Anda di halaman 1dari 10

Majalah Kesehatan Volume 5, Nomor 3, September 2018

ASUPAN PROTEIN MEMPENGARUHI TERJADINYA FRAILTY SYNDROME BERDASARKAN


FRAILTY INDEX PADA USIA LANJUT DI KOTA MALANG

Tita Haryanti*, Sri Sunarti**, Justicia Puspa Luqyana***

Abstrak

Aging atau penuaan merupakan sebuah proses yang merubah seorang manusia dewasa menjadi
lanjut usia. Kebanyakan manusia dewasa adalah sehat dan dapat beraktivitas tanpa bantuan siapapun. Lalu,
saat berusia lanjut akan mengalami penurunan fungsi fisiologis dan menjadi lebih rentan terhadap berbagai
macam penyakit. Frailty syndrome sering dikorelasikan dengan munculnya kondisi patologis pada lanjut usia.
Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa malnutrisi dan imobilitas merupakan kunci dari
berkembangnya frailty. Penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara pola makan yang dilihat
dari asupan protein dengan frailty syndrome di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode case
control dengan populasi lansia di Kota Malang. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling. Frailty syndrome diukur menggunakan frailty index yang berisi 40 item. Asupan protein diukur
dalam g/hari dan dalam asupan energi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan
antara jumlah protein dengan frailty syndrome. Namun, tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan
energi dengan frailty syndrome. Kesimpulan penelitian ini adalah asupan protein yang tinggi berhubungan
dengan semakin kecilnya kejadian frailty syndrome. Namun, asupan energi tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap angka kejadian frailty syndrome.

Kata kunci: Frailty index, Frailty syndrome, Lanjut usia, Protein.

THE RELATIONSHIP OF PROTEIN INTAKE AND FRAILTY SYNDROME IN ELDERLY PEOPLE


MEASURED BY FRAILTY INDEX IN MALANG CITY

Abstract

Aging is a process that transforms young adults into elderly people. Most of adults are healthy and able
to do any activities without being help by other people. In elderly people, they are suffering from
psychological fitness and are susceptible to any kind of disease. Frailty syndrome is often correlated with the
emergence of pathological conditions in the elderly people. Previous researchers proved that malnutrition
and immobility is the key to frailty syndrome. This research aims at proving the relationship between protein
intake and frailty syndrome in Malang City. The method used was case control and the population were
elderly people. The sample was collected by using purposive sampling method. Frailty syndrome was
measured by using frailty index of 40 items. Protein intake was measured by g/day and by energy intake.
Spearman Correlation test showed that there were significant relationship between protein intake and frailty
syndrome. However, this test does not indicate significant relationship between energy intake and frailty
syndrome. The research was concluded that high protein intake may decrease frailty syndrome, but energy
intake may not significantly influence frailty syndrome.

Keywords: Elderly, Frailty Index, Frailty Syndrome, Protein.

* Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas
Brawijaya
** Divisi Geriatri dan Gerontologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas
Brawijaya
***Jurusan Ilmu Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya


E-mail: sinartitan@rocketmail.com

171
Haryanti T, et al. Asupan Protein Mempengaruhi Terjadinya Frailty Syndrome …..

Pendahuluan osteopenia, hipovitaminosis vitamin D,


defisiensi testosteron, kurangnya asupan
Aging atau menua merupakan sebuah protein, defisiensi pada protein trafficking,
proses yang merubah seorang manusia penurunan fungsi kognitif, inflamasi
dewasa menjadi lanjut usia. Pada saat sehubungan dengan adanya peningkatan
dewasa manusia tersebut sehat dan dapat produksi sitokin, menurunnya regulatory
beraktivitas tanpa bantuan siapapun menjadi peptides, dan lain-lain.5 Frailty syndrome
seorang lanjut usia yang mengalami terjadi pada 30% populasi di atas usia 80
penurunan fungsi fisiologis dan menjadi lebih tahun dan 7% pada populasi usia di atas 65
rentan terhadap berbagai macam penyakit.1 tahun dengan insiden pada perempuan lebih
Aging dapat juga digambarkan sebagai tinggi.6 Dalam sebuah penelitian pada 653
proses akumulasi dari defisit yang memiliki orang yang berusai 64-74 tahun di Inggris
manifestasi berbeda pada tiap individu, yang dilakukan dengan dengan
dengan pengaruh yang berbeda pada tiap menggunakan kriteria Fried, ditemukan
sistem organ tergantung pada faktor intrinsik prevalensi frailty sebesar 8,5% pada
dan ekstrinsik. Aging diasosiasikan dengan perempuan dan 4,1% pada laki-laki.
disregulasi homeostasis atau homeodinamis Prevalensi meningkat seiring usia dengan
yang bersifat progresif yang dapat membuat tingkat 3,2%, 9,5%, dan 25,7% untuk
organisme menjadi kurang atau bahkan tidak kelompok usia 65-70, 75-79, dan 85-89
adaptif lagi.2 tahun.7
Pada tahun 2010, diperkirakan Frailty syndrome kian mendapatkan
sebanyak 524 juta orang berusia di atas 65 perhatian di bidang gerontologi dan geriatri
atau lebih – sekitar delapan persen dari dalam 30 tahun terakhir ini. Frailty
keseluruhan populasi dunia. Meskipun mempresentasikan kerapuhan multifaktorial
negara lebih berkembang memiliki profil terhadap beberapa stressor eksternal yang
lanjut usia dengan usia tertua, pertumbuhan dikarenakan menurunnya fungsi fisiologis
dan populasi lanjut usia tetap tidak sebanyak dan disregulasi pada beberapa sistem tubuh.
pada negara yang kurang berkembang. Meski sedang mendapat perhatian, belum
Pada tahun 2010–2050, diperkirakan ada konsensus terkait pengukuran frailty.
populasi lanjut usia akan meningkat lebih Meskipun demikian, terdapat pengukuran
dari 250 persen pada negara yang kurang yang banyak digunakan yaitu yang pertama
berkembang.3 Tercatat di Indonesia mengukur lewat model fenotip dan yang
berdasarkan hasil Susenas tahun 2014 lainnya mengukur lewat akumulasi defisit
terdapat 20,24 juta lansia atau sekitar 8,03% kesehatan. Pengukuran pertama yaitu
dari keseluruhan masyarakat Indonesia. mengukur frailty dari lima manifestasi
Data tersebut menunjukkan peningkatan jika indikator spesifik, di antaranya penurunan
dibandingkan dengan hasil Sensus berat badan yang tidak diinginkan,
Penduduk tahun 2010 yang hanya sekitar kelelahan, aktivitas fisik yang rendah,
18,1 juta orang atau 7,6% dari total kelambanan berjalan, dan juga kelemahan.
masyarakat Indonesia.4 Pengukuran yang lainnya, frailty index
Frailty syndrome sering dikorelasikan mengukur frailty melalui proporsi dari defisit
dengan munculnya kondisi patologis pada terhadap segala kemungkinan defisit
usia lanjut Termasuk di dalamnya adalah kesehatan, fungsional, dan domain
anemia, orthostasis, penurunan berat badan, psikososial pada tiap-tiap individu. Berbeda
sarkopenia, anoreksia, polifarmasi, gagal dengan model fenotip, frailty index lebih
jantung kongestif, diabetes mellitus, berfokus pada penurunan psikososial dan

