsung ke kelenjar getah bening. Disini termasuk kelenjar getah
bening interpektoral yang terletak diantara dua otot dada yang mengalirkan ke deep limfe node (aksila)
atau langsung ke apical axillary lymp nodes.

Surgical level (Berg's Level) dari kelenjar getah bening payudara dikelompokkan pada tiga level. Level I
adalah kelompok kelenjar getah bening yang berada di lateral otot pektoralis minor yang meliputi
kelompok kelenjar getah bening mammaria eksterna dan kelenjar getah bening vena aksilaris. Level II
kelenjar getah bening di posterior pektoralis minor yakni kelenjar getah bening sentral. Level III kelenjar
getah bening di sebelah medial pektoralis minor sampai dengan ligamentum Halsted yaitu kelompok
kelenjar getah bening subklavikula (gambar 2.2).

Epidemiologi

Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari duktus atau labulus payudara, merupakan masalah
global dan isu kesehatan internasional yang penting. Kanker payudara adalah keganasan paling sering
pada wanita di negara maju dan nomor dua setelah kanker servik di negara berkembang dan merupakan
29% dari seluruh kanker yang di diagnosis tiap tahun. Secara keseluruhan merupakan penyebab
kematian nomor dua karena kanker, setelah kanker paru.

Insiden kanker payudara terus meningkat, saat ini lebih dari 170.000 kasus ditemukan pertahun.
Insidennya bervariasi ditiap negara, tertingg di Swedia dengan rata-rata insiden 129,5/100.000 wanita
dan terendah di Jepang 37,0/100.000 wanita (International Opportunities in Cancer Management, SRI
International, 1994). Di negara berkembang insiden lebih tinggi di Amerika Selatan, Karibia, Asia Barat
dan Afrika Utara.

Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ditemukan kasus baru berkisar 212.930 kasus dan sekitar 40.870
meninggal. Menurut National Cancer Institute's Surveillance, Epidemiology and Result Program insiden
kanker payudara meningkat cepat selama dekade ke empat kehidupan. Setelah menopaouse insiden
terus meningkat tapi lebih lambat, puncaknya pada dekade 7 dan 8 dan menurun setelah umur 80
tahun. Insiden juga meningkat pada wanita dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi. Rata-rata hidup 5
tahun (5 year survival rate) tergantung stadium saat diagnosis ditegakan dan berkisar 100% untuk
stadium 0 sampai 16% untuk stadium IV.

Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi nomor dua setelah kanker
servik dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Sebagian besar
keganasan payudara datang pada stadium lanjut. Jumlah kanker payudara di Indonesia didapatkan
kurang lebih 23140 kasus baru setiap tahun (200 juta populasi). Muchlis Ramli dkk pada penelitiannya di
RSCM, tahun mendapatkan stadium IIIA dan IIIB sebanyak 43,4%, stadium IV sebanyak 14,3%, berbeda
dengan negara maju dimana kanker payudara ditemukan lebih banyak dalam stadium dini. Ini mungkin
karena kurangnya informasi, letak geografis, pendidikan, banyaknya iklan yang menerangkan tentang
pengobatan alternatif, kurangnya alat diagnosis seperti mamografi, USG dan kurangnya keterampilan
tenaga medis dalam mendiagnosis keganasan payudara.

Faktor risiko
Penyebab secara pasti belum diketahui. Namun risiko untuk menderita kanker payudara meningkat
pada wanita yang mempunyai faktor risiko. Yang termasuk faktor risiko kanker payudara adalah :

-Jenis kelamin wanita. Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria lebih dari 100 :1. Secara
umum 1 dari 9 wanita Amerika akan menderita kanker payudara sepanjang hidupnya.

-Usia. Risiko meningkat dari 1:5900 ke 1: 290 antara dekade ketiga dan dekade kedelapan. Wanita usia
60-79 mempunyai kemungkinan menderita kanker payudara 1:14 dibanding wanita usia kurang dari 39
tahun, yang mempunyai kemungkinan 1:14.

-Riwayat keluarga: Pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan saudara kandung)
mempunyai risiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak punya faktor risiko ini. Usia saat terkena juga
mempengaruhi faktor risiko, pasien dengan ibu di diagnosa kanker payudara saat usia kurang dari 60
tahun risiko meningkat 2 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama premenopouse menderita kanker
payudara bilateral, mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama post menopause
menderita kanker payudara bilateral mempunyai risiko 4-5,4 kali.

-Usia melahirkan anak pertama, jika usia 30 atau lebih risiko 2 kali dibanding wanita yang melahirkan
usia kurang dari 20 tahun.

-Riwayat menderita kanker payudara, juga merupakan faktor risiko untuk payudara kontralateral. Risiko
ini tergantung pada usia saat diagnosis. Risiko ini meningkat pada wanita usia muda.

-Predisposisi genetikal. Risiko ini berjumlah kurang dari 10 % kanker payudara. Autosomal dominant
inheritance terlihat pada Li-Fraumeni syndrome, Muir-Torre syndrome, Cowden disease, Peutíz-Jeghers
syndrome dan mutasi BRCA-1 dan BRCA-2. Risiko untuk menderita kanker payudara menderita kanker
payudara mendekati 50 % bila usia kurang dari 50 tahun dan lebih 80 % sebelum usia 65 tahun. Ataxia
telangiectasis (Autosomal recessive inheritances) merupakan factor risiko lain.

-Ductal carcinoma in situ (DCIS) dan Labular carcinoma in situ (LCIS) pada biopsi. Hal ini merupakan
marker untuk terjadinya lesi invasif.
-Proliferasi benigna dengan hiperplasia atipikal: faktor ini meningkatkan risiko 4 kali. Atipia dan
hyperplasia disertai adanya riwayat keluarga risiko meningkat 10 kali. Pada tumor jinak yang
menunjukkanekspresi reseptor esrtogen dan progesteron risikonya 3,2 kali (Kahn). Hiperplasia atipikal
terlihat pada 10 % spesimen biopsi.

-Radiasi: radiasi pada usia di bawah 16 mempunyai risiko 100 kali, radiasi sebelum umur 20 tahun
mempunyai risiko 18 kali, usia 20-29 tahun risiko 6 kali, radiasi setelah usia 30 tahun risiko tiJak
bermakna. Lebih kurang 0,1 % pasien pasien yang diradiasi alian timbul sarkoma setelah 5 tahun.

-Perubahan gaya hidup: diet tinggi kalori, diet tinggi lemak, konsumsi alkohol & merokok dan obesitas
pada menopause.

-Hormonal: menarche di bawah 12 tahun risiko 1,7-3,4 kali. menopause usia di atas 55 tahun risiko 1,5
kali. Penggunaan oral kontrasepsi lebih dari 8-10 tahun juga meningkatkan risiko.

Evaluasi terhadap postmenopausal hormone replacement therapy pada penelitian kohort terlihat secara
umum tidak meningkatkan risiko. Namun Colditz dkk membuktikan adanya peningkatan risiko pada
wanita yang menggunakan hormon replacement therapy di atas 5 tahun (estrogen dengan atau tanpa
progestin).

Patologi

Karsinoma duktal in situ (DCIS) merupakan tipe paling sering dari noninvasive breast cancer, berkisar
15% dari semua kasus baru kanker payudara di USA. In situ berarti di tempat, sehingga duktal karsinoma
in situ berarti pertumbuhan sel tak terkontrol yang masih dalam duktus. Oleh karena itu beberapa pakar
meyakini DCIS merupakan lesi precancer. Umumnya lesi tunggal, terjadi dalam satu payudara tapi
pasien dengan DCIS risiko juga lebih tinggi untuk menderita kanker payudara kontra lateral. Sangat
sedikit kasus DCIS muncul sebagai massa yang teraba, umumnya didiagnosis dengan mamografi
gambaran yang sering berupa mikrokalsifikasi yang berkelompok (clustered microcalcifications), DCIS
terkadang muncul sebagai pathologic nipple discharge dengan atau tanpa massa. Dengan terapi tepat
dan segera, rata-rata survival lima tahun (five-year survival) untuk DCIS mencapai 100%.

