Anda di halaman 1dari 38

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Secara etimologis, persepsi atau perception berasal dari bahasa Latin

perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil (Alex Sobur,

dalam Tri Jahratul Jannah (2012)). Menurut Bimo Walgito dalam Tri Jahratul

Jannah, (2012)), persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu merupakan

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut

proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus

tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu

proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan merupakan proses

pendahulu dari proses persepsi.

Menurut Moskowitz dan Orgel (Bimo Walgito dalam Tri Jahratul Jannah,

(2012)) persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap

stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi

itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang

diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon

yang integrated dalam diri individu. Selain itu menurut Davidoff ( BimoWalgito,

dalam Tri Jahratul Jannah, (2012)) dengan persepsi individu akan menyadari

tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri. Lain halnya dengan

pandapat Slameto yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang

menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui

11
12

persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar,

peraba, perasa, dan pencium.

persepsi merupakan suatu proses dimana seorang mengorganisir dalam

pikiran nya , menafsirkan dan mengoleh pertanda atau gejala sesuatu yang terjadi

di lingkungannya. Gejala tersebut mempengaruhi persepsi seseorang pada

gilirannya akan mempengaruhi hal yang dipilihnya (Gutomo, 2009 dalam Tri

Jahratul Jannah (2012)). Hal ini juga di ungkapkan oleh new camb , bahwa

persepsi berkait erat dengan prosespsokologi seseorang dalam memberikan arti

terhadap rangsangan yang diterima oleh orang lain atau lingkungannya, dan

selanjutnya mempengaruhi tingkah laku maupun tindakannya.

Menurut Suranto A. W dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) persepsi adalah

memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi yang

tertangkap oleh alat indera.

Menurut De Vito dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) persepsi adalah proses

ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra

kita. Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan sebagai inti

komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik

dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak

jelas pada definisi Rudolph F. Verbender (Alex Sobur dalam Tri Jahratul Jannah,

(2012)) yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses menafsirkan informasi

indrawi.
13

Menurut Mulyana (Alex Sobur dalam Tri Jahratul Jannah, (2012))

persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan

yang lain. Semakin tinggi derajat keasaman persepsi antar individu, semakin

mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya,

semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Suranto A.W dalam Tri

Jahratul Jannah (2012)) yang juga menyatakan bahwa persepsi merupakan inti

komunikasi. Persepsi memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan

komunikasi. Artinya, kecermatan dalam mempersepsi stimuli inderawi

mengantarkan kepada keberhasilan komunikasi. Sebaliknya, kegagalan dalam

mempersepsi stimuli, menyebabkan mis-komunikasi.

Menurut Alex Sobur dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) persepsi adalah

proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan

memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data. Persepsi adalah

kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus. Persepsi juga merupakan

proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam

alat indra.

2.1.2 Proses Persepsi

Menurut De Vito dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) tahap-tahap dalam

proses persepsi tidaklah saling terpisah benar. Dalam kenyataan, prosesnya

bersifat kontinu, bercampur-baur,dan bertumpang-tindih satu sama lain yang

dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini, yaitu:


14

Terjadinya Stimulasi Stimulasi Alat Indra Stimulasi alai Indra


Alat Indra di atur di evaluasi/ditafsir

Gambar 2.1 Proses Persepsi

Pada tahap pertama, alat-alat indra distimulasi (diransang), lalu ransangan

terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip, yaitu prinsip proksimitas

(proximity) dan kelengkapan (closure). Tahap yang ketiga adalah stimulasi alat

indra tersebut ditafsirkan - dievaluasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bimo Walgito dalam Tri Jahratul Jannah

(2012)) yang menyatakan bahwa: “proses terjadinya persepsi dimulai dari adanya

objek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indra. Stimulus

yang diterima alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Kemudian

terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa

yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Respon sebagai akibat

dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.”

2.1.3 Macam-Macam Persepsi

Ada dua macam persepsi, Yaitu:

External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan

yang dating dari luar diri individu

Self-Perception, yaitu Persepsi Yang terjadi karena adanya rangsangan yang

berasal dari dalam diri individu.Dalam Hal ini yang menjadi objek adalah diri

sendiri. (Sunaryo dalam Tri Jahratul Jannah (2012)).


15

2.1.4 Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi

Menurut Bimo Walgito dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) faktor-faktor

yang berperan dalam persepsi yaitu:

1) Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau

reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi,

tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang

langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.

Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk

meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu

otak sebagai pusat kesadaran.

3) Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan

adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.

Dari pendapat di atas, bisa diambil kesimpulan, ketika pekerja menerima

objek yang dipersepsi, dalam hal ini objek persepsinya terhadap Paparan Benzena

, di mana Pekerja dapat mengetahui dan merasakannya melalui alat indera. Setelah

Pekerja menyadari adanya Bahaya terhadap paparan benzene , maka Pekerja akan

melakukan sebuah Pengetahuan atau Sikap yang nantinya akan menjadikan Safety

dalam bekerja.
16

2.1.5 Prinsip Dasar Mengenai Persepsi

Berikut ini beberapa prinsip dasar mengenai persepsi yang perlu diketahui

oleh seorang Direktur agar ia dapat mengetahui Karyawannya lebih baik dan lebih

efektif dalam bekerja, yaitu:

1. Persepsi itu relatif bukan absolute

2. Persepsi itu selektif

3. Persepsi itu mempunyai tatanan

4. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan (penerimaan rangsangan).

5. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi

orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

2.1.6 Objek Persepsi

Menurut Bimo Walgito dalam Tri Jahratul Jannah (2012)) objek persepsi

dapat dibedakan atas objek yang non manusia dan manusia. Objek persepsi yang

berujud manusia ini disebut person perception atau juga ada yang menyebutkan

sebagai social perception.

