Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA IV
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Disusun oleh:
Muhammad Rifki Aziz
18/424586/PT/07638
Kelompok XVIII

Asisten: Anthonio Selvano Frederico Ririhena

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Tinjauan Pustaka
Organ reproduksi betina secara umum yang diamati histologinya
adalah ovarium, oviduk, uterus dan kelenjar hypophysis (Amita, 2015).
Secara histologi ovarium dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau germial
epithelium, tunica albuginea merupakan jaringan ikat padat yang terletak
lebih dalam dari germinal epithelium. Setelah tunica albuginea terdapat
dua lapisan cortex dan medulla. Cortex merupakan jaringan ikat longgar
dan terdapat folikel-folikel. Folikel ovarium yang terdapat pada korteks dan
berisi oosit yang sedang berkembang dan mengalami perubahan menjadi
folikel de Graaf dan corpus luteum merupakan folikel matur setelah
ovulasi yang memproduksi hormon reproduksi (Habib, 2015).
Kelenjar hipofisis secara embriologik berkembang dari ektoderm
saluran pencernaan pada atap mulut dan ektoderm neural pada
hipothalamus yang sedang berkembang terdiri dari adenohypophysisdan
neurohypophysis. Adenohypophysis atau anterior lobe terdiri dari pars
distalis dan pars tuberalis. Neurohypophysis atau posterior lobe terdiri dari
pars intermedia dan pars nervosa (Lee, 2015).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah mikroskop, optilab, pensil warna dan lembar
kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah preparat histologi ovarium, uterus, oviduk, poster
histologi ovarium, oviduk, uterus dan kelenjar hypophysis.

Metode
Metode yang dilakukan pada saat praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah preparat histologi diamati menggunakan
mikroskop elektrik yang diamati melalui lensa yang dihubungkan dengan
laptop (optilab), lalu dibedakan masing-masing preparat histologi agar
mengetahui peran dari masing-masing sel untuk membantu fungsi
reproduksi secara keseluruhan. Poster histologi organ reproduksi betina
diamati dan digambar di lembar kerja menggunakan pensil warna, serta
ditulis keterangan yang ada di setiap gambar.
Hasil dan Pembahasan

Sistem reproduksi betina terdiri atas organ interna dan organ


eksterna.Organ interna mencakup sepasang ovarium, sepasang oviduk,
dan satu uterus. Ovarium terdiri dari lapisan cortex dan medulla. Oviduk
terdiri atas tunica serosa, tunica muscularis, dan tunica mucosa. Uterus
terdiri dari perimetrium, myometrium, dan endometrium.
Kelenjar Hypophysis
Berdasarkan praktikum yang didapat kelenjar hypophysis terdiri
dari adenohypophysis dan neurohypopysis. Adenohypophysis terdiri dari
lobus anterior (pars distalis dan pars tuberalis) dan pars intermedia.
Neurohypopysis terdiri dari lobus atau pars nervosa (prosesus
infundibulum) dan infundibulum. Pars nervosa sering disebut juga lobus
posterior. Suga (2011) menyatakan bahwa adenohypophysis terdiri dari
pars tuberalis. Pars distalis merupakan bagian utama adenohypophysis
dan mengandung sel-sel kelenjar yang mensekresikan Somatotropin
Hormone (STH) yang berperan dalam pertumbuhan tubuh dan sintesa
protein, Adrenocorticotropic hormone (ACTH) berfungsi menstimulasi
cortex adrenal dan pelepasan corticoid adrenal, TSH berperan
menstimulasi kelenjar thyroid dan pelepasan thryroxin serta mengikat
iodium oleh thyroid, FSH berperan dalam proses spermatogenesis dan
pertumbuhan folikel, LH berperan dalam pelepasan estrogen dan
progesteron, dan berperan dalam proses ovulasi serta LTH berperan
dalam pelepasan estrogen dan laktasi. Pars tuberalis tidak mempunyai
fungsi endokrin.
Neurohypophyis terdiri dari pars intermedia dan pars nervosa
(processus infundibularis). Pars intermedia merupakan tempat sintesis
MSH yang berperan dalam kontraksi uterus dan penurunan susu, tetapi
pada jenis hewan tanpa pars intermedia, MSH mungkin dihasilkan oleh
adenohypophysis. Bagian terbesar neurohypophysis terdiri dari pars
nervosa yang mengandung banyak ujung-ujung saraf. Neurohypophysis
mensekresikan hormon vasopresin (ADH) yang berfungsi untuk
pertumbuhan tubuh, perkembangan dan pematangan, oksidasi zat
makanan dan oxytocin yang berfungsi saat kontraksi uterus dan
penurunan susu (Suga, 2011). Hasil praktikum dapat dinyatakan sesuai
dengan literatur yang ada. Berikut merupakan histology Hypophysis pada
Gambar 1.

