A. Keadaan (Safety)
B. Dini
a. Kesan Umum
b. Respon
c. Sirkulasi
d. Airway
e. Breathing
C. Fisik – PLNB, Tanda Vital, Nadi Napas, Tensi, Suhu
D. Posisi Pemulihan
E. Riwayat Penderita – Wawancara kompak
F. Pemeriksaan Berkelanjutan
a. Keadaan respon
b. Jalan napas
c. Kualitas napas
d. Nada penderita
e. Keadaan kulit
f. Periksa kembali dengan seksam
g. Pertahankan komunikasi
G. Laporan dan Serah Terima
Kecelakaan adalah suatu kejadian diluar kemampuan manusia yang disebabkan oleh
kekuatan dari luar dan terjadi secara tiba-tiba serta dapat menimbulkan kerusakan baik
jasmani maupun rohani (WHO).
Kecelakaan yang menimpa seseorang pada hakikatnya bukan sekedar nasib buruk.
Kejadian kecelakaan, frekuensi, dan dampaknya mempunyai kaitan erat dengan korban,
penyebab, dan lingkungan atau dengan kata lain merupakan epidemiologi kecelakaan.
Dengan mengingat epidemiologi kecelakaan, maka tindakan pertolongan, pencegahan, dan
pengurangan terjadinya kecelakaan dapat dilaksanakan secara berhasil guna dan berdaya
guna.
A. PERTOLONGAN PERTAMA
Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan yang bersifat segera kepada
penderita sakit atau korban kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar untuk
mencegah cacat atau maut. Tindakan ini tidak dimaksudkan untuk memberi pertolongan
tersebut sampai selesai. Hal-hal yang belum terselesaikan di tempat kejadian harus
diserahkan kepada tenaga medis.
Tujuan tindakan pertolongan pertama, yaitu:
1. Mencegah kematian
2. Mencegah kecacatan lebih lanjut
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Mengurangi rasa sakit
5. Memberi rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan
B. GAWAT DARURAT
Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah suatu
keadaan yang membutuhkan pertolongan segera. Dengan demikian, gawat darurat keadaan
yang membutuhkan pertolongan dan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
Keberhasilan Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD) tergantung pada
kecepatan korban ditemukan, pertolongan di lokasi kejadian dan sistem rujukan, untuk
memperoleh pertolongan lebih lanjut. Dalam perkembangannya tindakan pertolongan
pertama diharapkan menjadi bagian dari suatu sistem yang dikenal dengan istilah, Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yaitu sistem pelayanan kedaruratan
bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya di bidang kesehatan.
Mengacu pada dalil bahwa pertolongan harus cermat, tepat dan cepat maka pertolongan
harus dilakukan secara bersama dan terpadu melalui berbagai komponen pertolongan dalam
SPGDT. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu:
1. Akses dan Komunikasi
Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta bantuan, baik yang umum
maupun yang khusus.
2. Pelayanan Pra Rumah Sakit
Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan. Klasifikasi Penolong:
a. Tenaga Awam
Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan pertolongan pertama
b. Tenaga semiprofessional
Orang terlatih yang telah memiliki sertifikat pertolongan pertama. Kualifikasi ini yang
dicapai oleh KSR PMI
c. Tenaga professional/medis
Tenaga yang dilatih secara khusus untuk menanggulangi kedaruratan di lapangan,
misalnya dokter, paramedis, bidan, perawat.
3. Transportasi/Evakuasi
Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi/dievakuasi.
Hal yang paling penting bagi pelaku pertolongan pertama adalah motivasi, sikap dan
perilaku serta prinsip yang harus dipegang sebelum, selama dan setelah melaksanakan
pertolongan pertama. Motivasi hendaknya didorong oleh keinginan yang luhur untuk
membantu sesama manusia yang menderita atau terkena musibah. Hendaknya pertolongan
diberikan berdasarkan peri-kemanusiaan yang asasi, yaitu tanpa pamrih, penuh rasa kasih
sayang, serta tanpa menyinggung martabat dan harkat korban.
Sikap dan perilaku pelaku pertolongan pertama yang perlu diperhatikan, yaitu:
Tetap tenang dan memperhatikan suasana sekitarnya.
