Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENGANTAR PERTOLONGAN PERTAMA

A. Keadaan (Safety)
B. Dini
a. Kesan Umum
b. Respon
c. Sirkulasi
d. Airway
e. Breathing
C. Fisik – PLNB, Tanda Vital, Nadi Napas, Tensi, Suhu
D. Posisi Pemulihan
E. Riwayat Penderita – Wawancara kompak
F. Pemeriksaan Berkelanjutan
a. Keadaan respon
b. Jalan napas
c. Kualitas napas
d. Nada penderita
e. Keadaan kulit
f. Periksa kembali dengan seksam
g. Pertahankan komunikasi
G. Laporan dan Serah Terima

Kecelakaan adalah suatu kejadian diluar kemampuan manusia yang disebabkan oleh
kekuatan dari luar dan terjadi secara tiba-tiba serta dapat menimbulkan kerusakan baik
jasmani maupun rohani (WHO).

Kecelakaan yang menimpa seseorang pada hakikatnya bukan sekedar nasib buruk.
Kejadian kecelakaan, frekuensi, dan dampaknya mempunyai kaitan erat dengan korban,
penyebab, dan lingkungan atau dengan kata lain merupakan epidemiologi kecelakaan.
Dengan mengingat epidemiologi kecelakaan, maka tindakan pertolongan, pencegahan, dan
pengurangan terjadinya kecelakaan dapat dilaksanakan secara berhasil guna dan berdaya
guna.

Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan bermanfaat terutama untuk mencegah


kecacatan bahkan kematian pada korban. Sehingga mempelajari penyebab dan penatalaksaan
kecelakaan sangat dibutuhkan bagi setiap orang.

A. PERTOLONGAN PERTAMA
Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan yang bersifat segera kepada
penderita sakit atau korban kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar untuk
mencegah cacat atau maut. Tindakan ini tidak dimaksudkan untuk memberi pertolongan
tersebut sampai selesai. Hal-hal yang belum terselesaikan di tempat kejadian harus
diserahkan kepada tenaga medis.
Tujuan tindakan pertolongan pertama, yaitu:
1. Mencegah kematian
2. Mencegah kecacatan lebih lanjut
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Mengurangi rasa sakit
5. Memberi rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan

B. GAWAT DARURAT
Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah suatu
keadaan yang membutuhkan pertolongan segera. Dengan demikian, gawat darurat keadaan
yang membutuhkan pertolongan dan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
Keberhasilan Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD) tergantung pada
kecepatan korban ditemukan, pertolongan di lokasi kejadian dan sistem rujukan, untuk
memperoleh pertolongan lebih lanjut. Dalam perkembangannya tindakan pertolongan
pertama diharapkan menjadi bagian dari suatu sistem yang dikenal dengan istilah, Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yaitu sistem pelayanan kedaruratan
bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya di bidang kesehatan.
Mengacu pada dalil bahwa pertolongan harus cermat, tepat dan cepat maka pertolongan
harus dilakukan secara bersama dan terpadu melalui berbagai komponen pertolongan dalam
SPGDT. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu:
1. Akses dan Komunikasi
Masyarakat harus mengetahui kemana mereka harus meminta bantuan, baik yang umum
maupun yang khusus.
2. Pelayanan Pra Rumah Sakit
Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan. Klasifikasi Penolong:
a. Tenaga Awam
Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan pertolongan pertama
b. Tenaga semiprofessional
Orang terlatih yang telah memiliki sertifikat pertolongan pertama. Kualifikasi ini yang
dicapai oleh KSR PMI
c. Tenaga professional/medis
Tenaga yang dilatih secara khusus untuk menanggulangi kedaruratan di lapangan,
misalnya dokter, paramedis, bidan, perawat.

