Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAH 1

TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM

DOSEN PEMBIMBING

MILA KHAERUNISA, MA

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD ILHAM

2126201055

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK INDUSTRI

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


A. PENGERTIAN TAUHID

“Tauhid”, secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari
perubahan kata kerja wahhada–yuwahhidu, yang bermakna ‘menunggalkan
sesuatu’. Sedangkan berdasarkan pengertian syariat, “Tauhid” bermakna
mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya.
Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat.
(Al-Qaul Al-Mufid, 1:5). Pengertian kata tauhid berasal dari bahasa arab,
bentuk masdar dari kata wahnada yuwahhidu yang secara etimologi berarti
keesaan, yakni percaya bahwa Allah SWT itu satu. Tidak lain adalah
Lauhidullah (mengesakan Allah Swt). Jadi pernyataan/pengakuan. Bahwa
Allah Swt itu esa/satu. LaailahaillAllah (tiada Tuhan selain Allah)
Ilmu tauhid merupakan ilmu pengetahuan yang paling tinggi derajatnya
dalam agam Islam. Karena ilmu tauhid merupakan induk (pokok) bagi semua ilmu
pengetahuan dalam agama Islam. Bahwa para ulama menyebutkan bahwa
agama Islam adalah agama tauhid. Ilmu ini menerangkan serta membahas
masalah keesaan Dzat Allah Swt hokum yang mempelajari ilmu tauhid adalah
Fardhu’ain.
Ilmu tauhid di sebut juga ilmu Usuluddin, ilmu kalam, ilmu akidah, ilmu
ma·rifat, ada pula yang menyebutnya ilmu sifat 20 karena di dalamnya
dibicarakan 20 sifat yang wajib bagi Allah Swt.

Pembagian Tauhid
1. Tauhid Rububiyah
adalah keyakinan yang pasti bahwa hanya Allah semata Rabb dan
Pemilik segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia-lah Yang
Mahapencipta, Dia-lah yang mengatur alam dan yang menjalankannya.
Dia-lah yang menciptakan para hamba, yang memberi rizki kepada
mereka, menghidupkan dan mematikannya. Dan beriman kepada qada'
dan qadar-Nya serta ke-Esaan-Nya dalam Dzat-Nya. Ringkasnya bahwa
tauhid Rububiyah Allah Ta'ala dalam segala perbuatan-Nya:

Dalam dalil syar'i telah menegaskan tentang wajibnya beriman kepada


Rububiyyah Allah Ta'ala seperti dalam firman-Nya, "Segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam" (Al-Fatihah:2)
Macam tauhid ini tidak diperselisihkan oleh orang-orang kafir Quraisy
dan para penganut aliran dan agama. Maksudnya mereka semua
beri'tiqad bahwa Pencipta alam semesta ini hanyalah Allah semata.Yang
demikian itu, karena hati manusia secara fitrah mengakui Rububiyyah-
Nya oleh karena itu, seseorang tidak menjadi orang yang bertauhid
sehingga ia mengakui dan konsisten dengan macam kedua dari ketiga
macam tauhid tersebut.
2. Tauhid Uluhiyah
yaitu mengesahkan Allah Ta'ala melalui perbuatan para hamba,
dinamakan juga dengan tauhid ibadah. Maknanya adalah keyakinan yang
pasti bahwa Allah adalah Ilah(sesembahan) yang haq dan tidak ada ilah
selain- Nya, segala yang diibadahi selain-Nya adalah bathil, hanya Dia-lah
yang patut diibadahi, baginya ketundukan dan ketaatan secara mutlak.
Tidak boleh siapapun dijadikan sebagai sekutu-Nya dan tidak boleh
bentuk ibadah apapun diperuntukannya kepada selain-Nya, seperi shalat,
puasa, zakat, haji,do'a, dan isti'anah (meminta pertolongan), nadzar,
menyembelih, tawakal, khauf (takut), harap, cinta dan lain-lain dari
macam-macam ibadah yang zahir (tampak) maupun bathin. Ibadah
kepada Allah harus dilandasi dengan rasa cinta, cemas, dan harap secara
bersamaan. Beribadah kepada-Nya dengan sebagian saja dan
meninggalkan sebagian lainnya adalah kesesatan.

