Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA

PETANI DI RT 09 LABU API

DOSEN PEMBIMBING:

Harlina Putri Rusiana., Ners., M. Kep


DISUSUN OLEH KELOMPOK V:

1. Amila Dinan Farihan (003 STYC20)


2. Aprizal (006 STYC20)
3. M. Syarif Hidayatullah (028 STYC20)
4. Nadila Safitri (030 STYC20)
5. Serlin Susmila Cahyani (043 STYC20)
6. Pica Intia Dewi (150 STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan penulisan mengenai
“Proposal Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Petani Di Rt 09 Labu
Api” tepat pada waktunya.
Penyusunan proposal ini sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam
penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan
proposal ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
proposal ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami
membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan
kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan proposal ini.
Akhirnya kami sangat berharap semoga dari proposal yang sederhana ini
bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada proposal berikutnya.

Mataram, 27 Desember 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Pendahuluan....................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................4
2.1 Konsep Teori K3.............................................................................................4
2.1.1 Pencegahan Bahaya Fisik........................................................................4
2.1.2 Pencegahan Bahaya Radiasi....................................................................8
2.1.3 Pencegahan Bahaya Kimia....................................................................13
2.1.4 Pencegahan Bahaya Ergonomic............................................................15
2.1.5 Pencegahan Bahaya Psikososial............................................................16
2.2 Konsep Teori Sasaran...................................................................................18
2.2.1 Potensi Bahaya Kimia............................................................................18
2.2.2 Pencegahan Bahaya Kimia....................................................................18
BAB III HASIL OBSERVASI..............................................................................20
3.1 DAFTAR PERTANYAAN PEMERIKSAAN.............................................20
BAB IV PENUTUP................................................................................................27
4.1 Kesimpulan...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Pendahuluan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari perlindungan bagi tenaga
kerja yang bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan
Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun
industri. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari
perlindungan bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk mencegah serta
mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi peningkatan
produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan
yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik
pula. Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tujuan utama dari program
kesehatan kerja dalam upaya perlindungan terhadap tenaga kerja.
Perlindungan kesehatan terhadap pekerja antara lain dengan menghindari
timbulnya penyakit akibat kerja. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan
bahwa asetiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja.
RT 09 Labu API, Memiliki jumlah keseluruhan penduduk 189 KK dan
rata rata tingkat pendidikan penduduk disana yaitu Sekolah Menengah Atas
(SMA), Tekstur tanah di sana tegolong lembab dan subur yang dalam artian
lain bisa di tanamai oleh berbagai tumbuhan seperti padi, jagung, mentimun,
tembakau, serta sayur dan buah buahan lainnya, sehingga masyarakat di sana

1
sebagian besar memilih profesi sebagai petani karena menurut mereka selain
bisa memanfaatkan lingkungan sekitar dengan baik profesi petani juga bisa
menghijaukan lingkungan dan meningkatkan kualitas oksigen yang ada
disana, selain menjadi petani profesi masyarakat disana yaitu sebagai
pedagang yang dimana barang yang di dagangkan adalah hasil dari pertanian
mereka sendiri seperti sayuran dan buah buahan.
Dari data hasil observasi masyarakat di RT 09 Labu API, dalam bertani
masyarakat disana masih menggunakan pastasida untuk membasmi hama
Tenaga kerja petani adalah salah satu populasi yang berisiko untuk
mengalami keracunan pestisida dengan dampak negatif jangka panjang. Efek
negatif dari pajanan pestisida pada kelompok ini tidak kalah besarnya karena
dapat menimbulkan berbagai gangguan. Hal ini berkaitan dengan keterlibatan
mereka dalam kegiatan di bidang pertanian, seperti menyemprot, menyiapkan
perlengkapan untuk menyemprot, termasuk mencampur pestisida, mencuci
peralatan/pakaian yang dipakai saat menyemprot, membuang rumput dari
tanaman, mencari hama, menyiram tanaman dan memanen (Kurniasih et.al
2013).
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui aspek K3 pada
petani menggunakan Walk through survey. Walk through survey atau survey
jalan sepintas merupakan teknik utama yang penting untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja yang dapat
memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan. Walk
Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif
sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga
diperlukan upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara
umum dan analisa sederhana.

2
1.2Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum survei ini adalah untuk mengetahui aspek Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pada Petani yang ada di RT 09 labu api Lombok
barat.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui lingkungan fisik di tempat kerja para petani bekerja


dan faktor hazard yang dialami para petani

b. Untuk mengetahui tentang keluhan atau penyakit yang dialami yang


berhubungan dengan pekerjaan pada petani
c. Untuk mengetahui bagaimana para petani menyimpan bahan kimia
yang digunakan untuk sawahnya
d. Untuk mengetahui tentang Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
petani
e. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan oleh para petani

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori K3

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari


pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi (Rijanto, 2010). Pelaksanaan K3 akan mewujudkan
perlindungan terhadap tenaga keperawatan dari risiko kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di
tempat kerja terutama Rumah Sakit. Dengan dilaksanakannya perlindungan
K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan
tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja
dan produktivitas Rumah Sakit.
Perawat adalah SDM terbesar yang terdapat di Rumah Sakit.Dengan
demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas Rumah Sakit, terutama dapat mencegah korban manusia.Dengan
demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan
pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada
peran serta perawat sendiri baik sebagai subyek maupun obyek perlindungan
dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.
2.1.1 Pencegahan Bahaya Fisik
Faktor fisik adalah di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain
kebisingan, penerangan, getaran iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra
ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses
produkasi atau produk samping yang tidak diinginkan (Ridwan, H. (2009),
adapun faktor faktor tersebut antara lain:
1. Kebisingan