172
Majalah Kesehatan Volume 5, Nomor 3, September 2018

fungsi fisik sehingga menjadikannya menjadi pertahanan pertama. Berdasarkan


pengukuran yang menjanjikan untuk penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
penuaan biologis. nutrisi berpengaruh pada kesehatan tubuh
Hasil penelitian Roschelle dan manusia secara keseluruhan. Oleh karena
Heuberger (2013) menyebutkan bahwa itu, penelitian ini ingin membuktikan adanya
malnutrisi dan imobilitas merupakan kunci hubungan antara asupan protein dengan
berkembangnya frailty.5 Para usia lanjut frailty syndrome di Kota Malang.
cenderung mengalami malnutrisi
dikarenakan kecepatan metabolik, massa Bahan dan Metode
otot tanpa lemak, fungsi gastrointestinal,
persepsi sensoris, dan homeostasis. Desain dari penelitian ini adalah case-
Malnutrisi menyebabkan meningkatnya control karena ingin melihat hubungan
penurunan massa otot tanpa lemak. Banyak antara faktor risiko yaitu berupa asupan
penelitian yang menginvestigasi PEM protein dengan angka kejadian frailty. Hasil
(protein energy malnutrition), mikronutrisi, yang didapatkan selanjutnya dianalisis
dan keseluruhan status nutrisi dari usia lanjut secara statistik untuk mendapatkan korelasi
yang mengamati frailty dengan tujuan antar variabel. Populasi penelitian adalah
menyajikan rekomendasi untuk mencegah populasi lanjut usia yang berada di
frailty. masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan
Women’s Health Initiative secara purposive sampling dari komunitas
Observational Study menunjukkan hasil yang Karang Wredha di lima kecamatan di kota
signifikan adanya asosiasi antara asupan Malang (Kecamatan Klojen, Kecamatan
protein dan frailty.5 Didukung dengan hasil Lowokwaru, Kecamatan Kedungkandang,
penelitian Kobayashi et al. (2013) yang Kecamatan Sukun, dan Kecamatan
menyebutkan bahwa campuran dari Blimbing). Populasi yang terpilih kemudian
beberapa asam amino esensial memberikan mengisi kuesioner dan dilakukan
dampak pada sintesis protein otot dan juga pemeriksaan kondisi frailty.
meningkatkan fungsional fisik tubuh.8 Besar sampel ditentukan secara
Gangguan pada protein sintesis dan stres proposional pada 5 kecamatan di Kota
oksidatif dapat menyebabkan kehilangan Malang dengan rincian sebagai berikut pada
otot karena usia, mengindikasikan bahwa Tabel 1.
terdapat hubungan antara asam amino
dengan frailty. Tabel 1. Jumlah sampel tiap kecamatan
Sementara itu, Blum menyatakan
No Kecamatan Besar Sampel
bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku 1 Klojen 52
2 Lowokwaru 62
masyarakat, pelayanan kesehatan, dan
3 Sukun 69
keturunan.9 Termasuk dalam perilaku 4 Blimbing 69
masyarakat adalah gaya hidup mereka 5 Kedungkandang 27
sehari-hari, contohnya pola makan tiap Jumlah 279
individu. Faktor perilaku masyarakat ini
cenderung bisa diubah (modifiable) sehingga Pada penelitian ini didapatkan
memungkinkan untuk diusahakan agar responden sejumlah 195 orang. Hal ini
tercapai kondisi sehat. disebabkan oleh beberapa hal di antaranya,
Pencegahan akan jauh lebih efektif responden yang tidak memenuhi kriteria
khususnya dalam hal biaya dan sebaiknya inklusi, data antropometri yang tidak

173
Haryanti T, et al. Asupan Protein Mempengaruhi Terjadinya Frailty Syndrome …..

lengkap, dan juga data pola makan yang 3. Pre-frail. Subyek disebut sebagai pre-frailI
tidak lengkap. Selain itu, juga terdapat apabila skor >0,08 - <0,25 dengan
keterbatasan dalam hal jumlah sumber daya menggunakan kriteria FI 40 item di atas.
manusia, waktu, dan biaya. Jumlah 4. Frail. Subyek disebut sebagai frail apabila
responden di tiap-tiap kecamatan dijabarkan skor ≥0,25 dengan menggunakan kriteria FI
dalam Tabel 2.. 40 item di atas.
5. Asupan protein. Asupan protein subjek
Tabel 2. Jumlah responden tiap kecamatan dihitung dalam rentang waktu selama tiga
No. Kecamatan Besar Sampel bulan. Konsumsi protein tersebut dilihat
menggunakan SQ-FFQ (semiquantitative
1 Blimbing 49
2 Kedungkandang 24 food frequency quisionnaire) dengan
3 Klojen 22 prosedur sebagai berikut: (a). Responden
4 Lowokwaru 39 diminta untuk mengidentifikasi seberapa
5 Sukun 61 sering mengkonsumsi makanan yang
Jumlah 195 terdapat di dalam daftar makanan yang telah
disediakan. (b). Responden memilih kategori
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan yang tepat untuk konsumsi makan, dan
Klojen, Lowokwaru, Kedungkandang, Sukun kemudian dicatat berapa kali makanan
dan Blimbing, Kotamadya Malang pada tersebut dikonsumsi. (c). Responden
bulan Mei 2017 dengan variabel tergantung memilih jumlah porsi berdasarkan jenis
berupa frailty (robust, pre-frail, dan frail) dan makanan yang dimakan: kecil, sedang,
variabel bebas berupa asupan protein. besar. (d). Mengkonversikan jumlah
Kriteria inklusi yang digunakan adalah frekuensi yang dikonsumsi ke dalam jumlah
subjek harus berusia ≥60 dan rata-rata per hari 11.
menandatangai informed consent sebagai Asupan protein ditinjau dari dua aspek,
bentuk kesediaan mengikuti penelitian. meliputi: (a) Asupan protein. Subjek dihitung
Kriteria eksklusi yang digunakan adalah asupan proteinnya dalam sehari dalam
subjek tidak dapat mengikuti penelitian gram. (b). Asupan energi. Subjek dihitung
karena gangguan mobilisasi yang berat asupan energi menggunakan % Angka
seperti gangguan sendi berat dan sakit akut. Kecukupan Gizi (AKG). Subjek dihitung
Definisi operasional yang digunakan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: menurut Depkes RI,1996 yang terbagi
1. Frailty syndrome. Kumpulan dari beberapa menjadi 5 kategori meliputi: (1). Defisit
gejala yang bila didapatkan pada individu tingkat berat. Subjek dikatakan mengalami
maka individu tersebut menjadi lebih rentan defisit tingkat berat jika memenuhi <70 %
terhadap stress dari lingkungan sekitarnya AKG. (2). Defisit tingkat sedang. Subjek
dan memiliki kemungkinan yang lebih besar dikatakan mengalami defisit tingkat sedang
untuk sakit, jatuh, institusionalisasi dan jika memenuhi 70-79% AKG. (3). Defisit
disabilitas. Kondisi frailty diukur tingkat ringan. Subjek dikatakan mengalami
menggunakan kriteria Frailty Index (FI) 40 defisit tingkat ringan jika memenuhi 80-89%
item.10 AKG. (4). Normal. Subjek dikatakan normal
2. Robust. Subjek disebut sebagai robust apabila memenuhi 90-119% AKG. (5).
apabila skor ≤0,08 dengan menggunakan Kelebihan. Subjek dikatakan berlebihan
kriteria FI 40 item di atas. apabila memenuhi >120% AKG.
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah semiquantitative food