Pada objek persepsi manusia, manusia yang dipersepsi mempunyai

kemampuan-kemampuan, perasaan, ataupun aspek-aspek lain seperti halnya pada

orang yang mempersepsi. Orang yang dipersepsi akan dapat mempengaruhi pada

orang yang mempersepsi. Karena itu pada objek persepsi, yaitu manusia yang

dipersepsi, lingkungan yang melatarbelakangi objek persepsi, dan perseptor

sendiri akan sangat menentukan dalam hasil persepsi.


17

2.2Konsep Pengertian Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Orang barat menyebut remaja dengan istilah puber, sedangkan orang

Amerika menyebut adelensia. Kedua merupakan transisi dari masa anak-anak

menjadi dewasa. Sedangkan di Indonesia ada yang menggunakan istilah pubertas

dan yang paling banyak menyebutnya remaja (Intan Kumalasari, 2013).

Remaja adalah individu baik laki-laki maupun perempuan yang sedang

berada ditengah-tengah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. UNICEF

mengatakan bahwa orang muda antara usia 15-24 tahun (Kemkes, 2012).

Menurut WHO masa remaja adalah suatu periode transisi yang memiliki

rentang dari masa kanak-kanak yang bebas dari tanggung jawab pada masa depan.

Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia antara 10-19 tahun,

sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhann fisik, sosial

dan emosional kaum muda (Eny Kusmiran, 2011).

Masa remaja adalah fase perkembangan dinamis dalam kehidupan seseorang

individu, masa ini merupakan periode transisi dari anak-anak ke masa dewasa

yang berlangung pada tingkat kedua masa kehidupan (Moersintowarti, 2005).

Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek

intelektual, transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini kemungkinan

mereka tidak hanya mampu menginteraksikan dirinya kedalam masyarakat

dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling utama dari semua periode

perkembangan intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai

tahap berfikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu


18

berfikir secara lebih abstrak dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada

daripada sekedar melihat apa adanya (Indra Bastian, 2011).

Menurut Eny Kusmiran (2011) masa remaja ada 3 tahap yaitu :

1. Masa remaja awal (10-12)

Dimana masa ini remaja tampak dan memang merasa lebih dekat teman

sebaya, merasa lebih ingin bebas dan lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya dan mulai berfikir yang khayal (Abstrak).

2. Masa remaja Tengah (13-15)

Dimana pada mas aini remaja tampak ingin mencari identitas diri, adanya

keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis, timbul

perasaan cinta yang mendalam, kemampuan berfikir abstrak (khayal) makin

berkembang berkhayal hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

3. Masa Remaja Akhir (16-19)

Dimana pada masa remaja ini menampakkan pengungkapan kebebasan diri,

mencari teman sebaya lebih selektif, memiliki citra (gambaran, keadaan,

peranan) terhadap dirinya dapat mewujudkan perasaan cinta, memiliki

kemampuan berfikir khayal atau abstrak.

Remaja atau adolescience berasal dari lating adolescere yang berarti tumbuh

kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan

fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.

Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan


19

perubahan sosial, dan mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13-25

tahun, dimana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya yaitu

usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri

(Notoatmodjo, 2010).

Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi

dengan masyarakat dewasa. Masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi

merasa dibawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat,

mempunyai efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga

perubahan intelektual yang mencolok, informasi yang khas dari cara berfikir

remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang

dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

perkembangan (Sri Noor, 2011).

2.2.2 Ciri-Ciri Remaja

Ciri- Ciri remaja menurut pendapat Moersintowarti (2005) antara lain :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status

remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya

hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling

sesuai dengan dirinya.


20

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan pada tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),

perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa

usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang

membuat banyak orang tua menjadi takut.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistis. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya

terlebih dalam cita-cita.

2.2.3 Perkembangan Remaja Dan Tugasnya

Seiring dengan tumbuh berkembangnya seorang individu, dari masa anak-

anak sampai dewasa, individu memiliki tugas masing-masing pada setiap tahap

perkembangannya. Tugas yang dimaksud pada setiap tahap perkembangan adalah

setiap tahap usia, individu tersebut mempunyai tujuan untuk mencapai suatu

kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan fungsi tertentu sesuai dengan

kebutuhan pribadi, kebutuhan pribadi itu sendiri muncul dari dalam diri yang

dirangsang oleh kondidi sekitarya atau masyarakat (Eny Kusmiran, 2012).

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap

dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan


21

bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja

adalah sebagai berikut :

1. Mampu menerima keadaan fisiknya

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlawanan jenis.

4. Mencapai kemandirian ekonomi. Remaja merasa sanggup untuk hidup

berdasarkan usaha sendiri. Itu terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan

tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tegas ini berangsur-angsur menjadi

semakin penting.

5. Mencapai kemandirian emosional.

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7. Memahami dan menginternaslisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa.

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga (Intan Kumalasari, 2012).

2.2.4 Aspek Perubahan Pada Remaja

Notoatmodjo (2003) mengemukakan dua aspek pokok dalam perubahan

pada remaja, yaitu :

1. Perubahan Fisik (Pubertas)


22

Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya

disebut perkembangan fisik atau pubertas. Kematangan seksual pada remaja

pria biasanya terjadi pada usia 10,0-13,5 tahun, sedangkan pada remaja putri

terjadi pada usia 9,0-15,0 tahun.

2. Perubahan Psikologis

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan

pada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak dan

dipihak lain ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa.

Pertumbuhan fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata

berdampak pada kondisi psikologis remaja, baik putri maupun putra. Canggung,

malu, kecewa, adalah perasaan yang umumnya muncul pada saat itu. Hampir

semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta penampilannya.

Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra jasmani dan

kepercayaan dirinya. Ada tiga jenis bangunan tubuh yang menggambarkan

tentang citra jasmani, yaitu endomorfik, mesomorfik, dan ektomorfik. Endomorfik

banyak lemak sedikit otot. Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot. Mesomorfik

sedikit lemak banyak otot (Moersintowarti, 2002).

2.3 Konsep Dasar Penikahan Dini

2.3.1. Defenisi Pernikahan Dini

Pengertian pernikahan dini secara umum, yaitu : merupakan institusi

agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan
23

keluarga. Pengertian pernikahan dini tentunya tidak sebatas pengertian secara

umum saja, tapi juga dan pengertian lain, pengertian pernikahan dini diantaranya :

Pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan

keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative (Prof. Dr. Sarlito

Wirawan Sarwono, 1983). Artinya, pernikahan dini bisa dilakukan sebagai solusi

untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja (Abu

Alghifali, 2004).

Pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan

keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative. Sedangkan menurut

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU

Pernikahan ini diatur pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur

19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Jika ada

penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1), dapat meminta dispensasi kepada

pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua pihak pria maupun

wanita (pasal 7 ayat 2) (Sri Noor, 2012).

Perkawinan atau pernikahan dini lebih dikenal dengan istilah “kawin

muda” dimana pernikahan dini tersebut umumnya terjadi pada usia 15-20 tahun.

Satu kasus di India istilah kawin muda atau pernikahan dini hampir tidak pernah

dipermasalahkan, meskipun sebagian besar dijodohkan, ini terjadi karena kedua


24

pasangan meskipun tidak saling mengenal, namun justru mereka saling mengerti

dan memahami tugas masing-masing. Berbeda dengan daerah lain di dunia

lainnya dimana sebagian besar keputusan diambil oleh pasangan yang akan

menikah (Ni Komang, 2012).

Pernikahan dini adalah institusi agung untuk mengikat dua insan lawan

jenis yang masih dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang

ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak

mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak,

baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir serta bertindak, namun bukan pula

orang dewasa yang telah matang (Daru Wijayanti, 2009).

2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini

Pernikahan dini pada remaja saat ini menjadi masalah yang utama.

Pernikahan dini pada remaja dianggap sebagai hal yang biasa saja oleh beberapa

orang tua dan masyarakat saat ini, padahal kalau dilihat dan dianalisis dampak

yang ditimbulkannya maka pernikahan dini menjadi akar masalah ynag perlu

mendapatkan perhatian khusus seperti perceraian, angka putus sekolah, seks

pranikah, kesejahteraan sosial, ekonomi, abirtus yang tidak aman, angka kematian

ibu dan bayi dll (Ni Komang , 2012).

Pernikahan sebelum usia sebelum 18 tahun pada umumnya terjadi pada

wanita Indonesia terutama dikawasan pedesaan. Pendidikan perempuan yang lebih

tinggi terkait erat dengan usia pernikahan remaja yang lebih lambat (BKKBN,

2012).
25

Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja

yaitu sebab dari anak dan dari luar anak :

1. Sebab dari anak

1) Faktor Pendidikan

Peran pendidikan anak, anak mempunyai peran yang besar, jika seorang

anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu

dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri,

sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Hal yang sama

juga, jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur dalam

kekosongan waktu tanpapekerjaan membuat merekaakhirnya melakukan

hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan

dengan lawan jenis, yang jika diluar control membuat kehamilan diluar

nikah.

2) Faktor telah melakukan hubungan biologis

Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah

melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti

ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya,

karena menurut orang tua anak gadis ini sudah tidak perawan lagi, dan hal ini

menjadi aib. Tanpa menyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal

ini sebuah solusi yang kemungkinan dikemudian hari akan menyesatkan

anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan

memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada
26

suatu kondisi yang rentan terhadap suatu masalah. Karena sangat besar

dikemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.

3) Hamil sebelum menikah

Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua

akan cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa

kasus, walaupun pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan

calon menantunya, tetapi karena kondisi kehamilan sigadis, maka dengan

terpaksa orang tua menikahkannya anaknya tersebut.

2. Sebab dari luar anak

1) Faktor pemahaman agama

Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak

menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama,

dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera

menikahkan anak tersebut. Ada satu kasus, dimana orang tua anak

menyatakan bahwa jika anak berhubungan dengan lawan jenis merupakan

satu “perzinaan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal

tersebut dengan menikahkan.

2) Faktor ekonomi

Kita masih banyak menemukan kasus-kasus dimana orang tua terlilit

hutang yang sudah tidak mampu dibayar. Dan jika si orang tua terlilit

hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut diserahkan

sebagai “alat pembayaran” kepada sipiutang. Dan setelah anak tersebut

dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.


27

3) Faktor adat dan budaya

Dibeberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa

pemahaman tentang perjodohan, dimana anak gadisnya dijodohkan sejak

kecil dijodohkan orang tuanya, dan akan segera dinikahkan setelah anak

tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak

perempuan mulai di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut

akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh dibatas usia minimum sebuah

pernikahan yang diamanatkan UU (Eny Kusmiran, 2011).

Menurut Yudi (2003), dibeberapa daerah di Indonesia pernikahan dini

masih marak terjadi, secara umum penyebab utamanya sebagai berikut :

1. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.

2. Tidak adanya pengetahuan mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda,

baik bagi mempelai maupun keturunannya.