Karsinoma lobular in situ (LCIS), ditandai oleh adanya perubahan sel dalam lobulus atau lobus. Insiden
tidak sering (4200 kasus pertahun di USA) dan risiko untuk menderita kanker payudara invasif sedikit
lebihkecil dibanding DCIS, Disebut juga juga lobular intraepithelial neoplasia, saat ini kebanyakan pakar
meyakini LCIS bukan lesi premaligna, tapi merupakan marker untuk peningkatan risiko kanker payudara.
Yang khas pada LCIS adalah lesi multipel dan sering bilateral, sering ditemukan insidental dari biopsi
payudara. Jarang ditemukan secara klinis ataupun mamografi (tidak ada tanda khas).

Karsinoma invasif. Karsinoma payudara invasif merupakan tumor yang secara histologik heterogen.
Mayoritas tumor ini adalah adenokarsinoma yang tumbuh dari terminal duktus. Terdapat lima varian
histologik yang sering dari adenokarsinoma payudara.

1. Karsinoma duktal invasif, merupakan 75% dari keseluruhan kanker payudara. Lesi ini ditandai oleh
tidak adanya gambaran histologik yang khusus. Tumor ini konsistensinya keras dan terasa berpasir
ketika dipotong. Sering terdapat komponen ductal carcinoma insitu (DCIS) di dalam spesimen.
Umumnya metastasis ke kelenjar getah bening aksila, metastasis jauh sering ditemukan di tulang, paru,
liver dan otak. Prognosis lebih buruk dibanding subtipe histologik yang lain (mucinous, colloid, tubular
dan medullar).

2. Karsinoma lobular invasif, merupakan 5%-10% dari keseluruhan kanker payudara. Secara klinis lesi
sering memiliki area abnormal yang menebal (ill-defined thickening) di dalam payudara. Secara
mikroskopis gambaran yang khas adalah sel kecil tunggal atau Indian file pattern. Karsinoma lobular
invasif cenderung untuk tumbuh di sekitar duktus dan lobulus. Multisentris dan bilateral lebih sering
terlihat pada karsinoma lobular dibanding karsinoma duktal. Juga metastasis ke kelenjar getah bening
aksila, lebih sering metastasis jauh ke tempat yang tidak umum (mening dan permukaan serosa).
Prognosis serupa dengan karsinoma duktal invasif.

3. Karsinoma tubular, hanya merupakan 2% dari kanker payudara. Diagnosis ditegakan bila lebih dari
75% tumor menunjukkan formasi tubule. Jarang metastasis ke kelenjar getah bening aksila. Prognosis
sangat lebih bagus dibanding tipe lain.

4. Karsinoma medullar, merupakan 5%-7% dari kanker payudara. Secara histologik lesi ditandai oleh inti
dengan differensiasi buruk, a syncytial growth pattern, batas tegas, banyak infiltrasi limfosit dan plasma
sel, dan sedikit atau tanpa DCIS. Prognosis untuk pasien yang murni karsinoma medullar adalah baik,
tapi bila bercampur dengan komponen duktal invasif prognosisnya sama dengan karsinoma duktal.

5. Karsinoma mucinous atau kolloid, merupakan 3% dari kanker payudara. Ditandai oleh akumulasi yang
menonjol dari mucin ekstraseluler melingkupi kelompok sel tumor. Karsinoma kolloid tumbuh lambat
dan cenderung untuk besar ukurannya (bulky). Bila terdapat predominan musinous, prognosis baik.
Tipe histologi kanker payudara yang jarang adalah papiler, apocrine, secretory, squamous cell dan
spindle cell carsinoma, dan karsinosarkoma Karsinoma duktal invasif umumnya memiliki area kecil yang
mengandung satu atau lebih subtipe ini. Tumor dengan histologik campuran ini berkelakuan sama
dengan karsinoma duktal invasif. Berikut tipe histologi yang jarang:

-Karsinoma metaplastik, kejadiannya jarang, kurang dari 5% dari kanker payudara. Lesi mengandung
beberapa tipe sel berbeda yang terlihat tidak khas untuk tipe kanker payudara lain. Gambaran klinis,
sering merupakan lesi tunggal yang tumbuh cepat. Mamografi batas tegas, tidak ada kalsifikasi yang
dalam beberapa kasus terlihat jinak. Prognosis tipe ini bervariasi.

-Karsinoma invasif kribiform, merupakan kanker dengan diferensiasi baik terdiri atas sel kecil dan
uniform. Kanker ini memiliki gambaran seperti karsinoma tubular dan umumnya prognosis lebih bagus
dibanding yang lain. Sekitar 5%-6% karsinoma payudara invasif mengandung komponen ini.

-Karsinoma papiler, sangat jarang, kurang dari 1%-2 % kanker payudara. Ditemukan dominan pada
wanita postmenopause, ditandai oleh nodul padat yang sering multiple dan labulated. Diduga prognosis
baik (data terbatas).

-Karsinoma mikropapiler invasif adalah berbeda tapi sulit dikenal. umumnya merupakan massa padat
dan immobile. Pada mamografi terdapat gambaran spekula, irregular atau bundar, densitas tings
dengan atau tanpa mikrokalsifikasi. Insiden sangat jarang kurang dari 3%, prognosis relatif buruk (data
terbatas).

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan terutama untuk mengidentifikasi identitas penderita, faktor
risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit
yang pernah diderita. Setelah faktor risiko untuk kangker payudara ditentukan, pasien kemudian
diperiksa untuk simptom yang spesifik. Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan yang sering,
tapi tidak selalu petanda kanker, kelainan jinak seperti fibrocystic disease dan papiloma intraduktal juga
bisa bergejala seperti ini. Malaise, nyeri tulang, dan kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang,
tapi merupakan indikasi adanya metastasis jauh.

Pemerisaan fisik dilakukan secara sistematis baik inspeksi ataupun palpasi. Inspeksi dilakukan dilakukan
dengan posisi duduk dan pakaian atas/bra dilepas. Identifikasi dilakukan saat lengan pasien disamping.
lengan di atas kepala dan lengan kacak pinggang. Palpasi parenkim dilakukan dengan posisi pasien
supine dan ipsilateral lengan diletakan di belakang kepala (gambar 2.3). Jaringan subareolar dan masing-
masing kuadran dari kedua payudara dipalpasi secara sistematis, menyeluruh dan overlap baik secara
sirkuler ataupun radier. Selain pemeriksaan pada payudara juga harus dilakukan pemeriksaan pada
aksila, infaklavikula, supraklavikula dan organ/tempat kemungkinan metastasis jauh.

-Adapun tanda dan gejala kanker payudara adalah:

-Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit

-Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus menerus) atau puting mengeluarkan
cairan /darah (nipple discharge)

-Ada perubahan pada kulit payudara di antaranya berkerut seperti kulit jeruk (peau d'orange), melekuk
ke dalam (dimpling) dan borok (ulcus)

-Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul satelit)

-Ada luka puting di payudara yang sulit sembuh (paget disease)

-Payudara terasa panas, memerah dan bengkak

-Terasa sakit/nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker)

-Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya pada awal-awalnya tidak terasa sakit

-Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara

-Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara

Pemeriksaan ini (anamnesis dan pemeriksaan fisik) mempunyai akurasi untuk membedakan ganas atau
jinak sekitar 60%-80% (eror 20%-40%) oleh karenanya memerlukan pemeriksaan tambahan.

Ultrasonografi (USG) payudara


Pada USG, lesi hypoechoic dengan margin irregular dan shadowing disertai orientasi vertikal
kemungkinan merupakan lesi maligna. Lesi ini terkadang menunjukkan adanya infiltrasi ke jaringan
lemak di sekitarnya. Lesi solid benigna dengan batas tegas dan lobulated yang terlihat sebagai lesi
hypoechoic homogen dan orientasi horizontal diduga adalah fibroadenoma. USG secara umum diterima
sebagai metode terpilih untuk membedakan masa kistik dengan solid dan sebagai guide untuk biopsi.
Disamping untuk pemeriksaan pasien usia muda (kurang dari 30 tahun).

Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak
dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG
gagal menunjukkan efikasinya. Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ viseral.
Protokol PERABOI 2003 merekomendasikan pemeriksaan USG abdomen (hepar) secara rutin untuk
penentuan stadium.

