Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA IV
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Disusun oleh:
Muhammad Rifki Aziz
18/424586/PT/07638
Kelompok XVIII

Asisten: Anthonio Selvano Frederico Ririhena

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Tinjauan Pustaka
Organ reproduksi betina secara umum yang diamati histologinya
adalah ovarium, oviduk, uterus dan kelenjar hypophysis (Amita, 2015).
Secara histologi ovarium dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau germial
epithelium, tunica albuginea merupakan jaringan ikat padat yang terletak
lebih dalam dari germinal epithelium. Setelah tunica albuginea terdapat
dua lapisan cortex dan medulla. Cortex merupakan jaringan ikat longgar
dan terdapat folikel-folikel. Folikel ovarium yang terdapat pada korteks dan
berisi oosit yang sedang berkembang dan mengalami perubahan menjadi
folikel de Graaf dan corpus luteum merupakan folikel matur setelah
ovulasi yang memproduksi hormon reproduksi (Habib, 2015).
Kelenjar hypophysis secara embriologik berkembang dari ektoderm
saluran pencernaan pada atap mulut dan ektoderm neural pada
hipothalamus yang sedang berkembang terdiri dari adenohypophysisdan
neurohypophysis. Adenohypophysis atau anterior lobe terdiri dari pars
distalis dan pars tuberalis. Neurohypophysis atau posterior lobe terdiri dari
pars intermedia dan pars nervosa (Lee, 2015).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah mikroskop, optilab, pensil warna dan lembar
kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah poster preparat histologi ovarium, uterus, oviduk,
poster histologi ovarium, oviduk, uterus, dan kelenjar hypophysis.

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum histologi organ reproduksi
betina adalah diketahui bagian-bagian dari adenohypophysis, ovarium,
oviduk dan uterus. Gambar yang diamati dibedakan bagiannya dan
fungsinya. Gambar yang telah diamati kemudian digambar di lembar kerja
menggunakan pensil warna serta ditulis keterangan yang ada setiap
gambar.
Hasil dan Pembahasan

Sistem reproduksi betina terdiri atas organ interna dan organ


eksterna.Organ interna mencakup sepasang ovarium, sepasang oviduk,
dan satu uterus. Ovarium terdiri dari lapisan cortex dan medulla. Oviduk
terdiri atas tunica serosa, tunica muscularis, dan tunica mucosa. Uterus
terdiri dari perimetrium, myometrium, dan endometrium.
Kelenjar Hypophysis
Berdasarkan praktikum yang didapat kelenjar hypophysis terdiri
dari adenohypophysis dan neurohypopysis. Kelenjar hypophysis
merupakan suatu kelenjar endokrin yang sangat penting pada hampir
setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini mengatur seluruh mekanisme yang
terdapat di tubuh. Pirakaksa dan Bebas (2009) pengaturan yang dilakukan
oleh kelenjar hypophysis adalah perkembangan tubuh yang amat erat
hubungannya dengan perkembangan alat reproduksi yang berpengaruh
terhadap daya reproduksi. Hasil praktikum sesuai dengan literatur.
Adenohypophysis terdiri dari lobus anterior (pars distalis dan pars
tuberalis) dan pars intermedia. Suga (2011) menyatakan bahwa
adenohypophysis terdiri dari pars tuberalis. Pars distalis merupakan
bagian utama adenohypophysis dan mengandung sel-sel kelenjar yang
mensekresikan Somatotropin Hormone (STH) yang berperan dalam
pertumbuhan tubuh dan sintesa protein, Adrenocorticotropic hormone
(ACTH) berfungsi menstimulasi cortex adrenal dan pelepasan corticoid
adrenal, TSH berperan menstimulasi kelenjar thyroid dan pelepasan
thryroxin serta mengikat iodium oleh thyroid, FSH berperan dalam proses
spermatogenesis dan pertumbuhan folikel, LH berperan dalam pelepasan
estrogen dan progesteron, dan berperan dalam proses ovulasi serta LTH
berperan dalam pelepasan estrogen dan laktasi.
Neurohypophyis terdiri dari pars intermedia dan pars nervosa
(processus infundibularis). Pars intermedia merupakan tempat sintesis
MSH yang berperan dalam kontraksi uterus dan penurunan susu, tetapi
pada jenis hewan tanpa pars intermedia, MSH mungkin dihasilkan oleh
adenohypophysis. Bagian terbesar neurohypophysis terdiri dari pars
nervosa yang mengandung banyak ujung-ujung saraf. Neurohypophysis
mensekresikan hormon vasopresin (ADH) yang berfungsi untuk
pertumbuhan tubuh, perkembangan dan pematangan, oksidasi zat
makanan dan oxytocin yang berfungsi saat kontraksi uterus dan
penurunan susu. Dewi (2015) menyatakan bahwa lobus posterior
hypophysis tidak dapat mensekresi hormon sendiri. Lobus ini menerima
vasopressin (ADH) dan oksitosin dari neuron hipotalamus lewat kapiler
darah untuk disimpan. Hasil praktikum dapat dinyatakan sesuai dengan
literatur yang ada. Berikut merupakan histology Hypophysis pada Gambar
1.

Gambar 1. Histologi Hypophysis


(Darussalam, 2016)
Berdasarkan penjelasan saat praktikum diketahui bahwa feedback
hormone adalah mekanisme yang mengontrol aktivitas sistem organ
reproduksi dengan menjaga keseimbangan kadar hormon pada tubuh.
Hypothalamus pada otak menghasilkan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang akan menstimulasi anterior pituitary untuk menghasilkan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinezing Hormone (LH). FSH
dan LH akan dibawa melalui pembuluh darah untuk menuju ke ovarium.
Hormon FSH berfungsi sebagai penstimulasi perkembangan folikel di
ovarium ketika ternak tidak bunting. Peningkatan hormon estrogen
menyebabkan terjadinya estrus. Estrus ternak jika tidak terjadi
kebuntingan yang mempengaruhi hipotalamus untuk menghasilkan
hormon FSH sehingga terjadi feedback positif. Bersamaan dengan
perkembangan folikel, hormon estrogen juga diproduksi dan meningkat
saat ternak sedang estrus. Hormon LH digunakan untuk membantu
proses ovulasi ketika ternak sedang bunting. Ovulasi yang terjadi akan
menghasilkan corpus luteum. Corpus luteum menghasilkan hormon
progresteron yang tinggi untuk mempertahankan kebuntingan. Tingginya
progesteron akan menstimulus hypothalamus untuk menghambat
produksi hormon FSH (mekanisme feedback negatif).
Kelenjar hypophyisis (pituitary) berperan penting dalam mekanisme
pengaturan feed back hormone pada hewan betina, baik feedback
hormone positif maupun negatif. Feedback hormone positif terjadi apabila
suatu hormon diproduksi dan mempengaruhi peningkatan produksi
hormon lain. Hipotalamus merangsang kerja GnRH yang menyebabkan
adenohypopysis mengeluarkan prekusor yang merangsang ovarium untuk
menghasilkan FSH sehingga hormon estrogen tinggi terjadi
perkembangan folikel. Feedback hormone negatif terjadi apabila suatu
hormon dihambat produksinya sehingga mempengaruhi penurunan
produksi hormon lain. Feedback negatif terjadi apabila hipotalamus
merangsang kerja gonadotropin realising hormone yang menyebabkan
adenohypopysis mengeluarkan prekusor yang merangsang ovarium untuk
menghasilkan leutizing hormone sehingga terjadi ovulasi dan peningkatan
progesteron untuk kesiapan kebuntingan (Hafezudin et al., 2012). Hasil
praktikum sesuai dengan literatur yang ada. Berikut merupakan skema
Feedback Hormone pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Feedback Hormone
(Molnar dan Gair, 2017)
Berdasarkan praktikum histologi organ reproduksi betina yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa sintesis hormon estrogen dimulai dari
kolestrol yang memiliki struktur cincin siklo-pentano pehidro penantrenan
diubah menjadi androgen oleh LH. Androgen akan masuk ke dalam sel
granulosa. FSH dibantu enzim aromatase akan membantu proses
pengubahan androgen menjadi estrogen dan sehingga FSH disebut juga
sebagai hormon aromatik. Rejeki et al. (2017) menyatakan bahwa
estrogen akan mengalir ke antrum dan ke pembuluh darah untuk
mengatur mekanisme feedback hormone. Untuk membentuk folikel dan
perkembangannya. strogen paling banyak dihasilkan oleh sel-sel
granulosa yang mengubah androgen yang dihasilkan oleh sel-sel theca
interna menjadi estrogen. Sekresi estrogen ke dalam folikel menyebabkan
sel-sel granulosa membentuk reseptor FSH semakin banyak sehingga
menyebabkan suatu efek umpan balik positif terhadap FSH yang
disekresikan oleh kelenjar hypophysis. Purwoistri (2010) menyatakan
bahwa enzim aromatase merupakan enzim yang berfungsi mengkatalisis
konversi androgen menjadi estrogen. Hasil praktikum sesuai dengan
literatur. Berikut ditampilkan Siklus Estrogen pada Gambar 3.
Gambar 3. Siklus Estrogen
(Darussalam, 2016)
Ovarium
Ovarium secara histologis dibagi menjadi dua bagian, yaitu cortex
dan medulla. Cortex merupakan tempat perkembangan folikel. Medulla
berisi banya syaraf dan pembuluh darah. Melia et al. (2016) menyatakan
bahwa secara histologi, struktur ovarium terdiri atas cortex dan medulla.
Bagian cortex banyak mengandung folikel yang dikelilingi oleh pembuluh
darah, folikel dengan berbagai tahapan perkembangan, folikel yang
mengalami atresi dan corpus albican. Bagian medulla banyak
mengandung jaringan penunjang. Berdasarkan diskusi yang dilakukan
saat praktikum, hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur.
Ovarium berfungsi membentuk ovum. Idfar (2017) menyatakan
bahwa, ovarium mempunyai dwi fungsi sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan
hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Hasil yang
didapatkan pada diskusi saat praktikum sesuai dengan literatur.
Ovum berkembang dengan melewati tahap-tahap tertentu di dalam
folikel, antara lain folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel
de Graaf. Foliker primer ditandai dengan adanya granulosa yang baru
satu lapis terdapat pada ternak yang masih berada di dalam kandungan,
folikel sekunder ditandai dengan adanya granulosa dua lapis dan berada
pada ternak yang telah dilahirkan, folikel tersier ditandai dengan adanya
antrum atau cairan (liquor folliculi) yang berisi protein dan hormon
esterogen dan terdapat pada ternak yang telah dewasa dan birahi, folikel
de Graaf ditandai dengan adanya antrum yang sangat besar, folikelnya
matang dan terdapat pada ternak yang estrus menjelang kawin. Ovulasi
atau pecahnya folikel de Graaf dimulai dengan retaknya dinding-dinding
folikel pada bagian stigma, lalu ciran folikel meleleh keluar. Bersama
keluarnya cairan folikel ini ovum keluar. Bekas tempat ovum setelah
ovulasi yang masih merah disebut corpus haemorrhagicum, setelah itu
terbentuk corpus luteum. Terjadinya kebuntingan menyebabkan corpus
luteum bertahan menjadi corpus gravidatum, namun jika tidak terjadi
kebuntingan makan corpus luteum regresi menjadi corpus albican. Melia
et al. (2016) menyatakan bahwa folikel primer ditandai dengan adanya
perubahan bentuk dari satu lapis sel pregranulosa yang berbentuk pipih
menjadi sel granulosa berbentuk kuboid. Folikel sekunder merupakan
perkembangan dari folikel primer yang ditandai dengan bertambahnya
lapisan sel kuboid dan terbentuk sebuah membran atau zona pelusida
yang mengelilingi oosit. Folikel sekunder belum memiliki antrum folikuli
dan disebut sebagai folikel preantral. Pertumbuhan folikel sekunder
membentuk folikel tersier atau folikel antral yang ditandai dengan lima
lapis sel granulosa mengelilingi oosit, memiliki antrum folikuli dan sel
theca eksterna yang mengelilingi folikel. Hasil praktikum yang dilakukan
telah sesuai dengan literatur.
Tiga macam corpus pada ovarium, yaitu corpus luteum, corpus
haemorrhagicum dan corpus albicans. Corpus luteum merupakan tempat
produksi hormon progesteron, berwarna kuning serta terdiri dari sel-sel
lutein. Corpus haemorrhagicum merupakan folikel de Graaf yang telah
mengalami ovulasi sehingga terisi darah. Corpus albican merupakan
corpus luteum tua yang mengalami regresi, terbentuk dari jaringan ikat
dan sel-sel lutein yang sedang mengalami degenerasi. Melia et al. (2016)
menyatakan bahwa, corpus haemorrhagicum merupakan folikel de Graaf
yang telah mengalami ovulasi atau sel telur yang telah keluar dan terisi
darah. Sel-sel granulosanya mulai berubah menjadi sel-sel lutein. Corpus
luteum berwarna kuning yang dibentuk oleh sel-sel lutein dan merupakan
tempat memproduksi progesteron. Corpus albican merupakan corpus
luteum tua yang sedang mengalami kemunduran atau regresi terbentuk
dari jaringan ikat dan sel-sel lutein yang sedang degenerasi. Berdasarkan
diskusi yang dilakukan saat praktikum, hasil yang didapatkan sesuai
dengan literatur.

Gambar 3. Histologi ovarium


(Melia et al. 2016).
Berdasarkan praktikum histologi organ reproduksi betina yang
telah dilakukan maka diketahui bahwa oogenesis adalah proses
pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium. Oogonium yang diploid
membelah menjadi oosit primer. Oosit primer membelah menjadi oosit
sekunder dan badan polar 1. Oosit sekunder haploid membelah menjadi
ootid dan badan polar 2, kemudian ootid berkembang menjadi ovum.
Arimbawa et al. (2012) menjelaskan bahwa oosit primer mengalami
pembelahan meiosis I menjadi oosit sekunder (n) dan sel badan polar
(tidak berkembang). Oosit sekunder matang siap ovulasi ke oviduk,
sperma akan membuahi dan terjadi stimulasi pembelahan meiosis II
dihasilkan sel ovum (n) dan polosit (badan polar), salah satu ciri terjadinya
fertilisasi adalah adanya badan polarpada sel telur. Proses Oogenesis
menghasilkan satu sel telur haploid (n). Hasil praktikum sesuai dengan
literatur.
Gambar 4. Oogenesis
(Syamsudin, 2014)
Berdasarkan praktikum histologi organ reproduksi betina yang telah
dilakukan maka diketahui bahwa estrus adalah keadaan saat hewan
betina siap diawini. Siklus estrus adalah jarak antara estrus satu dengan
estrus selanjutnya. Siklus estrus terbagi menjadi empat fase. Fase
proestrus adalah terjadi saat hormon LH berada di titik terendah, hormon
estrogen sedikit naik, hormon FSH sudah mulai tinggi dan hormon
progesteron masih di titik rendah. Fase estrus adalah fase yang ditandai
oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi,
berlangsung selama 12 jam. Hormon LH, FSH, dan estrogen meningkat
sedangkan hormon progesteron berada di titik terendah. Fase metestrus
adalah periode segera sesudah estrus di mana corpus luteum bertumbuh
cepat dari sel granulosa folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH
dan adenohypophysa, fase metestrus sebagian besar didominasi oleh
hormon progesteron. Fase diestrus merupakan periode terakhir dan
terlama siklus birahi pada ternak dan mamalia yang berlangsung selama
48 jam, ditanda dengan meningkatnya hormon progesteron dan hormon
FSH, LH serta hormon estrogen berada pada titik terendah.
Siklus estrus dibedakan menjadi 2 fase, yaitu fase folikel, meliputi
proestrus, estrus serta awal metestrus, dan fase luteal, meliputi akhir
metestrus dan diestrus. Proestrus berlangsung 1 sampai 2 hari ditandai
dengan dimulainya pembesaran folikel oleh hormon FSH. Estrus terjadi
saat hormon LH dan estrogen meningkat. Metestrus berlangsung selama
3 sampai 4 hari setelah estrus, ditandai dengan terbentuknya hormon
progesteron dan menurunnya hormon estrogen. Diestrus berlangsung
selama 13 sampai 14 hari setelah periode metestrus sampai periode
proestrus berikutnya. Fase diestrus ditandai dengan keberadaan korpus
albikans (Rauf, 2012). Semua hormon berjalan bersama seiring dengan
dicapainya fase dalam siklus estrus. Fase diestrus 1 sampai fase estrus
terjadi kenaikan LH dan estradiol, sementara penurunan LH dan estradiol
mengalami punurunan konsentrasi pada fase estrus sampai diestrus 2.
Kandungan hormon estradiol dan LH yang terendah dicapai saat fase
diestrus 2 dan tertinggi dicapai pada fase estrus (Simamora, 2018). Hasil
praktikum telah sesuai dengan literatur.
Proestrus ditandai dengan dimulainya proses pembentukan folikel
pada ovarium, estrus ditandai dengan pematangan folikel de graaf yang
mencapai ukuran maksimal, kemudian matang dan terjadi ovulasi.
Metestrus ditandai dengan adanya corpus haemorragicum yang akhirnya
membeku menjadi corpus luteum, dan diestrus ditandai dengan
ditemukannya corpus albican (Jalaluddin, 2014). Hasil praktikum sesuai
literatur.
Berikut merupakan grafik siklus hormon pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Siklus Hormon


(Prayogha, 2012)
Oviduk
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oviduk berfugsi
sebagai tempat fertilisasi dan transport sperma serta ovum. Oviduk secara
histologi terdiri atas tunica serosa, tunica muscularis, lumen, dan jaringan
ikat. Tunica serosa berfungsi untuk melindungi oviduk. Tunica muscularis
berfngsi untuk melakukan kontarksi. Jaringan ikat berfungsi untuk
mengikat bagian satu dengan yang lain. Sahu et al. (2017) menyatakan
bahwa dinding oviduk terdiri atas empat lapis, yaitu tunica mucosa, tunica
submucosa, tunica muscularis, dan tunica serosa. Tunica mucosa dibagi
menjadi lamina epithelia dan lamina propria. Lamina propria dan tunica
submucosa melebur menjadi satu karena adanya distinct lamina
muscularis mucosa yang membentuk propria mucosa. Tunica mucosa
mensekresikan mukus yang memudahkan akomodasi ovum di permukaan
sel. Tunica muscularis merupakan serat otot yang bentuknya terdiri atas
longitudinal cell dan circular cell. Tunica muscularis berfungsi dalam
pengaturan kontraksi ovidukkarena adanya dua tipe otot tersebut. Tunica
serosa tersusun atas jaringan kolagen, pembuluh darah dan syaraf. Hasil
praktikum sesuai dengan literatur. Berikut merupakan histologi oviduk
pada Gambar 7.

Gambar 7. Histologi Oviduk


(Firmiano et al., 2012)
Uterus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan secara histologi uterus
terdiri atas perimetrium, myometrium, endometrium, dan lumen.
Perimetrium berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya dari
lingkungan luar. Myometrium berfungsi untuk melakukan kontraksi.
Endometrium berfungsi sebagai tempat menempelnya embrio.
Endometrium memiliki dua zona yaitu zona basal dan zona fungsional.
Zona basal akan beregenerasi menjadi zona fungsional dan zona
fungsional semakin lama akan terkikis. Harlita et al. (2015) menyatakan
bahwa dalam uterus terdapat tiga lapisan penyusun, yaitu endometrium,
myometrium, dan perimetrium. Endometrium memiliki struktur epitel
kolumnar tinggi. Beberapa selnya mempunyai silia dan mikrovili
permukaan. Struktur epitel seperti ini berhubungan dengan fungsinya
sebagai tempat implantasi bagi embrio dan menghasilkan mukus. Apriliani
(2012) menyatakan bahwa myometrium merupakan lapis muskularis.
Bagian ini disusun oleh otot polosyang berbentuk sirkuler dan longitudinal.
Otot polos sirkuler terletak lebih dalam,sedangkan otot polos longitudinal
terletak di lapisan luar. Pembuluh darah juga ditemukan di superfisial
kedua lapisan otot tersebut yaitu disebut dengan stratum vasculare.
Perimetrium atau lapis serosa terdiri atas jaringan ikat longgar yang
dilapisi epitel pipih selapis di bagian superfisial yang berfungsi untuk
melindungi uterus. Hasil praktikum sesuai dengan literatur. Berikut
merupakan histologi uteru pada Gambar 8.

Gambar 8. Histologi uterus


(Harlita et al., 2015)
Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa kelenjar Hypophysis merupakan kelenjar yang menghasilkan
hormon melalui pembuluh darah. Mekanisme feedback hormon diatur oleh
hypothalamus sehingga daat terjadi estrus dan pertumbuhan folikel.
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur yang terjadi di dalam
ovarium. Organ reproduksi betina terdiri atas ovarium, oviduk, dan uterus.
Oviduktersusun atas lapisan serosa, muscularis, dan mucosa. Uterus
terdiri atas lapisan endometrium, myometrium, dan perimetrium.
Perkembangan folikel dimulai dari folikel primer, folikel sekunder, folikel
tersier, dan folikel de Graaf.
Daftar Pustaka

Amita, H. 2015. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Daun Pegagan (Centella


asiatica (L.) Urban) dan Beluntas (Pluchea indica (L.) Urban)
terhadap Gambaran Histologi Uterus dan Oviduk Tikus Putih
(Ratus novegicus) Betina. Skripsi. Jurusan Biologi. UIN. Malang.
Arimbawa, I. W. P., I. G. N. B. Trilaksana, dan T. G. O. Pemayun. 2012.
Gambaran hormon progesteron sapi bali selama satu siklus estrus.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 330 – 336.
Apriliani, F. 2012. Morfologi Organ Reproduksi Betina Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus). Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Febrina G. A. A. R, N. I. Wiratmini, N. W. Sudatri. 2013. Pengaruh
pemberian rhodamin b terhadap siklus estrus mencit (Mus
musculus l.) betina. Jurnal Biologi. 16(1): 21-23.
Firmiano, E.M.S., N.N. Cardoso., M.A.J. Santos, B.M. Sousa, A.A.
Nascimento., dan N.L. Pinheiro. 2012. Histology and
histochemistry of the oviduk of the neotropical tortoise phrynops
geoffroanus. J Cytol Histol. 3(7):1-8.
Habib, H.R. 2015. Hubungan Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh dan
Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Unisba Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Bandung. Bandung.
Harlita, R.M. Probosari, dan J. Ariyanto. 2015. Perubahan histologi uterus
tikus putih (Rattus novergicus) galur Wistar : aktifitas antifertilitas
ekstrak kulit biji mete (Anacardium occidentale L.).
BIOEDUKASI. 8(2) : 1-4.
Jalaluddin, M. 2014. Morfometri dan karakteristik histologi ovarium sapi
Aceh (Bos indicus) selama siklus estrus. Jurnal Medika Veterinaria.
8(1): 66-68.
Lee, S.K., C. J. Kim, D. J. Kim, J. H. Kang. 2015. Immune cells in the
female reproductive tract. Immune Network. 15 (1): 16-26.
Melia, J., M. Agil, I. Supriatna,dan Amrozi. 2016. Anatomi dan gambaran
ultrasound organ reproduksi selama siklus estrus pada kuda gayo
betina. Jurnal Kedokteran Hewan. 10(2): 103-108.
Molnar, C and J. Gair. 2017. Concepts of Biology-1st Canadian Edition.
Pressbooks. USA.
Pirakaksa, I. W. dan W. Bebas. 2009. Pengaruh penyuntikan ekstrak
hypophysis terhadap berat testes, gambaran mikroskopis testes,
dan kualitas semen ayam hutan merah (Gallus Gallus). Buletin
Veteriner Udayana. 1(1): 13-19.
Prayogha, P.K.G. 2012. Profil hormon ovary sepanjang siklus estrus tikus
(Rattus norvegicus) betina menggunakan Fourrier Transform
Infrared (FTIR) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Depok.
Purwoistri, R. F. 2010. Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)
terhadap Spermatogenesis dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus
Testis Mencit (Mus musculus) Jantan. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Rauf, A. 2012. Efisiensi Reproduksi Ternak Sapi Perah. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rejeki, R. T., T. Harjana, dan Sukiya. 2017. Pengaruh ekstrak daun kenari
(Canarium indicum L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus
putih betina (Rattus norvegicus L.). Jurnal Prodi Biologi. 6(3):194-
203.
Sahu, S. K., R. K. Das., S. Sathapaty., U. K. Mishra and S. K. Dash. 2017.
Gross, histological and histochemical studies onthe ovary and
oviduct of Kendrapada sheep (Ovisaries) at different age groups.
Journal of Entomology and Zoology Studies. 5(6): 2319-2324.
Simamora, R.P.A. 2018. Hubungan Usia, Jumlah Paritas, dan Usia
Menarche terhadap Derajat Histopatologi Kanker Ovarium di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandarlampung Tahun 2015-106. Skripsi.
Program Studi Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas
Lampung. Bandarlampung.
Suga, H. 2011. Self-formation of functional adenohypophysis in three-
dimensional culture. Nature. 480 (1): 57-65.
Syamsuddin, R. 2014. Pengaruh Diameter Oosit Sapi Bali terhadap
Tingkat Kematangan Inti Oosit Secara In Vitro. Skripsi.
Universitas Hasanuddin Repository. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai