Anda di halaman 1dari 10

Praktikum Teknologi Sediaan Steril

Evaluasi Sediaan Infus NaCl 0,9% b/v

Disusun Oleh :
Rizky Amaliyah Putri
209717
2C

Dosen Pengampu : Apt. Ika Ristia Rahman, M.Farm


Apt. Hairunnisa, M.Farm

Program Studi D-III FARMASI


Akademi Farmasi Yarsi Pontianak
2021
Formulasi dan Evaluasi Sediaan Injeksi Volume Besar
A. Tujuan Praktikum
- Memahami proses formulasi sediaan injeksi volume besar
- Memahami proses evaluasi sediaan injeksi volume besar
B. Dasar Teori
Injeksi volume besar, disebut juga sediaan infus steril, sediaan steril dapat berupa larutan atau
emulsi, bebas pirogen sedapat mungkin isotonis dengan darah, yang cara penggunaannya
disuntikan kedalam tubuh dengan merobek jaringan tubuh melalui kulit atau selaput lender
(syamsuni, 2007)
Larutan injeksi volume besar digunakan untuk intravena dengan dosis dan dikemas dalam
wadah bertanda volume lebih dari 100 ml. Infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
(The Departement Of health , Social service and public safety , 2002 – british pharmacope 2009).
Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak mengandung bakterisida.
Pada umumnya injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense atau
serbuk yang harus dilarutkan terlebih dahulu menurut farmakope Indonesia edisi IV = injeksi
dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa
diberikan secara intravena. Susvensi yang bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, halaman 10 larutan volume besar adalah injeksi
dosis tunggal untuk intravena intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena
dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL. Sedangkan menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya
hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (DepKes.,
1995).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Ketika terjadi gangguan
hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air
dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas,
Syamsuni, H.A., 2006).
Tipe-tipe dari sediaan infus
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum darah (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak)
pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan hipertonik: osmolaritas cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5% + RingerLactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah),
dan albumin. (Perry & Potter., 2005).
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke dalam
pembuluh darah vena harus isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100
mL-2.000 mL. Tubuh manusia mengandung 60 air dan terdiri atas cairan intraselular, 40 yang
mengandung ion-ion K+ , Mg+ , sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam fosfat seperti
ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang
kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan
plasma darah 5 dalam sistem peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+ ,
klorida dan bikarbonat (Anief., 2008).

C. Preformulasi
1. Formula sediaan
NaCl 0,9% b/v
Aqua pro injeksi ad 100 mL
2. Tinjauan Farmakologi
a. Indikasi
- Sebagai elektrolit tubuh yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh
- Pengaturan definisi dari Na+ dan Cl- pada kondisi salt losing
b. Kontraindikasi
- Penderita hipertensi gagal jantung, peripheral/pulmonary dan penurunan fungsi ginjal
c. efek samping
Hypermatremia yang berlanjut pada dehidrasi otale, nausea, diare, kram perut, pengurangan air liur,
takikardia dan lainnya

3. Monografi Bahan
A. Natrium Klorida ( Farmakope Indonesia edisi III Halaman 403)
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10
bagian gliserol; sukar larut dalam etanol 95%
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan : Seumber ion klorida dan natrium

B. Aqua pro injeksi (Farmakope Indonesia edisi V Halaman 57-58)


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah dosis tungfal. Dari kaca atau plastic, tidak lebih besar dari 1
liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca tipe I atau tipe II

4. Perhitungan Tonisitas
Diketahui nilai PTB NaCl = 0,576
B = 0,52-(b1xc)/c2
B = 0,52-(0,576x0,9)/0,576
B = 0,52-0,52/0,576
B = 0 isotonis

D. Alat dan Bahan


Alat
c. Gelas Ukur 100 mL, 10 mL
d. Gelas Beaker 200 mL, 1 L
e. Batang Pengaduk
f. Pipet tetes
g. Wadah plastic
h. Penutup karet
i. Indikator pH universal
Bahan
j. NaCl
k. Aqua pro injeksi
l. Larutan metilen blue 1%

E. Bagan Alir

1. Uji Partikulat
Infus NaCl 0,9%
- Disiapkan sampel Nacl
- Disinari cahaya dari atas sediaan dengan latar belakang hitam
- Diamati sediaan apakah ada partikel atau tidak

Hasil : Tidak ada partikulat

2. Uji pH
Infus NaCl 0,9%

- Diambil sediaan infus dan dimasukkan kedalam gelas beker


- Diambil Kertas indikator pH Universal
- Dicelupkan indikator pH universal yang berisi infus Nacl yang ada di gelas beker
- Dicocokan warna hasil celupan dengan indikator yang tercantum di box