Mamografi

Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara, sekitar 75% kanker
terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2mm sudah dapat
dideteksi dengan mamografi. Akurasi mamografi untuk prediksi malignansi adalah 70%-80%. Namun
akurasi pada pasien usia muda (kurang dari 30 tahun) dengan payudara yang padat adalah kurang
akurat.

Terdapat 2 tipe pemeriksaan mamografi: skrining dan diagnosis. Skrining mamografi dilakukan pada
wanita yang asimptomatik. Deteksi dini dari kanker payudara yang masih kecil memungkinkan pasien
untuk mendapatkan kesuksesan terapi dengan kualitas hidup yang lebih baik. Skrining mamografi
direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk wanita usia 40 tahun dan setiap tahun untuk usia 50 tahun
atau lebih. Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (misal wanita dengan
keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Untuk skrining mamografi, masing-masing
payudara dibuat dalam posisi cranio-caudal (CC) dan medo-lateral oblique (MLO).

Mamografi diagnosis dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit dan waktu lebih lama
dibanding mamografi skrining dan digunakan untuk menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas
payudara, untuk evaluasi jaringan sekitar dan kelenjar getah bening sekitar payudara. Untuk mamografi
diagnosis, masing-masing payudara difoto dalam posisi cranio caudal (CC), medo-lateral oblique (MLO)
dan dapat ditambah dengan latero-medial (LM) atau medio-lateral (ML).

Protokol PERABOI 2003 merekomendasikan pemeriksaan mamografi untuk tumor dengan ukuran
kurang dari 3 cm tapi MD. Anderson Cancer Centre menganjurkan untuk melakukan mamografi pada
ukuran berapapun dengan tujuan untuk skrining adanya lesi nonpalpable pada kedua payudara
(ipsilateral dan kontralateral) dan untuk mengevaluasi risiko malignansi lesi tumor. Bilateral synchronous
cancers terjadi sekitar 3% dari kasus, minimal setengahnya adalah nonpalpable. Gambaran mamografi
untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa:

1. densitas yang meninggi pada tumor

2. batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas
yang tidak jelas (comet sign).

3. gambaran transusen disekitar tumor

4. gambaran stelata.

5. adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan

6. ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.

Tanda sekunder:

1. retraksi kulit atau penebalan kulit

2. bertambahnya vaskularisasi

3. Perubahan posisi puting

4. kelenjar getah bening aksila (+)

5. keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur

6. kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas.

Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan adalah kalsifikasi dengan lokasi di
parenkim payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5 dan bentuk stelata.

Pada lesi nonpalpable gambaran mamografi dapat dibagi menjadi 2 kategori: mikrokalsifikasi dan
perubahan densitas. Mikrokalsifikasi dapat berkelompok (clustered) atau menyebar (scattered).
Perubahan densitas mencakup masa terpisah-pisah (discrete masses), distorsi arsitektur, dan asimetri.
Gambaran mamografi yang paling prediktif untuk malignansi adalah masa berspekula (stelata),
mikrokalsifikasi berkelompok dan mikrokalsifikasi di dalam massa.

Sistem pelaporan hasil mamografi adalah mengacu pada sistem yang dimiliki ACR (American College of
Radiology) yaitu BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data System). Sistem pelaporan ini disamping
memberikan informasi hasil pemeriksaan juga tentang rencana tindakan yang sesuai (tabel 2.3). Negatif
palsu mammografi menurut data dari Breast Cancer Detection Demonstration Project berkisar 8%-10%.
Satu sampai tiga persen wanita yang secara klinis suspek maligna, mammogram dan sonogram-nya
negatif masih mungkin memiliki kanker payudara.

MRI

MRI (magnetic resonance imaging) merupakan instrument yang sensitif untuk deteksi kanker payudara,
karena itu MRI sangat baik untuk detek local recurrence pasca BCT atau augmentasi payudara dengan
implant, deteksi multifocal cancer dan sebagai tambahan terhadap mamografi pada kasus tertentu. MRI
sangat berguna dalam skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang padat yang memiliki
risiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI mencapai 98% tapi spesifisitasnya rendah, baya
pemeriksaan mahal dan waktu pemeriksaan yang lama oleh karena in; MP belum menjadi prosedur
rutin.

Biopsi

Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatolog FNAB (Fine needle Aspiration
Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnosis awal, untuk evaluasi masa di payudara. Pemeriksaan
ini sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekurren setelah aspirasi
berulang adalah indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau eksisi). Namun, FNAB merupakan biopsi yang
memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar baku (gold standard) untuk diagnosis definitif.
Bila mampu, dianjurkan triple diagnosis (klinis, mamografi, FNAB)

Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah biopsi Core, biospi insisi, biopsi eksisi, potong
beku dan ABBI (advance breast biopsy instrument). Hasil biopsi ini merupakan standar baku untuk
diagnosis dan terapi. Masing-masing biopsi ini mempunyai keuntungan dan kerugian (tabel 2.4.). Biopsi
eksisi direkomendasikan untuk tumor ukuran kurang dari 3 cm. Biopsi insici dilakukan pada tumor
operable dengan ukuran lebih dari 3 cm atau inoperable. Potong beku dilakukan saat operasi, teknis
pengambilan spesimen bisa insisi atau eksisi. Dari biopsi ini dapat sekaligus dilakukan pemeriksaan
immunohistokimia dari estrogen reseptor (ER), progesteron reseptor (PR), CerbB,, p53 dan cathepsin D.

Disamping diagnosis histopatologi juga ditentukan grading histopatologi kanker payudara. Grading ini
ditentukan berdasarkan tubular formation, nuclear pleomorfism dan mitotic activity. Berdasarkan
jumlah skor dari 3 faktor tersebut, grading kanker payudara terbagi atas: well differentiated (grade 1),
moderately differentiated (grade 2) dan poorly differentiated (grade 3).

Bone scan, foto toraks, USG abdomen

Pemeriksaan bone scann bertujuan untuk evaluasi metastasis di tulang. Pemeriksaan ini dianjurkan pada
kasus, advanced local disease, lymfe node metastases, distant metastases dan ada simptom pada tulang.
Bone scann secara rutin tidak dianjurkan pada stadium dini yang asimtommatis karena berdasarkan
beberapa penelitian hanya 2% hasil yang positif pada kondisi ini. Berbeda halnya pada yang simtomatis
stadium III, insiden positif bone scann mencapai 25% oleh karenanya pemeriksaan bone scann secara
rutin sangat bermanfaat. Protokol PERABOI merekomendasikan pemeriksaan ini bilamana sitologi
sangat mencurigai pada lesi diatas 5 cm. Foto torak dan USG abdomen rutin dilakukan untuk melihat
adanya metastasis di paru, pleura, mediastinus dan organ viseral (terutama hepar).

Pemeriksaan laboratorium dan marker

Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah rutin alkaline phospatase, SGOT, SGPT
dan tumor marker. Kadar alkaling phospatase yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya
metastatiska liver, saluran empedu dan tulang. SGOT dan SGPT merupakan gambaran fungsi liver, kadar
yang tinggi dalam darah mengindikasikan kerusakan atau metastasis pada liver. Tumor marker untuk
kanker payudara yang dianjurkan American Society of Clinical Oncology adalah carcinoembryonic
antigen (CEA), cancer antigen (CA) 15-3, dan CA 27.29. Pemeriksaan ini sensitif tapi tidak spesifik oleh
karena itu dianjurkan untuk follow up Pemeriksaan genetika BRCA-1 dan BRCA-2 dianjurkan pada pasien
dengan keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara atau ovarium

Penatalaksanaan

Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan yang tinggi dengan kualitas
hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh
adanya periode bebas penyakit (disease free interval) dan peningkatan harapan hidup (overall survival),
dilakukan pada kanker payudara stadium 1, II dan III. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV Kesembuhan
yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan tercapai bila kanker diterapi pada stadium dini.

Keuntungan penatalaksanaan tumor stadium dini adalah:

1. Kemungkinan tidak dilakukan kemoterapi bila tidak ada metastasis kelenjar getah bening aksila dan
tergolong risiko rendah.