Gambar 1. Histologi Hypophysis


(Darussalam, 2016)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kelenjar hypophysis
mengatur aktivitas feedback hormone. Aktivitas tersebut dibagi menjadi
dua yaitu positive feedback dan negative feedback, namun kedua hal
tersebut terjadi secara bersamaan. Hypophysis mampu menghasilkan
GnRH (Gonadotriphin Realising Hormone) pada bagian anteriornya.
Hormon GnRH menstimulasi ovarium dengan hormon FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). Hormon FSH
(Follicle Stimulating Hormone) digunakan untuk membantu tahap
perkembangan folikel di ovarium. Hormon tersebut kerjanya dihambat oleh
hormon progresteron dari corpus luteum, sehingga ketika terjadi ovulasi
stimulus akan diberikan kepada hypothalamus agar tidak mensekresikan
FSH (mekanisme feedback negatif). Hormon LH (Luteinizing Hormone)
digunakan untuk membantu proses ovulasi. Ovulasi yang terjadi akan
menghasilkan corpus luteum.Corpus luteum ini dapat menghasilkan
hormon progresteron. Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat
sekresi hormon GnRH oleh hypothalamus. Adanya peningkatan kadar
estrogen dan progesteron dapat menstimulasi (feedback positif, pada fase
folikuler) maupun menghambat (feedback negatif, pada saat fase luteal)
sekresi FSH dan LH di hypophysis atau GnRH di hypothalamus.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh adenohypophysis bekerja
dengan mengkombinasikan diri dengan hormon lain. Luteinizing Hormone
(LH) bekerjasama dengan Folikel Stimulating Hormone (FSH) untuk
merangsang pematangan folikel dan pelepasan estrogen. Folikel primer
berkembang menjadi folikel sekunder dengan bantuan FSH. Folikel
sekunder berkembang menjadi folikel tersier dibantu oleh FSH dengan
LH. Folikel tersier menjadi folikel de graaf (menghasilkan estrogen).
Adanya LH menyebabkan ovulasi. Bekas folikel de graaf karena pengaruh
LH terjadi luteinasi, berubah dari corpus haemorraghicum menjadi corpus
luteum yang menghasilkan hormone progesteron, proses tersebut terjadi
di dalam darah, apabila estrogen dan progesteron tinggi maka terjadi
feedback sehingga hypothalamus menghentikan Gonadotropic Releasing
Hormone (GnRH) sehingga tidak ada FSH dan LH (Suga, 2011).
Stimulatory feedback, mekanisme ini menyebabkan kenaikan kadar
hormon tertentu akan menaikkan kadar hormon lain. Contoh stimulatory
feedback adalah kenaikan LH pada preovulasi karena kenaikan kadar
hormonestrogen. Inhibitory feedback, mekanisme ini berkebalikan dengan
stimulatory, kenaikan kadar hormon tertentu akan menyebabkan
penurunan kadar hormon lain. Contoh Inhibitory feedback adalah
penurunan kadar FSH karena kenaikan kadar estrogen saat ovulasi
(Suga, 2011). Hasil praktikum sesuai dengan literatur yang ada. Berikut
merupakan skema Feedback Hormone pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Feedback Hormone
(Molnar dan Gair, 2017)
Hormon estrogen merupakan hormon yang bertanggung jawab
terhadap manifestasi munculnya gejala estrus. Mekanisme sintesis
hormon estrogen berlangsung didalam sel theca. Sintesis hormon
estrogen membutuhkan kolesterol sebagai prekursornya, tepatnya pada
bagian cincin siklo-pentano perhidro penantrenan yang akan mengirimkan
sinyal kepada pregnenolon untuk mengaktifkan androgen. Androgen
selanjutnya berdifusi di dalam granulosa yang akan mensintesis estrogen
yang dipergunakan dalam mengisi bagian antrum, disamping itu FSH
akan mengaktifkan enzim aromatase dan kemudian menuju pembuluh
darah untuk selanjutnya mengatur mekanisme feedback hormon.
Sintesis estrogen dimulai melalui sel theca, dimana kolesterol
berupa cincin siklo pentane pehidro penantenan dipengaruhi oleh
hormone LH dan dengan adanya prekursor pregnolon membentuk
androgen. Kemudian androgen berdifusi melewati membran granulosa
dengan adanya enzim aromatase yang dihasilkan oleh FSH membentuk
estrogen. Sebagian estrogen akan mengisi antrum dan sebagian lainnnya
akan mengisi pembuluh darah yang kemudian mengatur mekanisme
feedback hormon. Bekalani (2013) menyatakan bahwa estrogen adalah
hormon steroid yang berperan penting dalam perkembangan organ dan
sistem reproduksi wanita. Hormon steroid merespon pengaruh
gonadotropin pada ovarium yang disintesis dan dilepaskan untuk
mengerahkan pengaruh feedback negatif terhadap hipotalamus dan
hipofisis anterior. Estrogen dihasilkan terutama di ovarium dan sebagian
kecil di kelenjar adrenal. Estrogen mempengaruhi jaringan targetnya
dengan mengubah kecepatan replikasi DNA, transkripsi DNA, atau
translasi RNA.
Estrogen berpengaruh terhadap organ reproduksi dan non
reproduksi. Efek estrogen pada organ reproduksi adalah untuk
menstimulasi pertumbuhan lapisan endometrium uterus setiap bulan
dalam mempersiapkan implantasi embrio, mempengaruhi perkembangan
in utero organ seks internal dan eksternal wanita, dan memelihara
kehamilan. Efek estrogen terhadap organ non reproduksi adalah dalam
menstimulasi pembentukan tulang, membatasi reabsorpsi tulang,
menstimulasi ginjal untuk menahan natrium, mempengaruhi sinyal saraf
otak terkait perilaku dan mood. Estrogen juga memiliki efek metabolik,
termasuk menurunkan kadar kolesterol dan lipoprotein densitas rendah
dalam darah, mengurangi resiko penyakit arteri dan koroner dan juga
memfasilitasi metabolisme kalsium serta berperan dalam distribusi lemak
tubuh. Estrogen bertanggung jawab atas perilaku reseptif betina selama
estrus serta perkembangan dari seks sekunder betina (Bekalani, 2013).
Berdasarkan perbandingan dengan literatur, maka hasil praktikum
mengenai sekresi hormon estrogen sudah sesuai literatur dimana hormon
tersebut disintesa pada sel theca dan digunakan kolesterol sebagai
prekursornya. Berikut ditampilkan Siklus Estrogen pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus Estrogen