3. Transportasi/Evakuasi
Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi/dievakuasi.

Hal yang paling penting bagi pelaku pertolongan pertama adalah motivasi, sikap dan
perilaku serta prinsip yang harus dipegang sebelum, selama dan setelah melaksanakan
pertolongan pertama. Motivasi hendaknya didorong oleh keinginan yang luhur untuk
membantu sesama manusia yang menderita atau terkena musibah. Hendaknya pertolongan
diberikan berdasarkan peri-kemanusiaan yang asasi, yaitu tanpa pamrih, penuh rasa kasih
sayang, serta tanpa menyinggung martabat dan harkat korban.
Sikap dan perilaku pelaku pertolongan pertama yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Tetap tenang dan memperhatikan suasana sekitarnya.
 Kumpulkan keterangan yang perlu dengan cepat, jelas dan lengkap.
 Pimpin dan rencanakan penanganan yang sederhana tetapi tepat guna.
 Siap melakukan pertolongan sesuai prioritas dan jenis cedera.
 Siap membawa korban sesuai rencana ke tempat pertolongan lanjutan.

C. KEWAJIBAN PELAKU PERTOLONGAN PERTAMA


 Menjaga keselamatan diri, anggota tim, korban dan orang sekitarnya.
 Dapat menjangkau korban.
 Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
 Meminta bantuan/rujukan.
 Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan korban.
 Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
 Ikut menjaga kerahasiaan medis korban.
 Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
 Mempersiapkan korban untuk ditransportasi.

D. ETIKA PERTOLONGAN PERTAMA


Etika merupakan aturan-aturan yang memberikan pedoman bagi tindak laku suatu
kelompok. Dalam melaksanakan tugas pertolongan, pelaku pertolongan pertama sebagai
bagian dari petugas di bidang kesehatan harus berorientasi pada etika pelayanan medis yang
merupakan pedoman dalam memberikan pertolongan kepada korban secara sopan serta
bertanggungjawab sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
1. Ketuhanan
Dengan landasan Ketuhanan, pelaku pertolongan pertama akan berhati-hati dalam
bertindak, berusaha melaksanakan kewajibannya karena sadar ada yang mengawasi
segala perbuatannya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.

2. Kemanusiaan dan Kenetralan


Sikap ini akan menimbulkan perasaan kasih sayang sehingga dalam memberikan
bantuan pertolongan pertama, pelaku pertolongan pertama selalu tampak berseri dan
berhati-hati dalam merawat/ menolong korban.

3. Kekeluargaan
Landasan kekeluargaan mendorong pelaku pertolongan pertama untuk menciptakan
hubungan yang akrab, jujur, sabar, sopan santun, baik dalam perkataan maupun
tindakan, luwes bergaul dengan korban ataupun keluarganya, tidak semena-mena
terhadap korban, serta mempunyai empati terhadap keadaan yang sedang diderita
korban.

4. Kesukarelaan dan Bersifat Sosial


Landasan kesukarelaan dan bersifat sosial akan mendorong pelaku pertolongan pertama
menyadari bahwa bantuan yang diberikannya merupakan bantuan tanpa pamrih pribadi.

E. PRINSIP DASAR PERTOLONGAN PERTAMA


Adapun prinsip-prinsip dasar dalam pertolongan pertama tersebut diantaranya:
1. Pastikan Anda tidak menjadi korban
berikutnya
Seringkali kita lengah atau kurang berpikir panjang bila kita menjumpai suatu
kecelakaan. Sebelum kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah
aman atau masih dalam bahaya. Ketika kondisi sekitar kejadian sudah aman, penolong
dapat segera memberikan pertolongan dengan cara yang tepat.

2. Pakailah metode atau cara


pertolongan yang cepat, mudah dan efisien
Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumber daya yang ada baik alat,
manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam tim, buatlah
perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.

3. Biasakan membuat catatan


Catatlah tentang usaha-usaha pertolongan yang telah Anda lakukan, identitas korban,
tempat dan waktu kejadian, dsb. Catatan ini berguna bila penderita mendapat rujukan
atau pertolongan tambahan oleh pihak lain.

