Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi Diagnosa Medis Dan Keperawatan


NAPZA adalah kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya yang merupakan sekelompok obat yang berpengaruh pada kerja tubuh,
terutama otak. Satu sisi narkoba merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun, di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan apabila digunakan tanpa
pengendalian
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/sususnan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis
dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA adalah pengguanaan salah
satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi social
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
mengehentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan
mengalami gejala putus zat (NAPZA). Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan
NAPZA seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk
menggunakan NAPZA tersebut walaupun tidak mengalami gejala fisik.

Harga diri rendah adalah evaluasi atau perasaan negative terhadap diri sendiri
atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang
berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus.

Gangguan Citra Tubuh adalah perubahan tentang penampilan, struktur dan


fungsi fisik individu.

B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Beberapa model etiologi telah diusulkan untuk penyalahgunaan zat.
Kepercayaan pada model tertentu memengaruhi penilaian dan tindakan.
Kesadaran akan perbedaan antara model ini membantu perawat memahami
mengapa klien dan professional ainnya memegang banyak pandangan yang
berbeda tentang tritmen pada penggunaan narkoba. Factor-faktor nya adalah
biologis, psikologis atau social budaya.

a. Biologis
Factor biologis utama adalah kecenderungan penyalahgunaan zat
terjadi dalam keluarga. Banyak penelitian genetic difokuskan pada
alkoholisme, tetapi batang tubuh pengetahuan genetika tentang
penyalahgunaan obat lain telah berkembang. Banyak bukti dari adopsi,
kembar dan studi hewan menunjukan bahwa factor keturunan ditemukan
signifikan dalam terjadinya alkoholisme.
Penelitian telah mengidentifikasi subtype alkoholisme yang berbeda
dalam heritabilitas. Salah satu jenis alkoholisme dikaitkan dengan awitan awal
ketidakmampuan untuk berhenti minum, dan kepribadian antisosial. Tipe ini
tampaknya terbatas pada laki-laki dan terutama berasal dari sifat genetic. Jenis
lain cenderung dikaitkan dengan awitan setelah usia 25 tahun,
ketidakmampuan untuk berhenti minum jika telah dimulai, dan kepribadian
pasif-dependen. Tipe ini tampaknya lebih dipengaruhi oleh lingkungan.
Namun, kontropersi dilapangan telah menyebabkan beberapa orang
mempertahankannya apakah subtype ini benar-benar ada.
Penemuan bahwa alel Al dari gen reseptor dopamine D 2 (DRD2)
tampaknya dikaitkan dengan alkoholisme dan gangguan penyalahgunaan zat
lainnya memunculkan banyak penelitian genetik. Teori menyatakan bahwa
kelainan genetik dapat menghalangi perasaan kesejahteraan. Hal tersebut
menyebabkan kecenderungan berkembangnya kecemasan, kemarahan, rendah
diri, dan perasaan negative lainnya, serta ketagihan zat yang akan melawan
perasaan buruk. Orang dengan gangguan seperti ini perlu alcohol atau obat
psiko aktif lain hanya untuk mendapatkan rasa normal.
Temun genetic ini masih awal dan hanya salah satu dari banyak factor
predisposisi untuk menyalahgunaan zat (nong et al, 2011). Penting untuk
memahami bahwa peran yang lebih besar tampaknya dimainkan oleh factor
lingkungan dan gen yang masih belum dikenal.
Perbedaan biologis dalam penanggulangan konsumsi alkohol juga
dapat mempengaruhi kerentanan. Sebagai contoh, beberapa orang asia
mengalami respon fisiologis alcohol, termasuk kemerahan pada muka taki
kardia, dan perasaan inten ketidaknyamanan. Jal ini tampaknya berhubungan
dengan kecenderungan orang asia memiliki bentuk genetik tidak aktif dari
enzim dehydrogenase aldehida. Hal ini menyebabkan penumpukan zat
beracun asetaldehida, suatu metabolik alcohol, yang menyebabkan munculnya
gejala.
b. Psikologis
Banyak teori psikologi telah berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor
yang memengaruhi orang untuk menjadi penyalahguna zat teori perilaku atau
teori belajar melihat perilaku adiktif sebgi perilaku yang berlebihan
(overlearned), kebiasaan maladaptif yang dapat diperiksa dan di ubah dalam
cara yang sama seperti kebiasaan lainnya. Teori kognitif menunjukan bahwa
kecanduan didasarkan pada cara menyimpang berfikir tentang penggunaan
narkoba. Teori system keluarga menekankan pola hubungan antara anggota
keluarga dari generasi ke generasi sebagai penjelasan untuk penyalahgunaan
zat.
Para klinisi telah mengamati hubungan antara penyalahgunaan zat dan
beberapa cara psikologi, seperti depresi, ansietas, kepribadian antisosial, dan
kepribadian dependen. Sedikit bukti telah ditemukan untuk menunjukan
bahwa masalah psikologis ini ada sebelum atau disebabkan penyalahgunaan
zat. Hal ini hanya sebagai kemungkinan bahwa masalah psikologis tersebut
akibat dari penggunaan dan ketergantungan narkoba dan alkohol. Penelitian
lain telah mencoba tetapi gagal untuk menemukan ciri-ciri kepribadian umum
diantara orang kecanduan alkohol atau obat-obatan. Berbagai penelitian
menunjukan berbagai variasi tipe kepribadian diantara orang-orang dengan
alkoholisme. Teori lain tentang penyalahgunaan zat berfokus pada
kecenderungan manusia untuk mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit
atau stress. Obat menimbulkan kesenangan dan mengurangi rasa sakit fisik
atau psikologis. Karena rasa sakit kembali ada ketika efek obat habis, orang
tersebut mengalami ketertarikan yang kuat untuk penggunaan narkoba
berulang. Teori ini mengemukakan bahwa beberapa orang lebih sensitive
terhadap efek euporia obat dan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengulang penggunaannya. Penggunaa narkoba berulang ini menyebabkan
lebih banyak masalah dan memulai penurunan spiral penggunaan narkoba
(penyalahgunaan yang makin parah).
c. Sosialkultural
Beberapa faktor sociokultural memengaruhi pilihan seseorang apakah
menggunakan obat-obatan, obat apa yang akan digunakan, dan berapa banyak
yang akan digunakan. Sikap, nilai, norma, dan sanksi berbeda-beda menurut
kebangsaan, agama, jenis kelamin, latar belakang keluarga dan lingkungan
sosial.
Kebangsaan dan etnis memengaruhi pola penggunaan alkohol.
Beberapa orang percaya bahwa kecanduan akibat dari kelemahan moral atau
kurangnya kemauan. Keyakinan agama juga dapat memengaruhi peilaku
minum-minuman keras. Anggota aliran agama yang melarang penggunaan
alkohol memiliki jumlah pengguna dan pecandu alkohol yang jauh lebih
rendah dibandingkan anggota aliran agama yang menerima atau mendorong
penggunaan alkohol. Perbedaan gender diamati dalam prevalensi.
1. Stressor Presipitasi
Putus zat obat depresan yang umum. Putus zat dari semua obat depresan
(termasuk alkohol) memiliki gejala serupa dan kadang-kadang disebut sebagai
sindrom putus zat depresan umum. Perbedaan utama adalah sebagai berikut :
1. Waktu terjadinya gejala tergantung pada waktu paruh obat tertentu.
2. Keparahan gejala tergantung pada dosis obat dan lamanya digunakan.
Sebagai contoh, bahan dengan waktu paruh pendek, seperti alkohol dan
benzodiazepine short-acting dan barbiturate, menyebabkan awal penampilan
gejala putus zat dan sindrom putus zat yang lebih singkat. Obat-obatan efek
singkat dianggap lebih adiktif karena efeknya dirasakan lebih cepat.
Putus zat obat depresan yang diresep dan obat hipnotik sedative. Penggunaan
depresan pada dosis lebih tinggi dari pada dosis terapi selama lebih dari 1 bulan
dapat mengakibatkan ketergantungan fisik dan dapat mengakibatkan sindrom
putus zat dosis tinggi. Gejala dapat mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam
untuk obat short acting namun memakan waktu selama 8 hari untuk yang long
acting. Klien yang menggunakan obat secara teratur obat hipnotoik-sedatif dosis
terapeutik untuk setidaknya 4 bulan (atau kurang dengan dosis yang lebih tinggi)
dapat mengalami sindrom putus zat dosis rendah bila dosis diturunkan atau
dihentikan.
Putus zat alkohol. Ketika sejumlah besar alkohol tertelan, gejala yang
tidak menyenangkan biasanya muncul. Jika penggunaan yang berlebihan dalam
jangka pendek, gejala yang muncul disebabkan oleh efek langsung alkohol pada
sel-sel tubuh. Hal ini menyebabkan sakit kepala dan perut dan distress usus-
mabuk yang khas.
Neurobiologi. Kebanyakan obat yang disalahgunakan berinteraksi dengan
reseptor sel saraf tertentu, meniru atau menghalangi aksi neurotransmiliter yang
biasanya bekerja normal di otak. Heroin dan opiat lainnya, misalnya
mengaktifkan reseftor opioid yang biasanya merespons opioid alami seperti
neurotransmiliter otak (misalnya endorphin, enkefalin, dinorfin). Alkohol
mengaktifkan beberapa reseptor (misalnya neurotransmitter y-aminobutyric acid
[GIBA]) dan blok lain (misalnya, neurotransmiliterglutamat).
Penilaian terghadap Stressor. Alasan seseorang memulai penggunaan zat
bervariasi. Rasa penasaran, tekanan teman sebaya, dan keinginan untuk dewasa,
memberontak terhadap otoritas, meringankan penderitaan hidup, dan merasa baik
terhadap semua stress dan mungkin berlaku. Jika penggunaan zat membawa efek
yang diinginkan, kemungkinan penggunaan akan berlanjut.
Sementara jumlah dan frekuensi penggunaan narkoba meningkat, stress
juga dirasakan meningkat, menyebabkan lebih banyak dosis obat yang digunakan.
Jika penggunaan narkoba terkait dengan peredaan rasa sakit emosional dan sosial
dalam pikiran seseorang, stressor tersebut akan menyebabkan penggunaan zat
yang berlebihan.
C. Rentang Respon Adaptif – Maladaptif
Rentang respon gangguan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan
sampai yang berat, indikator rentang respon ini berdasarkan perilaku yang
ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

Gambar 1 Rentang Respon Gangguan


a. Eksperimental: kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu
dariremaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, ia biasanya ingin
mencari pengalaman yang baru atau sering pula dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional: penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman
sebaya misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
c. Situasional: mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan
bagi dirinya sendiri seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan
diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat
pada saat sedang konflik stres dan frustasi.
d. Penyalahgunaan: penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai
digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan
perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan
pekerjaan.
e. Ketergantungan: penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya
toleransi dan syndroma putus zat, suatu kondisi dimana individu yang biasa
menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat
yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala
sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi, suatu kondisi
dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai
tujuan yang biasa diinginkannya.

Anda mungkin juga menyukai