(Darussalam, 2016)
Ovarium
Ovarium secara histologis dibagi menjadi dua bagian, yaitu cortex
dan medulla. Cortex merupakan tempat perkembangan folikel. Medulla
berisi banya syaraf dan pembuluh darah. Melia et al. (2016) menyatakan
bahwa secara histologi, struktur ovarium terdiri atas cortex dan medulla.
Bagian cortex banyak mengandung folikel yang dikelilingi oleh pembuluh
darah, folikel dengan berbagai tahapan perkembangan, folikel yang
mengalami atresi dan corpus albican. Bagian medulla banyak
mengandung jaringan penunjang. Berdasarkan diskusi yang dilakukan
saat praktikum, hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur.
Ovarium berfungsi membentuk ovum. Idfar (2017) menyatakan
bahwa, ovarium mempunyai dwi fungsi sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan
hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Hasil yang
didapatkan pada diskusi saat praktikum sesuai dengan literatur. Ovum
berkembang dengan melewati tahap-tahap tertentu di dalam folikel, antara
lain folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf.
Melia et al. (2016) menyatakan bahwa folikel primer ditandai dengan
adanya perubahan bentuk dari satu lapis sel pregranulosa yang berbentuk
pipih menjadi sel granulosa berbentuk kuboid. Folikel sekunder
merupakan perkembangan dari folikel primer yang ditandai dengan
bertambahnya lapisan sel kuboid dan terbentuk sebuah membran atau
zona pelusida yang mengelilingi oosit. Folikel sekunder belum memiliki
antrum folikuli dan disebut sebagai folikel preantral. Pertumbuhan folikel
sekunder membentuk folikel tersier atau folikel antral yang ditandai
dengan lima lapis sel granulosa mengelilingi oosit, memiliki antrum folikuli
dan sel theca eksterna yang mengelilingi folikel.
Tiga macam corpus pada ovarium, yaitu corpus luteum, corpus
haemorrhagicum dan corpus albicans. Corpus luteum merupakan tempat
produksi hormon progesteron, berwarna kuning serta terdiri dari sel-sel
lutein. Corpus haemorrhagicum merupakan folikel de Graaf yang telah
mengalami ovulasi sehingga terisi darah. Corpus albican merupakan
corpus luteum tua yang mengalami regresi, terbentuk dari jaringan ikat
dan sel-sel lutein yang sedang mengalami degenerasi. Melia et al. (2016)
menyatakan bahwa, corpus haemorrhagicum merupakan folikel de Graaf
yang telah mengalami ovulasi atau sel telur yang telah keluar dan terisi
darah. Sel-sel granulosanya mulai berubah menjadi sel-sel lutein. Corpus
luteum berwarna kuning yang dibentuk oleh sel-sel lutein dan merupakan
tempat memproduksi progesteron. Corpus albican merupakan corpus
luteum tua yang sedang mengalami kemunduran atau regresi terbentuk
dari jaringan ikat dan sel-sel lutein yang sedang degenerasi. Berdasarkan
diskusi yang dilakukan saat praktikum, hasil yang didapatkan sesuai
dengan literatur.