174
Majalah Kesehatan Volume 5, Nomor 3, September 2018

frequency quisioner (SQ FFQ) yang menilai dan 31 Mei 2017 pada pukul 08.00 – 12.00.
asupan zat gizi tertentu (protein) dan Metode uji statistik yang digunakan
timbangan untuk mengukur berat badan. adalah uji hipotesis komparatif Spearman
Penelitian ini menggunakan data primer untuk menguji hipotesis asosiatif kedua
yang berasal dari observasi langsung variabel.
kepada responden dengan mewawancarai
responden dengan kuisioner gizi dan Hasil
mencatat hasil wawancara tersebut.
Pengukuran berat badan dilakukan dengan Pada penelitian yang telah
menggunakan timbangan yang kemudian dilaksanakan, didapatkan total sebanyak 195
akan diolah untuk mengetahui tingkat responden yang memenuhi kriteria
kecukupan energi menggunakan AKG- penelitian. Responden yang tidak memiliki
protein yang diolah menggunakan kelengkapan data (tidak ada data berat
Nutrisurvey Indonesia tahun 2005. badan, tidak lengkap dalam pengisian
Pengumpulan data dilakukan mulai kuisioner pola makan), maka tidak
tanggal 6-31 Mei 2017. Pengambilan di diikutsertakan dalam perhitungan penelitian.
Kecamatan Blimbing dilaksanakan selama 4 Karakteristik umum responden dapat dilihat
hari, yaitu 18, 23-25 Mei 2017. Pada tanggal pada Tabel 3.
18 Mei 2017, pengambilan data
dilaksanakan di Balai RW 2 Kecamatan Tabel 3. Karakteristik umum sampel (n=195)
Ksatrian Malang pada pukul 08.00 – 10.00. Karakteristik Jumlah Persentase
Pada tanggal 23-24 Mei 2017 pengambilan
Jenis kelamin
data dilakukan dengan home visit dari pukul
Laki-laki 43 22%
15.30 – 17.00. Pengambilan data terakhir
Perempuan 152 78%
untuk Kecamatan Blimbing pada tanggal 25
Kerapuhan
Mei 2017 dilaksanakan di panti werdha pada
pukul 08.00 – 12.00. Pengambilan data Frail 28 14%
Kecamatan Klojen dilaksanakan pada Pre-frail 125 64%
tanggal 20 Mei 2017 di Kantor Kecamatan Robust 42 22%
Klojen pada pukul 09.00 – 11.00. %AKG
Pengambilan data di Kecamatan Defisit berat 128 66%
Kedungkandang di senam rutin karang Defisit ringan 21 11%
werdha Kecamatan Kedungkandang pada Defisit sedang 13 7%
pukul 07.00 – 12.00. Pengambilan data di Normal 11 5%
Kecamatan Lowokwaru dilaksanakan selama Kelebihan 22 11%
3 hari. Hari pertama pada tanggal 8 Mei
2017 di rumah salah satu lansia pada pukul
Terdapat sebanyak 152 responden
08.00 – 12.00. Pengambilan data hari kedua
perempuan (78%) dan sebanyak 43
dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2017 di
responden laki-laki (22%). Responden
posyandu lansia Kecamatan Lowokwaru
dengan derajat kerapuhan frail tercatat
pada pukul 07.30 – 11.00. Pengambilan data
sebanyak 28 (14%), derajat kerapuhan pre-
hari ketiga dilaksanakan di panti werdha
frail sebanyak 125 (64%), dan derajat
Kecamatan Lowokwaru pada pukul 08.00 –
kerapuhan robust sebanyak 42 (22%).
12.00. Pengambilan data di Kecamatan
Responden dengan % AKG mengalami
Sukun dilaksanakan di Kantor Kecamatan
defisit berat terdapat sebanyak 128 (66%),
Sukun pada 6 Mei 2017 pukul 08.30 – 11.00
defisit ringan sebanyak 21 (11%), defisit

