DOSEN PENGAMPUH;
ADE HASTUTY, S.T, S.Kom, M.T
Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Muh. Ansar Apriansyah 2020203884206002
2. Mardatillah Burhan 2020203884206003
3. Nurazizah Syuaib 2020203884206004
4. Nurlinda 2020203884206008
5. Rya Safitri 2020203884206028
Bismillaahirrahmaanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Manajemen
Berbasis Sekolah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ade Hastuty Hasyim pada mata kuliah Manajemen Pendidikan. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Manajemen bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu ADE HASTUTY, S.T, S.Kom, M.T
selaku dosen mata kuliah Manajemen Pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................3
A. MBS di Lembaga PIAUD...............................................................................................3
B. Model MBS ditingkat Sekolah Menengah Atas...........................................................6
C. Model Ideal sebuah MBS dan Masyarakat diera Society 5.0 .....................................8
D. Cara Mengidentifikasi sebuah Lembaga Pendidikan sudah Menggunakan MBS. .10
E. Pengimplementasian MBS di Indonesia dan Permasalahannya...............................11
BAB III......................................................................................................................................14
PENUTUP.................................................................................................................................14
KESIMPULAN.....................................................................................................................14
SARAN..................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan kata bentukan yang terdiri dari tiga kata,
yakni manajemen, berbasis, sekolah. Secara harfiah kata manajemen terjemahan dari Bahasa
Inggris "management dan berasal dari kata to manage', kalau diterjemahkan kedalam Bahasa
Indonesia berarti mengelola, menata, atau mengatur'. Kata 'management' merupakan kata benda
yang dapat diterjemahkan menjadi pengelolaan, dan akhirnya diadopsi dalam Bahasa Indonesia
menjadi manajemen. Arti kata berbasis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
mempunyai basis, atau arti lainnya adalah berdasarkan pada. Sekolah adalah lembaga untuk
para siswa, pengajaran siswa/murid di bawah pengawasan guru. Apabila dirangkai dari tiga kata
manajemen berbasis sekolah dapat diartikan manajemen berdasarkan pada sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dirumuskan dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana MBS di lembaga PIAUD?
2. Bagaimana model MBS ditingkat sekoleh menegah atas?
3. Bagaimana model ideal sebuah Manajemen Berbasis Sekolah dan
masyarakat diera society 5.0?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi sebuah lembaga pendidikan sudah
menggunakan MBS?
5. Bagaimana pengimplementasian MBS di Indonesian dan
permasalahannya?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat memahami MBS di lembaga PIAUD
2. Dapat memahami model MBS ditingkat sekoleh menegah atas
3. Dapat mengetahui model ideal sebuah Manajemen Berbasis Sekolah dan
masyarakat diera society 5.0
4. Dapat mengetahui cara mengidentifikasi sebuah lembaga pendidikan
sudah menggunakan MBS
5. Dapat memahami pengimplementasian MBS di Indonesian dan
permasalahannya
BAB II
PEMBAHASAN
Melalui MBS, sekolah dapat mengarah pada kemandirian dan peningkatan mutu. Oleh
karena itu, model implementasi manajemen berbasis sekolah harus terus didorong pada semua
satuan pendidikan, khususnya SMA. Dengan demikian akan muncul kekhasan sekolah dalam
mengelola pendidikan.
Pada prinsipnya, MBS merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengembaliankeputusansecarapartisipatifuntukmemenuhikebutuhanmutu sekolah atau untuk
mencapaitujuan mutusekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, terdapat
sejumlah kata kunci terkait MBS, yakni otonomi sekolah, pengambilan keputusan partisipatif
untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Dengan pengertian di atas, sekolah memiliki kewenangan dan kemadirian lebih besar dalam
mengelola sekolahnya untuk mencapai mutu pendidikan. Dengan kata lain, sekolah merupakan
unit utama pengelolaan proses pendidikan. Sedangkan unit-unit di atasnya, seperti Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pendidikan di daerah merupakan unit pendukung dan
pelayan sekolah.
5. Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya;
7. Komitmenyangtinggipadadirinya;danprestasimerupakanacuanbagipenilainya. Selanjutnya,
bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya. memiliki ciri-ciri: pekerjaan
adalah miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di
mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian dari
hidupnya.
Model Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat (MBSM) yang ideal oleh Lawler
(1986) ditandai dengan adaya keterlibatan tinggi dalam manajemen di sekolah, terutama yang
menyangkut empat hal:
1. Informasi, yang memungkinkan para individu ber-partisipasi dan mempengaruhi
pengambilan keputusan dengan memahami lingkungan organisasi, strategi, sistem kerja,
persyaratan kinerja, dan tingkat kinerja.
2. Pengetahuan dan Keterampilan, yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pekerjaan
dan kontribusi efektif atas kesuksesan organisasi.
3. Penghargaan, untuk menyatukan kepentingan pribadi karyawan dengan keberhasilan
organisasi.
4. Kekuasaan, yang diperlukan untuk mempengaruhi proses kerja, praktik keorganisasian,
kebijakan dan strategi.
Secara tradisional empat hal tersebut dikonsentrasikan dipuncak organisasi, namun pada
model MBSM dilimpahkan ketingkat yang paling rendah, yaitu sekolah. Kebanyakan orang
berpendapat bahwa pendesentralisasan MBSM hanya pada kekuasaan, dan kurang
memperhatikan tiga hal lainnya. Model MBSM yang lebih terinci menggambarkan pertukaran
dua arah dalam hal pengetahuan, kekuasaan, informasi dan penghargaan. Alur dua arah
memberikan pengaruh yang saling menguntungkan secara terus menerus antara PEMDA
dengan sekolah.
Model ideal ini dimaksudkan untuk menerapkan MBSM pada keseluruhan aspek
pendidikan melalui pendekatan sistem. Model ideal MBSM yang dikembangkan oleh Slamet
PH, terdiri dari output, proses, dan input.
1. Output sekolah diukur dengan kinerja sekolah, yaitu prestasi yang dihasilkan oleh
proses sekolah, diukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi,
kualitas kehidupan kerja, dan moral kerja.
2. Proses sekolah, yang dimaksud adalah proses pengambilan keputuan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, dan proses belajar mengajar.
3. Input yaitu sesuatu yang tersedia karena dibutuhkan untuk proses, yaitu visi, misi,
tujuan, sasaran, struktur organisasi, input manajemen dan sumber daya.
Konsep society 5.0 merupakan konsep yang secara fundamental dapat mengubah cara kita
hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain. Dalam menghadapi era society 5.0,
dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan
beberapa elemen dan pemangku kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat
(Ormas) dan seluruh masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang.
Menurut Dwi Nurani, S.KM, M.Si, Untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan
pun dibutuhkan adanya perubahan paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan
peran sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya
kreativitas peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan
pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik. Konsep Manajemen berbasis sekolah dan
Masyarakat yang dimaksud di era ini adalah "Merdeka Belajar".
Dwi Nurani menyampaikan merdeka belajar akan menciptakan pendidikan berkualitas bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui peningkatan layanan dan akses pendidikan dasar salah
satunya adalah upaya pemenuhan maupun perbaikan infrastruktur dan platform teknologi di
sekolahdasar. Pendidikan nasional berbasis teknologi dan infrastruktur yang memadai
diharapkan dapat menciptakan sekolah dan ataupun kelas masa depan.
Era Society 5.0 telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan yang dibuat
bukan hanya cara mengajar, namun yang terpenting adalah perubahan dalam perspektif konsep
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum untuk saat ini dan masa depan
harus melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik, keterampilan hidup,
kemampuan untuk hidup bersama (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif. Mengembangkan
soft skill dan transversal skill, serta keterampilan tidak terlihat yang berguna dalam banyak
situasi kerja seperti keterampilan interpersonal, hidup bersama, kemampuan menjadi warga
negara yang berpikiran global, serta literasi media dan informasi.