2. Tidak perlu dilakukan diseksi aksilla jika sentinel negatif, sehingga risiko terjadinya limpadem
berkurang.

3. Tidak diperlukan radiasi

4. Dapat dilakukan BCT bagi yang memenuhi kriteria atau dilakukan SSM/ NSP sekaligus rekonstruksi
sehingga bentuk dan fungsinya masih bak.

5. Biaya penatalaksanaan jauh lebih ekonomis.


6. Disease free interval dan overall survival lebih baik (lama).

Adapun modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi: operasi, kemoterapi, radioterapi,
terapi hormonal dan terapi target.

Operasi (Pembedahan)

Operasi merupakan merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara. Modalitas ini
memberikan kontrol lokoregional yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi dan dari
spesimen operasi dapat ditentukan tipe dan grading tumor, status kelenjar getah bening aksila, faktor
prediktif dan faktor prognosis tumor (semua faktor diatas tidak bisa diperoleh dari modalitas lain).
Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah Classic radical Mastectomy (CRM). Modified Radical
Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP) dan Breast
Conserving Treatment (BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang
berbeda-beda. SSM dan NSP memerlukan rekonstruksi langsung tapi kualitas hidup lebih baik dengan
kuratifitas yang hampir sama dengan MRM.

CRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek,
kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan
bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pektoral tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai
ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM.

MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola kompleks,
kulit di atas tumor dan fascia pektoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker
payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas
sebanding dengan CRM.

SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan nipple areola kompleks
dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai
rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis
musculotaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada tumor stadium
dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.

NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan
nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini, juga harus disertai rekonstruksi
payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis
musculotaneus flap), LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan tumor stadium dini
dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi periper, secara klinis NAC tidak terlibat, kelenjar getah bening
NO, histopatologi baik, dan potong beku sub areola: bebas tumor. (Devita 2008, hal 1628).
BCT adalah terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi
dan diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping dengan Sentinel Lymph
Node Biopsy (SLNB) dapat dilakukan untuk menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan survival
yang sama dengan MRM namun rekurrensinya lebih besar. Ada 3 sarat yang harus terpenuhi dalam
pemilihan jenis terapi. ini yakni tepi sayatan bebas tumor (dibuktikan dengan potong beku), radioterapi
dapat dilakukan dan kosmetik bisa diterima. Kontra indikasi yang tidak memenuhi ke 3 syarat tersebut
adalah:

1. Tumor yang multisentris, sehingga margin tidak bebas tumor atau bebas tapi kosmetik tidak tercapai

2. Mikrokalsifikasi yang luas/difus

3. Riwayat radiasi sebelumnya

4. Penyakit kolagen (SLE, Scleroderma) terutama yang ketergantungan terhadap steroid

5. Ukuran tumor yang besar sedangkan payudaranya kecil

6. Letak sentral atau dibawah

7. Pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga tidak merupakan kontra indikasi karena radiasi dapat
ditunda hingga melahirkan

8. Pada riwayat keluarga (+) dan pada umur muda ditakutkan radiasi akan menimbulkan kanker
sekunder

Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini
umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan
kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat
lokal/setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor.
jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai sistem syaraf pusat. Ada 3 jenis
setting kemoterapi yakni adjuvant, neoadjuvant dan primer(paliatif).

Adjuvant kemoterapi adalah terapi tambahan setelah terapi utama (pembedahan). Tujuannya adalah
untuk mendapatkan penyembuhan yang sempurna (kuratifitas) dan memperlama timbulnya metastasis.
Adjuvant kemoterapi menurunkan 25% mortalitas kanker payudara. Indikasi adjuvant kemoterapi
adalah:

1. ukuran tumor lebih dari 2 cm

2. kelenjar getah bening aksila positif metastasis 1 atau lebih


3. kelenjar getah bening aksila negatif tapi penderita berusia kurang dari 35 tahun atau grading tumor 2-
3 atau terdapat invasi vaskular atau overekspresi HER2 atau ER/PR negatif (intermediate dan high risk
kategori St. Gallen 2005).

Menurut NCCN (National Comprehensive Cancer Network) guidelines 2008 indikasi adjuvant kemoterapi
pada tipe histologi unfavorable (duktal, lobular, mixed, metaplastic) adalah ukuran tumor di atas 1 cm
atau kelenjar getah bening aksila ada yang positif metastasis, sedangkan pada tipe histologi favorable
(tubular, colloid) dengan ER/PR negatif indikan adjuvant kemoterapi adalah ukuran tumor 3 cm atau
lebih atau ada kelenjar getah bening aksila positif dan jika ER/PR positif adjuvant kemoterapi hanya
diberikan jika kelenjar getah bening aksila positif (favorable, ER/PR posib dan kelenjar getah bening
negatif tidak perlu adjuvant kemoterapi).

Indikasi adjuvant kemoterapi pada Protokol PERABOI 2003 adalah penderita dengan kelenjar getah
bening aksila positif atau penderita kelenjar getah bening negatif tapi dalam kelompok high risk (usia 40
tahun, high grade, ER/PR negatif, invasi limfatik atau vaskular, high thymidin index)

Pemberian kemoterapi kombinasi lebih superior dibanding kemoterapi tunggal dalam setting adjuvant.
Pada pasien dengan kelenjar getah bening positif metastasis, stadium dini, kombinasi kemoterapi yang
mengandung anthracycline (misal FAC) merupakan terapi pilihan untuk first line kemoterapi. Namun
untuk penderita dengan gangguan jantung (ejection fraction < 60%) anthracycline harus diganti dengan
regimen lain seperti methotrexate atau taxane (tabel 2.5).

Lama pemberian kemoterapi adjuvant menurut konsep terbaru, 6 bulan kemoterapi ekuivalen dengan
durasi yang lebih lama. Namun, masih kontroversi apakah 4 bulan kemoterapi (AC, 4 siklus) ekuivalen
dengan 6 bulan.

Untuk pasien dengan stadium lokal lanjut (stadium IIIA, IIIB, IIIC) dianjurkan neoadjuvant kemoterapi, 3
siklus sebelum operasi dan 3 siklus pasca operasi. Neoadjuvant kemoterapi adalah pemberian
kemoterapi pada penderita kanker dengan high grade malignancy dan belum pernah mendapat
tindakan loco-regional dengan bedah atau radiasi. Neoadjuvant kemoterapi bertujuan untuk
memperkecil ukuran tumor (shrinkage tumor) dan kontrol mikrometastasis, disamping itu neoadjuvant
dapat memberikan informasi tentang respon regimen kemoterapi. Rasional ilmiah (Frei 1985; Norton
1985; Schilsky 1985; Ragaz et al 1986) menyatakan bahwa pemberian Neo Adjuvant Chemotherapy
dapat mencegah multiplikasi tumor dan memungkinkan regresi yang signifikan pada tumor primer
sehingga tindakan bedah selanjutnya tidak perlu terlalu radikal.

Respon terhadap kemoterapi didefinisikan dalam :


1. Complete response. Berarti seluruh kanker atau tumor menghilang; Tidak terlihat lagi adanya kanker
maupun metastasis. Tumor marker turun ke angka normal. Respon ini bertahan lebih dari satu bulan

2. Partial response. Volume kanker mengecil lebih dari 50%, tidak ada lesi baru ataupun metasasis.
Tumor marker angkanya menurun, tapi penyakit masih ada dan respon bertahan lebih dari satu bulan

3. Stable disease/minimal response. Volume kanker mengecil kurang dari 25% atau kanker tidak
mengecil, juga tidak tumbuh membesar. Tumor marker juga tidak berubah secara signifikan

4. Disease progression. Kanker terlihat tumbuh membesar. Penyakit menunjukkan peningkatan ukuran
volume, juga peningkatan yang signifikan dari tumor marker.

Kemoterapi primer (paliatif) diberikan pada stadium lanjut (stadium IV), untuk mengendalikan gejala
yang ditimbulkan oleh penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas hidup yang
baik, kontrol progresi tumor, dan memperlama harapan hidup. Respon terbaik diperoleh dengan first
line kemoterapi dan kombinasi regimen. Kombinasi yang sering dianjurkan adalah anthracycline dengan
taxane.

Salmon da Pegram (2001) melaporkan adanya perbaikan survival dengan pemberian kombinasi
kemoterapi dengan transtuzumab pada metastatic breast cancer dengan HER2 positif. Karena tujuan
terapi pada kanker payudara dengan metastasis jauh adalah paliatif, banyak penulis merekomendasikan
penggunaan kemoterapi tunggal sequential dibanding kombinasi dalam upaya meminimalisasi toksisitas.
Taxane, anthracycline, oral fluoropyrimidines, vinorelbine dan gemcitabine adalah obat yang paling
efektif dalam setting ini (tabel 2.6).

Faktor prediktor dari respon buruk (poor response) terhadap kemoterapi pada metastatic breast cancer
adalah status performans yang jelek, metastasis multiple dan atau viseral, disease-free interval pendek
dan riwayat respon kemoterapi yang buruk.

Radioterapi

Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup penting pada kanker payudara. Mekanisme
utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA dengan gangguan proses replikasi. RT
menurunkan risiko rekurrensi lokal dan berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang
penderita kanker payudara. Walaupun beberapa studi memperlihatkan bahwa RT setelah kemoterapi
menghasilkan long term survival yang lebih baik dibanding sebaliknya, namun studi terbaru oleh Bellon
et al dan Joint Center randomized trial memperlihatkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara
kemoterapi pertama dan RT pertama.

RT terhadap payudara (dengan dan tanpa area supraclavikula) diindikasikan pada BCT (breast
conservation therapy), pasien dengan kelenjar getah bening aksila positif metastasis 4 atau lebih,
kontrol lokal pada metastasis disease (perdarahan, ulkus, impending fraktur), tumor besar (>5 cm) dan
batas sayatan dekat atau tidak bebas tumor. Indikasi

RT pada Protokol PERABOI 2003 adalah:

-setelah tindakan operasi BCS

-tepi sayatan dekat atau tidak bebas tumor (T> 5cm)

-tumor letak sentral atau medial

- kelenjar getah bening positif dengan ekstensi ekstra kapsular

Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara, aksila dan supraklavikula) kecuali: Ukuran
tumor s T2 dengan klinis dan patologis kelenjar getah

bening negatif, tidak dilakukan RT pada supraklavikula.

Lokasi tumor di sentral atau medial diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna.

Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan sebagai berikut: 1. pada potensial residif
ditambahkan 10Gy (misalnya tepi sayatan dekat atau tidak bebas tumor), 2. pada terdapat masa tumor
atau residu pasca operasi (mikroskopis atau makroskopis) maka dberikan booster dengan dosis 20 Gy
kecuali pada aksila 15 Gy.

Peranan RT aksila setelah diseksi aksila radikal (ALND) masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli
meyakini bahwa RT sebaiknya dihindari setelah diseksi aksila level I,II dan III (Radikal Mastektomi Klasik).
Insiden limf edema ipsilateral meningkat 6-8 kali pada kombinasi RT dan diseki radikal. Pada follow up
jangka panjang radiasi radikal tidak sebaik pembedahan (kuratif sekitar 40%).

Hormonal terapi

Hormonal terapi yang mulai dikembangkan sejak satu abad yang lalu, masih paling efektif dan paling
jelas targetnya dari terapi sistemik untuk kanker payudara. Adjuvant hormonal terapi diindikasikan
hanya pada payudara yang menunjukkan ekspresi positif dari estrogen reseptor (ER) dan atau
progesteron reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopase, status kelenjar getah bening aksila
maupun ukuran tumor. ER positif pada sepertiga penderita kanker payudara dan sepertiga kasus
rekurren sedang PR positif pada 50% ER positif. Pemberian terapi hormonal pada pada ER atau PR
negatif tidak akan memperbaiki overall survival ataupun disease free survival dan bahkan merugikan
pada premenopause.

Tujuan terapi hormonal pada kanker payudara adalah untuk menghilangkan atau mengurangi estrogen
dalam sel tumor (estrogen deprivation). Hal ini dapat diperoleh dengan:

-Blockade reseptor dengan selective estrogen receptor modulator (SERM), misalnya tamoxifen atau
toremifen

- Supresi sintesis estrogen pada wanita post menopause dengan aromatase inhibitor, misal anastrozole,
letrozole, exemestane atau dengan analoge LHRH(luteinizing hormone-releasing hormone) pada wanita
premenopause

-Ablasi ovarium dengan oophorectomy atau radiasi eksterna pada premenopaouse.

Tamoxifem merupakan adjuvant hormonal yang paling banyak digunakan dan merupakan terapi standar
untuk wanita premenopause. Terapi ini menurunkan rekurrensi hingga 50% dan menurunkan 28%
mortalitas kanker payudara sedangkan ablasi ovarium menghasilkan keuntungan yang serupa dengan
kemoterapi pada premenopause dengan reseptor hormone positif.

Namun beberapa penelitian belakangan menunjukkan bahwa aromatase inhibitor (mis. anastrozole)
lebih superior dibanding tamoxifen pada penderita post menopause. Pada Protokol PERABOI 2003
tamoxifen diindikasikan untuk penderita dengan ER dan atau PR positif sedangkan ablasi ovarium
(oophorectomy) diindikasikan apabila:

-Tanpa pemeriksaan reseptor

-Premenopause

-Menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen positif

-Perjalanan penyakit slow dan intermediated growing.

Tamoxifen diberikan 20 mg/hari, diberikan selama 5 tahun lebih superior dibanding jangka waktu yang
lebih pendek. Pemberian tamoxifen lebih 5 tahun masih belum dapat ditentukan keuntungan dan
kerugiannya. Dosis untuk aromatase inhibitor adalah: Anastrozole (Arimidex) 1 mg/ hari per oral,
Letrozole (femara) 2,5 mg/hari per oral dan Exemestane (Aromasin) 25 mg/hari per oral.

Penggunaan hormonal terapi untuk setting neoadjuvant pada penderita dengan ER dan atau PR positif
sudah banyak digunakan di Eropah. Satu small randomized neoadjuvant trial menunjukkan bahwa
efikasi aromatase inhibitor sebanding dengan kemoterapi dalam hal respon objektif dan patologi.
rekurrensi lokal dan untuk BCT. IMPACT trial mendapatkan bahwa wanita yang mendapatkan
neoadjuvant anastrozole lebih banyak yang memenuhi syarat untuk BCT. Preoperatif hormonal terapi
diberikan 3-4 bulan dan dapat diperpanjang jika shrinkage tumor belum tercapai (Michael Dixon, MD.
Breast Cancer Update 2005, tabel 2.7).

Targeted (Biologik) terapi

Terapi ini ditujukan untuk mengganggu proses yang berperan dalam pertumbuhan sel-sel kanker. Yang
termasuk terapi ini untuk kanker payudara adalah :

1. Transtuzumab (Herceptin)

2. Bevacizumab (Avastin)

3. Lapatinib ditosylate (Tykerb)

Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja langsung di receptor HER2/neu, dan
terbukti secara signifikan memiliki aktivitas anti tumor pada metastasic breast cancer dengan
overekspresi HER2/neu (25% dari kanker payudara). Rata-rata respon 30-35% pada metastasic breast
cancer yang menerima single agent trastuzumab sebagai first line therapy. Risiko kematian relatif
menurun 20% dengan median follow up 30 bulan bila transtuzumab diberikan sebagai kombinasi
dengan kemoterapi. Namun kombinasi dengan doxorubicin signifikan meningkatkan kardiotoksisitasnya,
oleh karena itu hindari kombinasi trastuzumab dengan doxorubicin.