175
Haryanti T, et al. Asupan Protein Mempengaruhi Terjadinya Frailty Syndrome …..

sedang sebanyak 13 (7%), normal sebanyak menggunakan kriteria frailty index (FI)
11 (5%), dan kelebihan sebanyak 22 (11%). dilakukan menggunakan korelasi Spearman
Data dari variabel bebas dan variabel dengan hasil p = 0,000. Pengujian hubungan
tergantung kemudian untuk melihat distribusi asupan energi dengan frailty syndrome yang
frekuensinya. Karakteristik sampel disajikan diukur menggunakan kriteria frailty index (FI)
dalam median (minimum – maximum) untuk dilakukan menggunakan korelasi Spearman
variabel kontinu dan dalam persen untuk dengan hasil sebesar p = 0,309.
variabel kategorikal. Pembahasan

Tabel 4. Frailty dan angka kecukupan gizi Nutrisi merupakan faktor penyumbang
(n=195) yang krusial dalam kompleks etiologi dari
Frail Prefrail Robust frailty dan merupakan pemeran penting
(n=28) (n=145) (n=42) dalam sarkopenia, sebagaimana nutrisi
Asupan protein 27,3 29 37,4 berperan sebagai sumber energi dan zat
(g/hari) esensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
Angka kecukupan mempertahankan dan menjalankan segala
gizi organ dan fungsi-fungsinya termasuk di
Defisit berat 11,3 55,3 16,4 dalamnya otot.12 Hasil penelitian Rahi et al.
Normal 0,5 3,6 1,5 (2015) menyebutkan bahwa asupan protein
Kelebihan 2,6 5,1 3,6 dan asupan energi berperan dalam
pencegahan penurunan fungsional dengan
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat cara menjaga kekuatan otot.13
lansia yang mengalami frail (n = 128) asupan Dari hasil penelitian menunjukkan
protein per harinya hanya berkisar sekitar bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
27,3 g. Untuk lansia dengan derajat jumlah asupan protein yang dikonsumsi oleh
kerapuhan pre-frail (n = 145), asupan protein lansia dengan frailty syndrome. Hal ini
per hari berkisar sekitar 29 g. Untuk lansia sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dengan derajat kerapuhan robust (n = 42), oleh Bartali et al. (2006) yang menyatakan
asupan protein per hari berkisar sekitar 37,4 bahwa asupan yang rendah dari total protein
g. secara signifikan berhubungan dengan
Sementara itu, asupan energi yang frailty.14 Penelitian Beasley et al. pada tahun
dihitung berdasarkan % AKG, responden 2010 menunjukkan adanya efek dari sumber
yang memiliki derajat frail dan mengalami protein (protein hewani) atau kualitas protein
defisit terdapat sejumlah 22 orang (11,3%), (asam amino esensial) pada frailty pada
normal 1 orang (0,5%), dan kelebihan 5 studi cohort dengan skala besar, dan
orang (2,6%). Responden yang memiliki menyatakan bahwa adanya hubungan
derajat prefrail dan mengalami defisit antara asupan protein yang tinggi dengan
sejumlah 108 orang (55,3%), normal rendahnya kejadian frailty.15
sejumlah 7 orang (3,6%), dan kelebihan Pada usia lanjut, beberapa perubahan
sejumlah 10 orang (5,1%). Pada responden fisiologis dapat dipastikan terjadi, salah
yang memiliki derajat robust mengalami satunya berkurang massa otot yang tidak
defisit sejumlah 32 orang (16,4%), normal terkait dengan penyakit. Selain itu,
sejumlah 3 orang (1,5%), dan kelebihan perubahan fisik lainnya yang terjadi pada
sejumlah 7 orang (3,6%). orang usia lanjut dapat diakibatkan dari
Pengujian hubungan asupan protein perubahan otot. Sebagai contoh,
per hari dengan frailty syndrome yang diukur berkurangnya massa otot dikarenakan