Kumpulkan keterangan yang perlu dengan cepat, jelas dan lengkap.
Pimpin dan rencanakan penanganan yang sederhana tetapi tepat guna.
Siap melakukan pertolongan sesuai prioritas dan jenis cedera.
Siap membawa korban sesuai rencana ke tempat pertolongan lanjutan.
3. Kekeluargaan
Landasan kekeluargaan mendorong pelaku pertolongan pertama untuk menciptakan
hubungan yang akrab, jujur, sabar, sopan santun, baik dalam perkataan maupun
tindakan, luwes bergaul dengan korban ataupun keluarganya, tidak semena-mena
terhadap korban, serta mempunyai empati terhadap keadaan yang sedang diderita
korban.
Setelah keadaan sekitar telah diatasi barulah kita mendekati dan menolong korban.
Adakalanya kedua ini berjalan bersamaan.
Sumber Informasi
Informasi tambahan mengenai kasus yang kita hadapi dapat diperoleh dari :
- Kejadian itu sendiri
- Penderita (bila sadar)
- Keluarga atau saksi
- Mekanisme kejadian
- Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas
- Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit.
b. Penilaian Dini
Penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat mengancam nyawa
penderita dengan cara yang tepat, cepat, dan sederhana.
Prinsip penilaian dini pada kasus henti jantung adalah mengecek Circulation –
Airway – Breathing setelah mengecek respon korban. Namun pada kasus selain henti
jantung lainnya atau kasus trauma, adalah mengecek Airway – Breathing –
Circulation setelah mengecek respon korban.
S = Suara(verbal)+Sentuh+Smooth
Penderita hanya menjawab atau bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
Penderita ini dikatakan respon terhadap (rangsang) suara. Seorang penderita yang
tidak dapat menjawab mengenai lingkungannya tergolong dalam kelompok ini.
Mungkin mereka sedang menghadapi kasus medis. Penderita tidak perlu mampu
menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana. Kemudian untuk
mengantisipasi apabila terdapat korban yang mengalami gangguan pendengaran
(cacat), maka digunakan juga respon sentuh.
N = Nyeri (pain)
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong semisal cubitan kuat atau penekanan di tengah tulang dada (bila tidak ada
cedera dada). Pemberian rangsang nyeri hanya dilakukan bila korban tidak dapat
berespon pada rangsangan suara. Bila penderita respon terhadap suara, rangsang
nyeri tidak perlu diberikan. Reaksi yang terlihat, mungkin hanya membuka mata,
erangan, melipat atau menjauhkan alat gerak, dan gerakan ringan lainnya.
Laporannya adalah penderita respon terhadap nyeri.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis mulai dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Jangan banyak membuang waktu untuk melakukan
pemeriksaan secara rinci. Lakukan secara cepat tetapi pastikan tidak ada yang terlewat.
Tiga metode pemeriksaan fisik:
i. Penglihatan (inspeksi)
Bagian yang akan diperiksa sedapat mungkin terpapar dengan jelas. Bila
dianggap perlu buka atau potonglah pakaian penderita. Lihat ada tidaknya tanda khas
suatu penyakit atau cedera. Pemeriksaan ini dilakukan secara menyeluruh lebih dulu
baru secara khusus.
Amati dan raba (menggunakan kedua tangan dan dengan tekanan), bandingkan
(simetry), cium bau yang tidak biasa dan dengarkan (suara napas atau derit anggota
tubuh), dalam urutan berikut:
a. Kepala
- Kulit Kepala dan Tengkorak
- Telinga dan Hidung
- Pupil Mata
- Mulut
- Wajah dan tulang-tulangnya
b. Leher
- Lakukan dari bagian belakang ke depan
- Periksa trakea
c. Dada
- Periksa perubahan bentuk, luka terbuka, atau perubahan kekerasan
- Rasakan perubahan bentuk tulang rusuk sampai ke tulang belakang
- Lakukan perabaan pada tulang dada
d. Perut
- Periksa rigiditas (kekerasan)
- Periksa potensial luka dan infeksi
- Mungkin terjadi cedera tidak terlihat, lakukan perabaan
- Periksa adanya pembengkakan
e. Punggung
- Periksa perubahan bentuk pada tulang rusuk
- Periksa perubahan bentuk sepanjang tulang belakang
f. Panggul
g. Alat gerak atas
h. Alat gerak bawah
Bayi
Untuk bayi tak sadar tapi masih bernafas di atas, buka saluran nafas, kemudian ikuti
langkah di atas untuk memposisikan dia dalam posisi pemulihan. Untuk bayi tak sadar
tapi masih bernafas di bawah 1 tahun, buka saluran nafas dan gendong dia dengan
kepala ke bawah. Posisi ini akan membuat saluran nafas tetap terbuka dan membuat
cairan mengalir keluar dari mulut.
