Anda di halaman 1dari 30

Tugas Makalah

KARAKTERISTIK SUMBER DAYA PESISIR DAN KEPULAUAN

Dosen Pengampu: Dr. Suhadi,S.K.M.,M.Kes.

Disusun Oleh:

Suci Fitrah Damayanti

J1A120231

Kelas D

Mata Kuliah: Wawasan Kemaritiman

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas Kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
“KARAKTERISTIK SUMBER DAYA PESISIR DAN KEPULAUAN” dengan tujuan untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pesisir Kepulauan Tahun Ajaran 2021.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari kategori sempurna.
Oleh karena itu, penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak luupa untuk menyampaikan ucapan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral
dan spritual, langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Raha, 21 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………………

Kata Pengantar………………………………………………………………………………...

Daftar Isi……………………………………………………………………………………….

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………………

A. Latar belakang……………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………
C. Tujuan……………………………………………………………………………...

Bab II Pembahasan…………………………………………………………………………….

A. Wilayah Pesisir………………………………………………………
B. Definisi Sumber Daya Pesisir………………………………………………………
C. Jenis-Jenis Sumber Daya Hayati……………………………………………………
D. Iklim Wilayah Pesisir dan Laut……………………………………………….
E. Geomorfologi Wilayah Pesisir………………………………………….…………
F. Morfologi Laut dan Pantai……………………………………………………………

Bab III Penutup………………………………………………………………………………

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………………...

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara wilayah daratan dengan karakteristik
daratannya dan wilayah lautan dengan karakteristik lautannya dan membawa dampak yang
cukup signifikan terhadap pembentukan karakterteristik wilayah sendiri yang lebih khas.
Kekhasannya ini tidak hanyaberlaku pada karakteristik sumberdaya alamnya saja, melainkan
juga berdampak terhadap karakteristik sumberdaya manusia dan kelembagaan sosial yang
terdapatdi sekitarnya. Dan, hal ini secara signifikan menguatkan tesisnya Charles (2001) yang
mengungkapkan bahwa dalam sistem perikanan terdapat tiga sistem yang saling berinteraksi dan
membentuk karakteristik sistem perikanan. Ketiga sistem yang saling berinteraksi tersebut
diantaranya adalah sistem sumberdaya perikanan (natural system), sistem sumberdaya manusia
perikanan (human system) dan sistem pengelolaan perikanan (management system).

Artinya bahwa, wilayah pesisir juga mempunyai karakteristik spesifik sumberdaya alam
tersendiri dengan karaktek sumberdaya manusia dan karakteristik sistem pengelolaannya
sendiriyang juga spesifik. Pemahaman tentang karakteristik SDA, SDM dan sistem pengelolaan
suatu wilayah sangat tergantung kepada seberapa banyak informasi yang didapat dan seberapa
luas wilayah yang dikaji serta seberapa lama waktu dan dana yang dimiliki untuk mengkajinya.

Oleh karena itu, banyak perencana membuat skema dan pendekatan untuk mengantisipasi
berbagai bias informasi yang ditimbulkan akibat keterbatasan tersebut. Salah satu pendekatan
yang cukup memberikan dampak penting bagi pemenuhan informasi sesuai dengan yang
diharapkan adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan ini dinilai cukup efektif memberikan
ruang bagi peneliti untuk berimprovisasi terhadap pengkajian karakteristik suatu wilayah dengan
sebesar-besarnya melibatkan unsur masyarakat setempat sebagai sumber informasinya. Uraian
tersebut di atas, setidaknya memberikan inspirasi terhadap penulis untuk memahami karakteristik
sistem sumberdaya pesisir dan laut berbasis pemahaman masyarakat lokal. Dalam hal ini,
karakteristik ekosistem dan sistem pengelolaan sumberdaya dikaji berdasarkan informasi
masyarakat dan didukung oleh pemahaman penulis tentang daerah studi. Demikian halnya
dengan informasi mengenai karakteristik sumberdaya manusianya yang walaupun lebih banyak
merupakan deskripsi dari hasil pemahaman penulis selama di lokasi studi, namun demikian
informasi tersebut lebih banyak didasarkan atas hasil interaksi penulis dengan beberapa tokoh
dan komponen masyarakat lokal lainnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini:

1. Apa itu wilayah pesisir?


2. Bagaimana definisi sumber daya pesisir?
3. Apa jenis-jenis dari sumber daya pesisir?
4. Bagaimana iklim wilayah pesisir dan laut?
5. Bagaimana geomorfologi wilayah pesisir?
6. Bagaimana morfologi laut dan pantai?

C. Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah:


1. Untul mengetahui wilayah pesiisir.
2. Untuk memahami definisi sumber daya pesisir.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dari sumber daya pesisir.
4. Untuk memahami iklim wilayah pesisir dan laut.
5. Untuk mengetahui geomorfologi wilayah pesisir.
6. Untuk mengetahui morfologi laut dan pantai.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya
masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitaslautan seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1(2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut
maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untukkepentingan pengelolaansumber daya
alam.Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari aspek administratif,
ekologis, dan perencanaan.

Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu pengertian bahwa
ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang
tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut.Selain mempunyai potensi
yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak
kegiatan manusia.Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak
langsung, dapatberdampak buruk bagi ekosistem pesisir.

Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU No.1 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mendefinisikanwilayah pesisir
sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut.Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yangdipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh
12 (dua belas) mil menurut batas yurisdiksi suatu negara.
Batas wilayah pesisir ke arah darat semacam ini sama seperti yang dianut olehUnited
States(US)Coastal Management Actdan California sejak tahun 1976.Ke arah laut hendaknya
meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh pencemaran yang berasal dari darat, atau suatu
daerah laut dimanakalau terjadi pencemaran (misalnya tumpahan minyak), minyaknya akan
mengenai perairan pesisir.Batasan wilayah pesisir yang sama dapat berlaku, jika tujuan
pengelolaannya adalah untuk mengendalikan penebangan hutan secara semena-mena dan bertani
pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40%.

Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang
beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.
Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisirini adalah masalah pengelolaan yang berasal dari
konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir.

Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki
kepedulian terhadap wilayahini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Secara historis, kota-kota penting dunia bertempat
tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan
perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah, pulau,dan benua. Selain itu,
wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang besar air laut ke darat,
yaitu dengan keberadaan hutan mangrove.

B. Definisi Sumber Daya Pesisir

Sumber daya pesisir adalah sumber daya alam, sumber daya buatan, dan jasa-jasa
lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. Sumber daya alam terbagi menjadi dua yaitu
sumber daya hayati dan sumber daya nonhayati. Sumber daya hayati adalah semua makhluk
hidup yang ada di laut yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan sumber daya nonhayati adalah
sumber daya yang tidak berupa makhluk hidup.
C. Jenis-Jenis Sumber Daya Hayati
a. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal yang sangat produktif dan khas
terdapat di daerah tropis. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif
terutama kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang (filum
Scnedaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur dan
organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat, (Nybakken, 1992).
Untit dasar dari pembentukan terumbu karang adalah polip karang yang bersimbiosis
dengan alga yang hidup pada jaring karang. Hubungan simbiosis ini adalah faktor kunci
yang menjelaskan persyaratan lingkungan yang ketat bagi pertumbuhan karang karena
alga yang bersimbiosis ini memerlukan cahaya untuk melakukan fotosintesis dan dengan
mudah dapat dimusnahkan oleh sedimantasi.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktivitas


organiknya dibandingkan dengan ekosistem lainnya dan juga keanekaragaman hayatinya.
Selain memiliki fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung
fisik, tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan bermain bagi berbagai biota; ekosistem
terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi
penting seperti berbagai jemis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang
mutiara. Selain itu, terdapat beberapa jenis spesies berasosiasi dengan terumbu karang-
anemon laut, kuda laut, dan lain-lain yang merupakan bahan pembuatan obat-obatan
seperti antibiotik, anticoagulant, antileukemic, cardioaktive, dan penghambat
pertumbuhan kanker.

Selain itu, terumbu karang merupakan sumber dari pembuatan hiasan dari karang
(ornamental corals); karang yang luas dan batu kapur karang yang keras digunakan
sebagai bahan pembuatan jalan dan bangunan serta bahan baku industri. Karang batu juga
ditambang secara intensif untuk pembuatan kapur. Kegunaan tersebut diatas sering
menimbulkan konflik dengan kebutuhan untuk memelihara terumbu karang guna
mendukung produksi ikan dan mempertahankan struktur fisik terumbu yang berfungsi
sebagai pelindung pantai terhadap abrasi. Pengeksploitasian terumbu karang dengan jalan
mengambilnya akan mengakibatkan terjadinyan kerusakan habitat ikan dan berbagai
hewan laut lainnya. Selanjutnya, tutupan karang menjadi berkurang dan pada akhirnya
menurunkan tingkat produktivitas organisme yang berdiam disana. Lebih dari itu,
keindahan pemandangan taman laut akan memudar sehingga peranan terumbu karang
sebagai atraksi wisata akan menghilang dan berpengaruh negatif terhadap penerimaan
devisa melalui pariwisata bahari.

Terumbu karang diperairan Indonesia diperkirakan seluas 75.000 km2 (Direktur Bina
Sumber Hayati, 1997) dengan potensi lestari sumber daya ikan sebesar 25-45
ton/km2/tahun pada kondisi yang masih baik. Pada kondisi terumbu karang yang
mengalami kerusakan berat produksi ikan akan turun secara drastis menjadi sekitar 2-5
ton/km2/tahun. Pada terumbu karang yang baik panen lestari yang dianjurkan adalah 20
ton/km2/tahun, (Soekarno et. al, 1995). Jika terumbu karang di Indonesia sebagian besar
dalam keadaan baik maka dapat dibayangkan betapa besar produksi ikan yang bisa
dihasilkan setiap tahun. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tinggal 7% dari seluruh
terumbu karang di Indonesia yang kondisinya sangat baik, sementara sisanya sebagian
besar dalam keadaan jelek dan sangat jelek, (Suharsono, 1996). Jika dihitung secara
ekonomis maka nilai terumbu karang saat ini kurang lebih 70.000 dolar Amerika per km
persegi dari hasil perikanan, pariwisata, dan sebagai pelindung pantai terhadap abrasi.
Total nilai terumbu karang Indonesia paling sedikit 4,2 miliyar dolar Amerika yang setiap
tahun mengalami penurunan yang paling sedikit 12 juta dolar akibat kerusakan. Jika
penangkapan dengan racun diganti dengan cara yang ramah lingkungan maka keuntungan
yang akan dicapai diperkirakan sebesar 14,8 juta pertahun, (Republika, 12 Februari
2000).
Walaupun memuliki banyak kelebihan dan kegunaan, terumbu karang merupakan
ekosistem yang rapuh dan mudah rusak akibat tekanan dari aktivitas manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa faktor penyebab kerusakan ekosistem
terumbu karang secara tidak langsung yang berasal dari aktivitas manusia adalah
sedimentasi, limbah industri dan rumah tangga, limbah air panas, hydrocarbon, pestisida,
herbisida, dan limbah radio aktif. Sementara faktor penyebab secara langsung kerusakan
terumbu karang akibat perbuatan manusia adalah penambangan batu karang untuk
pembuatan batu kapur dan penambangan pasir; pengambilan karang dan kerang untuk
koleksi dan perdagangan; penangkapan ikan dengan jaring murami; racun, tombak, dan
bahan peledak; dan dampak samping dari pengembangan pariwisata seperti pembuangan
jangkar pada saat menyelam, menginjak karang bagi penyelam pemula dan sebagainya.

b. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas terdapat disepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan dipercaya memiliki fungsi
ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai penyedia nutrien
bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan
abrasi, amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan
sebagainya. Secara ekonomis hutan mangrove berfungsi secara langsung sebagai
penyedia kayu yang dapat dipergunakan untuk berbagai jenis konstruksi bangunan, kayu
bakar, arang, bahan kertas, dan lain-lain. Sementara daun-daunnya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan, pupuk untuk pertanian, dan sebagainya.
Adapun secara tidak langsung, hutan mangrove merupakan tempat rekreasi yang dapat
dijadikan sebagai obyek wisata alam (ecotourism) yang menarik seperti yang telah
dikembangkan di banyak negara antara lain Malaysia dan Australia. Kedua kegunaan
secara langsung tersebut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan secara tradisisonal oleh
masyarakat pesisir di seluruh Indonesia, sementara kegunaan secara tidak langsung belum
dikembangkan secara optimal.
Indonesia terkenal memiliki hutan mangrove luas dan sangat kaya dengan
keanekaragaman hayatinya. Luas hutan mangrove di Indonesia tercatat sebesar
5.209.543,16 ha pada tahun 1982 dan kemudian mengalami penurunan menjadi sekitar
2.496.185 ha pada tahun1993, (Dahuri, 1996). Sementara itu, keragaman jenis yang
dimiliki oleh hutan mangrove di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dengan
total spesies sebanyak 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana,
29 spesies epifit, 5 spesies terna dan 2 spesies parasitik, (Nontji, 1993). Dengan tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi maka hutan mangrove merupakan aset yang sangat
berharga tidak saja dilihat dari fungsi ekologisnya tetapi juga dari fungsi ekonomisnya.

Walaupun memiliki banyak kemanfaatan yang sangat tinggi keberadaan hutan mangrove
di Indonesia mengalami keterancaman yang serius. Keterancaman tersebut terlihat dari
tingginya aktifitas konversi lahan mangrove untuk tujuan tertentu yang dilakukan baik
oleh pemerintah maupun masyarakat. Pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi lahan
pertanian pasang-surut, perikanan, permukiman dan imdustri adalah ancaman yang paling
besar terhadap eksistensi hutan mangrove. Selain itu, sekitar 300.000 ha hutan mangrove
telah hilang akibat penebangan liar, pembangunan di kawasan pesisir dan polusi yang
berasal dari daratan yang terjadi di kawasan Indonesia bagian barat. Lebih dari 1 juta ha
lainnya diperuntukan sebagai hutan produksi. Sementara di kawasan Indonesia bagian
timur kondisinya tidak separah di bagian barat, (Jameson et al.,1995). Di wilayah pesisir
utara pulau Jawa misalnya, berdasarkan data Landsat-TM diketahui bahwa kini tinggal
21.195 ha hutan mangrove, sementara luas tambak sudah mencapai 118.383 ha,
(Republika, 12-04-2000).

Ancaman lainnya terhadap keberadaan hutan mangrove yang cukup serius saat ini berasal
dari program pemerintah untuk meningkatkan ekspor produksi perikanan khususnya
udang yang dikenal dengan PROTEKAN (Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan)
2003. Diharapkan sebanyak 6,79 miliar dolar (66,6%) diperoleh dari kegiatan budidaya
tambka udang. Untuk itu, pemerintah akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi
budidaya tambak melalui pembangunan maupun rehabilitas jaringan irigasi teknis yang
ada. Khusus untuk ekstensifikasi, program ini menargetkan untuk membuka tambak baru
seluas 123.800 hektar, sedangkan untuk intensifikasi akan diarahkan pada areal tambak
seluas 256.555 hektar sehingga pada tahun 2003 nantinya luas tambak seluruhnya adalah
380.355 hektar. Untuk mencapai target tersebut tidak ayal lagi akan terjadi konvensi
hutan mangrove menjadi tambak yang makin memper besar tekanan terhadap eksistensi
sumber daya hutan mangrove. Lebih dari itu, perubahan fungsi hutan mangrove menjadi
tambak akan mengurangi benefit mangrove, hilang pendapatan lokal, kerusakan
lingkungan pesisir, dan tekanan internasional akibat kerusakan biodiversitas sehingga
beimplikasi pada penolakan ekspor udang di Indonesia.

Untuk mendukung program tersebut dibutuhkan faktor pendukung lainnya seperti benur,
pakan, pupuk, pestisida, kapur, bahan minyak, oil, induk, udang, artemia dan pakan
buatan. Selain itu diperlukan paling sedikit 540 unit panti pembenihan skala besar
(kapasitas produksi 67,5 miliar) dan 4,000 unit skala kecil (kapasital 12 miliar benur).
Keberadaan faktor pendukung berupa berbagai bahan kimia seperti pakan dan obat-
obatan (pestisida, pupuk, dan antibiotik) dalam jumlah yang relatif banyak akan
berdampak pada berkurangnya usia tambak disebabkan oleh sisa makanan dan akumulasi
sisa-sisa bahan kimia serta kelebihan dosis pupuk yang dalam waktu tertentu bisa menjadi
racun yang mematikan udang dan ikan.