F. PROSEDUR PERTOLONGAN PERTAMA


Beberapa hal yang menjadi prosedur pertolongan pertama antara lain adalah:
1. Penilaian Korban
Penilaian korban merupakan pemeriksaan cepat akurat untuk memperoleh informasi
agar penolong mengetahui kondisi korban. Keputusan untuk memindahkan korban ke
pelayanan kesehatan tidak dapat diambil dengan mudah karena memerlukan waktu dan
tenaga yang kan memengaruhi kondisi korban dan penolong.

Langkah-langkah penilaian pada penderita:


a. Penilaian Keadaan
b. Penilaian Dini
c. Pemeriksaan Fisik
d. Posisi pemulihan
e. Riwayat Penderita
a. Penilaian Keadaan (safety)
Penilaian keadaan dilakukan untuk memastikan situasi yang dihadapi dalam suatu
upaya pertolongan. Ingatlah selalu bahwa seorang atau lebih sudah menjadi korban,
jangan ditambah lagi dengan penolong yang menjadi korban. Keselamatan penolong
adalah nomor satu. Dalam tahap ini penolong menilai keadaan untuk mencari penyebab
kondisi korban dan masalah terkait tempat kejadian, yang meliputi:
1. Apakah tempat kejadian aman?
2. Apa sajakah precautions/tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk
melindungi penolong?
3. Bagaimana mekanisme cedera atau sakit korban?
4. Berapa banyak korban di lokasi?
5. Apakah dibutuhkan tambahan sumber daya untuk menangani korban?

Setelah keadaan sekitar telah diatasi barulah kita mendekati dan menolong korban.
Adakalanya kedua ini berjalan bersamaan.

Tindakan saat tiba di lokasi


Bila anda sudah memastikan bahwa keadaan aman maka tindakan selanjutnya adalah :
1. Memastikan keselamatan penolong, penderita, dan orang-orang di sekitar lokasi kejadian.
2. Penolong harus memperkenalkan diri (nama dan organisasi, kemampuan dan izin untuk
menolong).
3. Menentukan keadaan umum kejadian (mekanisme cedera) dan mulai melakukan penilaian
dini dari penderita.
4. Mengenali dan mengatasi gangguan / cedera yang mengancam nyawa.
5. Menstabilkan keadaan penderita dan meneruskan pemantauan.
6. Meminta bantuan pelayanan medis.

Sumber Informasi
Informasi tambahan mengenai kasus yang kita hadapi dapat diperoleh dari :
- Kejadian itu sendiri
- Penderita (bila sadar)
- Keluarga atau saksi
- Mekanisme kejadian
- Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas
- Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit.

b. Penilaian Dini
Penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat mengancam nyawa
penderita dengan cara yang tepat, cepat, dan sederhana.
Prinsip penilaian dini pada kasus henti jantung adalah mengecek Circulation –
Airway – Breathing setelah mengecek respon korban. Namun pada kasus selain henti
jantung lainnya atau kasus trauma, adalah mengecek Airway – Breathing –
Circulation setelah mengecek respon korban.

Langkah-langkah penilaian dini:


i. Kesan Umum
Seiring mendekati penderita, penolong harus menentukan apakah situasi
penderita tergolong kasus trauma atau kasus medis, sehingga dapat diperoleh
gambaran ringkas dan cepat tentang berat atau ringannya kasus yang sedang
dihadapi.
Kasus trauma adalah kasus yang biasanya disebabkan oleh suatu ruda-paksa.
Mempunyai tanda-tanda yang jelas terlihat dan atau teraba, misalnya luka terbuka,
luka memar, patah tulang dan lain sebagainya dapat disertai juga dengan gangguan
kesadaran dan sebagainya.
Kasus medis adalah kasus yang diderita seseorang tanpa riwayat ruda-paksa.
Tidak mempunyai tanda-tanda yang terlihat atau teraba. Contohnya sesak nafas,
pingsan dan lain sebagainya.

ii. Pemeriksaan respon (response)


Terdapat 4 tingkat respon penderita:
A = Awas (alert)
Penderita sadar dan mengenali keberadaannya dan lingkungannya. Biasanya
dinyatakan pasien tanggap terhadap orang, waktu dan tempat.