4
Kebisingan adalah semua suara yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau
berkepenjangan dapat merusak jaringan saraf sensitive di telinga,
menyebabkan kehilangan pendengaran semntara atau permanen. Hal ini
sering diabaikan sebagai measalah kesehtan, tapi itu adalah salah satu
bahya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai
ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.
Pencegahan:

a. Identifkasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin,


system ventilasi, dan alat-alat listrik. Tanyakan kepada pekerja
apakah merekamemiliki masalah yang terkait dengan kebisingan.
b. Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan.
Inspekasi mungkin harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk
memastikan bahwa semua sumber- sumber kebisingan teridentifikasi.
c. Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi
para pekerja yang mungkin terekpos kebisingan.
d. Identifikasi control kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendakiannya.
e. Setelah tingkat kebisinganditentukan, alat pelindung diri seperti
penutup telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai
oleh pekerja di lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak
dapat dikurangi (Ridwan, H. (2009).
2. Penerangan

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk


melakukan pekerjaan. penerangan yang sesuai sangat penting untuk
peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagi contoh, peketjaan
prakitan benda kecil membutuhkan tingkat peneranga yang lebih tinggi,
misalnya mengemas kotak.
3. Getaran

5
Getaran adalah gerakan bola-balik cepat (reciprocating), memantul
ke atas dan kebawah atau ke belakang dank e depan. Gerakan tersebut
terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari
kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negative terhadap semua
atau sebagaian dari tubuh.
Misalnya memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi
tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya mengemudi traktor di jalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran keseluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri
punggung bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang
disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan
getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak
langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot.
Pencegahan:

a. Mengendlikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang


peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.
b. Bila getaran disesbabkan oleh masin besar pasang penutup lantai
yang bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki
dan sarung tangan yang. menyerap kejutan, meskipun itu kurang
efektif dibangding di atas.
c. Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru

d. Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan


memasang peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan atau
sistem remote control.
e. Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang
bersifat menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan
yang menyertainya), (Ridwan, H. (2009).
4. Iklim kerja

6
Ketika suhu berbeda di atas atau dibawah batas normal, keadaan ini
memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan
merupakan salah satu alas an mengapa sangat penting untuk
mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat
kerja. Faktor-fator ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi
dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di
ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja
yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaiknya, ventilasi
yang kurang sesuai dapat mengakibatkan:
a. Mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang
berlenihan.

b. Menciptakan ketidaknyaman bagi para pekerja.

c. Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk


praktik kerja yang aman, (Ridwan, H. (2009) Pencegahan:
a. Pastikan bahwa posisi dinding dan pembagi ruangan tidak membatasi
aliran udara.
b. Sediakan ventilasi yang mengalirkan udara di tempat kerja, tanpa
meniup langsung pada mereka yang bekerja dekat itu.
c. Mengurangi beban kerja fisik mereka dalam kondisi panas dan
memastikan mereka memiliki air dan istirahat yang cukup.
5. Radiasi Tidak Mengoin

Radiasi gelombang elektromegnetik yang berasal dari radiasi tidak


mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).
Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, tv,
radar dan telpon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz-
300 giga hertz dan panjang gelombang 1 mm-300 cm. Radiasi
gelombang mikro yang pendek <1 cm yang diserap oleh permukaan kulit
yang menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro
yang lebih panjang (>1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet.

7
Panjang felombang sianr ultra violet berkisar 1-40 nm. Radiasi ini dapat
berdampak pada kulit dan mata.
Pencegahan:

a. Sumber radiasi tertutup.

b. Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh mungkin


dari sumber-sumber radiasi tersebut.
c. Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang dapat
menghasilkan radiasi sinar tersebut.
d. Memakai alat pelindung diri.

e. Secara rutin dilakukan pemantauan, (Ridwan, H. (2009)


2.1.2 Pencegahan Bahaya Radiasi
1. Pengertian radiasi

Radiasi adalah energi yang ditransmisika, dikeluarkan atau diabsorpsi


dalam bentuk partikel berenergi atau bergelemobang elektromagnetik.
Misalnya, di lereng gunung yang sngat dingin sekalipun, kita akan
merasakan hangat bila ita berdiri di bawah sinar matahari. Dengan kata
lain melalui media, terjadi perpindahan energi merupakan gelombang
radiasi, yang terdiri dari bagian yang merupakan gelombang radiasi, yang
terdiri dari bagian yang merupakan sumbu gelombang magnetik, sehingga
disebut gelombang elektromagnetik. (Ridwan, H. (2009)
2. Adapaun konsep proteksi radiasi menurut (Ridwan, H. (2009) antara lain:

a.Pengaturan Nilai Batas Dosis

1) Untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada pekerja


radiasi, ditetapkan nilai dosis efektif rata-rata sebesar 20 msv per
tahun dalam periode 5 tahun, sehingga dosis yang terakumulasi
selama 5 tahun tidak boleh melebihi 100 msv, dengan ketentuan
dosis efektif tidak boleh melampaui 50 msv dalam satu tahun tertentu
2) Untuk mencegah terjadinya efek deterministik pada pada pekerja
radiasi, ditetapkan nilai dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 20
msv per tahun dalam periode 5 tahun dan 50 msv dalam satu tahun