3. Mengikut adat secara mentah-mentah.

Masalah ekonomi keluarga terutama di keluarga si gadis. Orang tuanya

meminta keluarga laki-laki untuk mengawinkan anak gadisnya, sehingga dalam

keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarga yang jadi tanggung jawab

(makanan, pakaian, pendidikan dan sebagainya). Tapi, sebab diatas sudah semakin

berkurang sekarang ini. Namun, mengapa jumlah pernikahan dini masih tetap

tinggi? Ada faktor penyebab lainnya yang membuat pernikahan dini masih tetap

marak. Barikut faktor penyebab pernikahan dini :


28

1. Faktor Ekonomi

Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis berasal dari keluarga kurang

mampu. Orang tuanya pun menikahkan si gadis dengan laki-laki dari keluarga

mapan. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi si gadis maupun orang tuanya. Si

gadis bisa mendapat kehidupan yang layak serta beban orang tuanya bisa

berkurang.

2. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat membuat

pernikahan dini semakin marak. Menurut saya, Wajib Belajar 9 Tahun bisa

dijadikan salah satu “obat” dari fenomena ini, dimisalkan seorang anak mulai

belajar di usia 6 tahun, maka saat dia menyelesaikan program tersebut, dia sudah

berusia 15 tahun. Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak pastilah memiliki

keceerdasan dan tingkat emosi yang sudah mulai stabil. Apalagi bila bisa

dilanjutkan hingga Wajib Belajar 12 tahun. Jika program wajib belajar tersebut

dijalankan dengan baik, angka pernikahan dini pastilah berkurang.

3. Faktor Orang Tua

Entah karena khawatir anak menyebabkan aib keluarga atau takut anaknya

melakukan ‘zina’ saat berpacaran, maka kedua orang tua yang langsung

menikahkan anaknya dengan pacarnya. Niatnya memang baik, untuk melindungi

sang anak dari perbuatan doa, tapi hal ini juga tidak bisa dibenarkan.

4. Faktor Media Massa Dan Internet

Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah mengakses

segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dan semacamnya, hal ini membuat
29

mereka jadi “terbiasa” dengan hal-hal berbau seks dan tidak menganggapnya tabu

lagi. Memang pendidikan seks itu penting sejak dini, tapi bukan berarti anak-anak

tersebut belajar sendiri tanpa didampingi orang dewasa.

5. Faktor Biologis

Faktir biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media Massadan

Internet di atas, dengan mudahnya akses informasi tadi, anak-anak jadi

mengetahui hal yang belum seharusnya mereka tau di usianya. Maka, terjadilah

hubungan di luar nikah yang bisa menjadi hamil diluar nikah. Maka, mau tidak

mau, orang tua harus menikahkan anak gadisnya.

6. Factor Hamil di Luar Nikah

Kenapa di pisahkan dengan faktor biologis? Karena hamil diluar nikah

bukan hanya karena “kecelakaan” tapi bisa juga karena diperkosa sehingga

terjadilah hamil di luar nikah. Orang tua yang dihadapkan dalam situasi tersebut

pastilah akan menikahkan anak gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama

sekali tidak dicintai orang si gadis. Hal ini semakin dilematis karena ini tidak

sesuai dengan UU Perkawinan, Rumah tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah,

apalagi karena keterpaksaan.

Menurut Ida Ayu, dkk (2009), pernikahan dini adalah perkawinan yang

dilakukan oleh seseorang yang pada hakikatnya kurang mempunyai persiapan atau

kematangan baik secara biologis, psikologis maupun social ekonomi. Adapun

faktor-faktor yang mendukung perkawinan usia muda sebagai berikut :


30

1. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis

kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya

dikawinkan dengan orang yang di anggap mampu.

2. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan

masayarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang

masih di bawah umur.

3. Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran

dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

2.3.3 Dampak Pernikahan Dini

Menurut Eny Kusmiran (2011) Resiko pernikahan dini berkaitan erat

dengan bebrapa aspek, yaitu sebagai beriku :

1. Segi Kesehatan

Dilihat darisegi kesehatan, psangan usia muda dapat berpengaruh pada

tingginya kematian angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi

serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam

melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi.

Ibu hamil usia 20 tahun kebawah sering mengalami prematuritas (lahir


31

sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun

mental, kebutaan dan ketulian.

2. Segi Fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang

memerlukan ketrampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya,

dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu

factor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan

rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti,

utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orangtua harus dihindari.

3. Segi mental/jiwa

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada

setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya, mereka sering

mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental

yang labil dan belum matang emosinya.

4. Segi Pendidikan

Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat

pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam

mengarungi bahtera hidup.

5. Segi Kependudukan

Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai

tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung

pembangunan di bidang kesejahteraan.


32

6. Segi Kelangsungan Rumah Tangga

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum

stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak

terjadinya perceraian.

2.3.4 Persepsi Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini

Defenisi persepsi orangtua adalah kesan, penafsiran, anggapan,

pengetahuan dan sikap orang tua mengenai suatu hal yangterbentuk dari

pengalaman atau data-data melalui alat inderanya. Orang tua terdiri dariseorang

ayah dan ibu dari anak-anak. Mereka yangtentunya memiliki kewajiban penuh

terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak

untuk mendapatkan bimbingan mengenai pentingnya pendidikan.

Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin anatara seorang dengan

seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat

untuk melakukan perkawinan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No. 1

tahun 1974 pasal 6 ialah adalah persetujuan dari kedua belah pihak yang akan

menikah, untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua

orang tua dan bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan

kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga

yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas. Saat ini

banyak pernikahan yang bertentangan dengan Undang-Undang, seperti kasus

pernikahan Syekh Puji yang berumur 43 tahun dengan santriwatinya Ulfa yang

berusia 12 tahun. Selain itu kasus pernikahan siri Aceng Fikri dan Fakni Oktora,
33

gadis berusia 18 tahun yang setelah empat hari menikah lalu langsung diceraikan.