e.Riwayat Penderita
Selain melakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan wawancara untuk
mendapatkan data tambahan. Wawancara sangat penting jika menemukan korban
dengan penyakit.
Mengingat wawancara yang dilakukan dapat berkembang sangat luas, untuk
membantu digunakan akronim : KOMPAK
K= Keluhan Utama (gejala dan tanda)
sesuatu yang sangat dikeluhkan penderita
O= Obat-obatan yang diminum.
Pengobatan yang sedang dijalani penderita atau obat yang baru saja diminum atau obat
yang seharusnya diminum namun ternyata belum diminum.
M= Makanan/minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada penderita.
Selain itu data ini juga penting untuk diketahui bila ternyata penderita harus menjalani
pembedahan kemudian di rumah sakit.
P=Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan
dengan keadaan yang dialami penderita pada saat ini, misalnya keluhan sesak napas
dengan riwayat gangguan jantung 3 tahun yang lalu.
A=Alergi yang dialami.
Perlu dicari apakah penyebab kelainan pada pasien ini mungkin merupakan suatu
bentuk alergi, biasanya penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya.
K=Kejadian.
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan
tanda penyakit yang diderita saat ini.
Wawancara ini dapat dilakukan sambil memeriksa korban, tidak perlu menunggu
sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
2. Pemeriksaan Berkelanjutan
Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan tindakan, selanjutnya lakukan pemeriksaan
berkala, sesuai dengan berat ringannya kasus yang kita hadapi.
Pada kasus yang dianggap berat, pemeriksaan berkala dilakukan setiap 5 menit,
sedangkan pada kasus yang ringan dapat dilakukan setiap 15 menit sekali.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pemeriksaan berkala adalah :
a. Keadaan respon
b. Nilai kembali jalan napas dan perbaiki bila perlu
c. Nilai kembali pernapasan, frekuensi dan kualitasnya
d. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang
tersedia.
e. Nilai kembali keadaan kulit : suhu, kelembaban, dan kondisinya. Periksa kembali dari
ujung kepala sampai ujung kepala sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang
terlewat atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
f. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau
sengaja dilewati karena melakukan pemeriksaan terarah.
g. Nilai kembali penatalaksanaan penderita, apakah sudah baik atau masih perlu ada
tindakan lainnya. Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup
kuat, apakah perdarahan sudah dapat diatasi, ada bagian yang belum terawat.
h. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman dan nyaman
i. Jika korban sudah siap dievakuasi, segera evakuasi korban ke fasilitas kesehatan yang
lebih memadai tanpa harus menunggu bantuan datang. TIME IS EVERYTHING
3. Baju pelindung
Mengamankan tubuh penolong dari merembesnya cairan
tubuh melalui pakaian.
4. Masker
Mencegah penularan penyakit melalui udara.
6. Helm Pengaman
Mencegah benturan di kepala ketika melakukan pertolongan.
Sumber:
Anggriska, G.,dkk., 2014. Buku Panduan Diklatsar 2014. TBMM Panacea FK UGM.
Yogyakarta
Tim Penyusun. 2014. Diktat Diklat Dasar Pertolongan Pertama XXIX, Unit Kesehatan
Mahasiswa UGM. Yogyakarta
Tim Penyusun. 2008. Pelatihan Dasar KSR: Kumpulan Materi, Palang Merah Indonesia.
Jakarta
Pusbankes 118. 2017. Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Yogyakarta