Gambar 3. Histologi ovarium


(Melia et al. 2016).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oogenesis adalah
pembentukan ovum yang terjadi di ovarium. Oogenesis dimulai dari
oogonium yang mengalami mitosis menjadi oosit primer yang sifatnya
diploid. Oosit primer mengalami meiosis I menjadi badan polar dan oosit
sekunder. Oosit sekunder mengalami meiosis II menjadi badan polar dan
ovum yang sifatnya haploid.
Syamsuddin (2014) menyatakan bahwa oogenesis adalah proses
pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium. Oogenesis dimulai
dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia (tunggal:
oogonium). Proses oogenesis terdiri dari beberapa tahap yaitu oogonium
mengalami pembelahan mitosis berubah menjadi oosit primer, yang
memiliki 46 kromosom. Oosit primer melakukan meiosis, yang
menghasilkan dua selanak yang ukurannya tidak sama. Sel anak yang
lebih besar adalah oosit sekunder yang bersifat haploid (n) dan sel yang
lebih kecil adalah badan polar I. Oosit sekunder meninggalkan folikel
ovarium menuju tuba fallopi. Apabila oosit sekunder dibuahi oleh sel
sperma (fertilisasi), maka akan mengalami pembelahan meiosis yang
kedua, begitu pula dengan badan polar pertama membelah menjadi dua
badan polar kedua yang akhirnya mengalami degenerasi. Selama
pembelahan meiosis kedua, oosit sekunder menjadi bersifat haploid (n)
dengan 30 kromosom dan selanjutnya disebut dengan oosit. Ketika inti
nukleus sperma dan ovum siap melebur menjadi satu, saat itu juga oosit
kemudian mencapai perkembangan akhir atau finalnya menjadi ovum
yang matang. Peristiwa pengeluaran sel telur dikenal dengan istilah
ovulasi. Hasil praktikum sesuai dengan literatur.