S = Suara(verbal)+Sentuh+Smooth
Penderita hanya menjawab atau bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
Penderita ini dikatakan respon terhadap (rangsang) suara. Seorang penderita yang
tidak dapat menjawab mengenai lingkungannya tergolong dalam kelompok ini.
Mungkin mereka sedang menghadapi kasus medis. Penderita tidak perlu mampu
menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana. Kemudian untuk
mengantisipasi apabila terdapat korban yang mengalami gangguan pendengaran
(cacat), maka digunakan juga respon sentuh.

N = Nyeri (pain)
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong semisal cubitan kuat atau penekanan di tengah tulang dada (bila tidak ada
cedera dada). Pemberian rangsang nyeri hanya dilakukan bila korban tidak dapat
berespon pada rangsangan suara. Bila penderita respon terhadap suara, rangsang
nyeri tidak perlu diberikan. Reaksi yang terlihat, mungkin hanya membuka mata,
erangan, melipat atau menjauhkan alat gerak, dan gerakan ringan lainnya.
Laporannya adalah penderita respon terhadap nyeri.

T= Tidak ada Respon (unresponsive)


Penderita tidak beraksi terhadap rangsang apapun yang diberikan penolong.
Seorang penderita yang tidak sadar pasti membutuhkan penanganan segera, baik
berupa pertolongan jalan napas dan penata laksanaan lainnya. Penderita dilaporkan
sebagai tidak ada respon.

iii. Hubungi bantuan (shout for help)


Mintalah bantuan kepada orang lain atau tenaga terlatih lain atau menelepon
pelayanan medis terdekat. Pesan yang disampaikan harus singkat, jelas dan
lengkap. Selama menunggu bantuan, lakukanlah pemeriksaan pada korban.

iv. Mengecek sirkulasi (Circulation) dan menghentikan perdarahan berat


Yaitu menentukan ada tidaknya kerja jantung dan sirkulasi darah dengan
mengecek arteri karotis (terdapat di bagian leher). Jika tidak ada denyut, segera
memanggil bantuan tenaga medis terdekat dan lakukan RJP (resusitasi jantung dan
paru-paru) sebagai pertolongan awal. Pastikan bahwa tidak ada perdarahan yang
dapat mengancam nyawa yang tidak terlihat. Pakaian tebal dapat mengumpulkan
darah dalam jumlah yang cukup banyak.

v. Memastikan jalan napas terbuka dengan baik (Airway)


Jika ada denyut tetapi tidak ada nafas, maka pastikan tidak ada gangguan jalan
napas. Jalan napas merupakan jalan masuknya oksigen ke dalam tubuh manusia.

- Pasien dengan respon


Cara sederhana untuk menilai adalah dengan memperhatikan pasien saat berbicara.
Adanya gangguan jalan napas biasanya dapat terlihat dari suara yang dihasilkan.

- Pasien yang tidak respon


Pada penderita yang tidak respon, penolonglah yang harus mengambil inisiatif
untuk membuka jalan napas. Cara membuka jalan napas yang dianjurkan adalah
angkat dagu tekan dahi. Namun sebelum melakukan teknik angkat dagu tekan
dahi, pastikan bahwa korban tidak mengalami cedera pada bagian leher. Pastikan
juga mulut korban bersih, tidak ada sisa makanan atau benda lain yang mungkin
menyumbat saluran napas. Sebelum mengangkat dagu pastikan pula tidak ada
cedera tulang leher.

Gambar 1.1. Teknik angkat dagu tekandahi

vi. Menilai pernapasan (Breathing)


Ketika jalan napas telah bersih, tentukan apakah korban bernapas normal dan
adekuat, atau tidak bernapas. Lakukan penilaian selama 3 – 5 detik.

