Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Hakekat Tunagrahita

Tunagrahita dapat diartikan suatu keadaaan keterbelakangan mental,

keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita

sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut: Lemah pikiran (feeble

minded), terbelakang mental (mentally retarded), bodoh atau dungu (idiot),

pandir (imbecile), tolol (moron), oligofrenia (oligophrenia), mampu didik

(educable), mampu latih (trainable), ketergantungan penuh (totally dependent)

atau butuh rawat, mental subnormal, defisit mental, defisit kognitif, cacat mental,

defisiensi mental, gangguan intelektual (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2010).

Pada dasarnya anak tunagrahita itu adalah anak yang mengalami hambatan

dalam perkembangan mentalnya, anak yang membutuhkan bimbingan dan latihan

khusus atau dengan kata lain membutuhkan program khusus (Munawarah, 2009).

Anak tunagrahita juga bisa diartikan suatu keadaan dimana anak tidak

mendapat perkembangan mental yang wajar, biasa dan normal sehingga sebagai

akibatnya terdapat ketidakmampuan dalam bidang intelek, kemauan, rasa,

penyesuaian sosial dan sebagainya (Lubis, 2010).

Purnomo (2009) dalam makalahnya menyatakan bahwa anak tunagrahita

adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental

intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam

7
8

tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan

layanan pendidikan khusus.

Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga faktor ,yaitu :

1. Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata,

2. Ketidakmampuan dalam perilaku adaptif,dan

3. Terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun.

Dalam belajar keterampilan membaca, keterempilan motorik, keterampilan

lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya. Perbedaan tunagrahita

dalam mempelajari keterampilan terletak pada karakteristik belajarnya. Adapun

perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita terdapat pada tiga daerah yaitu:

1. Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut

2. Generalisasi dan transfer keterampilan yang baru diperoleh.

3. Perhatiannya terhadap tugas yang diembannya (Amiruddin, 2010).

Menurut Markum (1991) dalam bukunya menyatakan bahwa salah satu

kriteria keterbelakangan mental adalah terdapat kendala dalam perilaku adaptif

sosial, yaitu ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri, tidak mampu hidup

mandiri, dan tidak mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan

kelompok umur dan budayanya.

Adapun berdasarkan perkembangan tes inteligensi sebagian ahli

menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan tunagrahita bila ia mempunyai

taraf kecerdasan dibawah rata-rata (IQ nya di bawah 70) (Arifianto, 2006). Akan

tetapi diagnosis tunagrahita tidak dapat hanya didasarkan pada inteligensi yang

rendah saja, tetapi juga ditentukan oleh kapasitas individu beradaptasi dengan

lingkungan, juga tidak semua anak yang mengalami gangguan intelektual tidak
9

mampu untuk menyesuaikan diri (Syuhaimie, 1999); karena ternyata dikatakan

juga bahwa anak tunagrahita masih dapat bergaul, menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosialnya, dapat hidup mandiri, dan dapat melakukan pekerjaan yang

bersifat sosial sederhana (Effendi, 1999).

Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat dikatakan bahwa tunagrahita

merupakan suatu keadaaan keterbelakangan mental, lemah dalam hal intelegensi

dan terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial, yaitu ketidakmampuan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga membutuhkan layanan

pendidikan, bimbingan dan latihan khusus.

Oleh karena itu dalam proses perkembangannya, anak tunagrahita seharusnya

terus diberikan sebuah perlakuan yang sesuai dengan keterbatasan mereka, sehingga

menjadikan kemampuan mereka menjadi lebih baik. Berhubungan dengan hal itu

Sjarifuddin dalam Arifianto (2006) menerangkan bahwa untuk meningkatkan

kemampuan anak tuna grahita dapat dilakukan latihan-latihan prestasi yang dibagi

menjadi 3 tahapan.

Tahapan-tahapan latihannya adalah sebagai berikut:

1. Latihan kondisi badan (fisik)

Latihan ini untuk membina dan meningkatkan kesegaran jasmani. Latihan ini

mencakup kekuatan, daya tahan, kecepatan dan ketangkasan.

2. Latihan teknik

Latihan yang mencakup teknik-teknik dasar, teknik individu, maupun kelompok

3. Pembinaan pada segi-segi psikologis

Merupakan suatu cara latihan untuk lebih memantapkan mental. Latihan ini

dapat dilakukan dengan kerja sama, persaingan atau perlombaan, pertandingan dan

latihan konsentrasi.
10

Latihan-latihan yang diberikan harus membantu pemulihan fungsi saraf sensoris

dan motorisnya. Latihan harus diberikan secara praktis, karena daya tangkap maupun

kemampuan berpikir, kekuatan alat dan gerak anak yang terbatas.

Latihan praktis dimulai dengan menfungsikan alat dan dilanjutkan dengan

gerakan yang ringan kemudian diteruskan ke gerakan yang lebih kompleks. Latihan

dapat dilakukan dengan senam untuk mengaktifkan dan menguatkan berbagai

kelompok otot, latihan kondisi, latihan untuk rekreasi dan prestasi (permainan,

renang, atletik dan beladiri).

2.2 Klasifikasi Anak Tuna Grahita

AAMD (1990) mengklasifikasikan terbelakang mental menjadi empat,

yaitu kategori, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. keterbelakangan mental

tipe ringan masih mampu dididik, tipe sedang masih mampu dilatih, tipe berat

dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya

(Swaiman, 1989).

Secara umum apabila diukur melalui tes inteligensi yang hasilnya disebut

dengan IQ (Intelligence quotient) anak tunagrahita dibagi menjadi:

a. Tunagahita ringan biasanya memiliki IQ 70-55

b. Tunagrahita sedang biasanya memiliki IQ 55-40

c. Tunagrahita berat biasanya memiliki IQ 40-25

d. Tunagrahita berat sekali biasanya memiliki IQ < 25.

Dan ciri-ciri fisik dan penampilan anak tunagrahita yaitu:

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil.

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia

3. Perkembangan bicara/ bahasa terlambat


11

4. Tidak ada/ kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan

kosong)

5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)

6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler) (Amiruddin, 2010).

Pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran adalah

sebagai berikut:

1. Educable

Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan akademik setara

dengan anak reguler pada kelas lima sekolah dasar.

2. Trainable

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri,

dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapatakan

pendidikan secara akademik.

3. Custodial

Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih

anak tentang dasar-dasar cara monolog diri sendiri dan kemampuan yang bersifat

komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus

menerus (Gabe, 2008).

2.3 Definisi Kemampuan Akademik

Kemampuan akademik yaitu sejumlah kapasitas yang dimiliki seseorang

dalam proses belajar baik itu berupa materi bidang studi, wawasan, berbahasa dan

diskusi (Mucharofina, 2005).

Jadi bisa diartikan bahwa kemampuan akademik merupakan suatu

kapasitas yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu pembelajaran.


12

2.4 Hakekat Kemampuan Motorik

Yang dimaksud dengan motorik ialah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh (Arbah, 2010)

Kemampuan motorik juga bisa diartikan kemampuan seseorang untuk

menampilkan berbagai nomor olahraga yang diajarkannya dan menandakan

kemampuan keterampilan umum (Ulya, 2010).

Dan dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik adalah segala sesuatu

yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan.

Dalam perkembangan motorik, unsur-unsur yang menentukan ialah:

1. Otot

2. Saraf, dan

3. Otak.

Ketiga unsur itu melaksanakan masing-masing peranannya secara

interaksi positif, artinya unsur-unsur yang satu saling berkaitan, saling

menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai

kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Selain mengandalkan kekuatan

otot, rupanya kesempurnaan otak juga turut menentukan keadaan. Anak yang

pertumbuhan otaknya mengalami gangguan tampak kurang terampil menggerak-

gerakan tubuhnya (Arbah, 2010).

Anda mungkin juga menyukai