Gambar 4. Oogenesis
(Syamsudin, 2014)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan hormon estrogen akan
mengalami peningkatan saat terjadi estrus. Hormon estrogen berfungsi
untuk mengatur siklus estrus. FSH berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan folikel. LH berfungsi untuk memacu ovulasi. Hormon
progesteron akan mengalami peningkatan saat terjadi kebuntingan. Ramli
et al. (2016) menyatakan bahwa hormon estrogen merupakan hormon
yang bertanggung jawab terhadap manifestasi munculnya gejala estrus.
Estrogen dihasilkan oleh sel-sel yang membentuk dinding folikel. Lapisan
sel terluar adalah sel teka sedangkan sel bagian dalam adalah sel-sel
granulosa. Kedua sel-sel tersebut bersama-sama menghasilkan estrogen.
Sel teka mengikat luteinizing hormone (LH) dan menghasilkan androgen
yang dikonversi menjadi estrogen oleh sel granulosa yang telah
distimulasi oleh FSH. Jumlah estrogen meningkat dan dilepaskan ke
dalam pembuluh darah dan mencapai pituitary anterior, estrogen akan
bereaksi feedback positive, menstimulasi pelepasan LH. Estrogen juga
mempengaruhi sistem syaraf yang menyebabkan gelisah, dan mau dinaiki
oleh sapi lain. Estrogen menyebabkan uterus berkontraksi yang
memungkinkan sperma ditransportasikan pada organ reproduksi betina.
Febrina et al., (2013) menyatakan bahwa siklus estrus sangat
dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan
ovarium serta FSH (follicle stimulating hormone) dan LH
(luteinizinghormone) yang dihasilkan oleh hipofsis anterior. FSH
merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium dan folikel yang sedang
tumbuh ini mensekresikan hormon estrogen, dimana saat terjadinya
lonjakan dari hormon estrogen, hipofsis anterior akan meningkatkan
sekresi LH sehingga akan terjadi ovulasi. Setelah ovulasi LH akan
merangsang jaringan folikel yang tertinggal di ovarium, untuk membentuk
korpus luteum yang akan mensekresikan hormon progesteron. Hormon
progesteron ini akan merangsang penebalan dinding endometrium untuk
mempersiapkan kehamilan jika terjadi pembuahan. Hasil praktikum sesuai
dengan literatur. Berikut merupakan grafik siklus hormon pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Siklus Hormon
(Prayogha, 2012)
Oviduk
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oviduk berfugsi
sebagai tempat fertilisasi dan transport sperma serta ovum. Oviduk secara
histologi terdiri atas tunica serosa, tunica muscularis, lumen, dan jaringan
ikat. Tunica serosa berfungsi untuk melindungi oviduk. Tunica muscularis
berfngsi untuk melakukan kontarksi. Jaringan ikat berfungsi untuk
mengikat bagian satu dengan yang lain.
Sahu et al. (2017) menyatakan bahwa dinding ovidukterdiri atas
empat lapis, yaitu tunica mucosa, tunica submucosa, tunica muscularis,
dan tunica serosa. Tunica mucosa dibagi menjadi lamina epithelia dan
lamina propria. Lamina propria dan tunica submucosa melebur menjadi
satu karena adanya distinct lamina muscularis mucosa yang membentuk
propria mucosa. Tunica mucosa mensekresikan mukus yang
memudahkan akomodasi ovum di permukaan sel. Tunica muscularis
merupakan serat otot yang bentuknya terdiri atas longitudinal cell dan
circular cell. Tunica muscularis berfungsi dalam pengaturan kontraksi
ovidukkarena adanya dua tipe otot tersebut. Tunica serosa tersusun atas
jaringan kolagen, pembuluh darah dan syaraf. Hasil praktikum sesuai
dengan literatur. Berikut merupakan histologi oviduk pada Gambar 7.
Gambar 7. Histologi Oviduk
(Firmiano et al., 2012)
Uterus
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan secara histologi uterus
terdiri atas perimetrium, myometrium, endometrium, dan lumen.
Perimetrium berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya dari
lingkungan luar. Myometrium berfungsi untuk melakukan kontraksi.
Endometrium berfungsi sebagai tempat menempelnya embrio.
Endometrium memiliki dua zona yaitu zona basal dan zona fungsional.
Zona basal akan beregenerasi menjadi zona fungsional dan zona
fungsional semakin lama akan terkikis.
Harlita et al., (2015) menyatakan bahwa dalam uterusterdapa tiga
lapisan penyusun, yaitu endometrium, myometrium, dan perimetrium.
Endometrium memiliki struktur epitel kolumnar tinggi. Beberapa selnya
mempunyai silia dan mikrovili permukaan. Struktur epitel seperti ini
berhubungan dengan fungsinya sebagai tempat implantasi bagi embrio
dan menghasilkan mukus. Apriliani (2012) menyatakan bahwa
myometrium merupakan lapis muskularis. Bagian ini disusun oleh otot
polosyang berbentuk sirkuler dan longitudinal. Otot polos sirkuler terletak
lebih dalam,sedangkan otot polos longitudinal terletak di lapisan luar.
Pembuluh darah jugaditemukan di superfisial kedua lapisan otot tersebut
yaitu disebut dengan stratum vasculare. Perimetrium atau lapis serosa
terdiri atas jaringan ikat longgar yangdilapisi epitel pipih selapis di bagian
superfisialyang berfungsi untuk melindungi uterus. Hasil praktikum sesuai
dengan literatur. Berikut merupakan histologi uteru pada Gambar 8.
Gambar 8. Histologi uterus
(Harlita et al., 2015)
Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa kelenjar Hypophysis merupakan kelenjar yang menghasilkan
hormon melalui pembuluh darah. Mekanisme feedback hormon diatur oleh
hypothalamus sehingga daat terjadi estrus dan pertumbuhan folikel.
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur yang terjadi di dalam
ovarium. Organ reproduksi betina terdiri atas ovarium, oviduk, dan uterus.
Oviduktersusun atas lapisan serosa, muscularis, dan mucosa. Uterus
terdiri atas lapisan endometrium, myometrium, dan perimetrium.
Perkembangan folikel dimulai dari folikel primer, folikel sekunder, folikel
tersier, dan folikel de Graaf.
Daftar Pustaka