Hasil : pH 7

3. Uji Kejernihan
Infus NaCl 0,9%

- Diambil sediaan infus


- Disinari dari bawah dengan latar hitam-putih menggunakan lampu
- Diamati kejernihan dari sediaan infus

Hasil : warna cairan jernih

4. Uji Kebocoran

Infus NaCl 0,9%


- Diambil sediaan infus
- Diarahkan kepala atau tutup infus mengarah kebawah
- Dicelupkan sediaan infus dengan posisi tutup kebawah kedalam larutan metilen blue 0,1%
- Diamati apakah warna nya berubah menjadi biru

Hasil : Warna larutan dalam infus tidak berubah

5. Uji Keseragaman volume


Infus NaCl 0,9%

- Diambil sediaan infus


- Dimasukkan kedalam gelas ukur yang berukuran 100 mL

Hasil : volume harus sama dengan etiket tertera


F. Hasil Pengamatan

No Jenis Evaluasi Hasil


1 Uji Partikulat Tidak ada partikel asing
2 Uji Kejernihan Larutan jernih
3 Uji pH pH = 6
Replikasi 1 = Infus berubah warna jadi biru
Replika 2 = Infus berubah warna menjadi biru
4 Uji Kebocoran Replikasi 3 = Tidak ada perubahan warna
Hasilnya 6,2 ml (kelebihan volume)
5 Uji Keseragaman volume Syarat: 2 ml

