Anda di halaman 1dari 3

LOMBA MENULIS OPINI

TENTANG

“Tantangan Dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Nasional Di Era New


Nasional”

OLEH

NAMA: HARDIANA SABARIAH

SEMESTER:IV

PRODI:S1KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MATARAM

PRIODE 2019/2020
Skema new normal meskipun mendapatkan berbagai kritik, harus dimaknai sebagai upaya bagi
semua pihak dalam menjalani kehidupan dan “berdamai”dengan alam.

Perubahan prilaku dan hidup dalam era new normal jadi sebuah keniscayaan. Dalam pandangan
penulis, pemerintah perlu memperluas perspektif new normal tidak hanya dalam pendekatan
kesehatan, social dan ekonomi juga memiliki lingkungan. Berpikir hijau (thingking green)
mengutip Andew Dobson dalam buku Green Political Thought, tidak hanya berperilaku”seperti”
tetapi harus merombak sejumblah kebijakan politik ekonomi dan prilaku public berinteraksi
dengan lingkungan.

Dalam skema new normal penulis memberikan highlight tetapi kebijakan politik lingkungan.
Pertama, new normal harus diartikan sebagai perubahan paradigma pertumbuhan industri berbasis
pada energi terbarukan. Mulai mengurangi ketergantungan terhadap energi kotor seperti batubara
dan energi fosil lain untuk kebutuhan transportasi yang jadi salah satu penyebab utama kualitas
udara buruk diberbagai kota.

Mempertahankan kualitas udara yang sudah bersih selama pandemi akan mempermudah upaya
pemerintah dalam menurunkan emisi karbon sebagai bagian komitmen terhadap penurunan emisi
global.

Pada satu forum internasional Virtual Ministerial Dialogue with Local dan Regional
Governmentsn Strengthening Coordination to Implement the Paris Agreement, yang
diselenggarai Mei ini, Siti Nurbaya, Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kembali membuat
komitmen penurunan emisi karbon hingga tahun 2030 sebesar 29% dari business as usual (BAU)
dengan upaya sendiri, sampai 41% dengan bantuan internasional.

Sayangnya, pengesahan RUU Mineral dan Batubara di tengah pandemic jadi penghalang agenda
new normal ini.

Kedua, mendorong produktivitas masyarakat dengan pendekatan gontong royong (saling bantu)
pada kelompok yang paling rentan terdapat COVID-19. Gerakan membeli bahan pokok ke petani
atau nelayan tidak hanya mampu menyelesaikan problem sosial ekonomi kelompok tetapi
mengurangi ecological footprint atau jejak ekologis.

Kembali ke kehidupan lama yang mendorong produktivitas ekonomi berbasis konsumerisme


tidak menunjukan sikap dan prilaku normal baru dalam tatanan masyarakat baru.

Inisiatif-inisiatif seperti ini sudah dilakukan berbagai kelompok masyarakat di berbagai daerah
dan perlu dukungan pemerintah terutama sector UMKM.

Ketiga, perubahan prilaku publik jadi new normal secara terus menerus agar lahir prilaku baru
ramah lingkungan.

Pada 2018, para peneliti Universitas Zurich Ilmu Terapan menemukan, jika orang-orang tidak
mendapat izin untuk mengendarai mobil ketika bepergian kemudian mendapat akses alat
transportasi lain, mereka tidak akan menggunakan kembali ketika izin pakai mobil dibuka
kembali.
Pemerintah secara sederhana, mampu mengubah prilaku warga negara dan aktor negara lain,
tampa paksaan dan berbiaya rendah. Mengubah prilaku new normal tidak akan sulit terlaksana
dan tidak akan dapat resistensi publik kalau menggunakan pendekatan prilaku. Secara otomatis
akan mengurangi penyebaran virus sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Sedangkan COVID-19 di Indonesia tampak belummenunjukan tanda-tanda penurunan. Bakhkan,


dalam Juni 2010, tampak terus terjadi kenaikan orang yang terinfeksi virus ini. Per 10 Juni ada
1.241 orang positif COVID-19, hingga total jadi 34.316. Untuk pasien sembuh total 12.129 orang
dan meninggal 1.959 orang.

Setelah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama dua bulan,
pemerintah berencana membuat skenario baru dengan sebutan new normal. Pilihan ini
berdasarkan pandangan WHO yang mengungkapkan, perlu waktu lama menemukan anti virus.
Sejurus dengan pernyataan WHO ini, Presiden Joko Widodo juga, manusia hidup harus
berdampingan dengan virus ini.

New normal memberikan sejumblah kelulusan kepada publik dengan menjalankan protocol
kesehatan. Dengan membuka kembali aktivitas dan aksesibilitas seperti tempat ibadah,hiburan,
belanja dan liburan diyakini dapat memulihkan perekonomian baik dalam skala makro dan mikro.
Sekaligus mengontrol penyebaran dengan menjalankan protok kesehatan.

Respon public pun beragam. Banyak kalangan berpendapat kebijakan itu tidak pas mengingat
kurva COVID-19 masih belum turun ditambah lagi ancaman gelombang kedua yang mulai
terjadi diberbagai negara.

Secara implisit memberikan pesan kepada pemerintah, akan tetapi mempertahankan pendekatan
politik ekonomi pasca COVID-19 dengan mengejar kembali keuntungan atau profit atau memilih
“jalan baru” keberlanjutan lingkungan. Pilihan ada pada pemerintah. Kalau masih terus berprilaku
sama dan new normal hanya gimmick, akhirnya alam akan menemukan kembali cara memulihkan
diri.

Anda mungkin juga menyukai