8
tertentu, dan dosis ekivalen untuk kulit serta untuk tangan dan kaki
sebesar 500 msv per tahun
3) Nbd untuk anggota masyarakat mengikuti pola penerapan untuk
pekerja radiasi dengan nilai lebih rendah, yaitu sebesar 1 msv dalam
1 tahun
4) Evaluasi dosis perorangan pekerja radiasi pada umumnya dilakukan
setiap triwulan berdasarkan atas penjumlahan penerimaan dosis
radiasi eksternal dan internal serta membandingkan penerimaan
tersebut terhadap nbd triwulan
5) Pemeriksaan kesehatan rutin terhadap pekerja radiasi dilakukan
minimal sekali dalam setahun untuk kondisi normal. Pemeriksaan
kesehatan tambahan dapat dilakukan terhadap pekerja radiasi pada
kondisi khusus
b. Pengendalian paparan radiasi eksternal dan internal

Pengendalian paparan radiasi eksternal dan internal dilakukan dengan


cara:
1) Pemantauan dosis radiasi perorangan Pemantauan dosis radiasi
perorangan dilakukan secara eksternal dan internal. Pemantauan
eksternal dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan.
Pemantauan internal dilakukan secara in-vivo dan/atau in-vitro.
Pemantauan dosis radiasi perorangan ini secara rinci diuraikan pada
butir 6.
2) Pengendalian daerah kerja Pengendalian daerah kerja dilakukan
dengan pembagian daerah kerja, pemantauan paparan radiasi
dan/atau kontaminasi radioaktif menggunakan alat ukur radiasi.
Penjelasan lebih lengkap tentang pengendalian daerah kerja diuraikan
pada butir
c. Pengawasan pengunjung, tamu dan pekerja non radiasi

1) Pengunjung, tamu atau pekerja non radiasi meliputi:

a) Pekerja administrasi yang bekerja pada daerah non radiasi di


Kawasan Nuklir BATAN.

9
b) Pengunjung yang berada di Kawasan Nuklir BATAN dalam
waktu relatif singkat (8 jam).
c) Kontraktor, pemasok bahan/barang ataupun para pegawainya.

d) Tamu (peneliti, mahasiswa atau siswa magang) yang bekerja di


daerah radiasi dan tinggal/bekerja kurang dari satu bulan.
e) Para pengunjung lain seperti sopir/buruh angkutan barang,
petugas kebersihan dan petugas perbaikan telepon, air, listrik
ataupun pemasang peralatan. 2
2) Pengunjung/tamu yang masuk ke daerah kerja radiasi diberi
dosimeter saku/pena, dan diserahkan kepada petugas keselamatan
jika pengunjung/tamu keluar dari daerah radiasi untuk
dibaca/dievaluasi.
a) NBD untuk pengunjung/tamu atau pekerja non radiasi
disamakan dengan NBD untuk masyarakat.
b) NBD untuk siswa magang berumur antara 16 sampai 18 tahun
yang sedang melaksanakan pelatihan atau kerja praktik, atau
yang karena keperluan pendidikannya
c) harus menggunakan sumber radiasi atau berada di daerah radiasi
adalah 3/10 NBD pekerja radiasi.
d) Untuk tamu (peneliti/ tenaga ahli, mahasiswa, siswa, atau buruh
kontraktor) yang bekerja di daerah instalasi nuklir dan/atau
instalasi radiasi lebih dari 1 bulan, ketentuan dan perlakuan
pengawasan dosis kepada mereka sama seperti pekerja radiasi.
3) Penyinaran dalam kedaruratan atau kecelakaan

a) Untuk membatasi dosis terhadap pekerja dan anggota


masyarakat akibat lepasan tak terkendali bahan radioaktif
(release) diperlukan perencanaan (kesiapsiagaan) yang rinci
dalam menghadapi kedaruratan dan latihan kedaruratan secara
berkala. PI diwajibkan membuat Program Kesiapsiagaan Nuklir
untuk fasilitasnya.

10
b) Untuk konsekuensi kecelakaan dalam dan lepas kawasan,
disusun Program Kesiapsiagaan Nuklir yang dikoordinasikan
oleh Koordinator Kawasan.
c) Program kesiapsiagaan tersebut mengatur infra struktur dan
kesiapan fungsi penanggulangan. Juga diatur latihan atau gladi
kedaruratan nuklir baik parsial maupun terpadu.
d) Dalam keadaan darurat, seorang relawan dapat menerima dosis
berlebih untuk maksud penyelamatan jiwa atau mencegah
luka/sakit yang lebih parah, atau untuk mencegah peningkatan
bahaya yang sangat besar.
e) Dalam keadaan kedaruratan nuklir mungkin terjadi beberapa
pekerja radiasi menerima dosis berlebih. Penyelamatan jiwa
manusia di medan radiasi tinggi dilakukan oleh petugas yang
berkompeten. Tiap situasi yang terjadi pada kondisi darurat
harus diperhitungkan dengan cermat oleh Pengkaji Radiologi
sebagai dasar mengambil keputusan.
f) Dalam kecelakaan, dosis radiasi yang diterima korban
kecelakaan ataupun petugas penanggulangan kecelakaan harus
dievaluasi dan dilaporkan secara terpisah. Apabila dosis yang
diterima melampaui 2 kali NBD tahunan harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan khusus.
g) Dosis maksimum seluruh tubuh yang dapat ditoleransi untuk
penyelamatan jiwa adalah 500 mSv khususnya dalam kondisi
kedaruratan nuklir.
4) Pemantauan kesehatan

a) Unit kerja berkewajiban melakukan pemantauan kesehatan


pekerja radiasi dan non radiasi di unit kerja masing-masing
berupa pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan fisik untuk menjamin ada atau
tidak pengaruh kegiatan atau pekerjaannya terhadap kesehatan.