Hal ini menyebabkan pernikahan yang tadinya bersifat sakral dilakukan sekali

seumur hidup, seolah-olah menjadi bahan permainan bahkan menjadi ajang

eksploitasi anak.

Selain itu dilihat dari segi tradisi atau kebiasaan masyarakat, banyak orang

tua yang menikahkan anaknya karena mengikuti tradisi didaerah tempat mereka

tinggal, bahwa bila sudah ada yang melamar sang anak harus segera diterima, jika

tidak akan lama mendapatkan jodohnya. Jadi remaja yang berumur belasan, bila

tidak segera dijodohkan atau dikawinkan akan terlanjur tua dan tidak ada yang

bersedia meminang. Dari segi agama, orang tua berpendapat bahwa menikah lebih

dini jauh lebih baik untuk menghindarkan anak dari perbuatan zina. Faktanya

pernikahan dini banyak berdampak kearah negatife dibandingkan yang positif

seperti mudahnya terjadi perceraian, hilangnya kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan, angka kelahiran meningkat, pemaksaan akan kematangan dan

kedewasaan cara berfikir anak. Dari segi ekonomi belum mampu dibebani

tanggung jawab untkk mencukupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya, dan

khususnya untuk perempuan yang menikah dini dapat menimbulkan dampak

medis bagi kandungan dan kebidanannya ( Brahm, 2000).

2.3.5 Dari Segi Agama

Pernikahanusia mudah yang menjadi fenomena sekarangini pada dasarnya

merupakan suatu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah

pedesaan yang notabene dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan

namun juga terjadi diwilayah perkotaan yang secara tidak langsung juga
34

dipengaruhi oleh arole modela dari dunia hiburan yang mereka tonton. Penelitian

yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Jawa Barat mengungkapkan

fakta masih tingginya pernikahan di usia muda di pulau Jawa dan Bali. Diantara

wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di posisi pertama dalam jumlah pasangan

yang menikah di usia muda dimana dari 1000 penduduknya dengan usia 15

hingga 19 terdapat 126 orang yang menikah dan melahirkan di usia muda.

Kemudian diikuti dengan DKI Jakarta dengan 44 orang( Brahmn, 2000).

Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan.

Dengan alasan bahwa dengan menikah diusia muda akan menghindari hal-hal

yang dilarang baik asas agama punsosial di tengah gejolak pergaulan yang

semakin menggila seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan

menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya disaat anak-anak

mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan

persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan nyeleneh yang mengatakan

bahwa nikah muda itu “asyik”, pokoknya asyik aja. Meskipun dengan dalih

daripada terjerat dalam pergaulan bebas dan menghindari terjadinya hamil diluar

pernikahan, Ketua Pengadilan Agama Bandung Drs. H. Muslih Munawar, S.H.

tegas-tegas menolak. Yang namanya hukum itu tidak ada alasan “daripada-

daripada”. Misalnya daripada saya membunuh lebih baik saya

menempeleng.Daripada saya berbuat dosa, saya menikah saja. Itu namanya helah,

yaitu supaya tidak terjerat haram maka hukum digeser-geser. Apalagi yang

namanya menikah itu kan niatnya ibadah.


35

Dilihat lagi dari segi agama, hukum asal dari pernikahan itu adalah mubah

(boleh), dan hukum asal itu akan berubah dilihat dari situasi dan kondisi yang ada.

Hukum itu bisa jadi sunah dipandang dari pertumbuhan secara jasmani,

keinginanuntuk berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan

berumah tangga telah benar-benar ada. Wajib bilamana seseorang telah cukup

matang untuk berumah tangga, baik dilihat darisegi pertumbuhan jasmani dan

rohani, maupaun dari kesiapan secara mental, kemampuan untuk membiayai

kehidupan rumah tangga dan alasan agar tidak terjerumus dalam area zina.

Makruh bilamana dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani,

maupun kesiapan untuk membiayai rumah tangga. Dan terakhir adalah haram

bilaamana melanggar larangan atau tidak mampu untuk menghidupi keluarganya.

Selain hal itu, islam juga mengatur tentang tata cara, rukun dan hal yang

bersinggungan dengan adat istiadat (Sri Esti, 2008).

2.3.6 Cara menghindari terjadinya pernikahan dini

Menurut Eny Kusmiran (2011) cara menghindari terjadinya pernikahan

dini yaitu dengan :

1. Mengurangi besarnya dorongan biologis

2. Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis

3. Orang tua dan guru menjadi modal dalam kehidupan seksual pranikah

a. Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak

mengekang remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali.

b. Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang

berlebihan
36

c. Dukungan dari pemerintah juga diperlukan, misalnya melalui

pasangan-pasangan remaja ditempat wisata.

2.4 Konsep Kesehatan Reproduksi

2.4.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi

Menurut Undang-undang No 36 (2009) pasal 71 dalam bahwa kesehatan

reproduksi adalah suatu keadaan secara fisik, mental, dan social secara utuh, tidak

semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,

fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental

dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya,

atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta

mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Eny

Kusmiran, 2011).

2.4.3 Upaya Advokasi, Promosi, KIE dan konseling dalam kesehatan


Reproduksi Remaja

Menurut Atikah(2012) tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja

adalah untuk membantu remaja agar memahamidan menyadari ilmu tersebut,

sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat dan tentu saja bertanggung jawab

kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi. Upaya yang dilakukan melalui

advokasi, promosi, KIE konseling dan pelayanan, kepada remaja yang memiliki

permasalahan khusus serta pemberian dukungan pada kegiatan remaja yang

bersifat positif. Upaya memiliki kehidupan reproduksi yang sehat dan


37

bertanggung jawab, berarti pula suatu upaya meningkatkan kualitas keluarga

karena remaja adalah bagian dari suatu keluarga.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Indonesia (SKRTI)

pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan reproduksi masih rendah yaitu

pengetahuan laki-laki 46,1% dan pengetahuan perempuan sekitar 43,1%.