Allah Ta'ala berfirman, "Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan


hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan." (Al-Faatihah: 5).
Dan firman-Nya pula, "Dan barangsiapa beribadah kepada ilah yang lain
di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu,
maka sesungguhnya perhitungannya disisi Rabb-nya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu adalah beruntung." (AlMukminun: 117).
Tauhid Uluhiyyah adalah inti dakwah yang diserukan oleh para
Rasul. Dan pengingkaran terhadap hal itu merupakan penyebab dari
berbagai malapetaka yang menimpa ummat-ummat terdahulu. Tauhid
Uluhiyyah merupakan awal dan akhir agama, bathin dan lahirnya. Juga
merupakan tema pertama dakwa para Rasul dan yang terakhir. Oleh
karenanya diutuslah para Rasul, diturunkannya kitab-kitab samawi,
disyari'atkan jihad, dibedakan antara orang muslim dengan orang kafir,
dan penghuni surga dengan penghuni neraka.
Itulah makna firman Allah, "...Tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar kecuali Allah..." (Ash-Shaafffat: 35).

Allah Ta'ala berfirman, "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun
sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak
ada ilah (yang hak) melainkan Aku, maka beribadah kamu hanya
kepada-Ku." (Al- Anbiyaa': 25)

Yang menjadi Rabb Yang Maha Pencipta, Pemberi Rizki, Yang


Menguasai, Yang Mengatur, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, yang
disifati dengan semua sifat kesempurnaan, yang suci dari segala
kekurangan, segala sesuatu (berada) di tangan-Nya maka pasti Dia
adalah Rabb Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak boleh
ibadah itu dipalingkan kecuali
kepada-Nya semata. Allah Ta'ala berfirman, "Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-
Dzariyaat: 56).
Tauhid Uluhiyyah merupakan konsekuensi dari tauhid Rububiyyah.
Hal tersebut karena orang-orang musyrik tidak menyembah Rabb yang
Esa, akan tetapi mereka menyembah banyak rabb bahkan mereka
menganggap rabb-rabb tersebut dapat mendekatkan mereka kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya. Walaupun demikian, mereka mengakui
bahwa rabb-rabb tersebut tidak ada mendatangkan mudharat maupun
manfaat. Oleh karena itu, Allah tidak menggolongkannya sebagai orang-
orang kafir sebab mereka mempersekutukan- Nya dengan salain-Nya
dalam ibadah.
Dari sini, aqidah salafush shalih -Ahlus Sunnah wal Jamaah
berbeda dengan yang lainnya dalam hal tauhid uluhiyyah. Ahlus Sunnah
tidak mengartikan tauhid seperti pendapat sebagian kelompok bahwa
makna tauhid itu "adalah tidak ada Pencipta kecuali Allah," akan tetapi
menurut mereka tauhid uluhiyyah tidak terlealisir.
3. Tauhid Asma Wa Sifat
yaitu keyakinan dengan pasti bahwa Allah SWT mempunyai asmaul
husna (nama-nama yang baik), dan sifat-sifat yang mulia. Dia memiliki
semua sifat yang sempurna dan suci dari segala kekurangan. Dia- lah
Yang Maha Esa dan sifat-sifat tersebut, tidak dimiliki oleh makluk-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah: Mengetahui Rabb mereka dengan
sifat-sifat- Nya yang terdapat dalam al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka
menyifati Rabb-nya seperti apa yang Allah SWT telah sifatkan untuk diri-
Nya dan seperti apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya SAW, tidak
melakukan tahrif (penyelewengan) ungkapan-ungkapan dari konteks
pengertian yang sebenarnya, ataupun ilhad (Al- Ilhad yaitu berpaling dari
kebenaran; dan termasuk kategori ilhad adalah: ta'thil (mengabaikan),
tahrif (menyimpangkan), takyif (menfisualiasikan) dan tamstil
(menyerupakan) sifat Allah. Ta'thil: Tidak menetapkan sifat-sifat Allah
atau menetapkan sebagaiannya dan menafikan sisanya, Tahrif: Merubah
nash baik sifat secara lafazh kepada makna yang lafazhnya tidak
menunjukkan kepadanya kecuali dengan kemungkinan makna yang
marjub (tidak kuat). Maka setiap tahrif adalah ta'thil dan tidak semua
ta'thil adalah tahrif, takyif: Menjelaskan hakekat sifat, atau (bertanya
dengan lafazh bagaimana), Tamstil: Menyerupakan sesuatu dengan
Allah dari segala segi) dalam nama-nama-Nya dan ayat-ayat- Nya, dan
mereka menetapkan bagi Allah apa yang telah ditetapkan untuk dirinya-
Nya tanpa tamstil, takyif, ta'thil dan tahrif. Dasar mereka dalam semua
masalah ini adalah firman Allah, "Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan- Nya, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(As-Syuura: 11).