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan evaluasi sediaan infus NaCl 0,9%. Asupan air dan elektrolit
dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama.
Rasionya dalam tubuh adalah air 57% ; lemak 20,8 % ; protein : 17,0 % serta mineral dan glikon 6 %.
Ketika terjadi gangguan homeostatis ( keseimbangan cairan tubuh ), maka tubuh harus segera
mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit.
NaCl ( Natrium Chlorida ) adalah senyawa yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap dan
mengangkut nutrisi, menjaga tekanan darah menjaga keseimbangan cairan, mengirinkan sinyal
saraf, kontraksi dan rileks otot-otot, zat NaCl digunakan dalam sediaan karena sifatnya yang larut
dalam air, selain itu NaCl berfungsi sebagai zat aktif untuk mengiritasi luka. Aqua pro Injeksi
digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahn-bahan yang digunakan larut dalam air. Infus
merupakan salah satu sediaan yang harus dibuat dalam keadaan steril isotonis, hal ini dikarenakan
sediaan ini ditujukan untuk pemberian intravena (IV) dan jika sediaan dibuat hipertonis akan
menyebabkan sel darah merah mengkerut sedangkan jika dibuat dalam keadaan hipotonis dapat
menyebabkan sel darah merah menjadi mengembung dan lama kelamaan akan menjadi pecah,
sediaan infus juga harus dibuat bebas pirogen, yaitu bebas dari pirogen. pirogen merupakan bakteri
yang dapat menyebabkan panas.
Pada kali ini dilakukan evaluasi sediaan infus i.v. NaCl 0,9% ada beberapa uji yang dilakukan
seperti uji fisik, uji kimia, dan uji mikrobiologis sediaan steril. Tetapi pada praktikum kali ini hanya
dilakukan uji fisik sediaan saja hal ini dikarenakan uji fisik merupakan uji paling sederhana yang
dapat dilakukan dalam proses evaluasi dan merupakan uji pendahuluan dari semua uji maka dari itu
kita melakukan evaluasi hanya menggunakan evaluasi fisik saja. Dalam uji fisik terdiri dari uji
partikulat, uji kejernihan, uji kebocoran, uji pH, dan uji volume terpindahkan. Pada praktikum kali
ini kita hanya melakukan pengujian uji partikulat, uji kejernihan, uji kebocoran, dan uji pH.
Pada uji pertama adalah uji partikulat, uji partikulat adalah kita menguji suatu sediaan
apakah bebas partikulat asing atau tidak apabila ini bertujuan agar saat sediaan ini diberikan ke
pasien benar benar bersih tanpa ada partikel asing yang dimana apabila ada partikel asing ini
ditakutkan terjadi ada gangguan penyakit lain yang timbul akibat adanya partikel asing ini. Pada
praktikum kali ini hasil dari uji partikulat ini tidak ditemukan partikel asing didalam larutan ini sesuai
dengan teori bahwa sediaan steril harus bebas dari partikel asing.
Pada uji kedua dilakukan uji kejernihan dimana sediaan dilihat apakah sudah jernih atau
masih terdapat penggangu/pengotor yang masih ada dan tergabung kedalam sediaan. Pada
praktikum kali ini hasil pengujian kejernihan adalah larutan jernih tanpa ada pengotor yang
menggangu ini sesuai dengan syarat sediaan parenteral.
Selanjutnya uji ketiga yaitu uji pH sediaan tujuan uji pH ini ialah untuk mengetahui pH suatu
sediaan parenteral yang kita buat apakah dia sudah sama dengan pH darah atau tidak apabila tidak
sama dengan pH darah takutnya apabila suatu sediaan parenteral diberikan kedalam tubuh akan
ditakutkan ada ketidakseimbangan antara larutan parenteral dengan pH darah yang apabila secara
berkelanjutan dilakukan akan timbul beberapa gejala sampai munculnya penyakit yang tidak
diinginkan dari kesalahan tersebut. Untuk pH darah sendiri ialah 7 yang merupakan pH netral. pH
larutan parenteral sendiri sangat berpengaruh akibat adanya zat tambahan (eksipien) makanya
sangat perlu dilakukan uji pH apakah larutan ini sudah di pH 7 yang merupakan pH standar darah.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji pH kepada sediaan infus NaCl 0,9% dan didapatkan hasil pH 6
yang dimana ini tidak sesuai dengan pH darah.
Selanjutnya uji keempat dan uji terakhir ialah uji kebocoran. Uji kebocoran adalah uji untuk
mengetahui apakah sediaan steril yang akan kita buat kedalam kemasan tidak mengalami
kebocoran atau tidak. Kebocoran yang terjadi sediaan parenteral ini tidak hanya dapat mengurangi
air yang terdapat di dalam kemasan tetapi dapat menyebabkan kontaminan asing seperti mikroba.
Yang ini dapat mengubah bentuk sediaan parenteral yang akan kita buat yang awalnya kita rancang
sedemikian rupa untuk steril tetapi adanya kebocoran mikroba masuk kedalam cairan parenteral
membuatnya tidak steril lagi sehingga cairan parenteral tidak layak digunakan lagi, dan apabila
nekat untuk digunakan kepada pasien ditakutkan bukan dapat mencapai suatu terapi atau
penunjang suatu terapi penyakit malah menambah penyakit baru dengan masuknya mikroba asing
ke dalam tubuh dan membentuk suatu penyakit baru di akibatkan adanya kebocoran tersebut.
Pada praktikum kali ini kita melakukan 3 kali replikasi pengujian kebocoran. Uji kebocoran
dilakukan dengan cara mencelupkan sediaan yang akan di uji kedalam metilen blue 1% lalu biarkan
selama beberapa saat, lalu amati apakah ada perubahan warna yang terjadi di dalam wadah
sediaan apabila terjadi perubahan maka sediaan tersebut bocor. Pada praktikum kali ini didapat
hasil bahwa pada replikasi 1 terjadi perubahan warna, pada replikasi 2 terjadi perubahan warna
menjadi biru yang berarti bahwa pada replikasi ke 2 terjadi kebocoran pada wadahnya, pada replika
ke 3 tidak terjadi perubahan warna yang artinya tidak terjadi kebocoran pada wadahnya.
Perubahan warna dari jernih menjadi biru diakibatkan adanya proses difusi yang terjadi dimana
metilen blue sebagai larutan pekat masuk ke sediaan NaCl 0,9% yang merupakan larutan encer
dengan melalui lubang kebocoran dan terjadi perubahan warna mejadi biru di akibatkan metilen
blue yang mempunyai sifat biru masuk kedalam sediaan, sehingga apabila memang ada kebocoran
terjadi perubahan warna dari jernih menjadi biru. Pada replikasi ke 1 dan 2 uji terdapat kebocoran
akibat masuknya metilen blue kedalam sediaan parenteral.
H. Kesimpulan

 Hasil evaluasi uji partikulat yang telah diuji pada infus nacl yaitu tidak terdapat partikel asing
 Hasil evaluasi uji kejernihan didapat tidak terdapat pengotor pengotor yang mengganggu
kejernihan cairan infus nacl
 Hasil evaluasi uji pH didapat pH sediaan sebesar 6
 Hasil evaluasi uji kebocoran pada replikasi 1 terjadi kebocoran, dan lalu replikasi ke 2 terjadi
kebocoran, dan replika ke 3 tidak terjadi kebocoran.

I. Daftar Pustaka
Priyambodo, B., (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset.
Syamsuni .2007. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
(Perry & Potter). (2005). Buku Fundamental Keperawatan (Konsep,proses).
Anief, M. (2008). Manajemen Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

J. Lampiran

A. Hasil Evaluasi

1. Uji Partikulat
2. Uji pH

3. Uji Kebocoran
4, Uji kejernihan

Anda mungkin juga menyukai