Program ini cenderung berfokus pada pencapaian target ekspor sehingga strategi yang
digunakan mengarah pada investasi pada modal (capital intensive). Akibatnya program
ini akan memberikan peluang yang lebih esar kepada pemodal untuk berinvestasi pada
sektor tersebut dan membesar jurang antara petani dan pengusaha besar. Oleh karena itu,
untuk menghindari hal tersebut dicari format dan aturan yang jelas sehingga tidak
mengeksploitasi lingkungan dan petani, termasuk juga aturan yang dapat menjamin
keselamatan dan hak-hak masyarakat setempat.

c. Padang Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbungan yang hidup diperairan dangkal dan hidup terbenam
dalam laut. Tumbuhan ini tersususn dari rhizome atau batang yang terbenam dan merayap
secara mendatar serta berbuku, daun dan akar. Lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang
bentuknya mirip pita dan berakar jalan, dan membentuk padang yang luas dan lebat di
dasar laut yang masih terjangkau oleh sinar matahari. Pada buku-buku dari rhizoma ini
tumbuh akar dan batang pendek yang tegak keatas, berdaun dan berbunga. Dengan
rhozoma dan akar inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh
didasar laut sehingga tahan terhadap hempasan ombak dan arus. Berbeda dengan
tumbuhan lain yang hidup didalam laut (seperti gangang dan alga laut), lamun berbuah
dan menghasilkan biji. Untuk menghasilkan buah, lamun memiliki sistem pembiakan
yang bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan didalam air (hydrophilous
pollination). Pada umumnya lamun dapat hidup pada semua tipe dasar laut, tetapi padang
lamun (sea grass beds) yang luas hanya dijumpai pada dasar laut lumpur berpasir lunak
dan tebal dan biasanya terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu
karang. Padang lamun ini merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktivitas
organiknya.

Sebaran geografis lamun berpusat didua wilayah yaitu Indo Pasifik Barat dan Karibia
dimana jenis yang terdapat di Indo Pasifik Barat lebih banyak dibandingkan dengan yang
terdapat di Karibia. Jenis tumbuhan berbungan di laut lebih sedikit dibandingkan dengan
di darat karena di laut terdapat hanya 12 jenis (spesies) yang tergolong dalam tujuh
marga. Ke tujuh marga yang terdiri dari marga suku hydrocharitaceae dan 4 marga suku
Potamogetonaceae banyak dijumpai di perairan Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang memiliki berbagai
fungsi penting dan kegunaan. Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian
besar memasuki rantai makana di laut. Dengan perkataan lain lamun merupakan sumber
utama produktivitas primer dan sumber makanan penting bagi berbagai organisme laut.
Padang lamun juga berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan daerah
perlindungan dari berbagai jenis udang dan ikan serta biota laut lainnya. Daun lamun
berperan sebagai tudung pelindung yang menutupi penghuni padang lamun dari sengatan
sinar matahari. Vegetasi lamun yang lebat menghambat pergerakan air yang disebabkan
oleh arus dan ombak serta menyebabkan perairan disekitarnya tenang. Oleh karena itu,
padang lamun dapat mencegah terjadinya erosi dan dapat menangkap sedimen yang
kemudian diendapkan dan distabilkan. Lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan
hewan dan juga manusia serta bahan baku dalam pembuatan kertas dan pupuk.
Masyarakat di pulau Seribu telah lama memanfaatkan biji samo-samo (Enhalus
acorodies) sebagai bahan makanan setelah dicampur dengan kelapa, (Hutomo et
al.,1987).

Tekanan terhadap ekosistem lamun terutama berasal dari kegiatan pengerukan dan
reklamasi (penimbunan) laut yang dilakukan untuk keperluan industri maupun
pembangunan pelabuhan yang merupakan faktor penyebab kerusakan ekosistem padang
lamun. Hal ini mengakibatkan berkurangnya luas areal padang lamun serta rusaknya
ekosistem padang lamun yang pada gilirannya akan mempengaruhi biota yang hidup dan
mencari makan di ekosistem tersebut. Faktor lainnya penyebab rusaknya padang lamun
adalah pencemaran air laut termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan
desalinasidan fasilitas-fasilitas produksi minyak, pencemaran oleh aktivitas industri,
limbah air panas dari pembangkit listrik, dan sebagainya.

d. Rumput Laut

Rumput laut adalah tumbuhan yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati
(tumbuhan tingkat rendah). Kesatuan antara bentuk tubuh yang menyerupai akar, daun
dan batangnya dinamakan thallus. Secara umum thallus tersusun atas beberapa bagian,
yang terbawah dinamakan holdfast. Bagian ini menyerupai akar sebagai tempat melekat
pada substrat. Bagian yang berbentuk menyerupai batang dinamakan stipe, sedangkan
bagian yang menyerupai daun dinamakan blade. Secara umum, rumput laut dapat
digolongkan menjadi beberapa kelas. Pigmen yang terkandung dalam thallus yang
menentukan apakah rumput laut atau alga tersebut termasuk pada golongan
Chlorophyceae (alga hijau) yang mengandung klorofil, Phaeophyceae (alga coklat) yang
mengandung pigmen fikoeritrin dan fikosianin, atau Rhodophyceae (alga merah) yang
mengandung fukosantin. Namun menurut beberapa ahli, penggolongan kelas rumput laut
juga didasarkan pada tempat penyimpanan cadangan makanan, motility, kandungan
dinding sel dan struktur batang serta tipe tumbuh.
D. Iklim Wilayah Pesisir dan Laut

Perubahan iklim yang sering terjadi pada wilayah pesisir adaalah satu hal yang sangat di
takuti masyarakat pesisir. Perubahan iklim lekat dengan perubahan suhu yaitu semakin
meningkatnya suhu di bumi. Kenaikan suhu rata-rata di seluruh dunia sekitar 2°C dan mungkin
akan naik sekitar 4°. Walaupun dirasakan tidak terlalu terdampak saat ini, ternyata efek yang
ditimbulkan sangat besar. Karena kenaikan suhu akan mempengaruhi kondisi lain, seperti es di
kutub karena mencair, curah hujan akan berubah dan meningkatnya volume air laut. Contohnya
jika ada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, maka akan lebih tinggi lagi curah
hujannya.

Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap wilayah Indonesia yaitu
akan sangat berdampak pada ekosistem laut atau pesisir dibandingkan dampak di sektor lainnya.
Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara maritim. Pada intinya ekosistem laut sangat
rentan terdampak karena perubahan iklim. Berbicara tentang ekosistem laut, ada satu fenomena
dengan kenaikan permukaan air laut dan mengancam setiap daerah di dataran rendah. Skenario
paling parah jika tidak melakukan apapun, yaitu maka akan naik sekitar 1.1 meter.