Society 5.0 dalam dunia pendidikan menekankan pada pendidikan karakter, moral, dan
keteladanan. Hal ini dikarenakan ilmu yang dimiliki dapat digantikan oleh teknologi sedangkan
penerapan soft skill maupun hard skill yang dimiliki tiap peserta didik tidak dapat digantikan
oleh teknologi. Selain peran peserta didik dan teknologi, tenaga pendidik yang professional dan
berkompeten juga akan sangat berpengaruh untuk masa depan dunia kependidikan di Society
5.0. Tenaga pendidik di era ini harus memiliki keterampilan yang baik dibidang digital dan juga
berpikir kreatif. Seorang guru dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di
kelas.
Selain hal tersebut tenaga pendidik juga harus memiliki kecakapan dan memiliki
kemampuan leadership, digital literacy, communication, entrepreneurship, dan problem solving.
Karena zaman yang semakin maju ditambah lagi di era Society 5.0 disemua sektor akan menjadi
lebih maju. Jika dunia Pendidikan tidak dipersiapkan dan mengikuti perkembangan zaman yang
begitu pesat, maka pendidikan di Indonesia akan sangat tertinggal jauh. Tenaga pendidik di
abad society 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang mengutamakan murid, inisiatif untuk
melakukan perubahan terutama untuk peserta didik, mengambil tindakan tanpa ada yang
menyuruh, dan terus berinovasi serta keberpihakan kepada peserta didik.
Ada dua esensi penting MBS yaitu otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif
(Depdiknas, 2001). Otonomi sekolah diartikan sebagai kewenangan/kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Pengambilan keputusan
partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratis, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh
masyarakat) didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Di samping kedua aspek inti tersebut,
MBS juga dicirikan oleh indikator berikut:
(1) berkembangnya kultur sekolah yang demokratis dan dinamis,
(2) keterbukaan manajemen
penyelenggaraan pendidikan,
(3) terjalinnya kerjasama di sekolah secara internal dan eksternal,
(4) meningkatnya partisipasi semua pihak dalam mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah,
(5) adanya pengendalian mutu melalui quality
assurance dan akreditasi sekolah (Depdiknas, 2002).Secara kelembagaan, keberhasilan
MBS ditandai dengan terbentuknya badan yang diharapkan menjadi katalisator MBS, yaitu
Komite Sekolah. Untuk menyelaraskan pendekatan MBS yang bertumpu pada partisipasi
masyarakat, maka pada tingkat kabupaten/kota juga dibentuk Dewan Pendidikan.Menurut
Slamet, ciri-ciri sekolah yang "berdaya" pada umumnya: tingkat kemandirian tinggi/tingkat
ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa
kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.); bertanggungjawab
terhadap hasil sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber
dayanya; kontrol terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan dinilai oleh
pencapaian prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada
umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, dia memiliki
suara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya
dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian
hidupnya.
a. Pemberdayaan Sekolah
Pemberdayaan sekolah adalah bagaimana sekolah mampu mandiri dalam merencanakan
pendidikan dengan segala macam elemennya. Tanpa pemberdayaan sekolah maka makna
otonomi pendidikan akan berkurang. bahkan desentralisasi pendidikan akan memindahkan
permasalahan pendidikan selama ini dari pusat ke daerah. Jika fenomena ini terjadi maka
tujuan desentralisasi pendidikan yang antara lain merangsang peran serta masyarakat dalam
pendidikan tidak akan tercapai. Selama ini pemerintah senantiasa berkeinginan untuk
mengatur segala sendi kehidupan masyarakat sampai kepada hal-hal yang terkecil. Dalam
pendidikan hal itu terasa sekali, yaitu dengan menjadikan lembaga birokrasi pendidikan
sebagai pusat kegiatan. Akibatnya, sekolah tidak mampu mengembangkan diri dari apa
yang sudah ditetapkan oleh instansi birokrasi pendidikan di pusat. Oleh karena itu, otonomi
pendidikan harus mengubah paradigma manajemen pendidikan. Pemerintah daerah harus
mampu menanamkan sikap sebagai perangsang kreativitas pendidikan di kalangan
masyarakat. Cara ini dapat ditempuh dengan menjadikan sekolah sebagai basis manajemen
pendidikan.
b. Akuntabilitas Pendidikan
Tanggung jawab pejabat birokrasi pemerintahan atau yang saat ini lebih populer dengan
istilah akuntabilitas publik, diyakini merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah termasuk di bidang pendidikan. Tanpa akuntabilitas publik, prakarsa kreativitas
dan partisipasi masyarakat sebagai inti kekuatan daerah akan sulit dibangun. Oleh karena
itu, dalam era otonomi daerah masing-masing institusi harus dapat membangun
akuntabilitas peran dan fungsinya untuk dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas. Pertama,
adanya transparansi para penyelenggara pemerintahan dalam menetapkan kebijakan publik
dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai institusi. Kedua, adanya standar
kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
wewenangnya. Ketiga, adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam
menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah, dan
pelayanan yang cepat (Kompas, 16 April 2001). Selanjutnya, tumbuhnya akuntabilitas di setiap
daerah diharapkan dapat mendorong; 1) pemberdayaan masyarakat serta tumbuhnya prakarsa,
kreativitas, maupun partisipasi masyarakat, 2) proses demokrasi yang dimulai dari pemerintah
daerah kabupaten/kota, (3) pemerataan dan keadilan dalam bidang ekonomi. Dengan
tumbuhnya akuntabilitas di setiap daerah dan instansi diharapkan ekstensifikasi pelayanan
kepada masyarakat yang bermutu semakin tumbuh dan berkembang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan untuk anak se jak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pem berian rangsangan pendidikan, untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sis tem Pendidikan Nasional).
Melalui MBS, sekolah dapat mengarah pada kemandirian dan peningkatan mutu. Oleh
karena itu, model implementasi manajemen berbasis sekolah harus terus didorong pada semua
satuan pendidikan, khususnya SMA. Dengan demikian akan muncul kekhasan sekolah dalam
mengelola pendidikan.
Menurut Dwi Nurani, S.KM, M.Si, Untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan
pun dibutuhkan adanya perubahan paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan
peran sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya
kreativitas peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan
pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik. Konsep Manajemen berbasis sekolah dan
Masyarakat yang dimaksud di era ini adalah "Merdeka Belajar".
MBS dicirikan oleh indikator berikut:
(1) berkembangnya kultur sekolah yang demokratis dan dinamis,
(2) keterbukaan manajemen
penyelenggaraan pendidikan,
(3) terjalinnya kerjasama di sekolah secara internal dan eksternal,
(4) meningkatnya partisipasi semua pihak dalam mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah,
(5) adanya pengendalian mutu melalui quality
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendah
nya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, meskipun mungkin telah
banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya
pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pela tihan,
pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan,
dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-
kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian
lainnya masih memprihatinkan.
SARAN
Dari uraian yang kami susun kemungkinan besar masih banyak kekurangan,namun dalam hal
ini kami belajar untuk memperbaiki diri dalam proses belaja agar lebih baik lagi kedepannya,dan
apabila banyak kesalahan kami mohon maaf dan kami sangat berharap agar pembina mengoreksi
dengan baik,yang menjadi perbaikan yang sifatnya positif dan membangun bagi kami..
j
DAFTAR PUSTAKA
Eliana Sari, 2008. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Hal 71-73. Jayabaya
University Press
Dr. E Mulyasa M.Pd, 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Hal 81-92. Remaja Rosdakarya
Bandung
Dr. Ir. Arita Marini M.E, 2014. Manajemen Sekolah dasar. Hal 113-122. Remaja Rosdakarya
Bandung
M. Ridha MA dkk, 2018. Manajemen Berbasis sekolah berorientasi pelayanan publik. Hal. 5 -
21. Zahir Pubhlising
Dr. Umaedi, M.Ed dkk, 2015. Manajemen berbasis sekolah. Hal 13- 36. Universitas Terbuka.
https://journal.uii.ac.id/Tarbawi/article/download/3975/4806
http://ejournal.unsub.ac.id/index.php/FKIP/article/download/78/71
Latif,Mukhtar,dkk. 2016. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Mei:Kencana. Hal 85-89.
Sowere sol,dkk. 2003. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Prasekolah Anda Bersikap
Baik. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 121-133