11
b) Calon pekerja radiasi sebelum bekerja menggunakan sumber
radiasi atau bertugas di daerah radiasi harus telah menjalani
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
c) Selama masa bekerja, pekerja mendapat pemeriksaan kesehatan
fisik dan laboratorium dengan pengaturan sebagai berikut:
1. Pekerja radiasi dan pekerja administrasi diperiksa minimal 1
tahun sekali.
2. Siswa magang, kontraktor, peneliti/ahli yang berkunjung
dan bekerja di medan radiasi lebih dari enam bulan wajib
menjalani pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium
sebelum bekerja lebih lanjut.
d) Pada keadaan kecelakaan radiasi dilakukan pemantauan
kesehatan khusus bagi yang menerima dosis melebihi 2 kali
NBD tahunan atau yang diduga menerima dosis berlebih.
e) Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja diarsipkan dalam data
kesehatan pekerja yang ditangani oleh klinik di lingkungan
kawasan atau klinik yang ditunjuk oleh PI. Hasil pemeriksaan
kesehatan dilaporkan kepada PI yang bersangkutan untuk
penatalaksanaan kesehatan.
f) Jika pekerja radiasi mendapat dosis berlebih akibat tugasnya
sehari- hari atau mengalami kecelakaan radiasi, maka petugas
kesehatan menanggulangi keadaan korban tersebut bersama
dengan Bidang Keselamatan atau Tim Keselamatan terkait.
g) Bila keadaan korban tidak dapat ditanggulangi dengan fasilitas
yang ada di kawasan nuklir BATAN masing-masing, maka
petugas kesehatan klinik harus mengirim korban ke rumah sakit.
h) Pekerja radiasi yang akan pensiun atau tidak akan bertugas
sebagai pekerja radiasi secara permanen harus menjalani
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Dalam hal ini hanya pekerja
radiasi yang pemeriksaan kesehatan terakhirnya lebih dari 6
bulan.

12
i) PI memfasilitasi konseling kesehatan kepada pekerja radiasi
yang menerima dosis berlebih.
5) Pemantauan dosis radiasi perorangan

a) Umum

Pada bagian ini diuraikan mengenai jenis pemantauan,


kriteria pekerja yang dipantau, metode pemantauan, periode
pemantauan, pencatatan dan penyimpanan dosis radiasi,
pelaporan dosis radiasi, serta penanganan dosis berlebih.
Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan untuk
mengetahui besarnya dosis yang diterima pekerja radiasi dalam
rangka mematuhi ketentuan batasan dosis.
b) Jenis pemantauan dosis radiasi perorangan

Pemantauan dosis radiasi perorangan dapat dilakukan dengan 2


macam pemantauan yaitu:
1. Pemantauan dosis radiasi eksternal, dilakukan dengan
menggunakan dosimeter perorangan.
2. Pemantauan dosis radiasi internal dilakukan dengan 2 cara:

a) Pemantauan pekerja radiasi secara langsung (in-


vivo)

b) Pemantauan pekerja radiasi secara tidak langsung


(invitro)
c) Kriteria personel yang dipantau

2.1.3 Pencegahan Bahaya Kimia


1. Pengertian bahaya kimia

Bahaya kimia adalah jenis bahaya pekerjaan yang disebabkan oleh


paparan bahan kimia di tempat kerja. Paparan bahan kimia di tempat
kerja dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan baik akut
maupun jangka panjang (Moran dan Masciangioli, 2010).
2. Manajemen Bahan Kimia

13
Merupakan komponen penting program laboratorium. Keselamatan
dan keamanan harus menjadi bagian dari seluruh siklus hidup bahan
kimia, termasuk pembelian, penyimpanan, inventaris, penanganan,
pengiriman, dan pembuangan. Proses manajemen bahan kimia meliputi
mengelola bahan kimia, bekerja dengan bahan kimia, dan mengelola
limbah kimia (Moran dan Masciangioli, 2010). Semua pegawai atau
pekerja laboratorium harus bertanggung jawab mematuhi prosedur
penggunaan bahan kimia. Manajer atau pimpinan harus
mempertimbangkan cara untuk menghargai dan memberi penghargaan
pada mereka yang mengikuti praktik terbaik dalam menangani dan
bekerja dengan bahan kimia di laboratorium. Namun, manajer atau
pimpinan mungkin perlu mempertimbangkan sarana penegakan aturan
jika pekerja melanggar sistem (Moran dan Masciangioli, 2010
3. Bahaya faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak


bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya.
Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu,
asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama
antara lain:
a) Inhalasi (menghirup):

Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat


masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup
sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas
atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai
paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke
bagian lain dari tubuh.
b) Pencernaan (menelan):

Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang


terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau
makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat

14
tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut,
hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama
sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
c) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif:

Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke


pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-
kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan
(misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi dampak negatif
yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia
maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis
sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak
melampaui nilai ambang batas (NAB). Bahan kimia di tempat kerja.
2.1.4 Pencegahan Bahaya Ergonomic
1. Pengertian bahaya ergonomic

Risiko kerja ergonomi merupakan cedera persendian karena


kesalahan gerak atau ketegangan otot yang terjadi secara terus menerus.
Ergonomi adalah studi ilmiah yang mempelajari hubungan antara
manusia dan tempat kerja. Ergonomi memungkinkan desainer dan
insinyur untuk membuat sistem kerja yang tepat sesuai pengukuran dan
evaluasi kemampuan manusia. Posisi ergonomi merupakan posisi kerja
yang seharusnya dilakukan selama melakukan intervensi keperawatan
untuk mencegah terjadinya resiko akibat kerja. Perawat merupakan
tenaga kesehatan dengan faktor resiko paparan yang paling besar.
Melakukan intervensi keperawatan seperti mengangkat pasien,
memindahkan pasien atau perawatan luka membutuhkan posisi yang
ergonomis untuk mencegah resiko akibat kerja, (Sihaloho, L. B. 2020)
2. Risiko Ergonomi Penyakit Akibat Kerja pada Perawat di rumah sakit
adalah:
a. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Muskuloskeletal disorder adalah gangguan pada bagian otot


skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis

15
secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama
dan akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen dan tendon. Secara garis besar keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1) Keluhan sementara (reversible) yaitu keluhan otot yang terjadi
pada saat otot menerima beban statis namun demikian keluhan
tersebut akan segera hilang bila pembebanan dihentikan.
2) Keluhan menetap (persistent) yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut. Studi tentang MSDs pada
berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi
menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah
otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan,
tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah
(Nasution, S. M. 2020).
b. LBP (Low Back Pain)