Kenaikan muka air laut akan memperparah bencana lain, seperti banjir pesisir atau banjir
rob, erosi pantai atau abrasi, merusak infrastruktur di kawasan pesisir (dermaga, pelabuhan) dan
dikombinasikan dengan kejadian lain seperti curah hujan, merubah kualitas air di wilayah
perairan dan perubahan pada gelombang laut, angin laut dan perubahan suhu di permukaan laut.

Hal tersebut akan merubah pola ekosistem atau habitat dari biota laut. Lalu dampak yang
lain ialah fenomena perubahan keasaman laut yang sangat merubah kondisi laut itu sendiri dan
bisa berdampak pada ekosistem dan keberlangsungan koral di laut. Jimmy Kalther, Alumni Ilmu
Kelautan UNPAD pada webinar Climate Change and Coastal Disaster, Jakarta (8/10),
mengatakan ada satu penelitian oleh satu NGO, mengatakan bahwa pada tahun 2050 sekitar 23
juta orang memiliki potensi akan kehilangan tempat tinggalnya, karena dampak dari banjir di
pesisir.

Selain banjir pesisir, ada fenomena erosi pantai yang diperparah oleh kenaikan air laut dan
perubahan iklim, sehingga akan mempengaruhi masyarakat di daerah pesisir (aktivitas perikanan,
tambak, dan sebagainya). Faktanya berdasarkan info KKP (2018), erosi pantai di Indonesia dapat
dikatakan sangat tinggi, sudah sekitar 30.000 Hektare hilang dalam 15 tahun. Beberapa daerah
yang mengalami erosi pantai ialah Kalimantan, Pesisir Jawa, dan sebagainya. Terdapat beberapa
rekomendasi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir bencana yang diakibatkan erosi pantai,
yaitu:

 Protection

Kegiatan melindungi orang, properti, infrastruktur yang ada di wilayah tersebut.


Misalnya pembangunan struktur keras di Jakarta, tanggul di Pekalongan, pembangunan
soft structure dengan memanfaatkan bahan-bahan lebih murah, seperti kayu dan
menggunakan pelindung alami seperti mangrove, atau bahkan bisa melakukan secara
tradisional dengan menggunakan karung-karung pasir.

 Accommodation

Menyesuaikan aktivitas manusia agar tetap berlanjut, misalnya rumah ditinggikan atau
membuat rumah panggung dengan struktur yang kuat. Menggunakan pendekatan
alternatif berkaitan dengan mata pencaharian, dulunya petani sekarang dialihkan menjadi
tambak.

 Retreat
Relokasi atau pindah ke tempat yang lebih aman. Kemudian daerah yang ditinggalkan
dikembalikan kepada fungsi ekosistem pesisir. Contohnya ada di Pekalongan, warganya
pindah ke tempat lebih aman dan daerahnya dialihfungsikan menjadi sabuk pantai
misalnya menanam mangrove.

Oleh sebab itu, perlu ada kerja sama pada seluruh masyarakat, lembaga, dan pemerintah
untuk melakukan pencegahan perubahan iklim agar tidak lebih parah lagi.

E. Geomorfologi Wilayah Pesisir

Bentuk/morfologi wilayah pesisir, seperti pantai terjal atau landai, ditentukan oleh kekerasan
(resestivity) batuan, pola morfologi dan tahapan proses tektoniknya. Relief/topografi dasar laut
perairan nusantara terdiri dari berbagai tipe mulai dari paparan (shelf) yang dangkal, palung
llaut, gunung bawah laut, terumbu karang dan sebagainya. Kondisi oseanografi fisik di kawasan
pesisir dan lautan ditentukan oleh fenomena pasang surut, arus, gelombang, kondisi suhu,
salinitas serta angin. Fenomena-fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir dan lautan. Proses-proses utama yang sering terjadi di wilayah pesisir meliputi:
sirkulasi massa air, perc percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi
dan abrasi serta upwelling.

Bentukan-bentukan yang umum terdapat diwilayah pesisir adalah sebagai berikut:

1. Pesisir Pantai (Beach ) adalah yaitu pesisir diantara garis pasang naik dan pasang surut.

2. Laguna adalah air laut dangkal yang memiliki luas beberapa mil, sering merupakan teluk
atau danau yang terletak diantara pulau penghalang dengan pantai. Laguna (haff ) atau
danau pantai atau pantai berdanau, yaitu bagian laut yang ada di tepi pantai yang terpisah
sebagian atau seluruhnya akibat adanya lidah tanah atau kubus pesisir (nehrung ).
3. Pulau Penghalang (B a r r i e r I s l a n d   ) adalah gosong pasir yang tersembul
dipantai yang dipisahkan dari pantai oleh laguna. Pulau penghalang ini bias tebentuk
sebagai spit atau gumuk pasir yang dibentuk oleh angin atau air.

4. Delta adalah deposit lumpur, pasir, atau kerikil (endapan alluvium) yang mengendap di
muara suatu sungai. Delta dibagi menjadi tiga berdasarkan bentuknya, yaitu Delta
Arcuate (Berbentuk kipas), Delta Cuspate (Berbentuk gigi tajam), Delta Estuarine
(Berbentuk estuarine).

5. Goa Laut (Sea Cave ) merupakan goa yang terbentuk pada terbing terjal (cliff ) atau tanjung
(headland) sebagai akibat erosi dari hantaman gelombang dan arus.

6. Sea Arch merupakn  sea cave yang telah tereosi sangat berat akibat dari hantaman
ombak.

7. Sea Stack merupakan tiang-tiang batu yang terpisah dari daratan yang tersusun dari batuan
yang resisten sehingga masih bertahan dari hantaman gelombang.

8. Rawa Air Asin (S a l t M a r s h   ) merupakan rawa yang terbentuk akibat genangan air
laut di dinggir pantai.

9. H e a d L a n d yaitu batuan daratan resisten yang menjorok kelaut sebagai akibat erosi
gelombang.
10. Bar yaitu gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut dipinggir pantai yang
terjadi oleh pengerjaan arus laut dan gelombang. Kadanngkadang terbenam seluruhnya
oleh air laut. Beberapa jenis bar antara lain:

a. Spit yaitu yang salah satu ujunganya terikat pada daratan, sedangkan yang lainnya
tidak. Bentuknya kebanyakan lurus sejajar dengan pantai, tetepai oleh pengaruh
arus yang membelok ke arah darat atau oleh pengaruh pasang naik yang besar,
spit itupun membelok pula ke arah darat yang disebut  Hook atau Recurved Spit
(Spit Bengkok).
b. B a y m o u t h B a r adalah spit yang kedua ujungnya terikat pada daratan yang
menyeberang dibagian muka teluk.
c. Tombolo adalah spit yang menghubungkan pulau dengan daratan induk atau
dengan  pulau lain, contohnya daratan antara Pulau Pananjung dengan daratan
induknya Pulau Jawa.

11. Estuarium adalah sebagian lembah yang sudah tenggelam di sebuah pantai rendah.
Estuarium terjadi karena di tempat itu terdapat perbedaan besarantara tingginya air laut
pada waktu pasang naik dan pasang surut. Estuarium berbentuk corong agak jauh kea rah
darat.

12. Fyord adalah lembah-lembah gletser pada zaman es yang digenangi kembali oleh air laut
setelah berakhirnya zaman es.

13. Ria adalah genangan air laut yang terdapat pada lembah sungai yang mengalami
penurunan.

14. Teluk adalah laut yang menjorok ke darat.

pantai dan Pesisir Berdasar Fisiografi Kepulauan


 
1. Pulau/daratan menghadap ke arah samudera lepas.
Pantai dan pesisir yang menghadap ke arah laut/samudera lepas ditandai oleh tebing
perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar, berbukit terjal menerima hempasan kuat
gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh
endapan sedimen sungai. Jalur ini umumnya erat kaitannya dengan jalur tumbukan atau
penunjaman. Gelombang besar merupakan bagian dari sistim gelombang samudra,
namun tsunami adakalanya terjadi menyusul gempa kuat yang sering terjadi di  jalur ini.
Contoh kota di pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang, Bengkulu, Cilacap, dst.

2. Pantai – pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan).


Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai luas
dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran tangkapan hujan luas, mengalir
berkelok-kelok melalui rawa dan dataran limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber
tutupan tebal bakau membentuk muara delta luas dengan pulau pulau delta di depannya.
Jenis pesisir ini dijumpai di perairan timur Sumatra utara Jawa dan selatan Irian. Contoh
kota yang mewakili dan berada di mintakat ini adalah: Lhokseumawe, Palembang,
Jakarta, Semarang, dll.

3. Pesisir menghadap tepian kontinen.


Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah mana  beberapa
pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat stabil dari gejala geologi. Dua
paparan tersebut menyisakan bentang alam dataran saat sempat kering ketika susut laut
hingga 145 m dari muka laut sekarang. Bentang alam saat susut laut memiliki kemiripan
dengan bentang pesisir sekarang, ditandai oleh daerah limpahan banjir, rataan terumbu
karang dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa bentang alam tinggian masih
terlihat berupa pulau pulau di perairan ini (Senayang-Lingga-Bangka- Natuna-Karimata
dll). Landai dan dangkalnya perairan seringkali menyebabkan kekeruhan akibat agitasi
laut saat musim barat sulit hilang. Rataan tipis bakau menutup pesisir perairan. Sisa
pematang pantai purba membentuk rataan tipis oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu
karang kurang pertumbuhannya di perairan ini yang umumnya ditandai oleh air keruh
siltasi sedimen agitasi gelombang. Kota-kota yang mewakili antara lain: Tanjung Pinang,
Pangkal Pinang, dll.

4. Jalur pulau busur luar.


Jalur pulau non volkanik busur luar terbentuk hampir menerus di barat dari pulau
Sumatra menghadap ke lepas Samudra Hindia. Di bagian timur busur Sunda, busur luar
terbentuk kembali sebagai pulau Sumba dan Sabu. Pulau-pulau tersebut terbentuk dari
terangkatnya sedimen laut oleh proses penunjaman dan tumbukan lepeng, dicirikan oleh
lapisan batuan yang terlipat membentuk perbukitan dan terpotong patahan. Adakalanya
batu gamping terumbu karang ikut terangkat keluar membentuk perbukitan di pantai
bertebing curam. Teluk terbentuk oleh struktur geologi, umumnya padanya bermuara
sungai membentuk endapan pasir disekelilingnya atau tutupan bakau. Dangkalan akibat
terangkatnya batuan, ditumbuhi terumbu karang yang di atasnya seringkali kemudian
tumbuh bakau. Sedimen lepas atau keras terkomkakan dari endapan karbonat di pantai
terbentuk dari hasil rombakan terumbu karang. Pulau-pulau di barat Sumatra mengalami
gerak pengangkatan mengiringi kegempaan yang adakalanya diikuti tsunami, namun
ditengarai pula adanya penurunan. Di Sumba dan Sabu, pengangkatan lebih dominan dan
menerus menghasilkan undak teras. Kota-kota yang mewakili, antara lain: Muara Siberut,
Waingapu, Seba, Baa, dll.