Pernapasan yang cukup baik:


- Dada naik dan turun secara penuh dan simetris kanan-kiri
- Bernapas mudah dan lancar
- Frekuensi pernapasan normal (12-20 x/menit)

Pernapasan yang kurang baik:


- Pengembangan dada tidak simetris kanan-kiri, terdapat penggunaan otot bantu
napas (adanya tarikan pada dinding dada)
- Terdapat kesulitan bernapas
- Terdapat suara napas tambahan. Dapat berupa suara mengi, cegukan, mendengkur,
terengah-engah, atau suara berkumur saat bernapas.
- Sianosis (warna biru/abu – abu pada kulit, bibir, atau kuku)
- Frekuensi pernapasan kurang atau melebihi nilai normal

Penilaian dini harus diselesaikan dan semua


keadaan yang mengancam nyawa sudah harus
ditanggulangi sebelum melanjutkan pemeriksaan
fisik.

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis mulai dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Jangan banyak membuang waktu untuk melakukan
pemeriksaan secara rinci. Lakukan secara cepat tetapi pastikan tidak ada yang terlewat.
Tiga metode pemeriksaan fisik:

i. Penglihatan (inspeksi)
Bagian yang akan diperiksa sedapat mungkin terpapar dengan jelas. Bila
dianggap perlu buka atau potonglah pakaian penderita. Lihat ada tidaknya tanda khas
suatu penyakit atau cedera. Pemeriksaan ini dilakukan secara menyeluruh lebih dulu
baru secara khusus.

ii. Peraba (Palpasi)


Perabaan dilakukan dengan kedua tangan secara berurutan dan sistematis dari
ujung kepala sampai ujung kaki namun dapat berubah sesuai dengan kondisi
penderita, karena dapat menyebabkan nyeri pada penderita. Cari apakah terdapat
cedera yang tidak terlihat atau ada patah tulang.
iii. Pendengaran (Auskultasi)
Penolong mendengarkan tanda penyakit atau gangguan. Indera pendengaran ini
paling umum digunakan untuk mendengarkan suara napas saat melakukan penilaian
pernapasan.

Beberapa hal yang dapat dicari pada saat memeriksa korban :


- Perubahan bentuk - (Deformities) bandingkan sisi sakit dengan yang sehat
- Luka Terbuka- (Open Injuries) biasanya terlihat adanya darah
- Nyeri - (Tenderness) daerah yang cedera lunak bila ditekan
- Bengkak - (Swelling) daerah yang cedera mengalami pembengkakan

Amati dan raba (menggunakan kedua tangan dan dengan tekanan), bandingkan
(simetry), cium bau yang tidak biasa dan dengarkan (suara napas atau derit anggota
tubuh), dalam urutan berikut:
a. Kepala
- Kulit Kepala dan Tengkorak
- Telinga dan Hidung
- Pupil Mata
- Mulut
- Wajah dan tulang-tulangnya
b. Leher
- Lakukan dari bagian belakang ke depan
- Periksa trakea
c. Dada
- Periksa perubahan bentuk, luka terbuka, atau perubahan kekerasan
- Rasakan perubahan bentuk tulang rusuk sampai ke tulang belakang
- Lakukan perabaan pada tulang dada

d. Perut
- Periksa rigiditas (kekerasan)
- Periksa potensial luka dan infeksi
- Mungkin terjadi cedera tidak terlihat, lakukan perabaan
- Periksa adanya pembengkakan
e. Punggung
- Periksa perubahan bentuk pada tulang rusuk
- Periksa perubahan bentuk sepanjang tulang belakang
f. Panggul
g. Alat gerak atas
h. Alat gerak bawah

Pemeriksaan tanda vital


a. Frekuensi nadi, termasuk kualitas denyutnya, kuat atau lemah, teratur atau tidak.
b. Frekuensi napas, juga apakah proses bernapas terjadi secara mudah, atau ada usaha
bernapas, adakah tanda-tanda sesak napas serta adakah suara napas tambahan pada
pernapasan.
c. Tekanan darah, jika memungkinkan.
d. Suhu tubuh, diperiksa suhu relatif pada dahi penderita. Periksa juga kondisi kulit:
kering, berkeringat, kemerahan, perubahan warna dan lainnya.
Denyut Nadi Normal:
Bayi :120 - 150 x/menit
Anak : 80 - 150 x/menit
Dewasa : 60 - 90 x/menit
Frekuensi Pernapasan Normal:
Bayi : 25 - 50 x/ menit
Anak : 15 - 30 x/ menit
Dewasa : 12 - 20 x/ menit

d.Posisi Pemulihan(recovery position)


Pada korban yang telah dilakukan pertolongan pertama dan hilang kesadaran tapi
masih bernafas, posisikan dia dalam posisi pemilihan. Posisi ini menjaga agar tubuh
tetap stabil, dengan kepala dan tulang belakang segaris, dan mencegahnya tersedak
oleh lidah atau muntahan. Ini juga akan membat saluran nafas tetap terbuka dan bersih.
Teknik ini sama untuk anak di atas 1 tahun juga orang dewasa. Jika korban ditemukan
terbaring miring, Kamu bisa mengadopsi teknik ini. Teknik ini juga berguna untuk
korban yang telah mengalami kejang.

Dewasa dan anak diatas 1 tahun


1. Berlutut di samping korban. Buka kaca mata atau objek yang besar seperti ponsel
atau kunci dari kantongnya.
2. Jika korban berbaring di atas punggungnya, taruh lengan terdekat dengan Anda
bersudut 90 derajat dengan badannya, dengan siku tertekuk dan telapak tangan
menghadap ke atas. Bawa lengan terjauh melintas dada dan tempelkan ke pipinya.
Pegang paha terjauh dari Kamu dan tarik hingga korban berguling ke arah penolong
dan berbaring di sisi tubuhnya.

Gambar 1.2. Posisi pemulihan pada orang dewasa


3. Saat korban berbaring di sisi tubuh, atur kaki atas hingga pinggul dan lutut menekuk
90 derajat. Tengadahkan sedikit kepala agar saluran nafas terbuka, dan atur tangan
di bawah pipi sampai mendukung posisi ini.

Gambar 1.3. Posisi pemulihan pada orang dewasa

Bayi
Untuk bayi tak sadar tapi masih bernafas di atas, buka saluran nafas, kemudian ikuti
langkah di atas untuk memposisikan dia dalam posisi pemulihan. Untuk bayi tak sadar
tapi masih bernafas di bawah 1 tahun, buka saluran nafas dan gendong dia dengan
kepala ke bawah. Posisi ini akan membuat saluran nafas tetap terbuka dan membuat
cairan mengalir keluar dari mulut.

Gambar 1.4. Posisi pemulihan pada bayi

e.Riwayat Penderita
Selain melakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan wawancara untuk
mendapatkan data tambahan. Wawancara sangat penting jika menemukan korban
dengan penyakit.
Mengingat wawancara yang dilakukan dapat berkembang sangat luas, untuk
membantu digunakan akronim : KOMPAK
K= Keluhan Utama (gejala dan tanda)
sesuatu yang sangat dikeluhkan penderita
O= Obat-obatan yang diminum.
Pengobatan yang sedang dijalani penderita atau obat yang baru saja diminum atau obat
yang seharusnya diminum namun ternyata belum diminum.
M= Makanan/minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada penderita.
Selain itu data ini juga penting untuk diketahui bila ternyata penderita harus menjalani
pembedahan kemudian di rumah sakit.
P=Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan
dengan keadaan yang dialami penderita pada saat ini, misalnya keluhan sesak napas
dengan riwayat gangguan jantung 3 tahun yang lalu.
A=Alergi yang dialami.
Perlu dicari apakah penyebab kelainan pada pasien ini mungkin merupakan suatu
bentuk alergi, biasanya penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya.
K=Kejadian.
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan
tanda penyakit yang diderita saat ini.
Wawancara ini dapat dilakukan sambil memeriksa korban, tidak perlu menunggu
sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
2. Pemeriksaan Berkelanjutan
Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan tindakan, selanjutnya lakukan pemeriksaan
berkala, sesuai dengan berat ringannya kasus yang kita hadapi.
Pada kasus yang dianggap berat, pemeriksaan berkala dilakukan setiap 5 menit,
sedangkan pada kasus yang ringan dapat dilakukan setiap 15 menit sekali.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pemeriksaan berkala adalah :
a. Keadaan respon
b. Nilai kembali jalan napas dan perbaiki bila perlu
c. Nilai kembali pernapasan, frekuensi dan kualitasnya
d. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang
tersedia.
e. Nilai kembali keadaan kulit : suhu, kelembaban, dan kondisinya. Periksa kembali dari
ujung kepala sampai ujung kepala sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang
terlewat atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
f. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau
sengaja dilewati karena melakukan pemeriksaan terarah.
g. Nilai kembali penatalaksanaan penderita, apakah sudah baik atau masih perlu ada
tindakan lainnya. Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup
kuat, apakah perdarahan sudah dapat diatasi, ada bagian yang belum terawat.
h. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman dan nyaman
i. Jika korban sudah siap dievakuasi, segera evakuasi korban ke fasilitas kesehatan yang
lebih memadai tanpa harus menunggu bantuan datang. TIME IS EVERYTHING