Mekanisme kerja trastuzumab masih dalam perdebatan. Trastuzumab menginduksi penurunan regulasi
HER2/neu dan mencegah heterodimerisasi, reestablishing sensitivitas sel kanker terhadap hormonal
terapi dan kemoterapi. Sebagai akibat dari penurunan regulasi ini, p27 diinduksi mengakibatkan siklus
sel terhenti (arrest) pada fase G1. selanjutnya trastuzumab mengikat reseptor di Extra Cytoplasmic
Domain (ECD) biasanya dipisah (cleaved) oleh metalloproteinase. Pemisahan ECD mengakibatkan lebih
agresif; hal ini dicegah oleh pengikatan trastuzumab. Akhirnya trastuzumab mungkin menginduksi
antibody dependent cytotoxicity, mengakibatkan kematian sel. Karena tidak adanya efek samping yang
serius, beberapa onkolog cenderung menggunakan trastuzumab pada metastatic breast cancer sampai
progresi. Lama pemberian trastzumab yang optimal untuk setting adjuvant masih belum disepakati.
Dosis inisial 4 mg/kg selama 90 menit, dosis maintenance 2 mg/kg selama 30 menit. Sebaiknya
kombinasi dengan kemoterapi.

Bevacizumab merupakan monoklonal antibodi manusia yang didisain untuk mem-block aksi dari vascular
endothelial growth factor (VEGF). VEGF disekresi sel maligna dan sel nonmaligna hipoksik dan
mestimulasi pembentukan pembuluh darah baru dengan pengikatan reseptor spesifik. Toxisitas yang
sering adalah hipertensi, epistaksis. proteinuria, demam, sakit kepala dan menggigil (chill). Dosis 3-10
mg/kg iv setiap 2 minggu dalam kombinasi dengan kemoterapi.

Lapatinib merupakan antibodi monoklonal yang mampu menghambat dua reseptor dalam sel kanker
(HER1/neu dan HER 2/neu). Diindikasikan pada pada breast cancer yang overekspresi HER1/neu dan
atau HER 2. Direkomendasikan untuk dikombinasi dengan capecitabine (2000mg) m²/hari dalam dua kali
pemberian). Dosis lapatinib 1250 mg/ hari dalam dosis tunggal. Keduanya diberikan peroral. Toksisitas:
menurunkan left venticular ejection fraction, anoreksia, pneumonitis, diare, nausea, vomiting, dispepsia
dan rash.

Penatalaksanaan menurut stadium

Stadium nol (TO, DCIS, LCIS, Paget)

Ductal carsinoma in situ (DCIS), penanganan berdasarkan Van Nuys Prognostic Index-nya (VNPI). VNPI ini
ditentukan oleh jumlah score dari ukuran tumor, batas sayatan dan klasifikasi histopatologi (tabel 2.8).

1. Score VNPI 3-4 cukup dilakukan eksisi tumor dengan batas 1 cm. diseksi aksila dan adjuvant radiasi
tidak diperlukan.

2. Score VNPI 5-7 dilakukan eksisi tumor dengan batas lebih dari 1 cm, diseksi aksila dan radiasi tidak
diperlukan. Rekonstruksi dilakukan jika defek besar.

3. Score VNPI 8-9 dilakukan simple matektomi dengan dan tanpa rekonstruksi, diseksi tergantung
sentinel, adjuvant radiasi tidak diperlukan.

Lobular carsinoma in situ (LCIS), cukup dilakukan observasi dengan pemeriksaan klinis tiap 6-12 bulan
dan mammografi tiap tahun. Untuk mengurangi risiko diberikan tamoxifen pada premenopause dan
untuk post menopause berikan tamoxifen atau raloxifen. Dalam kondisi khusus dipertimbangkan untuk
mastektomi bilateral dengan atau tanpa rekonstruksi. Penyakit Paget jika tidak disertai adanya tumor
dilakukan mastektomi simple dengan atau tanpa rekonstruksi. Jika disertai tumor penatalaksanaannya
sesuai stadium menurut ukuran tumornya.

Menurut Protokol PERABOI 2003 penanganan karsinoma in situ adalah mastektomi simple atau BCS
(breast conserving surgery). Terapi definitif pada TO tergantung pada pemeriksaan blok parafin dan
lokasi didasarkan pemeriksaan imaging.

Stadium dini (Stadium I dan II)

Pembedahan berupa NSP, SSM, BCT dan MRM. Pemilihan jenis pembedahan ini tergantung pada
ukuran, lokasi dan jenis tumor juga rekonstruksinya. NSP, SSM dan BCT memerlukan syarat tertentu,
NSP dan SSM harus langsung direkonstruksi. Pada BCT rekonstruksi dilakukan jika defek merubah bentuk
dan ukuran payudara. Adjuvant kemoterapi, radiasi dan hormonal terapi pemberianya sesuai indikasi.
Penderita yang tergolong low risk (ukuran <2cm, grade 1, tidak ada invasi peritumoral, kelenjar getah
bening aksila negatif, tidak ada overekspresi/amplifikasi HER2/neu dan usia penderita 35 tahun keatas)
tidak memerlukan adjuvant kemoterapi ataupun radioterapi.
Stadium lokal lanjut (Stadium IIIA, IIIB, IIIC)

Jika operable dilakukan MRM atau CRM kemudian dilanjutkan adjuvant kemoterapi dan radioterapi. Jika
inoperable diberikan neoadjuvant kemoterapi 3 siklus kemudian dievaluasi respon.iya, jika respon
parsial atau respon komplet dilakukan MRM atau CRM. Bila respon minimal atau progresif ganti regimen
kemoterapi dengan second line chemotherapy atau radioterapi. Pasca pembedahan kemoterapi
dilengkapi sampai 6 siklus, 1 bulan pasca kemoterapi diberikan radiasi lokoregional. Hormonal terapi
diberikan jika ER dan atau PR positif. Khusus penderita stadium T3NIMO neoadjuvant kemoterapi
diberikan jika direncanakan BCT (semua syarat terpenuhi kecuali ukuran tumor), jika tidak langsung
dilakukan MRM dan senjutnya kemoterapi dan radioterapi.

Stadium lanjut (IV)

Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis, Terapi utama adalah sistemik
(kemoterapi, hormonal terapi, targeted terapi dan bisphosphonate), pada kondisi tertentu terapi lokal
(radiasi dan pembedahan) juga diperlukan.

1. Kemoterapi.

Tidak ada gold standard regimen kemoterapi untuk kanker payudara dengan metastasis jauh. Pada
pasien dengan triple negatif [ER(-), PRE dan HER2/neu (-)] belum ada penelitian random (randomized
trial) yang menunjukkan adanya keuntungan survival dari kombinasi kemoterap dibanding sequential
singel kemoterapi dari obat yang sama. Kemoterapi tunggal yang dianjurkan adalah anthracyline,
taxane, capecitabine vinorelbine, gemcitabine atau vinblastine. Hormonal dan trastuzumab tidak
dianjurkan.

Pada penderita dengan HER/neu (+3) direkomendasikan untuk diberikan singel trastuzumab atau
kombinasi trastuzumab dengan singel kemoterapi. Satu randomized trial menunjukkan adanya
keuntungan survival bila penderita segera diberi trastuzumab bersamaan dengan kemoterapi. Namun
terdapat peningkatan yang signifikan (279%) kejadian cardiac dysfunction bila trastuzumab
dikombinasikan dengan doxorubicin Data in vitro menunjukkan adanya efek sinergi bila digunakan
trastuzumab dengan docetaxel, vinorelbine atau platinoid.

2. Hormonal terapi.

Untuk penderita yang non-life threatening dengan ER dan atau PR positif, single agent hormonal terapi
direkomendasikan. Kemoterapi ditambahkan pada penderita dengan life threatening metastases seperti
lymphangitic pulmonary metastases atau progressive liver metastases Untuk post menopause hormonal
yang bisa diberikan adalah aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, exemestane), tamoxifen,
fulfestrant megestrol acetate, fluoxymesterone atau diethylstilbestrol. Pada premenopouse pilihannya
adalah tamoxifen, LHRH agonist atau oophorectomy (operasi/radiasi), megestrol acetate,
fluoxymesterone atau diethylstilbestrol.
3. Bisphosponates.

Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis ke tulang. Baik pamidronate (90 mg iv tiap bulan)
maupun zolendronate (4 mg iv tiap bulan) efektif untuk mengurangi nyeri tulang dan fraktur patologis.
Zolendronate lebih superior dari pamindronate untuk mengurangi fraktur tulang, kompresi spinal cord,
hiperkalsemia malignansi, dan untuk menurunkan kebutuhan untuk radiasi paliatif.