5. Pulau gunung api.


Pantai pulau ini dicirikan oleh endapan bahan volkanik yang dimuntahkan hingga ke
perairan membentuk pesisir pantai landai di bagian mana sering ditumbuhi bakau dan
terumbu karang di perairannya. Endapan lahar atau lava sering mencapai rataan bakau
dan terumbu, namun dapat segera tumbuh pulih kembali setelah 5-6 tahun kemudian.
Pulau- pulau ini membentuk jajaran dari Bali hingga Flores. Pantai curam terbentuk oleh
terobosan batuan volkanik atau batuan tufa lelehan dan lahar konglomeratan yang
tersemenkan. Lembah sungai dalam di hulu berakhir pada muara yang berpantai landai
pada pesisir datar, namun sering berupa muara sempit. Contoh kota yang mewakili
mintakat ini antara lain: Denpasar, Mataram, Bima, Banda, Maumere, dll.

6. Pulau kecil di laut dalam.


Pulau-pulau ini dicirikan oleh lereng perairan curam, namun lereng atas dekat
permukaannya sering dikelilingi oleh terumbu karang yang menempel pada batuan
volkanik. Terumbu karang adakalanya terangkat membentuk undak sempit batu gamping
karang dengan takik ombak, sebagai bukti adanya pengangkatan. Pantai sempit landai
adakalanya ditumbuhi bakau. Contoh kota yang mewakili pemukiman di pulau ini antara
lain adalah Banda.

7. Pulau-pulau kecil di paparan tepian kontinen.


Pulau terbentuk oleh tinggian batuan yang resistan dari kerjaan cuaca di kawasan geologi
yang stabil bagian dari paparan kontinen. Perubahan paras muka laut lebih mengontrol
evolusi morfologi perairan ini membentuk alur perairan dangkal yang ditutupi endapan
pantai dan sungai purba. Dangkalnya perairan menyebabkan kekeruhan tidak mudah
hilang, menyebabkan kualitas terumbu karang kurang baik namun endapan pantai di
perairan tenang mengalasi rataan tebal bakau. Pantai purba sempit terbentuk di pesisir
yang menghadap ke periaran bebas yang bergelombang kuat yang membantu
pembentukan endapan pasir kuarsa putih. Contoh kota yang menempati gugusan pulau ini
adalah: Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, dll.

8. Pulau Delta.
Pulau-pulau delta terbentuk di bagian perairan landai di muara sungai yang mengalir jauh
dari pedalaman mengangkut sedimen yang diendapkan dan membentuk  pulau-pulau ini.
Hampir seluruh pulau umumnya ditutupi bakau atau hutan tropis dataran  basah pada
kisaran supra tidal atau intertidal. Kota-kota di pesisir timur Sumatra dari Riau hingga
Jambi menempati kawasan ini (Rumbai, dst). Daerah peralihan antara daratn dan lautan
sering ditandai dengan adnya suatu perubahan kedalaman. Ada tiga daerah untuk
membedakan kedalaman, yaitu sebagai berikut.

a. Continental Shelf.
Continental Shelf adalah suatu daerah yang mempunyai lereng yang landai
(kemiringan kira-kira sebesar 0,4 %) dan berbatasan langsung dengan daerah
daratan. Daerah ini biasanya mempunyai lebar antara 50-70 km dan kedalam
maksimum dari lautan yang ada di atasnya tidak lebih besar di antara 100-200 m.

b. Continental Slope
Continental Slope mempunyai lereng yang lebih terjal dari Continental Shel di
mana kemiringannya bervariasi antara 3 % dan 6 %.

c. Continental Rise
Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan
lahan menjadi datar pada dasar lautan. Masih ada lagi istilah di kawasan pantai,
yaitu lepas  pantai ( offshore ), tepi laut depan (  foreshore ), dan tepi laut belakng
(backshore).

F. Morfologi Laut dan Pantai

Pada mulanya dipercaya bahwa permukaan dasar lautan itu adalah datar dan tidak
mempunyai bentuk. Namun, ilmu-ilmu modern sekarang telah membuktikan bahwa topografi
laut kompleks seperti daratan. Dasar laut hamper sama dengan permukaan bumi, ada yang datar,
rata, lereng, ngarai, lembah, dan ada juga dataran rendah, dataran tinggi, dan gunung  berapi.

1. Daerah jeluk (abisal) daerah atau kawasan ini relative datar terletak di bagian laut dalam.
Kawasan abisal luasnya mencakup hingga dua pertiga luas dasar lautan.

2. Trench Palung memanjang adalah ngarai dasar laut sempit yang dalam dan panjang.
Bagian laut yang terdalam adalah berbentuk seperti saluran yang seolah-olah terpisah
sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua dengan kepulauan. Contohnya
palung jawa. Palung ini ada yang mencapai kedalaman 7700 m.
3. Seamount. Gunung laut adalah gunung yang ada di dasar laut. Gunung tersebut
merupakan gunung-gunung berapi yang muncul dari dasar lautan, tetapi tidak dapat
mencapai permukaan laut. Seamount mempunyai lereng yang curam, berpuncak runcing
dan kemungkinan mempunyai tinggi 1 km.

4. Pulau gunung api adalah gunung api laut yang tersembul hingga permukaan laut.

5. Punggung laut atau pematang tengah samudera pematang tengah samudera adalah


pegunungan besar dan sangat panjang yang ada di tengah samudera. Panjangnya hingga
puluhan ribu kilometer. Contohnya. Pematang tengah samudera pasifik dan pematang
tengah samudera atlantik.

6. Atol-atol daerah ini terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagaian tenggelam di
bawah permukaan air. Batu-batuan yang terdapat di sini ditandai oleh adanya terumbu
karang yang terbentuk seperti cincin. Adapun Pantai yaitu terdiri dari beberapa kelompok
yaitu:

a. Pantai curam singkapan batuan.


Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap laut lepas dan
merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan
volkanik, terobosan, malihan atau sedimen.

b. Pantai landai atau datar.


Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan
belakang. Absennya gejala geologi berupa pengangkatan dan perlipatan atau
volkanisme, pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca dan
hidrologi. Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir
dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan
bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat
lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan tanah, sementara air tanah
tawar sulit ditemukan.

c. Pantai dengan bukit atau paparan pasir.


Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen
sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering
dan berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. Air tanah seringkali
terkumpul dari air meteorik yang terjebak. Sementasi sedimen terbentuk bila
terdapat cukup kelembaban dari air laut (spray) dan terik matahari. Jenis pantai ini
berkembang baik di perairan yang menghadap samudra Hindia (Sumatra pantai
barat, Jawa, dst.). Paparan pasir juga terbentuk di perairan yang menghadap
cekungan dalam di pulau kecil atau gunung api sejauh cukup landai lereng pantai
dan sedimen sungai serta agitasi gelombangnya.

d. Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar.


Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah
muara sungai kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk
garis lurus dan panjang pantai berpasir. Erosi terjadi bila terjadi ketidak seimbangan
lereng dasar perairan dan asupan sedimen.

e. Pantai berbukit dan tebing terjal.


Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur
tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi
kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Batuan keras yang terkerat
patahan dan rekahan umun dijumpai di kawasan yang gejala tektoniknya kuat.
Batuan terobosan atau bekuan tufa dapat membentuk tebing terjal di pantai pulau
volkanik. Di kawasan dengan proses pengangkatan dan pelipatan, kecuraman lereng
pantai atau  bukit adakalanya tergantung arah lipatan dan kemiringan perlapisan dan
kekerasan maupun kestabilan batuannya. Terjalnya tebing pantai dan kuatnya
agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian halnya
dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan,
terutama di kawasan dengan curah hujan memadai.

f. Pantai erosi.
Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang
mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air. Gerak air
dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang
menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung di permukaan,
namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan. Erosi maksimum
terjadi bila enersi dari agen erosi mencapai titik paling lemah materi tererosi. Pada
sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang
surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang terjadi pada dasar perairan
akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi
gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah
dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah
dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan
posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir
pantai. Erosi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak
cukup mengganti sedimen yang tererosi. Pada tebing pantai batuan keras, abrasi
terjadi pula namun memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang
terlihat. Takik pada  batuan di ketinggian tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini,
bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi, bagian atas tebing
runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh kegiatan
pelubangan biota.
g. Pantai akresi
Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari  jumlah
yang kemudian dierosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan kebalikan
dari proses erosi. Keseimbangan yang menyebabkan dua proses tersebut
berlangsung bergantian adalah kondisi: berubahnya paras muka laut, perubahan
enersi agen erosi, perubahan jumlah sedimen yang tersedia, dan lereng dari dasar
perairan. Akresi pantai oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang
berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari erosi atau longsor.
Kecepatan akresi di  beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi
hasil erosi di hulu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya
masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitaslautan seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1(2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan laut
maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untukkepentingan pengelolaansumber daya
alam.Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari aspek administratif,
ekologis, dan perencanaan.

Sumber daya pesisir adalah sumber daya alam, sumber daya buatan, dan jasa-jasa
lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. Sumber daya alam terbagi menjadi dua yaitu
sumber daya hayati dan sumber daya nonhayati. Sumber daya hayati adalah semua makhluk
hidup yang ada di laut yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan sumber daya nonhayati adalah
sumber daya yang tidak berupa makhluk hidup.

Jenis-jenis sumber daya hayati yakni terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, dan
rumput laut.

Iklim wilayah pesisir umunya sering mengalami perubahan. Perubahan iklim yang sering
terjadi pada wilayah pesisir adaalah satu hal yang sangat di takuti masyarakat pesisir. Perubahan
iklim lekat dengan perubahan suhu yaitu semakin meningkatnya suhu di bumi. Kenaikan suhu
rata-rata di seluruh dunia sekitar 2°C dan mungkin akan naik sekitar 4°. Walaupun dirasakan
tidak terlalu terdampak saat ini, ternyata efek yang ditimbulkan sangat besar. Karena kenaikan
suhu akan mempengaruhi kondisi lain, seperti es di kutub karena mencair, curah hujan akan
berubah dan meningkatnya volume air laut. Contohnya jika ada daerah-daerah yang memiliki
curah hujan tinggi, maka akan lebih tinggi lagi curah hujannya.

Bentuk/morfologi wilayah pesisir, seperti pantai terjal atau landai, ditentukan oleh kekerasan
(resestivity) batuan, pola morfologi dan tahapan proses tektoniknya. Relief/topografi dasar laut
perairan nusantara terdiri dari berbagai tipe mulai dari paparan (shelf) yang dangkal, palung
llaut, gunung bawah laut, terumbu karang dan sebagainya. Kondisi oseanografi fisik di kawasan
pesisir dan lautan ditentukan oleh fenomena pasang surut, arus, gelombang, kondisi suhu,
salinitas serta angin. Fenomena-fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir dan lautan. Proses-proses utama yang sering terjadi di wilayah pesisir meliputi:
sirkulasi massa air, perc percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi
dan abrasi serta upwelling.

Pada mulanya dipercaya bahwa permukaan dasar lautan itu adalah datar dan tidak
mempunyai bentuk. Namun, ilmu-ilmu modern sekarang telah membuktikan bahwa topografi
laut kompleks seperti daratan. Dasar laut hamper sama dengan permukaan bumi, ada yang datar,
rata, lereng, ngarai, lembah, dan ada juga dataran rendah, dataran tinggi, dan gunung  berapi.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://komitmenku.files.wordpress.com/2008/06/20040123-karakteristik-sumberdaya-pesisir-
dan-laut-kawasan-teluk-palabuhanratu-kabupaten-sukabumi.pdf

https://potretindonesia.weebly.com/rumput-laut.html

ttps://siagabencana.com/post/dampak-perubahan-iklim-pada-wilayah-pesisir

https://www.academia.edu/5231694/Geomorfologi_Pesisir

Anda mungkin juga menyukai