176
Majalah Kesehatan Volume 5, Nomor 3, September 2018

penuaan akan menyebabkan perubahan mendapatkan efek stimulasi yang sama


komposisi tubuh yaitu meningkatnya untuk sintesis protein otot pada orang
persentase lemak tubuh. Mekanisme dewasa. Kebutuhan atas protein utuh yang
fundamental dari pengaruh asupan protein lebih tinggi ini yang menjadi salah satu dasar
dengan perubahan otot dan juga fisik pada dari keuntungan protein asupan pada usai
tubuh lainnya adalah stimulasi dari protein lanjut.16
otot yang didapat dari asam amino yang Pada penelitian yang dilakukan oleh J.
terabsorbsi. Protein otot secara khusus Bauer et al. menyatakan bahwa terdapat
responsif terhadap asam amino. Sintesis bukti baru yang menyatakan tingginya
protein otot distimulasi oleh dosis tunggal asupan protein akan menguntungkan untuk
asam amino sebanyak 15 g lebih banyak kesehatan, kesembuhan dari penyakit, dan
daripada hormon anabolik, termasuk juga mempertahankan fungsionalitas dari
testosteron, insulin, dan hormon lansia.17 Sejalan dengan yang dikatakan
pertumbuhan. Ditemukan adanya hubungan Wolfe et al., kebutuhan akan asupan protein
dose-dependent antara asam amino dengan yang lebih tinggi ini dikarenakan
sintesis protein. Pada dosis rendah asupan menurunnya respons anabolik terhadap
asam amino, usia lanjut kurang responsif asupan protein asupan pada lansia.16 Protein
daripada orang dewasa. Berkurangnya yang tinggi juga dibutuhkan untuk mengatasi
responsifitas pada lansia bisa diatasi dengan inflamasi dan kondisi katabolik yang sering
pemberian dosis asam amino yang lebih berkaitan dengan penyakit akut dan kronis
tinggi. Maka dari itu, asupan protein yang yang umumnya terjadi pada usia tua.
lebih tinggi dibutuhkan pada lansia untuk

Gambar 1. Penyebab defisit protein pada lansia18


rentan terhadap sarkopenia dan
Pada Gambar 1 menunjukkan osteoporosis dari pada usia muda.
beberapa penyebab defisit protein pada usia Selanjutnya sarkopenia dan osteoporosis
lanjut. Defisit dari kebutuhan protein pada dapat menyebabkan kondisi yang lebih
lansia bisa mengarah pada penurunan buruk pada lansia berupa: jatuh
massa tubuh, khususnya massa otot.
Sebagai konsekuensinya, usia lanjut lebih