Amita, H. 2015. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Daun Pegagan (Centella


asiatica (L.) Urban) dan Beluntas (Pluchea indica (L.) Urban)
terhadap Gambaran Histologi Uterus dan Oviduk Tikus Putih
(Ratus novegicus) Betina. Skripsi. Jurusan Biologi. UIN. Malang.
Apriliani, F. 2012. Morfologi organ reproduksi betina musang luak
(Paradoxurus hermaphroditus). Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Febrina G. A. A. R, N. I. Wiratmini, N. W. Sudatri. 2013. Pengaruh
pemberian rhodamin b terhadap siklus estrus mencit (Mus
musculus l.) betina. Jurnal Biologi. 16(1): 21-23.
Firmiano, E.M.S., N.N. Cardoso., M.A.J. Santos, B.M. Sousa, A.A.
Nascimento., dan N.L. Pinheiro. 2012. Histology and
histochemistry of the oviduk of the neotropical tortoise phrynops
geoffroanus. J Cytol Histol. 3(7):1-8.
Habib, H.R. 2015. Hubungan Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh dan
Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Unisba Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Bandung. Bandung.
Harlita, R.M. Probosari, dan J. Ariyanto. 2015. Perubahan histologi uterus
tikus putih (Rattus novergicus) galur Wistar : aktifitas antifertilitas
ekstrak kulit biji mete (Anacardium occidentale L.).
BIOEDUKASI. 8(2) : 1-4.
Lee, S.K., C. J. Kim, D. J. Kim, J. H. Kang. 2015. Immune cells in the
female reproductive tract. Immune Network. 15 (1): 16-26.
Melia, J., M. Agil., I. Supriatna, dan Amrozi. 2016. Anatomi dan gambaran
ultrasound organ reproduksi selama siklus estrus pada kuda
gayo betina. Jurnal Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.
10(2): 103-108.
Molnar, C and J. Gair. 2017. Concepts of Biology-1st Canadian Edition.
Pressbooks. USA.
Prayogha, P.K.G. 2012. Profil hormon ovary sepanjang siklus estrus tikus
(Rattus norvegicus) betina menggunakan Fourrier Transform
Infrared (FTIR) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Depok.
Sahu, S. K., R. K. Das., S. Sathapaty., U. K. Mishra and S. K. Dash. 2017.
Gross, histological and histochemical studies onthe ovary and
oviduct of Kendrapada sheep (Ovisaries) at different age groups.
Journal of Entomology and Zoology Studies. 5(6): 2319-2324.
Suga, H. 2011. Self-formation of functional adenohypophysis in three-
dimensional culture. Nature. 480 (1): 57-65.
Syamsuddin, R. 2014. Pengaruh Diameter Oosit Sapi Bali terhadap
Tingkat Kematangan Inti Oosit Secara In Vitro. Skripsi.
Universitas Hasanuddin Repository. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai