Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

SOLUSIO PLASENTA
1. Pengertian Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta yang
(Definisi) implantasinya normal sebelum janin lahir.
2. Diagnosis 1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa nyeri
(tergantung derajat solusio plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagianbagian
janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati
(tergantung derajat solusio plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban
yang tegang dan menonjol.
3. Derajat solusio 1. Ringan :
- perdarahan yang keluar kurang dari 100-200cc
plasenta
- uterus tidak tegang
- belum ada tanda renjatan
- janin hidup
- kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
2. Sedang :
- perdarahan lebih dari 200 cc
- uterus tegang
- terdapat tanda renjatan
- gawat janin atau janin mati
- kadar fibrinogen plasma 120 - 150 mg%
3. Berat :
- uterus tegang dan kontraksi tetanik
- terdapat renjatan
- janin biasanya sudah mati
4. Diagnosis Tidak ada
Banding
5. Pemeriksaan Pemeriksaan USG :
Penunjang • Pada pemeriksaan USG didapatkan implantasi plasenta normal
dengan gambaran hematom retroplasenter.
Pemeriksaan laboratorium :
1. Bed side clotting test (untuk menilai fungsi pembekuan
darah/penilaian tidak langsung kadar fibrinogen)
Cara :
- Ambil darah vena 2 ml masukkan ke dalam tabung
kemudian diobservasi
- Genggam bagian tabung yang berisi darah
- Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan
koagulasi di permukaan
- Lakukan hal yang sama setiap menit
Interpretasi :
o Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7
menit, maka diperkirakan titer fibrinogen di bawah nilai
normal (kritis)
o Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek saat tabung
dimiringkan, keadaan ini juga menunjukkan kadar
fibrinogen di bawah ambang normal
2. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan
6. Konsultasi  Dokter Spesialis Penyakit Dalam
 Dokter spesialis anestesi
 Dokter spesialis anak
7. Terapi Derajat ringan:
 Ekspektatif bila :
- Usia kehamilan belum cukup bulan. Penderita dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam. Pemantauan klinik
dilakukan secara ketat dan baik.
 Syarat :
- Perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
- Belum ada tanda-tanda in partu
- Keadaan ibu cukup baik (Kadar Hb lebih dari 8 gr %)
- Janin baik
 Penatalaksanaan :
- Tirah baring.
- Berikan Deksametason 20mg/48 jam (dibagi 4 dosis)/
Betametason 24 mg/48 jam (dibagi 2 dosis)
- USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
- KTG serial setiap 3 hari
 Aktif bila :
- Usia kehamilan cukup bulan, janin hidup dilakukan
persalinan perabdominam
- Usia kehamilan kurang bulan, janin viable (pematangan
paru sebelumnya bila memungkinkan), dengan persalinan
perabdominam
- Bila keadaan memburuk (perdarahan dan kontraksi uterus
berlangsung terus) dikelola sebagai derajat sedang/berat.

Derajat sedang/berat:
1. Perbaikan keadaan umum
a. Resusitasi cairan/transfusi darah
- Berikan darah lengkap segar
- Jika tidak tersedia pilih salah satu dari plasma beku
segar, sel darah merah packed (PRC), kriopresipitat,
konsentrasi trombosit.
b. Atasi kemungkinan gangguan perdarahan
2. Melahirkan janin
a. Dengan mengupayakan partus pervaginam (amniotomi
dan tetes oksitosin) bila skor pelvik > 6 atau bila
diperkirakan persalinan bisa berlangsung < 6 jam.
b. Dengan persalinan perabdominam bila skor pelvik < 6 atau
bila diperkirakan persalinan akan berlangsung > 6 jam,
atau bila sesudah 6 jam dikelola janin belum lahir
pervaginam.
Catatan :
Bila janin masih hidup dan kemungkinan viable (> 28 minggu dan
atau BBJ > 1000 gram), dilakukan tindakan persalinan dengan
seksio sesarea
8. Penyulit Syok hipovolemik, gagal ginjal, koagulasi intravaskuler diseminata,
kematian
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Perawatan Diperlukan
rumah sakit
12. Patologi anatomi Tidak diperlukan
13. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat solusio plasenta
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

PERDARAHAN PASCASALIN
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah janin
lahir, yaitu melebihi 500 cc pada persalinan per vaginam atau lebih
dari 1000 cc pada persalinan per abdominam.
Dibagi menjadi :
 Perdarahan pascasalin dini yaitu jika terjadi
dalam 24 jam pertama.
 Perdarahan pascasalin lambat yaitu jika terjadi
lebih dari 24 jam.
2. Anamnesis  Perdarahan pervaginam pascasalin atau perdarahan berulang
jika terjadi pada masa nifas
 Terdapat faktor predisposisi
Predisposisi antepartum: riwayat perdarahan pascasalin atau manual
plasenta, solusio plasenta, plasenta previa, hipertensi, IUFD,
overdistensi uterus, gangguan darah ibu.
Predisposisi intrapartum: persalinan seksio sesarea atau buatan,
partus lama, partus presipitatus, Induksi atau augmentasi persalinan,
infeksi korion, distosia bahu, grandemulti paritas, gangguan
koagulopati.
Predisposisi postpartum: laserasi jalan lahir (ruptur perineum,
episiotomi luas, robekan porsio) retensio plasenta, sisa plasenta,
inversio uteri, ruptur uteri.
3. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda syok (ringan sampai berat)
4. Gambaran Klinis a. Atonia uteri:
yaitu terjadinya gangguan kontraksi uterus. Gejala berupa
perdarahan pervaginam yang deras (seperti keran air) berasal
dari OUI, konsistensi rahim lunak, kontraksi buruk, tidak ada
perlukaan jalan lahir, tidak ada sisa plasenta dan umumnya
terdapat tanda-tanda syok hipovolemik berat.
b. Laserasi jalan lahir:
yaitu terdapat robekan/ruptur pada perineum, vagina atau porsio.
Gejala berupa perdarahan pervaginam yang berasal dari luka
robekan, berwarna merah terang/darah segar, kontraksi rahim
baik, dapat ditemukan tanda-tanda syok.
c. Ruptur uteri:
yaitu robeknya dinding uterus. Gejala berupa perdarahan
pervaginam sedikit atau banyak, berasal dari OUI, kontraksi
rahim biasanya buruk, sangat nyeri di perut bawah, terdapat
tanda akut abdomen, syok berat, pada eksplorasi terdapat
robekan pada uterus.
d. Inversio uteri:
yaitu uterus terputar balik sehingga fundus uteri tertekuk ke
dalam dan selaput lendirnya di sebelah luar. Gejala berupa
perdarahan pervaginam, syok sedang sampai berat, fundus uteri
sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus,
kadang-kadang teraba tumor dalam vagina jika inversio sampai
vagina atau tampak tumor merah di luar vulva yaitu inversio
uteri yang prolaps.
e. Retensio plasenta:
yaitu plasenta belum lahir ½ jam setelah anak lahir. Gejala
berupa perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak, tinggi
fundus uteri sepusat, biasanya tampak tali pusat.
f. Sisa plasenta:
yaitu plasenta sudah lahir namun tidak lengkap. Gejala berupa
perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak dari OUI,
kontraksi biasanya baik dan pada pemeriksaan teraba sisa
plasenta. Jika terjadi pada masa nifas; kadang terdapat febris dan
tanda-tanda syok, fundus uteri masih tinggi/subinvolusi, uterus
lembek, nyeri pada perut bawah jika ada infeksi dan teraba sisa
plasenta dalam rongga rahim
g. Gangguan pembekuan darah/koagulopati:
yaitu kelainan pada pembekuan darah. Gejala berupa perdarahan
dari tempat-tempat luka, kontraksi rahim baik, tidak ditemukan
perlukaan jalan lahir maupun jaringan plasenta, syok sedang
sampai berat dan terdapat gangguan faktor pembekuan darah.

5. Pemeriksaan  Laboratorium: Crossmatch, kadar Hb, L, Tr, Ht, Fibrinogen, D-


penunjang Dimer, BT, CT, PT, APTT.
 Pemeriksaan USG
6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum
a. Informed consent
b. Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan nafas,
O2 jika perlu, resusitasi cairan).
c. Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada, berikan transfusi darah,
infus cairan, oksigen dan kontrol perdarahan. Jika tidak ada syok
atau keadaan umum optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologi.
d. Hentikan sumber perdarahan.
e. Monitor tanda-tanda vital.

Penatalaksanaan spesifik
l. Atonia Uteri (ICD10-072.1):
Masase uterus, Pemberian oksitosin 20 unit dalam NaCL 1000cc
tetesan cepat (dapat diberikan sampai 3 liter dengan tetesan 40
tetes/menit) dan ergometrin IV/IM 0,2 mg (dapat diulang lx
setelah 15 menit dan bila masih diperlukan dapat diberikan tiap
2-4 jam IM/IV sampai maksimal 1 mg atau 5 dosis) atau
misoprostol 400 mikrogram perektal/peroral (dapat diulang 400
mikrogram tiap 2-4 jam sampai maksimal 1200 mikrogram atau
3 dosis). Bila setelah pemberian dosis awal ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin/misoprostol diteruskan, bila tidak
ada perbaikan lakukan kompresi bimanual atau pemasangan
tampon balon. Jika kontraksi tetap buruk, lakukan laparotomi.
(lakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika atau teknik B-
lynch suture untuk pasien yang belum punya anak, jika tidak
mungkin lakukan histerektomi)
2. Laserasi jalan lahir (ICD10-O.71):
Segera lakukan penjahitan laserasi
3. Ruptur uteri (ICD10-O.71.1):
Stabilisasi keadaan umum dan segera lakukan laparotomi.
Rencana histerorafi atau histerektomi.
4. Inversio uteri (ICD10-O.71.2):
Reposisi manual setelah syok teratasi. Jika plasenta belum lepas,
sebaiknya jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi
karena akan mengakibatkan perdarahan banyak. Setelah reposisi
berhasil, diberi drip oksitosin. Pemasangan tampon rahim
dilakukan supaya tidak terjadi lagi inversio. Jika reposisi manual
tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.
5. Retensio plasenta (ICD10-O.71.0):
Dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Jika plasenta sulit
dilepaskan, pikirkan kemungkinan plasenta akreta. Terapi
terbaik pada plasenta akreta komplit adalah histerektomi.
6. Sisa plasenta (ICD10-O.72.0):
Dilakukan kuretase dengan pemberian uterotonika dan transfusi
darah bila diperlukan. Jika terjadi pada masa nifas, berikan
uterotonika, antibiotik spektrum luas dan kuretase. Jika kuretase
tidak berhasil, lakukan histerektomi.
7. Gangguan koagulopati (ICD10-O.72.3):
Rawat bersama Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Koreksi
faktor pembekuan dengan transfusi darah segar/pemberian FFP,
kriopresipitat, trombosit dan PRC, kontrol DIC dengan heparin.
7. Penyulit Syok irreversible, DIC, Syndrom Seehan
8. Konsultasi Ke disiplin ilmu terkait, atas indikasi. (Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, ICU/Anestesi, Patologi Anatomi)
9. Terapi Lampiran protokol
10. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
11. Ijin Tindakan Kuretase, pemasangan tampon intrauterin, laparotomi (histerektomi)
12. Lama Perawatan Lampiran protokol (pada perdarahan masa nifas: perawatan 5-6 hari,
jika dilakukan tindakan operasi perawatan menjadi 7-10 hari)
13. Indikator Klinis Penurunan angka kecacatan dan kematian yang disebabkan
perdarahan postpartum.
14. Unit Terkait 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Patologi Anatomi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

PERDARAHAN PASCASALIN
YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan lebih dari 500 mL yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah janin lahir akibat kegagalan kontraksi rahim.
Diagnosis :
1. Kontraksi rahim buruk.
2. Perdarahan banyak.
3. Tidak ada perlukaan jalan lahir.
4. Tidak ada sisa plasenta.
5. Pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik
2. Terapi 1. Segera setelah diketahui perdarahan pascasalin, tentukan ada
syok atau tidak, bila ada segera berikan infus cairan, kontrol
perdarahan dan berikan oksigen.
2. Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera
lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi.
3. Masase uterus, pemberian oksitosin 20 IU dalam 500 cc
Dekstrosa 5% dan ergometrin intravena, atau misoprostol.
4. Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin atau
misoprostol diteruskan.
5. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual.
6. Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin
lakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika (khusus untuk
pasien yang belum punya anak), bila tidak mungkin lakukan
histerektomi.
7. Cara pemberian Oksitosin:
a. Dosis awal, IV: 20 IU dalam 1 L larutan garam fisiologis
dengan tetesan cepat. IM: 10 IU
b. Dosis lanjutan, IV: 20 IU dalam 1 L larutan garam
fisiologis dengan 40 tetes/menit
c. Dosis maksimal, tidak lebih dari 3 L larutan dengan
oksitosin per hari.

Cara pemberian Ergometrin:


1. Dosis awal, IM atau IV (lambat): 0,2 mg
2. Dosis lanjutan, ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit, bila
masih diperlukan beri IM/IV setiap 2-4 jam.
3. Dosis maksimal, total 1 mg atau 5 dosis per hari.
Cara pemberian Misoprostol:
1. Dosis awal, oral atau rektal 400 mcg
2. Dosis lanjutan, 400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal
3. Dosis maksimal, Total 1200 mcg atau 3 dosis per hari.
3. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium :
penunjang hemoglobin, hematokrit, trombosit, fibrinogen, golongan darah,
faktor pembekuan darah, waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.
4. Diagnosis banding Perdarahan pasca salin dini yang disebabkan oleh perlukaan jalan
lahir, retensio plasenta/sisa plasenta, dan gangguan pembekuan
darah
5. Penelaah Kritis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

6. Penyulit Syok ireversibel, DIC, Sindroma Sheehan.


7. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anestesi
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
8. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa. Output
11. Patologi anatomi Uterus yang diangkat (bila ada persangkaan plasenta akreta)
12. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat atonia uteri
13. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

PERDARAHAN ANTEPARTUM
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir pada
wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat
berupa plasenta previa atau solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau
seluruhnya, pada plasenta yang implantasinya normal sebelum janin
lahir.
2. Anamnesis 2. Perdarahan dari jalan lahir pertama kali atau berulang tanpa
disertai rasa nyeri, dapat sedikit-sedikit ataupun banyak.
3. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi rahim.
4. Faktor predisposisi: grande multipara, riwayat kuretase berulang
5. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.

3. Pemeriksaan fisik  Tanda-tanda syok (ringan sampai berat).


 Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum
masuk pintu atas panggul atau ada kelainan letak.

4. Pemeriksaan 2. Laboratorium: Crossmatch, kadar Hb, L, Tr, Ht, golongan


Penunjang darah, fibrinogen, D-Dimer, BT, CT, PT, APTT.
3. Pemeriksaan USG
Bed side clotting test
Tujuan: menilai faktor pembekuan darah secara cepat dan
sederhana (metode kualitatif)
Cara: ambil 5cc darah vena dan masukkan ke dalam tabung
kosong yang telah dimasukkan 1 batang lidi. Setelah 6 menit, 8
menit, dan 10 menit dicoba diangkat batang lidi tersebut dan
lihat bekuan darahyang terbentuk.
Bila bekuan darah terbentuk <10 menit dan tidak mudah
hancur/pecah berarti faktor pembekuan darah masih baik dan
diperkirakan kadar fibrinogen >200 mg/dL
Bila bekuan darah terbentuk >10 menit dan bekuannya mudah
hancur berarti telah terdapat gangguan faktor pembekuan darah
(kadar fibrinogen < 200 mg/dL)

5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum:


 Informed consent
 Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan
nafas, O2 jika perlu, resusitasi cairan). Tentukan ada syok
atau tidak. Jika ada, berikan transfusi darah, infus cairan,
oksigen dan kontrol perdarahan. Jika tidak ada syok atau
keadaan umum optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologi.
 Hentikan sumber perdarahan.
 Monitor tanda-tanda vital.

Penatalaksanaan spesifik:
Ekspektatif :
Syarat :
 Keadaan umum ibu dan anak baik.
 Perdarahan sedikit.
 Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat
badan janin kurang dari 2500 gr.
 Tidak ada his persalinan.
Penatalaksanaan ekspektatif :
 Pasang infus, tirah baring
 Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik.
 Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan CTG
setiap minggu.

Aktif :
Persalinan pervaginam :
 Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis
atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak
kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan USG, perabaan fornises atau pemeriksaan
dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
 Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
Persalinan perabdominam, dilakukan pada keadaan:
 Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
 Plasenta previa totalis.
 Plasenta previa lateralis di posterior.
 Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
6. Penyulit Syok irreversible, DIC.
7. Konsultasi  Departemen Anestesi
 ICU
8. Perawatan rumah Lampiran protokol
sakit
9. Terapi Lampiran protokol
10. Ijin tindakan Seksio sesarea
11. Lama perawatan Lampiran protokol (pada perawatan ekspektatif perawatan 5-6 hari,
jika dilakukan tindakan operasi perawatan menjadi 4 hari)
12. Indikator klinis Penurunan angka kecacatan dan kematian maternal dan perinatal
yang disebabkan perdarahan antepartum ec plasenta previa.
13. Unit terkait  Departemen Anestesiologi
 ICU
14. Dokumen terkait  Surat rujukan dari Dokter/Puskesmas/Rumah Sakit
 Lembar Medical Record
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM KEBIDANAN
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

HISTEREKTOMI

1. Pengertian (Definisi) Pengangkatan uterus dengan atau tanpa ovarium secara


keseluruhan, biasanya dilakukan pada pasien mioma uteri
atau sesudah Sectio Caesarea terjadi rupture uteri.

2. Indikasi Tindakan Mioma Uteri, adenomiosis

3. Prosedur Tindakan A. Persiapan bahan dan alat:


1. Ruang siap pakai
2. Meja mayo
3. Set tenun
4. Set instrumen dasar ditambah: kogle tang,liver
hak,
5. Obatan-obatan:
a. Bethadine,
b. Nacl,
c. Alkohol,
d. Sofratule
6. Benang-benang:
a. Chromik 1
b. Silk 1
c. Vicryl 1
d. Plain 2/0
e. Vicryl 3/0
7. Kabel diatermi
8. Mata pisau no.20
9. Kassa dan rol Kassa
10. Handscoon
11. Hipafik
B. Prosedur kerja:
1. Operator,assisten dan instrumentator mencuci
tangan
2. Instrumentator dan assisten memakai baju
steril,instrumen menyiapkan dan merapikan alat
dimeja mayo
3. Lakukan tindakan aseptik dan anti septik pada
daerah perut dan sekitarnya
4. Posisi pasien terlentang dalam narkose Insisi
mediana antara pusat dan sympisis/fpahnenstihl, sub
kutis sampai dengan fascia, pendarahan diatasi, otot
dibuka secara tumpul dengan pinset anatomis
peritonium diangkat dan ditembus kemudian
diperlebar dengan gunting, selanjutnya tepi
peritonium dijepit dengan klem
5. Peritonium dibuka, pasang liver hak, lapangan
operasi dipisahkan dari rongga perut dengan roll
Kassa
6. Ligamentum rotunda kanan dan kiri dipotong
kira-kira 1,5 cm dari uterus dan potong medial dan
lateralnya diikat dengan chromik
7. Dari dinding belakang ligamentum latum,
dibawa ke ligamentum ovari dekat pada pinggir
uterus ditekan kedepan sampai menembus
ligamentum latum ditempat pemotongan ligamentum
rotundum, kemudian diklem dengan dua klem
8. Setelah dijepit dengan dua klem tuba dan
ligamentum ovarii propium dipotong diantara dua
klem dan potongan medial lateralnya diikat dengan
chromic nomor 1
9. Tindakan yang sama dilakukan pada sisi yang
lain
10. Peritonium pada pelika vesicouterina dibuka
ditengah lalu diperlebar kekanan dan kekiri sampai
potongan ligamentum rotunda, kemudian buli-buli
dan peritonium dengan hati-hati didorong kebawah
dengan jari yang dibungkus dengan Kassa, sekaligus
dilepaskan dari bagian bawah uterus
11. Jaringan ligamentum yang terbuka didorong
kelateral untuk menjauhkan ureter
12. Peritonium dilapisan belakang ligamentum
latum pada pinggir uterus lalu pada uterin kanan dan
kiri dengan cabang-cabangnya dijepit didekat uterus,
digunting dan diikat dengan chromic 1
13. Pada histerektomi supravaginal (sub total):
Servik bagian atas dijepit dengan dua klem lalu
dipotong diantara dua klem, luka yang terbentuk
dijahit dengan chromic 1, dilakukan peritonisasi sisa
servik, ujung-ujung ligamentum rotunda dan adneksa
kedua sisi yang dipotong. Perdarahan diatasi, luka
operasi ditutup lapis demi lapis
14. Pada histerektomi total:
Buli-buli dipisahkan lebih kebawah sampai vagina
bagian atas, pada dinding bagian uterus sedikit diatas
hubungannya dengan ligamentum sakrouterin dibuat
insisi melintang
15. Vagina depan dibuka dari sisi uterus
dipisahkan dari vagina lalu ditutup dengan menjahit
dinding depan dan belakang. Dilakukan peritonisasi
puncak vagina, ujung-ujung ligamentum rotunda dan
adneksa kedua sisi yang telah dipotong
16. Perdarahan diatasi, luka operasi tutup lapis
demi lapis:
a. Peritonium dengan chromik 0
b. Otot dengan chromik 0
c. Fascia dengan vicryl 1
d. Subkutis dengn plain 2/0
e. Kutis dengan victyl 3/0
17. Luka operasi ditutp dengan sofratul dan Kassa
steril kemudian diplester dengan hipapik
18. Asisten dan instrumen bekerja sesuai uraian
tugas
10.Edukasi 1. Kondisi penyakit pasien
2. Tujuan dan tatacara tindakan medis
3. Alternatif tindakan medis dan resikonya
4. Rencana perawatan, pemberian obat-obatan dan tindakan
yang dilakukan
5. Kemungkinan resiko dan komplikasi yang bisa terjadi
Prognosa penyakit dan prognosa terhadap tindakan yang
dilakukan
11.Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
12.Tingkat Evidens I/II/III/IV
13. Tingkat Rekomendasi A/B/C
14. Penelaah Kritis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

Anda mungkin juga menyukai