Kurangnya pengetahuan disebabkan karena dari segi fisik dan psikologi remaja

belum matang, informasi yang kurang dari orang tua, sulitnya mencari informasi

karena letak desa yang jauh dari perkotaan (Atikah, 2012).

2.4.3 Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi

Menurut WHO dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih

mendalam, bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran)saja teapi

juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara

menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan

ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan

kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan

reproduksi wanita (Ida Ayu, dkk , 2009).

2.5 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gaya Hidup Remaja Yang


Menikah Dini

Perkawinan usia dini terjadi karena faktor keluarga yang hidup digaris

kemiskinan, untuk mengurangi beban orang tua maka anak dikawinkan dengann

orang yang dianggap mampu. Alasan lain yaitu orang tua mempunyai dorongan

segera mengawinkan anakgadisnya yaitu terdapat dua keuntungan, pertama

tanggung jawab ekonomi akan berkurang, kedua dengan perkawinan akan

diperoleh tenaga kerja tambahan yaitu menantu. Tingkat pendapatan keluarga


38

akan memperngaruhi terjadinya pernikahan usia dini. Hal tersebut dikarenakan

pada keluarga yang berpendapatan rendah, maka pernikahan anaknya berarti

lepasnya beban dan tanggung jawab untuk membiayai anaknya (Eny Kusmiran,

2011).

2.5.1 Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang menggambarkan

seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam masyarakat di sekitarnya dan

bagaimana cara orang tersebut hidup. Sebagian besar remaja zaman sekarang itu

menyalahgunakan gaya hidupnya, apalagi remaja-remaja yang hidup dikota

metropolitan dan bukan hanya orang-orang di kota metropolitan saja yang

mengikuti tren mode di zaman sekarang bahkan di perkampungan dan pedesaan

pun banyak yang mengikutinya selagi mereka menanggapi hal itu dengan negatif.

Remaja zaman kini itu selalu dikaitkan dengan teknologi. Banyak di

sekitar kita wanita yang memakai celana pendek didepan umum yang diajarkan

dalam ajaran islam yaitu harus menutup aurat kecuali telapak tangan dan muka

bagi seorang wanita yang beragama islam.

Sebagian besar mereka lebih mengikuti tren mode di masa kini, seperti

contohnya berpakaian seperti orang luar negeri dan bergaya kebarat-baratan. Yang

kita tahu bahwa trend mode yang ada diluar negeri itu menyimpang moral.

Sedangkan Negara Indonesia terkenal dengan kesopanan dan budi luhurnya.

Kalau kita menanggapi hal ini dengan negative maka akan berdampak negative

juga untuk penerus kita selanjutnya (Sri Noor, 2011).


39

Remaja di Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan social yang

cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Perubahan sosial

yang terjadi mulai dari perubahan norma, nilai-nilai dan gaya hidup. Remaja yang

dulu terjaga secra kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisinal

yang ada, telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh urbanisasi dan

industrialisasi yang cepat. Hal ini diikuti oleh revolusi media yang terbuka bagi

keragaman gaya hidup dan pilihan karir. Berbagi hal tersebut mengakibatkan

peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang

berhubungan dengan kesehatan reproduksi, termasuk ancaman yang meningkat

terhadap HIV/AIDS (Intan Kumalasari, 2013).

Pernikahan dini yang dialami remaja putri berusia dibawah 20 tahun

ternyata masih menjadi fenomena dibeberapa daerah di Indonesia. Tema

pernikahan dini bukan menjadi suatu hal baru untuk diperbincangkan, padahal

banyak resiko yang harus dihadapi mereka yang melakukannya.

Pernikahan dini dikaitkan dengan waktu, yaitu sangat awal. Bagi orang-

orang yang hidup abad 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia

13-16 tahun atau pria berusia 17-18 tahun adalah hal yang biasa. Tetapi bagi

masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah

sebelum usia 20 tahun atau pria sebelum 25 tahun dianggap tidak wajar. Tapi hal

itu memang benar adanya, remaja yang melakukan dampak buruknya. Banyak

efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belumsiap untuk

menghadapi tanggung jawab yang harus diemban seperti orang dewasa.


40

Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan

siap untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik itu ekonomi, pasangan,

maupun anak. Sementara itu mereka yang menikah dini umumnya belum cukup

mampu menyelesaikan permasalahan secara matang. Selain itu, remaja yang

menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk

memiliki anak. Sehingga kemungkinan anak dan ibu meninggal saat melahirkan

lebih tinggi. Idealnya menikah itu pada saat dewasa awal yaitu sekira 20-sebelum

30 tahun untuk wanitanya, sementara untuk pria itu 25 tahun. Karena secara

biologis dan psikis sudah matang, sehingga fisiknya untuk memiliki keturunan

sudah cukup matang. Artinya resiko melahirkan anak cacat atau meninggal itu

tidak besar(Intan Kumalasari, 2013).

Gaya hidup sangat mempengaruhi remaja masa kini, dimana pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi pada remaja sangatlah minim, informasi yang

kurang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi sehingga memaksa gaya

hidup remaja untuk melakukan eksporasi sendiri, baik melalui media (cetak dan

elektronik) dan hubungan pertemanan, yang besar kemungkinan justru salah.