Hampir semua orang pernah menderita keluhan LBP di dalam


kehidupannya, LBP didefinisikan sebagai sensasi nyeri, tegang atau
kaku otot yang sifatnya lokal di area antara rusuk terakhir hingga
lipatan pantat bawah, dengan atau tanpa nyeri pada tungkai,
(Nasution, S. M. 2020).
3. Pencengahan bahaya ergonomic:

Upaya pengendalian bahaya ergonomi yaitu aktivitas kerja


melakukan restrain, memandikan pasien, dan mengganti pakaian pasien
adalah memahami SOP/SPO dalam melakukan pekerjaan. Melakukan
cara kerja yang baik dalam SOP ergonimi yang baik dan benar,
penerapan ergonomi yang tidak sesuai dengan sikap dan cara kerja dapat
mengakibatkan lemah fisik dan nyeri sendi pada tubuh. Dan pekerjaan
yang dilakukan berulangulang bisa menguras tenaga sehigga lebih
dikurangi dengan mendesain ulang pekerjaan seperti menambah
petugas/perawat untuk melakukan pekerjaan tersebut, (Nasution, S. M.
2020)

16
2.1.5 Pencegahan Bahaya Psikososial
1. Pengertian bahaya psikososial

Bahaya Psikososial merupakan bahaya pekerjaan yang memengaruhi


kesejahteraan psikologis pekerja termasuk kemampuan untuk
berpartisipasi dalam lingkungan kerja diantara orang lain, (Sihaloho, L.
B. 2020).
2. Dampak bahaya psikosial

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang melakukan


pekerjaan. Banyak faktor bahaya di lingkungan kerja yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan dan faktor psikososial karyawan.
Faktor bahaya tersebut bersumber dari kegiatan dimana proses produksi
berlangsung. Lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan
beban tambahan kerja bagi perawat. Bahaya faktor psikososial di tempat
kerja dapat berhubungan dengan lingkungan sosial kerja, yang
berpotensi menyebabkan gangguan pada psikologi dan fisik-fisiologis
Pegawai. (Sihaloho, L. B. 2020).
Kondisi kerja yang telah berubah, dampak pada faktor risiko
psikososial telah meningkat maka kinerja karyawan akan semakin
rendah. Psikologis tuntutan pekerjaan adalah salah satu risiko psikososial
utama dalam pekerjaan dan mengacu pada aspek pekerjaan yang akan
membutuhkan usaha mental atau emosional. Meskipun tidak selalu
negatif, tuntutan pekerjaan psikologis dapat memicu reaksi ketegangan
dan stres ketika mereka membutuhkan terlalu banyak usaha. Jika
berkelanjutan, psikologis tuntutan pekerjaan dapat mengakibatkan sakit.
(Sihaloho, L. B. 2020).
Bahaya psikososial dapat menyebabkan stres pada pekerja, hal ini
dapat disebabkan oleh akumulasi stressor pada situasi kerja di tempat
kerja. Misalnya, tuntutan pekerjaan dapat memicu timbulnya stres di
tempat kerja. Menurut Randall R. Ross (1994), disebutkan bahwa stres
kerja terjadi akibat adanya interaksi antara kondisi kerja dengan
karakteristik pekerja dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan
para pekerja.

17
3.Pencegahan bahaya sosial

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap psikologi tenaga kerja,


Rumah sakit dapat melakukan perbaikan lingkungan kerja dan
memberikan cuti kerja kepada tenaga kerja. Rasa aman, nyaman, dan
sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh tenagakerja. Hal ini dapat
terjadi karena lingkungan kerja berupa cahaya, ventilasi, posisi kerja
yang tidak menimbulkan stres pada tenaga kerja.
Kondisi lingkungan kerja yang bersih, rapi, tenang, dan ventilasi
udara yang memadai membuat perawat bagian instalasi nyaman bekerja
sehingga mereka dapat bekerja dengan baik. Tingkat kepentingan
pemeliharaan kesehatan para anggota organisasi karena para tenaga kerja
yang sehat dan bugar, dalam arti fisik maupun dalam arti mental
psikologi, akan mampu menampilkan kinerja yang prima, produktivitas
yang tinggi dan tingkat absensi yang rendah (Sihaloho, L. B. 2020).
2.2 Konsep Teori Sasaran

2.2.1Potensi Bahaya Kimia


Unsur kimia didapatkan dari pupuk yang digunakan para petani, jenis
pupuk yang digunakan biasanya serbuk dan cair, dan digunakan melalui cara
penyemprotan dan penebaran Pupuk Pupuk tersebut bisa masuk lewat saluran
pernafasan melalui udara dan lewat saluran makan atau pencernaan. Tentu
jika para petani tidak hati-hati hal tersebut bisa menyebabkan fatality pada
petani.
2.2.2Pencegahan Bahaya Kimia
1. Pengertian bahaya kimia