177
Haryanti T, et al. Asupan Protein Mempengaruhi Terjadinya Frailty Syndrome …..

dan fraktur, disabilitas, hilangnya komplit, sehingga AKG yang dianjurkan


kemandirian, dan berujung pada kematian. harus sudah memperhitungkan bagian zat
Penelitian yang dilakukan oleh gizi yang tidak diabsorpsi ini.
Bennefoy et al. (2015) menyebutkan bahwa Berdasarkan hasil penelitian, hubungan
kandungan asam amino pada protein dapat antara AKG protein dengan frailty syndrome
menstimulasi sintesis protein.19 Sebagian tidak menunjukkan angka yang signifikan.
besar dari efek yang meningkatkan stimulasi Dari hasil penelitian didapatkan, bahwa
sintesis protein setelah makan adalah asam lansia di Kota Malang sebagian besar
amino. Asupan protein per hari dapat mengonsumsi zat gizi protein kurang dari
menstimulasi sintesis protein dan dapat AKG yang dianjurkan. Hal ini senada dengan
menghambat pemecahan protein pada orang penelitian yang telah dilakukan oleh Setiati,
dewasa dan juga usia lanjut sehingga 2007 yang menyatakan penelitian yang telah
keseimbangan protein dapat tercapai. Selain dilakukan di multisenter di 15 propinsi di
itu, banyak juga penelitian yang Indonesia mendapatkan bahwa 47% usia
menyebutkan bahwa protein atau asam lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80%
amino berfungsi untuk meningkatkan AKG.20
fractional synthesis rate (FSR) dari protein Pada penelitian yang dilakukan oleh
otot. Rahi et al. pada tahun 2016 menyatakan
Asupan protein yang tidak mencukupi tidak ada asosiasi antara asupan energi
juga berpengaruh pada menurunnya fungsi dengan frailty.21 Pada penelitian
fisik dan juga kormorbiditas. Asupan protein sebelumnya, Rahi et al., juga tidak
yang lebih tinggi berguna dalam mencegah menemukan adanya hubungan yang kuat
risiko dari efek yang tidak diinginkan antara asupan energi dengan penurunan
(adverse event) dan juga untuk mencegah fungsional pada usia lanjut yang mengalami
frailty. Pada studi longitudinal yang dilakukan diabetes.13 Hal ini dikarenakan asupan
selama sepuluh tahun, Vellas et al. energi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu
melaporkan perempuan dengan asupan usia, jenis kelamin, level aktivitas fisik, dan
protein yang tinggi memiliki lebih sedikit juga adanya penyakit kronis.
permasalahan kesehatan. Pada penelitian sebelumnya yang
Energi yang dibutuhkan tiap individu dilakukan oleh Rahi et. al. pada tahun 2015,
didapatkan dari asupan makanannya yang menyebutkan bahwa asupan energi yang
mengandung banyak gizi. Angka Kecukupan cukup tidak berhubungan dengan preservasi
Gizi (AKG) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi dari kekuatan otot.13 Hal ini tidak sesuai
esensial, yang berdasarkan pengetahuan dengan asumsi awal bahwa asupan protein
ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi dan asupan energi yang adekuat akan
kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG mencegah penurunan fungsional dengan
yang dianjurkan didasarkan pada patokan cara menjaga kekuatan otot. Kemudian hal
berat badan untuk masing-masing kelompok, ini memunculkan spekulasi bahwa asupan
jenis kelamin, aktivitas fisik, dan kondisi energi mungkin bekerja pada pencegahan
fisiologis tertentu seperti kehamilan dan penurunan fungsional, namun tidak dengan
menyusui. AKG untuk protein yang cara mencegah berkurangnya kekuatan otot.
merupakan jumlah kebutuhan berbeda akan Perlu diperhatikan bahwa dalam
berbagai asam amino yang terdapat dalam penetapan AKG digunakan patokan berat
proporsi yang berbeda di dalam berbagai badan tertentu, misalnya pria dewasa 62 kg
jenis makanan. Pada kebanyakan zat gizi, dan perempuan dewasa 55 kg. Bila hasil
pencenaan dan atau absorbsinya tidak survei menunjukkan bahwa rata-rata berat

178
Majalah Kesehatan Volume 5, Nomor 3, September 2018

badan menyimpang dari patokan berat program penyuluhan gizi bagi usia lanjut
badan yang digunakan, perlu dilakukan sesuai dengan hasil AKG.
penyesuaian terhadap angka kecukupan. Untuk penelitian ke depannya, guna
Demikian pula penyesuaian angka meminimalisir bias memori responden pada
kecukupan perlu dilakukan bila asam amino saat melakukan wawancara nutrisi, rentang
dan nilai kecernaan hidangan berbeda waktu pertanyaan pada kuisioner SQ-FFQ
dengan nilai yang digunakan dalam bisa dipersingkat, serta memperbesar jumlah
penetapan AKG yang dianjurkan. Namun, sampel utamanya untuk kategori frail dan
pada penelitian ini tidak dilakukan robust.
penyesuaian terhadap angka kecukupan
sehingga faktor ini yang memungkinkan
menjadi penyebab tidak signifikannya
hubungan antara % AKG –protein dengan Daftar Pustaka
frailty.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam 1. Halter JB. 2009. Hazard’s Geriatric
penelitian ini, yang pertama kecilnya jumlah Medicine and Gerontology. 6th Edition.
sampel pada kelompok frail dan robust United States: The McGraw Hill
sehingga membatasi kekuatan dari studi Companies. P. 3.
statistik. Kedua, pengunaan kuesioner SQ- 2. Fulop T, Larbi A, Witkowski JM,
FFQ dengan rentang waktu tiga bulan McElhaney J, Loeb M, Mitnitski A,
memungkinan adanya bias memori pada Pawalec G, et al. Aging, Frailty, and Age-
responden. Related Disease. Biogerontology. 2010;
11:547-563.
Kesimpulan 3. WHO. Global Health and Aging. NIH
Publication. 2011.
Terdapat pengaruh antara asupan 4. Badan Pusat Statistik, Statistik Penduduk
protein dengan frailty syndrome. Semakin Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pusat
tinggi asupan protein, maka semakin kecil Statistik2015.
kemungkinan untuk mengalami frail. Namun 5. Heuberger RA. The Frailty Syndrome: A
tidak terdapat hubungan yang cukup kuat Comprehensive Review. Journal of
antara asupan energi yang dilihat dari AKG Nutrition in Gerontology and Geriatrics.
dengan frailty syndrome. 2011; 30(4):315-368.
Secara keseluruhan, total asupan 6. Gessal J. dan Utari W. Latihan Fisik pada
protein lebih berpengaruh daripada total Frailty Syndrome. Jurnal Biomedik. 2013;
asupan energi terhadap penundaan proses 5(3):131–141.
aging dan secara khusus pada frailty, yang 7. Clegg A and Young J. The Frailty
nantinya akan mengarah pada penurunan Syndrome. Clinical Medicine. 2011;
fungsional. 11(1):72–75.
8. Satomi K, Asura K, Suga H, Sasaki S
Saran and the Three-generation Study of
Women on Diets and Health Study
Masyarakat khususnya yang berusia Group. High Protein Intake Is Associated
lebih dari 60 tahun diharapkan lebih with Low Prevalence of Frailty Among
memperhatikan pola makanannya, utamanya Old Japanese Women: A Multicenter
terkait makanan yang memiliki sumber Cross-Sectional Study. Nutrition Journal.
protein yang tinggi dengan mencanangkan 2013;12:124.