4. Terapi lokal

Metastasis tulang, penanganan berdasarkan Score Mirel. Score ditentukan oleh lokasi metasis, kualitas
nyeri, gambaran radiologi dan ukuran metastasis. Metastasis dengan score kurang dari 7 dilakukan
radiasi eksterna, sedangkan penderita dengan score diatas 7 dilakukan fiksasi interna dilanjutkan radiasi.
Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri, perbaikan fungsi, kontrol lokal dan stabilisasi.

Metastasis otak, bila lesi soliter dapat dilakukan pembedahan (eksisi) atau radiasi dengan modalitas
baru seperti cyber knife atau gamma knife. Lesi multiple harus diberikan radiasi pada seluruh otak.

Metastasis pleura (Efusi pleura maligna, MPE), pilihan terapi untuk MPE ditentukan oleh gejala, status
performans pasien, respon terhadap kemoterapi, dan pengembangan (re-expansion) paru setelah
evakuasi cairan pleura. Observasi direkomendasikan pada pasien yang asimptomatis atau tidak ada
rekurrensi setelah torakocentesis. Torakocentesis (tapping, aspirasi pleura) diindikasikan untuk paliasi
pada pasien yang sesak napas dengan harapan hidup pendek atau status performans jelek (karnofsky
score <60) juga pada pasien yang gagal dengan pleurodesis. Jumlah cairan yang dievakuasi dituntun
berdasarkan simtom pasien (batuk, chest discomfort) dan terbatas 1-1,5 liter. Aspirasi pleura dan tube
drainase tanpa instilasi seclrosant sering rekurren dan berisiko untuk terjadi pneumotoraks dan
empiema.

Pleurodesis terutama diindikasikan pada MPE kambuh setelah aspirasi pleura. Dapat dilakukan dengan
kemikal (tetracycline, doxicycline. bleomycin), talc dan pembedahan. Chemical sclerosant berperan
dalam membentuk reaksi inflamasi difus (chemical pleuritis) dan deposisi fibrin sehingga permukaan
pleura melekat, disamping itu pada sclerosant kemoterapi terdapa efek lokal dan sistemik terhadap sel
kanker. Penelitian Belani dkk mendapatkan chemical sclerosant lebih efektif dibanding talc Syarat
mutlak instilasi sclerosant adalah produksi cairan pleura maksimal 200 ml/24 jam dan paru kembang (re-
expansion) setelah evakuasi cairan. Dosis sclerosant: bleomicin 60 U dalam 50 ml dekstrose 5%,
tetracycline 1 gram dalam 30ml-50ml Nacl 0,9% dan doxycycline 500 mg dalam 30ml-50 ml Nacl 0,9%.
Diantara sclerosant diatas bleomicin memiliki efikasi yang paling baik namun harganya mahal.

Bila semua modalitas di atas gagal mengontrol simptom dapat dipertimbangkan untuk dilakuakan
pembedahan. Dengan VATS (video assisted thoracoscopic surgery) pasien dapat dilakukan pleurectomi
dan decortikasi dengan morbiditas dan mortalitas rendah.
Komplikasi/ efek samping

Komplikasi kemoterapi

1. Mual dan muntah

Terjadi karena bekurangnya rasa kecap dan penyimpangan rasa kecap (Dysgeusia), dapat diatasi dengan
pemberian makanan berupa cairan sehingga tidak banyak dikunyah dan sedikit saliva.

Menu makanan harus dirubah setiap hari, makanan yang diusulkan mengandung tinggi protein berupa
BCAA, EAAS dan asam lemak Omega 3, sedangkan Megestrol acetate walaupun merangsang napsu
makan tapi bersipat katabolik terutama pada pasien inaktif.

2. Rambut rontok

Kehilangan rambut terjadi setelah 2-3 minggu kemoterapi pada fase Anagen, rambut menjadi tipis dan
mudah rontok, keadaan ini akan membaik setelah 2-3 bulan kemoterapi terakhir. Upaya untuk
mengurangi alopesia:

Mengurangi aliran darah ke kepala: scalp tourniquet, scalp hypothermia

Perlindungan bulb rambut: topical minoksidil, vitamin E, AS101.

3. Mukositis dan xerostomia

Sebagian besar pasien yang mendapat kemoterapi (40%) akan mengalami mukositis, sekitar 50 %
disertai nyeri yang memerlukan pengobatan dan kemungkinan pemberian cairan infus, biasanya timbul
pada hari ke 7 setelah pemberian kemoterapi. Mukosa yang sering terlibat adalah labial, bukal, soft
palate, dasar mulut dan permukaan depan lidah.

Obat kemoterapi yang menyebabkan mukositis

Antrasiklin : daunoribicin, doksorubisin, efirubicin


Alkylating : CPA, busulfan, procarbazine, thiotepa

Taxane : docetaxel, paclitaxel

Vinca alkaloid : vinblastine, vincristine, vinorelbine

Antimetabolit : methorexate, 5 FU

Antibiotic antitumor : actinomycin, bleomycin, mitomicin, amsacrine

Terapi mukositis. Kurangi trauma pada mukosa, dengan cara mengurangi makan pedas dan asam,
kebersihan mulut harus dijaga, gigi tajam dicabut atau dihaluskan dan obat pelindung mukosa seperti:
sukralfat, vitamin dan antioksidan(B carotene, vit E, C, glutathione).

Pendekatan untuk pengobatan pada xerostomia: merangsang produksi liur dengan permen karet,
menambah produksi yang kurang dengan Xero-lube, Slivart perlindungan terhadap gigi dengan fluoride
gel (stannous fluoride 0,4%) dan mengurangi sukrosa.

4. Ekstravasasi

Gejalanya bisa timbul belakangan berupa nyeri, eritem, nekrosis luas pada kulit dan subkutis sehingga
memerlukan eksisi dan skin graft bahkan dapat dilakukan amputasi. Untuk menghindar ekstravasasi
sebelum obat kemoterapi dimasukan, diberikan dahulu cairan NaCl/ Dextrose 250-500 cc. Jenis
ekstravasasi tidak berikatan dengan asam nukleat ( Irritants) dan berikatan dengan asam nukleat
(Vesicants).

Terapi: stop infus, kompres dingin 20 menit setiap 6 jam selama 3 hari, jangan kompres hangat karena
makin memperberat, observasi ketat dan bila batas kerusakan sudah jelas dapat dilakukan eksisi dan
dapat dilakukan skin graft.

Komplikasi berdasarkan jenis kemoterapi:

-Cyclophosphamide: hemorrhagic cystitis dan amenorrhea.

-Methotrexate: liver toxicity, toksisitas meningkat bila ada efusi pleura dan ascites

-Fluorouracil: mucositis, hand-foot syndrome, dan cerebellar ataxia.

-Doxorubicin: myocardial dysfunction, alopecia, nausea, vomiting. mucositis, dan neutropenia.

-Paclitaxel: myelosuppression, peripheral neuropathy (jarang bila digunakan <170 mg/m²),


hypersensitivity reaction (premedikasi dengan steroids, H1-H2 blockers), cardiac toxicity, alopecia,
mucositis, nausea, vomiting, dan typhlitis.
-Docetaxel: myelosuppression, mucositis, conjunctivitis, edema disebabkan capillary leak syndrome
(>80% pasien jika tidak premedikasi;<10% jika diberi premedikasi steroid), hypersensitivity reactions,
neurotoxicity (lebih jarang bibanding paclitaxel), nausea, vomiting, dan alopecia.

Komplikasi radiasi

-Nekrosis jaringan lunak payudara (mis. nekrosis lemak), edema payudara yang lama, fraktur iga (rata-
rata 1%-3%)

- Penurunan mobilitas bahu (rata-rata 1%-3%)

-Brachial plexopathy dengan parastesia dan nyeri lengan (rata-rata 1%-3%)

- Limfedema

- Sekunder malignansi: 1. angiosarkoma dengan puncak insiden pada 6 tahun pasca radiasi, cumulative
risk 30 tahun kurang dari 1%, 2. kanker paru ipsilateral mungkin terjadi dengan risiko meningkat pada
perokok.

- Coronary artery disease: risiko signifikan menurun dengan tehnik baru radioterapi.