Bahaya kimia adalah jenis bahaya pekerjaan yang disebabkan oleh


paparan bahan kimia di tempat kerja. Paparan bahan kimia di tempat
kerja dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan baik akut
maupun jangka panjang (Moran dan Masciangioli, 2010).
2. Manajemen Bahan Kimia

Merupakan komponen penting program laboratorium. Keselamatan


dan keamanan harus menjadi bagian dari seluruh siklus hidup bahan

18
kimia, termasuk pembelian, penyimpanan, inventaris, penanganan,
pengiriman, dan pembuangan. Proses manajemen bahan kimia meliputi
mengelola bahan kimia, bekerja dengan bahan kimia, dan mengelola
limbah kimia (Moran dan Masciangioli, 2010). Semua pegawai atau
pekerja laboratorium harus bertanggung jawab mematuhi prosedur
penggunaan bahan kimia. Manajer atau pimpinan harus
mempertimbangkan cara untuk menghargai dan memberi penghargaan
pada mereka yang mengikuti praktik terbaik dalam menangani dan
bekerja dengan bahan kimia di laboratorium. Namun, manajer atau
pimpinan mungkin perlu mempertimbangkan sarana penegakan aturan
jika pekerja melanggar sistem (Moran dan Masciangioli, 2010

3. Bahaya faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak


bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya.
Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu,
asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama
antara lain:
d) Inhalasi (menghirup):

Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat


masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup
sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas
atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai
paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke
bagian lain dari tubuh.
e) Pencernaan (menelan):

Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang


terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau
makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat

19
tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut,
hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama
sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
f) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif:

Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke


pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-
kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan
(misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi dampak negatif
yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia
maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis
sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak
melampaui nilai ambang batas (NAB). Bahan kimia di tempat kerja.

20
BAB III
HASIL OBSERVASI

3.1 DAFTAR PERTANYAAN PEMERIKSAAN

Pelaksanaan Kegiatan Survy Dilakukan Pada:

Hari / Tanggal : Kamis 16 Desember 2021

Tempat : Labu Api, Lombok Barat

Nama : STIKES YARSI MATARAM

Alamat : Jalan Labu Api RT 09

Score
No Daftar Pertanyaan Pemeriksaan Ya Tid
ak
A Manajemen K3
I Lingkungan Fisik 
Apakah disediakan alat pelindung diri yang sesuai dengan 
1
bahaya kerja serta dalam keadaan baik untuk digunakan?
2 Apakah tersedia fasilitas P3K sesuai ketentuan? 
Apakah ada materials safety data sheet untuk pengendalian 
3
bahaya kimia berbahaya?
Apakah ada prosedur tetap untuk pengendalian bahan- 
4
bahan yang mudah terbakar dan meledak?
Untuk menentukan bahaya-bahaya potensial apakah 
5
digunakan “HAZOPS” (hazard operability studies)?
Apakah ada petunjuk tertulis pengendalian dan 
6
penanggulangan keadaan darurat?
Apakah tanda-tanda peringatan dipasang di tempat-tempat 
7
berbahaya?
Apakah ada prosedur untuk memasuki ruangan tertutup 
8 (confined space) yang mencakup pengecekan pendahuluan,
ventilasi, alat-alat pelindung diri dan lain-lain?
Apakah nomor-nomor telepon untuk keadaan darurat 
9
dipajang dengan jelas?
Apakah saran ventilasi untuk pengendalian bau, uap, asap, 
10
dan debu memenuhi syarat?
Apakah ada prosedur untuk memusnahkan barang/bahan 
11
yang sudah tidak dipakai?

21
Apakah ada pintu dan jalan penyelamatan dengan jumlah 
12
yang memadai?
Jika terdapat platform yang portable atau sementara, 
13 apakah penangannya sudah memadai dan diperiksa secara
teratur?
Apakah semua tutup saluran pembuangan dalam keadaan 
14
baik dan sambungan serta control alirannya dibersihkan?
Apakah bagian-bagian dari mesin yang berputar (bergerak) 
15
diberi pelindung yang baik?
Apakah semua pelindung tetap dalam posisi terkunci dan 
16
dalam kondisi yang baik?
Apakah semua pengaman “interlock” mesin maupun listrik 
17
dalam keadaan baik?
Apakah semua pengaman otomatis telah distel dengan 
18
baik?
Apakah semua tombol-tombol “STOP” berfungsi dengan 
19
baik dan diberi label dengan jelas?
Apakah setiap mesin dan peralatannya dapat 
20
dihentikan/dimatikan dan diisolasi untuk pemeliharaan?
Apakah ada bagian-bagian peralatan mesin yang 
21
bergerak/berputar tidak berpengalaman?
Apakah ada program pemeliharaan peralatan 
22
pelindung/pengaman, perkakas dan alat-alat tangan?
Apakah system pengangkatan dan pengangkutan material 
23
dengan tenaga mesin telah sesuai dengan ketentuan?
Apakah semua peralatan angkat diberi tanda beban 
24
maksimum yang diizinkan (safe working load = SWL)?
Apakah pemeriksaan pengukuran pesawat/alat angkat 
25 diadakan secara teratur?
Apakah tersedia alat angkat yang memadai sesuai 
26
kebutuhan?
Apakah semua “sling/Rantai Baja” dalam kondisi yang 
27
baik?
Apakah elevator hoist, conveyor peralatan angkat dan 
28 lainnya dioperasikan secara benar dengan tanda-tanda
peringatan yang sesuai?
Apakah operator alat angkat telah mempunyai kualifikasi 
29
cukup?
30 Apakah semua alat angkut dalam kondisi baik? 
Apakah dipasang rambu-rambu/tanda peringatan 
31 secukupnya untuk para pemakai jalan, pejalan kaki dan
pengemudi dalam areal operasi kendaraan pengangkut?
Apakah permukaan daerah operasi alat angkut dalam 
32
keadaan baik?
33 Apakah gang-gang diberi marka dan tanda dengan jelas? 