179
Haryanti T, et al. Asupan Protein Mempengaruhi Terjadinya Frailty Syndrome …..

9. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Using Self-Report Database. J Gerontol


Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. A Biol Sci Med Sci. 2004;59: M627-32.
2007. 11. Food Frequency Questionnaire (FFQ).
10. Mitniski A, Song X, Rockwood K. The International Dietary Data Expansion
Estimation of Relative Fitness and Frailty Project 2015-2018.
in Community Dwelling Older Adults
12. Goisser S, Guyonet S, and Volkert D. 19. Bonnefoy M, Berrut G, Lesourd B, Ferry
The Role of Nutrition in Frailty: An M, Gilbert T, Guérin O, Hanon O,
Overview. The Journal of Frailty & Aging. Jeandel C, Paillaud E, Raynaud-Simon
2016; 5(2):74-77. A, Ruault G, Rolland Y. Frailty and
13. Bena R, Morais JA, Gaudreau P, Pyette Nutrition: Searching for Evidence. J Nutr
H, Shatenstein B. Energy and Protein Health Aging. 2015; 19(3):250-7.
Intakes and The Association with A 20. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia,
Decline in Functional Capacity Among Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia
Diabetic Older Adults From The Nuage Lanjut: Tantangan Masa Depan
Cohort. Springer-Verlag. 2015. Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan
14. Bartali B, Frongillo EA, Bandinelli S, Kedokteran di Indonesia. Jakarta: Buku
Lauretani F, Semba RD, Fried LP, Prosiding Temu Ilmiah Geriatri. 2013.
Ferrucci L. Low Nutrient Intake Is an 21. Bena R, Colombert Z, Magali
Essential Component of Frailty in Older Gonzalez—Colaco Harmand, Dartigues
Persons. The Journals of Gerontology: JF, Boirie Y, Letenneur L, Feart C.
Series A. 2006; 61(6):589–593. Higher Protein but Not Energy Intake is
15. Beasley JM, La Croix AZ, Neuhouser ML, Associated with A Lower Prevalence of
Huang Y, Tinker L, Woods N, Michael Y, Frailty Among Community-Delling Older
Curb JD, Prentice RL. Protein Intake and Adults in The Frech Three-City Cohort.
Incident Frailty in The Women's Health Jamda. 2016; 7: 672.e7-672.e11.
Initiative Observational Study. J Am
Geriatr Soc. 2010; 58(6):1063-71.
16. Wolfe RR, Sharon L. Miller, Kevin B.
Miller. Optimal Protein Intake in The
Elderly. Clinical Nutrition, 2008, 27: 675-
684
17. Julia B, Diekman R, Kaiser MJ, Bauer
JM, Uter W, Siebe CC, and Volkert D.
Distribution but Not Amount of Protein
Intake is Associated with Frailty: A Cross-
Sectional Investigation in The Region of
Numberg. Nutrition Journal. 2013;
12:109.
18. Bauer J, Biolo G, Cederholm T, Cesar M,
Cruz-Jentoft AJ, Morley EJ, Phillips S, et
al. Evidence-Based Reccomendation for
Optimal Dietary Protein in Older Peolple:
A position Paper from the PROT-AGE
Study Group. JAMDA. 2013;14:542-559.

180

Anda mungkin juga menyukai