Ternyata sebagian besar remaja merasa tidak cukup nyaman curhat dengan orang

tua, terutama bertanya seputar masalah seks. Oleh karena itu, remaja lebih suka

mencari tahu sendiri melalui sesama temannya dan menonton blue film. Selain itu

pengetahuan akibat tentang pernikahan dini dan kesiapan secara fisikmerupakan

salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasangan yang menikah diusia muda

terutama pihak wanitanya. Hal ini berkaitan dengan kehamilan dan proses

melahirkan. Secara fisik, tubuh mereka belum siap untuk melahirkan anak dan
41

melahirkan karena tulang panggul mereka yang masih kecil sehingga

membahayakan persalinan. Hal tersebut sangat mempengaruhi angka kematian

ibu dan angka kematian bayi sebagai standar derajat kesehatan suatu Negara

(Intan Kumalasari, 2013).

2.5.2 Perilaku Bebas

Perilaku manusia merupakan sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh

manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi

atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan kedalam perilaku wajar,

perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang.

Perilaku remaja Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, berbagai survey

yang diadakan di kota-kota Indonesia menemukan jumlah remaja yang sudah

melakukan hubungan seks pra nikah mengalami peningkatan dari tahun ketahun.

Penyebab perilaku bebas sangat beragam. Pemicunya bisa karena

pengaruh lingkungan, social, budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-

nilai, faktor psikologis hingga faktor ekonomi. Adapun beberapa penelitian

mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku bebas pada

remaja antara lain : usia, usia muda saat berhubungan seksual pertama, usia saat

mensttuasi pertama, agama, pacar, kencan yang lebih awal, pengalaman

pacaran/kencan (hubungan afeksi), orang tua, teman sebaya, kebebasan, daya tarik

seksual, standar orang tua dengan standar teman, saudara kandung, gender,

ketidakhadiran ayah, ketidakhadiran orang tua, kecenderungan pergaulan yang

makin bebas, penyebaran informasi melalui media massa. Dari point diatas
42

sehingga mempengaruhi perilaku remaja yang mengakibatkan harus menikah dini

(Sri Noor, 2011).

Seperti yang dimuat dalam pancasila khususnya sila ke-2 “Kemanusiaan

yang adil dan beradap”. Dari pernyataan ini mengandung maksud bahwa rakyat

Indonesia diharapkan untuk adil dan beradap. Untuk mencapai masyarakat yang

beradap diperlukan moral dan gaya hidup yang baik. Moral dan gaya hidup

bangsa Indonesia tercermin pada perbuatan-perbuatan rakyat Indonesia itu sendiri

khususnya para remaja sebagai generasi penerus sekaligus ujung tombak bangsa

Indonesia.

Langkah yang perlu diambil bangsa Indonesia menghadapi persoalan

bangsa pada era globalisasi dan memasuki usia ke-63 adalah melakukan

rekonstruksi moral secara total dengan membangun kembali karakter dan jati diri

bangsa (Nation and character building). Selain melakukan rekonstruksi moral juga

melakukan konsolidasi kebangsaan dengan melaksanakan langkah strategi

memperkuat komitmen kebangsaan dan bersama membangun ke Indonesia

menuju masa depan yang lebih baik.

Dari pengamatan penulis terhadap gaya hidup dan kelakuan remaja

dilingkungan sekitar bahwa banyak remaja khususnya remaja putri yang

berpakaian seksi dan menggugah gairah seks lawan jenisnya. Serta banyak juga

pemuda yang membentuk gank dan sering kumpul dipenempatan jalan sambil

minum-minuman keras sehingga meresahkan masyarakat sekitar (Moersintowarti,

2005).
43

Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa keadaan moral dan gaya

hidup remaja Indonesia saat ini telah mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki

lagi. Sebab gaya hidup dan moral mereka sudah tidak sesuai lagi dengan

kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Sehingga dari semua

pihak yang terkait perlu membantu demi kesadaran dan kebaikan generasi penerus

kita.

2.5.3 Pendapatan

Pendapatan bukanlah istilah yang asing bagi masyarakat Indonesia. Semua

orang dari segala usia, status sosial, ekonomi dan budayapasti pernah mendengar

atau bahkan mengucapkan kata pendapatan. Di Indonesia, ada cukup banyak

terminologi yang dikaitkan dengan pendapatan. Seperti misalnya pendapatan

keluarga, pendapatan masyarakat, pendapatan per kapita, pendapatan daerah,

hingga pendapatan negara. Meskipun istilah pendapatan sering kita dengar dan

ucapkan, namun tak jarang orang akan kebingungan ketika ditanya “Apa itu

pendapatan?” (Ciputra Uceo, 2015).

Pendapatan berasal dari kata dasar “dapat”. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pengertian pendapatan adalah hasil kerja (usaha dan sebagainya).

Pengertian pendapatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan

definisi pendapatan secara umum. Pada perkembangannya, pengertian pendapatan

memiliki penafsiran yang berbeda-beda tergantung dari latar belakang disiplin

ilmu yang digunakan untuk menyusun konsep pendapatan bagi pihak-pihak

tertentu (Ciputra Uceo, 2015).


44

Pendapatan adalah semua penghasilan yang dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pendapatan tersebut dapat berupa pendapatan tetap dan

pendapatan sampingan. Sumber pendapatan atau permintaan tiap tiap orang

sangatlah berbeda. Ada bermacam macam sumber pendapatan, antara lain seorang

pengusaha mendapatkan penghasilan dari laba usaha, pegawai negeri

mendapatkan penghasilan berupa gaji, buruh pabrik mendapatkan penghasilan

berupa upah, dan petani mendapatkan hasil dari panennya.Pendapatan yang

mereka peroleh, akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka

ragam dan tidak terbatas jumlahnya. Akan tetapi yang menjadi masalah dalam

pemenuhan kebutuhan adalah keterbatasan jumlah pendapatan yang mereka

peroleh (Jamal Ma’mur, 2009).

Untuk mengatasi masalah seperti itu, manusia harus mengatur pengeluaran

agar kebutuhannya yang beraneka ragam dapat terpenuhi. Upaya mengatur

pengeluaran tersebut dapat dilakukan dengan menentukan pola konsumsi. Pola

konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumah tangga dalam

jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dengan pendapatan atau penghasilan

yang diperoleh. Tujuan penyusunan pola konsumsi adalah untuk mengatur

pengeluaran agar sesuai dengan priroritas kebutuhan (Jamal Ma’mur, 2009).

2.5.4 Budaya

Keberadaan budaya lokal memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan

pernikahan dini, sehingga masyarakat tidak memberi pandangan negative

terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan meskipun pada usia yang

masih remaja. Hal ini yang menyebabkan kaum pemuka adat tidak memiliki
45

kemampuan untuk dapat mengatur sistem budaya yang mengikat bagi warganya

dalam melangsungkan perkawinan, karena batasan tentang seseorang yang

dikatakan dewasa masih belum jelas (Moersintiwarti (2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Banyisenge (2009) dan

Landung dkk (2010) dalam Moersintiwarti (2005), menunjukkan bahwa faktor

sosial-budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan dini.

Melalui norma sosial yang ada, sosial budaya mendorong pembiasan dan

pembentukan makna bersamamengenai nilai sosial gadis remaja. Pemaknaan

negative pada masyarakat mengenai gadis remaja yang belum menikah,

pemaknaan negative pada keluarga miskin dan pelabilan manja pada gadis yang

menempuh pendidikan tinggi tersebut mendorong orang tua akan segara mungkin

melahirkan anak perempuan mereka walau masih berusia remaja karena apabila

tidak dilakukan maka akan menjadi aib dan beban bagi keluarga.

2.5.5 Pendidikan

Dalam konteks pendidikan, penelitian Landung dkk (2007) dipenelitian

Ida Ayu (2009) dan menjelaskan bahwa rendahnya tingkat pendidikan orang tua,

menyebabkan adnya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih bidabwah

umur. Hal tersebut berkaitan dengan rendahnya tingkat pemahaman orang tua

terkait konsep remaja gadis. Pada masyarakat pedesaan umumnya terkait suatu

nilai dan norma yang menganggap bahwa jika suatu keluarga memiliki seorang

remaja gadis yang sudah dewasa namun belum juga menikah dianggap sebagai aib

keluarga, sehingga orang tua lebih memilih untuk mempercepat perkawinan anak

perempuannya.rendahnya pendidikanmerupakan salah satu pendorong terjadinya


46

pernikahan dini. Pada orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa

senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui

adanya akibat dari pernikahan muda ini.

Menurut Sofyan Hadi (2010) dalam Ida Ayu (2009), pendidikan memiliki

peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam seluruh aspek

kepribadian dan kehidupannya. Pendidikan merupakan sarana utama

pembentukan generasi penerus bangsa dan merupakan factor utama dalam

pembangunan karakter bangsa serta factor untuk menggerakkan perekonomian

suatu bangsa. Semakin maju kualitasb pendidikan maka semakin maju pula

Negara tersebut. Dizaman yang semakin berkembang ini, guna meningkatkan

layanan pendidikan yang berkualitas, pemerintah juga membutuhkan dukungan

dari berbagai elemen masyarakat maupun lembaga akademik ayitu perguruan

tinggi.

2.5.6 Peran Orang Tua

Peran orang tua juga menentukan remaja untuk menjalani pernikahan di

usia muda. Orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia

perkawinan anak (Algifari, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nurhajati, dkk (2013) yang mengungkapkan bahwa keputusan

menikah di usia muda sangat ditentukan oleh peran oang tua. Peran orang tua

sangat penting dalam membuat keputusan menikah di usia muda dimana

keputusan untuk menikah di usia muda merupakan keputusan yang terkait dengan

latar belakang relasi yang terbangun antara orang tua dan anak dengan lingkungan

pertemanannya.
47

Peran orang tua sangat diperlukan dalam memberitahukan kepada mereka

terhadap risiko kehamilan dini pada usia remaja. Peran sebagai suatu tugas yang

harus dilaksanakan oleh seseorang yang berkaitan dengan hak dan kewajiban

sesuai dengan kedudukannya di suatu lingkungan tempat tinggal atau masyarakat

tertentu (Andira, 2010). Peran orang tua sebagai titik awal proses identifikasi diri

bagi remaja yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan jiwa

remaja (Aryani, 2010) dalam (Sari,2013).

Hal yang mendasar dari peranan Orang Tua adalah bimbingan orang tua

merupakan faktor penguat yang memberikan peran untuk mempertahankan

perilaku. Faktor penguat yang mencakup peran sosial, peran orang tua, serta saran

dan umpan balik dari tenaga kesehatan mengenai proses terjadinya perkembangan

pada diri remaja. Penguatanmungkin juga berasal dari individu maupun kelompok

atau institusi di lingkungan atau masyarakat (Puspita ningrum, 2010). Peran

tersebut penting dalam hal memberikan arahan dan bimbingan agar anak-anak

mereka terhindar dari resiko kehamilan muda yaitupada usia sekolah yang

tergolong masih remaja.


48

2.6 Kerangka Teoritis

Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas dalam tinjauan kepustakaan,

maka kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut :

Sri Noor, 2011


 Gaya Hidup

Jamal Ma’mur, 2009


 Pendapatan
 Sosial Persepsi remaja
tentang Pernikahan
Ida Ayu, 2009 Dini
 Pendidikan

Aryani, 2010
 Peran Orang Tua

Gambar 2.1Kerangka Teoritis

Anda mungkin juga menyukai