22
34 Apakah semua gang bebas dari rintangan? 
Apakah lantai, gang dan lintasan terpelihara kebersihannya 
35
dan tidak licin?
Apakah permukaan daerah yang basah ditutup dengan anti 
36
slip?
Apakah landasan-landasan (platform) kondisinya 
37 terpelihara dengan baik dan terkait kuat untuk mencegah
slip?
38 Apakah fasilitas penyimpana cukup memadai? 
Apakah tersedia secara khusus tempat penyimpanan benda- 
benda yang tidak terpakai?
Apakah tempat penyimpanan tersebut sudah direncanakan 
39
sebelumnya?
Apakah peralatan angkat dan angkut material cukup 
40
tersedia?
Apakah penempatan/penyusunan barang-barang cukup 
41
stabil, aman dan bebas dari bahaya runtuh?
Jika diperlukan pengangkatan dan pengangkutan secara 
42 manual, apakah para petugas yang melakukan sudah diberi
pelatihan?
Apakah penyimpanan tabung-tabung bertekanan 
43
memenuhi ketentuan-ketentuan peraturan?
Apakah dipasang tanda kapasitas maksimum yang 
45 diperbolehkan untuk rak dan lantai yang dipakai
penempatan barang?
Apakah muatan rak dan lantai tidak melampaui 
46
kapasitasnya?
Apakah gudang/tempat penyimpanan barang diatas 
47
maupun dibawah permukaan tanah memenuhi ketentuan?
Apakah tempat penyimpanan barang diperiksa secara 
48
berkala?
Apakah semua bahaya-bahaya bahan kimia yang disimpan 
49
telah diketahui dan dicatat?
Apakah disediakan tempat penyimpanan yang aman, 
50 pemberian label dan prosedur penggunaan bahan
berbahaya?
Apakah tali dan jaring penyelamat (safety belt and safety 
51 net) tersedia dan dipergunakan bila karyawan mengerjakan
sesuatu dan kemungkinan bisa jatuh?
Apakah setiap ruangan dan atau bangunan diberi system 
52 tanda bahaya dan system komunikasi untuk keadaan
darurat, penyelamatan dan lain-lain/
Apakah semua pintu keluar dibuatkan tanda yang mudah 
53
dilihat dan diberi penerangan yang memenuhi syarat?
54 Apakah pintu-pintu keluar (exit) berfungsi dengan baik? 

23
Apakah semua bahan-bahan yang mudah terbakar dan 
55
meledak disimpan dan digunakan secara aman ?
Apakah tersedia tempat yang tertutup untuk bahan buangan 
56
yang mudah terbakar ?
Apakah instruksi-instruksi yang jelas telah dipasang 
57 ditempat penyimpanan maupun pembuangan bahan-bahan
yang mudah terbakar dan meledak ?
Apakah alat pemadam kebakaran tersedia dengan jumlah 
58 dan jenis yang cukup serta dengan penempatan yang baik ,
mudah terlihat dan terjangkau ?
Apakah disediakan gelondongan selang (hose rell) yang 
59 cukup jumlahnya dan dalam penggunaan dapat mencapai
seluruh bagian bangunan ?
Apakah hidran kebakaran dan persediaan air selalu cukup 
60
untuk digunakan oleh regu pemadam kebakaran ?
Bila terdapat resiko kebakaran khusus misalnya kebakaran 
61 magnesium, sodium, dan lain-lain, apakah tersedia
peralatan khusus untuk pemadamnya ?
Apakah terdapat system peringatan kebakaran (alarm) yang 
62
baik terdengar dan terlihat dengan jelas ?
Apakah secara teratur diadakan latihan peran evakuasi / 
63
penyelamatan bagi seluruh tenaga kerja ?
Apakah system alarm / alat pemadam dites / dicoba secara 
64
teratur dan diberikan label ?
Apakah tanda “ Dilarang Merokok ” dipajang ditempat / 
65 disekitar tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kebakaran ?
Apakah disediakan sarana penyelamatan diri dengan cepat 
67
dan / atau jalan penyelamatan yang bebas rintangan ?
Apakah terdapat system komunikasi dan pemanggilan regu 
68
pemadam kebakaran yang andal ?
Apakah terpasang instruksi-instruksi dan nomor-nomor 
69
telepon dalam keadaan bahaya ?
Apakah terdapat kotak P3K yang lengkap dan memadai 
70
ditempat-tempat strategis ?
Apakah terdapat petugas P3K secara khusus dan dalam 
71
jumlah yang memadai ?
Apakah dipekerjakan seorang dokter secara tetap atau 
72 dengan system kontrak dengan pusat pelayanan kesehatan
tertentu ?
Apakah tempat-tempat kerja diberi penerangan yang 
73
memadai ?
Apakah tersedia tempat pembuangan sampah dan bahan 
74
yang tidak terpakai lagi ?
75 Apakah tangga-tangga (Portable ladders) sudah memadai 

24
untuk segala jenis pekerjaan dan kondisinya dalam
keadaan baik serta dilengkapi pengaman ?
Jika terdapat tangga pengaman , apakah dalam keadaan 
76 baik dan dilengkapi dengan pengaman pegangan tangan
dan sebagainya ?
Apakah tirai pengaman tersedia bila diperlukan ? 
77

Apakah alat pelindung diri yang tersedia dipelihara sesuai 


78 denngan ketentuan ?
II Lingkungan Biologis
Apakah dilakukan pemeliharaan halaman , jalan-jalan 
1
kendaraan pagar pembatas dan sebagainya ?
Apakah daerah kerja terpelihara kebersihan dan 
2
kerapihannya ?
3 Apakah terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL)? 
4 Apakah dilakukan penanganan terhadap limbah padat? 
5 Bagaimana penanganan limbah padat? 
6 Apakah ada tempat sampah disetiap ruangan? 
7 Bagaimana sistem pembuangan sampah yang berlaku? 
8 Sumber air bersih berasal dari mana? 

9 Apakah peraturan ditegakkan dalam hal cara berpakaian? 

10 Apakah alat pelindung diri dipelihara sesuai ketentuan? 


Apakah daerah kerja terpelihara kebersihan dan 
11
kerapiannya?
12 Suhu udara dilingkungan kerja cukup nyaman? 
13 Cukupkah pertukaran udaranya diruangan ? 
III Lingkungan Kimiawi
Apakah ditempat kerja terdapat bahan yang bersifat korosif 
dan beracun , terdapat fasilitas untuk membrsihkan /
1
membilas tubuh yang segera dapat dipakai dalam keadaan
bahaya ?
Apakah secara teratur diadakan pemeriksaan untuk 
2 evaluasi dan mengendalikan bahan-bahan beracun dan 
berbahaya (toxic and hazardous materials)?
Jika perusahaan menggunakan bahan kimia berbahaya, 
3 apakah para pekerja yang bersangkutan sudah dididik dan
dilatih serta mengetahui cara-cara menanganinya?
Apakah dilakukan pengujian kandungan bahan berbahaya 
4
pada contoh produk?
Bilamana terdapat bahan beracun apakah disediakan 
5
“antidotes”
6 Apakah tempat penyimpanan bahan beracun dan bahan 
berbahaya sudah sesuai dengan ketentuan?

25
IV Lingkungan Psikososial
Apakah para anggota Panitia Pembina Keselamatan dan 
1 Kesehatan Kerja mendapat latihan K3 sesuai tugas dan
fungsinya menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970?
Apakah perusahaan telah mempunyai perizinan
2 keselamatan dan kesehatan kerja yang diperlukan dari
instansi berwenang?
Apakah perusahaan telah ikut serta dalam program 
3
JAMSOSTEK?
Apakah para manajer menerapkan manajemen risiko(risk 
4
management)?
Apakah perusahaan mengasuransikan kebakaran, 
5
peledakan, dan ganti rugi lainnya?
Apakah keselamatan dan kesehatan kerja dimasing-masing 
6 bidang pekerjaan secara teratur dikaji ulang dan
dimutakhirkan?
Apakah perusahaan mempunyai Panitia Pembina 
7 Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
Apakah diadakan pertemuan berkala antara pekerja dengan 
petugas keselamatan dan kesehatan kerja untuk
8
mendiskusikan masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja ?
Apakah pemasangan poster K3 sebelumnya sudah 
9 direncanakan dengan baik ?
Apakah terdapat sarana dan fasilitas (film,video,dan lain- 
10 lain ) untuk dan pembinaan pekerja ?

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Masyarakat RT 09 Labu Api sebagian besar berprofesi sebagai petani di
karenakan tanah disana yang subur sehingga bisa di tanami oleh berbagai
tumbuhan, akan teteapi dalam bertani masyakat disana menggunakan
pestisida untuk membasmi hama dengan tujuan untuk mendapatkan hasil
panen yang maksimal, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa resiko
keracunan Pestisida sangat mungkin terjadi pada masyarakat RT 09 Labu Api,
untuk itu perlu di adakah Promosi Kesehatan pada masyarakat sehingga
diharapkan dapat mencegah danpak-dampak negatif dari penggunaan
Pestesida tersebut.

27
DAFTAR PUSTAKA

Efriana, B. R. (2018). Studi Kasus Identifikasi Kepatuhan Perawat dalam


Pencegahan dan Pengendalian Healthcare Associated Infections di
Ruang Palem Rumah Sakit Paru Surabaya (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Heru, B. I. (2017). Pengetahuan Ergonomi dan Postur Kerja Perawat Pada
Perawatan Luka dengan Gangguan Muskuloskeletal di dr.H. Koesnadi
Bondwoso. Berita Kedokteran Masyarakat, 445-448.
Kagan, I., Ovadia, K. L., & Kaneti, T. (2009). Perceived knowledge of blood‐
borne pathogens and avoidance of contact with infected patients.
Journal of Nursing Scholarship, 41(1), 13-19.
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta:
Kementerian
Lunau, T., Wahrendorf, M., Dragano, N., & Siegrist, J. (2013). Work stress and
depressive symptoms in older employees: impact of national labour and
social policies. BMC Public Health, 13(1), 1-10.
Moran, L., & Masciangioli, T. (2010). Keamanan dan keselamatan
laboratorium kimia: panduan pengelolaan bahan kimia dengan bijak.
Nasution, S. M. (2020). Pengendalian Ergonomi Dan Pencegahan Bahaya
Hazard Psikososial Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Perawat Di Rumah Sakit.
Ridwan, H. (2009). Buku Ajar Kesehatan Kerja. Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Sihaloho, L. B. (2020). Tindakan Perawatan Dalam Mempertahankan
Ergonomik Dan Menegah Hazard Psikososial.
World Health Organization. The World Medicine Situation 2011 3ed. Rational
Use of Medicine. Geneva, 2011.

28
LAMPIRAN

Tahap Wawancara Dengan Ketua Rt 09 Labu Api

29
Kondisi Pertanian Di rt 09 Labu Api

30

Anda mungkin juga menyukai