- Pneumonitis simptomatis: hal ini relatif tidak sering, mengenai 3% 6% penderita kanker payudara yang
di radiasi. Tiga sampai dua belas bulan setelah selesai radiasi timbul batuk kering, dyspnea, dan demam.
Pada foto terlihat infiltrat interstitial, yang akan menjadi fibrosis.

Komplikasi mastektomi

Infeksi luka dan abses, nekrosis flap kulit, parastesia dinding dada, phantom breast syndrome, sindrom
nyeri post operasi, seroma dan limfedema.

Komplikasi diseksi aksila

-Limfedema: prevalensi limfedema sekitar 11%, dengan interval ekstrem 5%-30%. Extensive surgery,
radioterapi, dan usia tua merupakan faktor risiko untuk edema lengan.

-Pelemahan gerakan bahu: tergantung apakah penderita menerima radioterapi di aksila, insiden
bervariasi 12%-15% (radioterapi) dan 7%-8% (tanpa radioterapi). Simptom akan menurunkan gerakan
bahu, problem dapat diperbaiki dengan segera melakukan fisoterapi

-Kerusakan plexus brachialis, dengan nyeri kronis dan kekuatan menggenggam pada 15% penderita dan
menetap untuk beberapa tahun setelah operasi. penurunan
-Komplikasi lain: Trombosis vena aksilaris, seroma, dan nyeri dinding dada.

Komplikasi tamoxifen

-Endometrial cancer: komplikasi ini jarang, terjadi pada 2 dari 1000 wanita yang menerima tamixifen.
Umumnya dideteksi pada stadium dini, sehingga relative mudah untuk diterapi. National Cancer
Institute and the American Society of Obstetricians an J Gynecologists merekomendasikan untuk
dilakukan biopsi endometrium bila ada vaginal bleeding pada penderita yang menggunakan tamoxifen.

-Perimenopausal symptoms: Hot flashes dan mood changes mungkin terjadi dan terkadang sangat berat.
Selective serotonin uptake inhibitor dapat digunakan untuk terapi gejala ini.

-Katarak: Hal ini juga pernah dilaporkan pemakai tamoxifen, dianjurkan untuk pemeriksaan mata setiap
tahun.

Komplikasi trastuzumab

- Cardiac toxicity: Dari trial fase III didapatkan cardiac dysfunction 7% kasus. Prevalensi meningkat 11%
bila trastuzumab dikombinasikan dengan paclitaxel. Toksisitas jelas terlihat bila dikombinasikan dengan
anthracycline.

-Fever, chills, nausea, vomiting, dan nyeri dengan infuse pertama. Hal ini relative sering tapi berkurang
setelah infuse berikutnya.

Peranan operasi lokoregional pada stadium IV

Masih kontroversi namun beberapa (tercatat 4) penelitian retospektif mendapatkan bahwa disamping
terdapat kontrol lokoregional juga didapat keuntungan survival dan menganjurkan untuk dilakukan
operasi lokoregional terutama bila metastasisnya di tulang, paru, atau soft tissue. Hipotesis konsep
metastasis terbaru (parallel evolution/circulating tumor cells, ekspresi gen dari tumor primer, breast
cancer sterm cells model) juga mendukung tindakan operasi ini tentunya dengan kombinasi. dengan
sistemik terapi.

Follow up dan prognosis

Setelah terapi untuk kanker payudara komplet selesai, pasien harus di follow up untuk kemungkinan
rekurrensi atau metastasis. Walaupun umumnya rekurrensi terjadi dalam 5 taiun setelah terapi, namun
rekurrensi dapat juga terjadi setelah 20 tahun terapi. Penderita kontrol ke Dokter untuk mendiskusikan
adanya gejaia baru, pemeriksaan fisik dan mamografi setiap tahun. Follow up dilakukan setiap 4 bulan
untuk 1-2 tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun ke 3-5, dan setiap 12 bulan setelahnya. Setiap
bulan direkomendasikan untuk SADARI (pemeriksaan payudara sendiri).
Mamografi dilakukan 6 bulan setelah BCT selesai, kemudian setiap tahun. Untuk pasien yang dilakukan
mastektomi mamografi kontralateral dilakukan setiap tahun. Routine bone scan, skeletal survey, CT
abdomen dan otak pada pasien asimptomatik pasien stadium dini adalah tidak cost effective, oleh
karena occult metastase sangat jarang.

Faktor prognosis membantu untuk mempredisikan hasil klinis (outcome), sementara factor prediktif
membantu memprediksikan respon terapi. Status kelenjar getah bening aksila merupakan faktor
prognosis yang signifikan pada kanker payudara (isolated metastasis ke kelenjar getah bening mammari
interna sangat jarang, sekitar 5%).

Prognosis tergantung jumlah kelenjar getah bening aksila yang terlibat Disamping kelenjar getah bening
aksila faktor prognosis lain adalah ukura tumor, status hormone reseptor, grading histopatologi dan
yang baru adalah ekspresi HER 2/neu, EGF receptor family, S phase, DNA ploidy, angiogenesis,
peritumoral lymphatic invasion dan perineural invasion, cathepsin D. dan obesitas (tabel 2.11). Ekspresi
ER dan atau PR menandakan prognosis bagus, juga memprediksikan respon baik terhadap hormonal
terapi. Overekspresi HER 2/neu umumnya diferensiasi buruk, kelenjar getah bening aksila positif dan
perilaku kanker agresif merupakan marker respon terhadap trastuzumab dan kemoterapi (anthracycline
dan taxane), relatif resisten terhadap tamoxifen dan CMF. S-phase yang tinggi mengindikasikan
proliferasi yang cepat dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Diploid tumor umumnya
berhubungan prognosis baik.

Kepustakaan

1. Albar ZA, Tjindarbumi D, Ramli M, Lukito P, Suardi DR, Achmad D, dkk. Penyunting. Protokol PERABOI.
Bandung. 2003.

2. Bohmert Heinz, Gabka CJ. Plastic and Reconstructive Surgery of the Breast. Thiem. Stuttgart. 1997.

3. Casciato Dennis A. Penyunting. Manual of Clinical Oncology.Lippincot William & Wilkin. Philadelphia,
2004.

4. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Penyunting. Cancer Principlels & practice of Oncology. Edisi ke-8.
Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2008.

5. Devita VT. Penyunting. Physicians Canser Chemotherapy Drug Manual. Jones and Barlett Publisher.
Boston. 2004.

6. Dixon J Michael. Breast Cancer Update. 2005.

7. Dongola Nagwa, Breast Cancer, Mammography. eMedicine, mei 2005.

8. Feight BW, Berger DH, Fuhrman GM, penyunting. The M.D Anderson surgical oncology handbook.
Edisi ke-4. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2006.
9. Harris JR, Lippman ME, Morrow M. Osborn CK. Penyunting. Disease of the breast. Edisike-3.
Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2004.

10. Kurnia Achmad, Ramli Muchlis, Albar ZA, Panigoro SS, Suyatno. Kanker Kepala Leher dan
Rekonstruksi. Divisi Bedah Onkologi FKUI/RSCM. Jakarta. 2008.

11. Martin RF, Newman LA, penyunting Breast Cancer Surgical Clinics of North America. Saunders,
Philadelphia. April 2007.

12. Makhoul Issam, Makhoul Hanan, Talaver Francisco dkk. Breast Cancer Up Date. eMedicine. Mei
2005.

13. National Comprehensive Cancer Network. Breast Cancer. 2008. online at www.nccn.org.

14. Newsome RE, Chung Christina, Wright Mary Jo, Mc Kinnon dkk. Breast Cancer Up Date. eMedicine.
Juni 2003.

15. Saclarider TJ, Millikan KW, Godelas CV, penyunting. Surgical Oncology An Algorihmic Approach.
Springer-Verlag. New York. 2003.

16. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of breast cancer in women A national
clinical guideline, Desember 2005. Diunduh dari: www.sign.ac.uk.

17. Tindarbumi Didid. Prinsip Dasar Penggunaan Kemoterapi. PKB Konker PERABOI, Padang, April 2006
18. Wikipedia Free Encyclopedia. Breast Cancer Classification. Wikimedia Foundation inc. maret 2009.

Anda mungkin juga menyukai