Dan firman-Nya, "Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah


kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-
nama-Nya. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan." (Al-A'raaf: 180).
B. MAKNA KALIMAT LAA ILAAHA ILLA ALLAH DAN KONSEKUENSINYA
DALAM KEHIDUPAN

Kalimat Laa ilaah illa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan
segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa
satu- satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan
dengan kalimat ini Allah SWT berfirman :

Artinya : “Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasanya tidak ada sesembahan


yang benar selain Allah”. (QS. Muhammad:19)

Berdasarkan ayat diatas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib


hukumnya dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun islam yang lain.
Rasulullah SAW juga menugaskan : “Barang siapa yang mengucapkan Laa
ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga.” (HR.
Ahmad). Yang dimaksud dengan ikhlas disini adalah memahami,
mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.
Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik
kematiannya dengan ajakan :
“Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaah illa-Allah, sebuah kalimat yang aku
akan jadikan sebagai hujjah di hadapan Allah”.
Akan tetapi, abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam
keadaan musyrik.Selama 13 tahun di Makkah, Nabi Muhammad SAW
mengajak orang-orang dengan perkataan beliau: “Katakanlah Laa ilaah illa-
Allah”. Kemudian orang-orang kafir menjawab :
“beribadah kepada sesembahan yang satu, tidak pernah kami dengar dari
orang tua kami”. Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna
kalimat tersebut, dan barang siapa yangmengucapkan tidak akan menyeru/
berdoa kepada selain Allah.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illa-Allah
Bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.
Tanpa syarat-syarat itu kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi
yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah:
a. Ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
e. Ikhlas, yang menafikan syirik
f. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha
(kebencian) Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
a. Syarat pertama : ‘Ilmu (mengetahui)
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang
ditiadakan dan apa yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya
tentang hal tersebut.
Artinya : “ Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak
dapat memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat
ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”.
(QS. Az-Zukhruf:86).
Maksudnya orang yang bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah dan
memahamidengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya,
tetap tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak
berguna.

b. Syarat kedua : Yaqin (Yakin)


Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan kalimat
Laa ilaaha illa-Allah itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka
persaksian itu. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang


yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-
ragu”. (QS. Al-Hujurat:15)

Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan
bahwa tiada Ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, ia tidak
berhak masuk surga.

c. Syarat ketiga: Qabul (Menerima)


Menerima kandungan dan konsekuensi dari Laa ilaaha illa-Allah;
menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima dan menaati, maka
ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah SWT:

Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada


mereka: Laa ilaaha illa-Allah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah SWT) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata:
“Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”. (QS. Ash-Shafat: 35-36)

d. Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan


Patuh)
Allah SWT berfirman:

Artinya : “ Dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang
dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh” .( QS. Luqman: 22)

e. Syarat kelima : Shidq (Jujur)


Yaitu mengucapkan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga
membenarkannya
Allah SWT berfirman :
Artinya : “ Di antara manusia ada yang mengatakan : “ Kami beriman
kepada Allah dan hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta”. (QS. Al- Baqarah : 8-10)

f. Syarat keenam : Iklas


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan
jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau
sum’ah. Dalam hadis Rasulullah dikatakan :” Sesungguhnya Allah
mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah
karena menginginkan ridha Allah”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

g. Syarat ketujuh : Mahabbah (kecintaan)


Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai
orang- orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah


tandingan- tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat
beriman sangat cinta kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah:165)

Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih
sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini
sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.
Konsekuensi Laa ilaaha illa-Allah

Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang
dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan
beribadah kepada Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun , sebagai
keharusan dari penetapan illa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya.
Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan , baik berupa
makluk, kuburan , pepohonan , bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan
kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya.
C. TAUHID SEBAGAI LANDASAN BAGI SEMUA ASPEK KEHIDUPAN

Tauhid dalam pandangan Islam merupakan akar yang melandasi setiap


aktivitas manusia.Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya
pandangan,timbulnya semangat beramal dan lahirnya sikap optimistik.
Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan (amal
shalih) manusia.
Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas social. Apapun
bentuknya,tauhid menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari
aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas historis-empiris.
Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan
modernitas,dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan
alternatif yang lebih anggun dan segar.
Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya dehumanisasi
merupakan tantangan tauhid yang harus dikembalikan pada tujuan
tauhid,yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakatnya. Perubahan itu
didasarkan pada cita- cita profetik yang diderivikasikan dari misi historis
sebagaimana tertera dalam firman Allah :

Artinya: “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia


untuk mengekkan kebaikan,mencegah kemungkaran dan beriman kepada
Allah”. (QS.Ali ‘Imran: 110).

Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat ditas sebagai


karakteristik ilmu social profetik,yakni kandungan nilai humanisasi,liberasi dan
transendensi. Tujuannya supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat
menuju cita-cita social-etiknya di masa depan. Lebih lanjut Kuntowijoyo
menjelaskan humanisasi adalah memanusiakan manusia. Menurutnya,era
sekarang ini banyak mengalami proses dehumanisasi karena masyarakat
industrial ini menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa
wajah kemanusiaan. Apalagi di tengah-tengah mesin politik dan mesin pasar.
Sementara ilmu teknologi juga berkecenderungan reduksionistik yang melihat
manusia secara parsial. Tujuan liberatif adalah liberalisasi bangsa dari
kekejaman kemiskinan,keangkuhan teknologi dan pemerasan kelimpahan.
Kita menyatu rasa dengan mereka yang miskin,yang terperangkap dalam
kesadaran teknokratis,dan mereka yang tergusur oleh kekuatan ekonomi
raksasa. Kita ingin bersama-sama membebaskan diri dari belenggu yang kita
bangun sendiri.
Adapun tujuan transendensi adalah menambah dimensi transcendental
dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus
hedonisme,materialisme dan budaya yang dekaden. Kita senyatanya
membersihkan diri dengan mengingatkan kembali dimensi transcendental
yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan.
Ketika tauhid dipahami sebagai pandangan hidup,maka salah satu
konsekuensinya adalah tauhid menjadi sumber semangat ilmiah. Pemahaman
ini tentu tidak sekedar didasarkan pada pengetahuan tauhid sebagai landasan
dan pijakan semata-mata, melainkan lebih jauh lagi bahwa tauhid menjadi titik
sentral yang melahirkan semangat perjuangan.
Dalam konteks perjuangan, tauhid merupakan kekuatan yang
menopang segala aktivitas yang akan kita lakukan. Tauhid sebagai semangat
ilmiah,maka dapa didekat dengan dua pendekatan,yaitu pendekatan teologis
dan pendekatan filosofis. Pendekatan teologis berarti kita dituntut untuk
memiliki komitmen pribadi,loyalitas (kesetiaan) dan sebagai actor sekaligus
spectator. Sementara pendekatan fiosofis berarti kita dituntut untuk peka
terhadap isu sosial keagamaan,dan sekaligus meresponnya melalui aksi nyata.
Dua pendekatan di atas adalah bagaimana kita mendasarkan tauhid sebagai
sumber cita-cita dan semangat perjuangan.
Setiap perjuangan yang dilakukan harus mendatangkan sebuah
kemaslahatan bukan sebuah kemadharatan. Visi tauhid adalah membentuk
masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan keadilan, yang
pada gilirannya memberikan inspirasi manusia-tauhid untuk mengubah dunia
sekelilingnya agar sesuai kehendak Allah. Sedangkan misi tauhid adalah
membentuk serangkaian tindakan agar kehendak Allah tersebut terwujud
menjadi kenyataan dan ini merupakan bagian integral dari komitmen itu.
Sehingga menjadi wajib bagi kita untuk menegakkan suatu orde social yang
adil serta berdasarkan al-Qur’an dan as- Sunnah.

D. JAMINAN ALLAH BAGI ORANG YANG BERTAUHID MUTLAK

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Oleh karena itu,
bagi siapa yang mampu merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat
beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah
menjanjikan banyak kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Beberapa
diantaranya ialah:
1 Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan
Petunjuk Allah SWT berfirman dalam QS. Al-
An’am ayat 82: Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Kezhaliman meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadaphak Allah
yaitu dengan berbuat syirik, kezhalman seseorang terhadap diri sendiri yaitu
dengan berbuat maksiat, dan kezhaliman terhadap orang lain yaitu dengan
menganiaya orang lain.
Yang dimaksud kezhaliman pada ayat di atas adalah syirik, sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulullah SAW ketika menafsirkan ayat tersebut. Ibnu
Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Ketika ayat ini turun,tersa beratlah di
hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah diantara kita yang tidak
pernah mendzalimi dirinya sendiri (berbuat maksiat), maka Rasulullah SAW
bersabda: ‘Tidak demikian, akan tetapi yang dimaksud kzhaliman pada ayat
tersebut adalahkesyirikan. Tidakkah kalian pernah mendengar ucapan
Luqman kepada anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) benar-benar kezhaliman yang besar.”(QS.Lukman: 13)

Orang-orang yang beriman tidak akan mencampuradukkan keimanan


mereka dengan kedzaliman (kesyirikan). Mereka akan mendapatkan
keamanan di dunia berupa ketenangan hati, juga keamanan di akhirat dari
hal-hal yang ditakuti yang akan terjadi di Hari Akhir. Petunjuk yang mereka
dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan
petunjuk di akhirat berupa petunjuk menuju jalan yang lurus. Tentunya kadar
keamanan dan petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar
tauhidnya. Semakin sempurna tauhd seseorang, semakin besar keamanan
dan petunjuk yng akan diperoleh.
2. Ahli Tauhid Diharamkan dari
Neraka
Rasulullah SAW bersabda
Artinya:
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka atas orang yang
mengucapkan
Laa Ilaaha Illallah dengan mengharap wajah Allah." (H.R. Bukhori no.4982)
Pengharaman neraka ada dua bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka
secara mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali.
Boleh jadi dia mempunyai dosa, lalu Allah SWT mengampuninya atau dia
termasuk golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa
adzab. Kedua, diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari
neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
3. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-
dosanya
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
“Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan membawa
kesalahan kepenuh bumi kemudian engkau menemuiKu dengan tidak
mensekutukan sesuatu denganKu niscaya aku akan datang kepadamu
dengan ampunan sepenuh bumi.”(Tirmidzi no.3463)
Dalam hadits tersebut, Rasulullah mengabarkan tentang luasnya keutamaan
dan rahmat Allah. Allah akan menghapus dosa-dosa yang besar sekalipun
selama itu bukan dosa syirik.
Jaminan Bagi Masyarakat yang
Bertauhid Allah SWT berfirman :

Artinya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.”
Dalam ayat di atas, Allah SWT memberikan beberapa jaminan bagi suatu
masyarakat yang mau mengimplementasikan nilai-nilai ketuhidan dalam
kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi, mendapat
kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mendapat keamanan
dan dijauhkan dari rasa takut.
Mentauhidkan Allah SWT dengan sepenuh hati memiliki keutamaan yang
luar biasa. Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas menjelaskan beberapa
keutamaan tauhid. Dan dalam tulisan ini akan dibahas lima diantaranya.

Pertama, akan dihapus dosa-dosanya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
SAW yang artinya, “…Wahai bani Adam, seandainya engkau datang
kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati
tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan
kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.’”

Kedua, mendapatkan petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan


mendapatkan rasa aman. Rujukannya adalah firman Allah SWT yang
artinya,

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka


dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa
aman dan mereka mendapat petunjuk. ” QS. Al-An’aam : 82

Ketiga, dihilangkan kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat.


Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya,

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan


mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberi-nya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangka…” (QS. Ath-Thalaq : 2-3)

Keempat, dijamin masuk surga. Landasannya adalah firman Allah SWT


yang artinya, “Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk
Surga.” (HR. Muslim)

Kelima, diberi kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Firman Allah SWT,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

Dengan demikian, cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah


limpahkan bagi para hamba-Nya yang bertauhid. Tentu manusia
bertingkat-tingkat dalam mewjudkan tauhid kepada Allah swt. Mereka tidak
berada pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid
sesuai dengan prestasi dalam menerapkan tauhid.

Anda mungkin juga menyukai