3. Pelaporan dan Serah Terima


Hal-hal yang sebaiknya dilaporkan adalah:
- Umur dan jenis kelamin penderita
- Keluhan Utama
- Tingkat respon
- Keadaan jalan napas
- Pernapasan
- Sirkulasi
- Pemeriksaan Fisik yang penting
- KOMPAK yang penting
- Penatalaksanaan
- Perkembangan lainnya yang dianggap penting
Bila ada formulirnya, form laporan diserahkan kepada petugas yang mengambil alih
korban. Serah terima dapat dilakukan di lokasi, yaitu saat tim bantuan datang kelokasi,
atau penolongyang mendatangi fasilitas kesehatan.
Contoh form laporan(Emergency Report)

G. APD (ALAT PELINDUNG DIRI)


Keamanan penolong merupakan hal yang sangat penting, sebaiknya dilengkapi dengan
peralatan yang dikenal sebagai Alat Pelindung Diri (APD) yang penggunaannya
disesuaikan dengan kondisi atau medan kerja.

1. Sarung tangan lateks


Pada dasarnya semua cairan tubuh dianggap dapat menularkan
penyakit, sehingga penggunaan sarung tangan penting untuk
mencegah penularan penyakit melalui kontak dengan cairan tubuh
korban.

2. Kaca mata pelindung


Mata juga termasuk pintu gerbang masuknya penyakit ke
dalam tubuh manusia.

3. Baju pelindung
Mengamankan tubuh penolong dari merembesnya cairan
tubuh melalui pakaian.

4. Masker
Mencegah penularan penyakit melalui udara.

5. Masker Resusitasi Jantung Paru


Masker yang dipergunakan untuk memberikan bantuan nafas.

6. Helm Pengaman
Mencegah benturan di kepala ketika melakukan pertolongan.

Untuk mencegah penularan penyakit melalui cairan tubuh:


1. Mencuci Tangan
2. Membersihkan peralatan
a. Mencuci
Membersihkan peralatan dengan sabun dan air.
b. Desinfeksi
Menggunakan bahan kimia seperti alkohol pada benda mati dengan tujuan untuk
membunuh mikroorganisme patogen.
c. Sterilisasi
Proses menggunakan bahan kimia atau pemanasan untuk membunuh semua
mikroorganisme.
3. Menggunakan APD

Sumber:
Anggriska, G.,dkk., 2014. Buku Panduan Diklatsar 2014. TBMM Panacea FK UGM.
Yogyakarta
Tim Penyusun. 2014. Diktat Diklat Dasar Pertolongan Pertama XXIX, Unit Kesehatan
Mahasiswa UGM. Yogyakarta
Tim Penyusun. 2008. Pelatihan Dasar KSR: Kumpulan Materi, Palang Merah Indonesia.
Jakarta
Pusbankes 118. 2017. Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai