Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S
DENGAN DM
DI RS BEN MARI MALANG

OLEH :
MACHRIENA FITRIANI
2014914301023

STIKES MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

Disusun Oleh : Machriena Fitriani

NIM : 2014914301023

Program Studi : Profesi Ners

Institusi : STIKes Maharani

Malang, Desember 2021

Pembimbing Institusi Pembimbing CI

(Ns. Kurnia Laksana, S.Kep.,M.Kep) (Wiwin Windi Astusi Amd.,Kep)


A. Definisi

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa darah akibat kerusakan pada sekresi insulin. Diabetes Melitus
(DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah
(gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200
mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly,
2006). DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya
dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2014). DM dapat menyerang
hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung yang menimbulkan
komplikasi (Wahyu, 2017).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup
dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu
sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam
waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh,
khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan


ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
mengarah ke hiperglikemia (Hartati et al., 2018).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2 kategori


klinis yaitu:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1) :

a. Genetik

Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi


sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya (Smeltzer 2015 dan bare,2015).
b. Imunologi

Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini adalah
respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing.
(Smeltzer 2015 dan bare,2015)

c. Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)

2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)

Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

 Obesitas

 Riwayat keluarga

C. Epidemologi

Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat


setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta penderita pada
tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya
180 juta penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East
Asia dan Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh
penderita DM di seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan
3,7 juta kematian disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM (WHO, 2016).
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah 9,1
juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang
telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun
2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke- 7 penderita DM terbanyak di
dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta (Engelking, 2015).
D. Tanda dan Gejala
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita. Gejala-gejala
yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita dengan
penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala yang khas
penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah dikategorikan
menjadi gejala akut dan gejala kronis (Hartati et al., 2018).
 Gejala akut diabetes melitus yaitu :
Poliphagia (banyak makan)
polidipsia (banyak minum)
Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu), mudah lelah.
 Gejala kronik diabetes melitus yaitu :
Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit,
kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
E. Patofisologi dan Pathway

Pada penderita diabetes melitus terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik,sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dal berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala
lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan gluconeogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun
pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk smping pemecahan lemak.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Rahmawati, 2020):

1. Pemeriksaan darah
Kadar glukosa darah dalam tubuh
Glukosa darah sewaktu : > 200mg/dl
Glukosa darah puasa : >140mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan : > 200mg/dl
2. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
3. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), antara lain: a. Obat-obatan Hipoglikemik Oral
(OHO) (Rahmawati, 2020):
a. Golongan sulfoniluria
Cara kerjanya merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin. Jadi
golongan sulfoniluria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, mengalangi
pengikatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan
menekan pengeluaran glukagon.
b. Golongan biguanid
Cara kerjanya tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanid dapat
menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah
menyebabkan hipoglikemia. Efek samping obat ini (metformin) menyebabkan
anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare.
c. Alfa glukosidase inhibitor
Cara kerjanya menghambat kerja insulin alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hiperglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
d. insulin sensitizing agent
Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transport
glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa
darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah
akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi
sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya.
Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1) Insulin masa kerja singkat (Short-acting/ Insulin), disebut juga insulin
reguler
2) Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3) Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4) Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin) .
2. Terapi non farmakologi
a. Jenis makanan
Karbohidrat
Sebagai sumber energi yang diberikan pada dibetisi tidak boleh lebih dari 55-65% dari
total kebutuhan energi sehari atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal. Pada setiap hari karbohidrat
terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan
asuhan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian
suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/
gram.
Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/ gram. Bahkan makanan ini
sangat penting untuk membawa vitamin larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan
K.
Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan
tidak jenuh. Pembatasan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi
karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai
pada diabitis.
b. Jadwal makan
Jadwal makan pengidap diabetes mellitus dianjurkan lebih sering dengan porsi
sedang. Disamping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam dianjurkan juga porsi
makanan ringan di sela- sela waktu tersebut.
c. Jumlah kalori
Jumlah kalori perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada
tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Penentuan 24 status gizi dapat dipakai
indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS)
Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus
Akvitas / Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat/tidur. Tanda: takikardia dan takypnea pada keadaan istirahat atau
aktifitaa, letargi/disorientasi, koma.
Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, kebas dan kesemutan pada ektermitas, ulkus
pada kaki penyembuhannya yang lama, takikardia.Tanda : hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekles, distensi vena jugularis, kulit panas, kering,
dan kemerahan, bola mata cekung
Integritas/ Ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi. Tanda: ansietas, peka rangsangan
Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi Saluran Kemih (ISK) berulang, nyeri tekan
abdomen, diare. Tanda : urine cair, pucat, polyuria (dapat berkembang sebagai
oliguria/anuria, bila terjadi hypovolemia berat), bising usus lemah dan menurun/
hiperaktif (diare).
Nutrisi/Cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, kenaikan kadar glukosa/karbohidrat,
penurunan berat badan berlebih dari beberapa hari/minggu, sering haus (polydipsia),
penggunaan diuretik (thiazid). Tanda : kulit kering/bersisik, kekakuan/distensi
abdomen, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan
gula darah).
Neurosensori
Gejala : pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan. Tanda : disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma,(tahap
lanjut).
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang/nyeri. Tanda : terlihat ekspresi kesakitan.
Pernapasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulent
(tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda : sesak, frekuensi pernapasan meningkat.
Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal ulkus kulit. Tanda : demam, diaphoresis, menurunnya
rentang gerak.
Seksualitas
Masalah impoten dalam pria dan sulit orgasme dalam wanita.
Pemeriksaan diagnostik
 Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau
 Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol meningkat.
 Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan resppon atau infeksi.
 Ureum/kreatinin: bisa menjadi meningkat atau mungkin dalam kondisi normal. Ada
kondisi dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal (Dwi, 2019).

I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien d.d polifagi dan polidipsi (c : 00002 h: 177)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis ( inflamasi dan iskemi ) d.d klien mengeluh
nyeri, klien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur (c :
D.0077 h : 172)
3. Hambatan mobilitas fisik b.d adanya ulkus pada kaki (c: D.0054 h: 124)
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d Gangguan toleransi glukosa darah (c:
D.0027 h: 71)
J. Luaran Keperawatan (SLKI)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien d.d polifagi dan polidipsi.
Status nutrisi
1. Asupan gizi cukup (5)
2. Asupan makanan cukup (5)
3. Berat badan stabil (5)
4. Nafsu makan mengingkat (5)
5. Tidak mual dan muntah (5)
Status nutrisi: asupan nutrisi
1. Asupan kalori cukup (5)
2. Asupan protein cukup (5)
3. Asupan lemak cukup (5)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis ( inflamasi dan iskemi ) d.d klien mengeluh
nyeri, klien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur (c : D.0077
h : 172)
Tingkat nyeri
1. Tidak ada nyeri (5)
2. Frekuensi nafas normal (5)
3. Tekanan darah normal (5)
4. Tidak mengerang dan menangis (5)
5. Tidak ada ekspresi nyeri wajah (5)

Hambatan mobilitas fisik b.d adanya ulkus pada kaki (c: D.0054 h: 124)
Ambulasi
1. Menopang berat badan (5)
2. Berjalan dengan langkah yang efektif (5)
3. Berjalan dengan pelan (5)
4. Berjalan dengan kecepatan sedang (5)
5. Berjalan dengan cepat (5)
6. Berjalan dengan jarak yang dekat (5)
7. Berjalan dengan jarak yang jauh (5)

Ketidaksatbilan kadar glukosa darah b.d Gangguan toleransi glukosa darah (c:
D.0027 h: 71)
Keparahan Hiperglikemia
1. Tidak ada kelelahan (5)
2. Tidak sakit kepala (5)
3. Glukosa darah normal (5)
4. Tidak kehilangan nafsu makan (5)
5. Tidak kehausan (5)

K. Intervensi Keperawatan (SIKI)


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien d.d polifagi dan polidipsi (c : 00002 h: 177)
Manajemen gangguan makan
1. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien dan keluarga
2. Diskusikan dengan klien makanan apa yang di sukai
3. Monitor intake/asupan makan dan cairan secara tepat
4. Monitor asupan kalori makanan harian
5. Observasi klien selama dan setelah pemberian makan Monitor perilaku klien yang
berhubungan dengan pola makan
6. Monitor tanda-tanda fisiologis (tanda-tanda vital, elektrolit)
Manajemen nutrisi
1. Identifikasi adanya alergi makanan
2. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan
makanan yang lebih sehat
3. Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah
konstipasi
4. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan

Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis ( inflamasi dan iskemi ) d.d klien mengeluh
nyeri, klien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur (c :
D.0077 h : 172)
Manajamen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
3. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti teknik napas dalam
5. Dukung istirahat/tidur yang cukup
6. Batasi jumlah pengunjung
7. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk mengurangi nyeri
8. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik

Hambatan mobilitas fisik b.d adanya ulkus pada kaki (c: D.0054 h: 124)
Peningkatan mekanika tubuh
1. Bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama dalam jangka waktu yang
lama
2. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu kemudian badan
ketika memulai berjalan dari posisi berdiri
3. Bantu untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang tepat
4. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi penyesuain
sikap tubuh
Terapi latihan ambulasi
1. Bantu pasien untuk berpindah sesuai kebutuhan
2. Sediakan tempat tidur dengan berketinggian rendah
3. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki untuk berjalan dan mencegah cidera
4. Sediakan alat bantu kursi roda untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil
Terapi latihan mobilitas: Pergerakan Sendi
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga manfaat dan tujuan latihan sendi
2. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama
nyeri dan ketidaknyamanan selama pergerakan/aktifitas
3. Lakukan latihan ROM pasif atau ROM dengan bantuan sesuai indikasi

Ketidaksatbilan kadar glukosa darah b.d Gangguan toleransi glukosa darah (c:
D.0027 h: 71)
Manajemen Hiperglikemia
1. Monitor kadar glukosa darah, sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur, atau sakit kepala.
3. Berikan insulin, sesuai resep.
4. Dorong asupan cairan
5. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
6. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah.
L. Daftar Pustaka
Abdulla, A., Adams, N., Bone, M., Elliott, A., Jones, D., Knaggs, R., Martin, D., & Sampson, L.
(2013). Evidence-based clinical practice guidelines on the management of pain in older
people : executive summary. https://doi.org/10.1177/2049463713495669
Copanitsanou, P. (2018). Mobility, Remobilisation, Exercise and Prevention of the
Complications of Stasis. 67–83. https://doi.org/10.1007/978-3-319-76681-2_6
Engelking, L. R. (2015). Diabetes Mellitus (DM). Textbook of Veterinary Physiological
Chemistry, Dm, 644–648. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-391909-0.50113-4
Hartati, M., Firsty, L., & Krishna, P. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes
Mellitus Abstrak Pendahuluan Keluarga masyarakat keluarga adalah yang unit terdiri
terkecil dari dari kepala yang dapat menjadi pemicu Diabetes Mellitus seperti jarang
berolahraga , merokok , dan minum-minuman b. Jurnal Asuhan Keperawatan Keluarga
Dengan Diabetes Melitus, 2(1), 44–55.
Hong, S., & Lee, E. (2014). Effect of Evidence-based Postoperative Pain Guidelines via Web
for Patients undergoing Abdominal Surgery in South Korea. Asian Nursing Research,
8(2), 135–142. https://doi.org/10.1016/j.anr.2014.05.005
Rahmawati, N. (2020). Gambaran Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe-2 Setelah Pemberian Ceramah Di Bandar Lampung Tahun …. 1(Dm), 7–29.
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/2438/
Rome, sandra. (2014). Bone Health, Pain, and Mobility ✔. 21(5), 47–59.
Wahyu, D. (2017). Journal of Health Education. Journal of Health Education, 25(1), 57–60.
https://doi.org/10.1080/10556699.1994.10603001
Yusuf, A., Iswari, M. F., Sriyono, S., & Yunitasari, E. (2020). The effect of combination of
spiritual deep breathing exercise therapy on pain and anxiety in postoperative
nonpatological orthopedic fracture patients. 1631(May), 1625–1631.
ANALISA DATA

DATA DIAGNOSA
PENYEBAB MASALAH KEPERAWATAN
(Tanda mayor & minor) KEPERAWATAN

DS: Agen pencedera Nyeri akut Nyeri Akut b.d Agen


fisik d.d amputasi pencedera fisik d.d
1. Pasien mengatakan nyeri
amputasi
pada luka post op amputasi
digiti 1-3

- P : Nyeri pada luka post


op
- Q : nyeri seperti di tusuk
- R : pada bagian jari kaki
kanan
- S : nyeri sedang skala 6
- T : nyeri hilang timbul
DO:

1. Pasien tampak meringis


2. Pasien tampak gelisah
3. TTV:
TD: 140/80 mmhg

S: 36,6 C

RR: 22 x/menit

N: 96x/menit

SpO2: 98%
DS: Nyeri d.d post Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas
debridement digiti Fisik b.d Nyeri d.d
Pasien mengatakan kaki
1-3 post debridement
kanan sulit digerakkan dan
digiti 1-3
nyeri ketika digerakkan

DO :
1. Kekuatan Otot

5 5
X 5

2. kaki kanan terdapat luka


dibalut dengan kassa

DS: - Gangguan Ketidakstabilan kadar Ketidakstabilan kadar


toleransi glukosa glukosa darah glukosa darah b.d
darah d.d Gangguan toleransi
DO: Hiperglikemia glukosa darah d.d
hiperglikemia
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak Lelah
- Pasian berkeringat
- GDS :303mg/dl
(>200mg/dl) tgl
21/09/2021

Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas:

1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik d.d amputasi


2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d post debridement digiti 1-3
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d Gangguan toleransi glukosa darah d.d
Hiperglikemia
ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Hari/
No LUARAN INTERVENSI Implementasi Hari/ Tgl Evaluasi Ttd
Keperawatan Tgl
Diagnosa Hari/
No Keperawatan LUARAN INTERVENSI Implementasi Hari/ Tgl Evaluasi
Tgl
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Mengidentifikasi lokasi, S: Lilis
(D.0077) b.d Tindakan selama Observasi karakteristik, durasi, Pasien mengatakan nyeri
Agen pencedera 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, frekuensi, kualitas, sudah berkurang setelah
fisik d.d Tingkat Nyeri karakteristik, durasi, intensitas nyeri (PQRST) diberi obat inj. Analgetic.
amputasi (L.08066) Menurun frekuensi, kualitas, P: Nyeri post amputasi
2. Mengidentifikasi skala
dengan kriteria intensitas nyeri. Q: Seperti di tusuk
nyeri yang dirasakan oleh
hasil : 2. Identifikasi skala R: Pada jari kaki kanan
pasien (skala nyeri 6)
 Keluhan nyeri nyeri, S: Skala nyeri 4
menurun atau 3. Identifikasi faktor 3. Mengidentifikasi respons T: nyeri hilang timbul
hilang yang memperberat nyeri non verbal (meringis
dan memperingan dan sikap melindungi luka
 Meringis
nyeri. berkurang) O:
menurun
4. Identifikasi - Pasien tampak
4. Memberikan teknik non
pengaruh nyeri tenang dan sesekali
farmakologis untuk
terhadap kualitas meringis
mengurangi rasa nyeri
hidup.
dengan relaksasi nafas - Skala nyeri 4
Terapeutik
dalam
1. Berikan tehnik non - Grimace (+)
farmakologis untuk 5. Berkolaborasi dalam
- TTV:
mengurangi rasa pemberian terapi untuk
nyeri. meredakan nyeri TD: 140/80 mmHg
2. Fasilitasi istirahat (memberikan inj. N: 96 x/menit
dan tidur. Dexketoprofen 50 mg via S: 36,7˚C
Edukasi IV karet) RR: 22 x/menit
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu 6. Memfasilitasi istirahat dan
A:
nyeri. tidur (membantu
Masalah teratasi
2. Jelaskan strategi memposisikan tidur
sebagian
meredakan nyeri. miring kiri agar pasien
3. Anjurkan merasa nyaman)
memonitor nyeri 7. Menjelaskan strategi P: Lilis
secara mandiri. meredahkan nyeri (ketika Lanjutkan intervensi
4. Ajarkan tehnik non nyeri datang pasien bisa Observasi (1,2)
farmakologis untuk melakukan teknik terapeutik (1,2), edukasi
mengurangi rasa distraksi dengan cara (4), kolaborasi (1)
nyeri. menonton tv atau
mendengarkan musik)
Kolaborasi
1. Kolaborasi S:
pemberian analgetik. Pasien mengatakan nyeri
1) Berkolaborasi dalam
berkurang setelah
pemberian obat analgesic
melakukan teknik tarik
(memberikan injeksi
nafas dalam
dexketoprofen 50 mg via
P: Nyeri post amputasi
IV karet)
Q: Seperti di tusuk
2) Mengidentifikasi lokasi, R: Pada kjari kaki kanan
karakteristik, durasi, S: Skala nyeri 3
frekuensi, kualitas, T: nyeri hilang timbul
intensitas nyeri (PQRST) O:
- Pasien tampak
3) Mengidentifikasi skala
tenang
nyeri yang dirasakan oleh
pasien (skala nyeri 4) - Grimace (-)

4) Mengidentifikasi respons - Skala nyeri 3


nyeri non verbal
- TTV:
(meringis dan sikap
melindungi luka TD: 140/80 mmHg
berkurang) N: 84x/menit
S: 36,6˚C
5) Memberikan teknik non
RR: 22x/menit
farmakologis untuk
A:
mengurangi rasa nyeri
Masalah teratasi
dengan relaksasi nafas
sebagian
dalam
P:
Lanjutkan intervensi
Observasi (1,2)
terapeutik (1,2), edukasi Lilis
(4), kolaborasi (1)

S:
Pasien mengatakan nyeri
berkurang
1. Mengidentifikasi lokasi,
P: Nyeri post op
karakteristik, durasi,
amputasi
frekuensi, kualitas,
Q: Seperti di tusuk
intensitas nyeri (PQRST)
R: Pada jari kaki kanan
2. Mengidentifikasi skala S: Skala nyeri 2
nyeri yang dirasakan oleh T: nyeri hilang timbul
pasien (skala nyeri 3)

3. Memberikan teknik non


O:
farmakologis untuk
- Pasien tampak
mengurangi rasa nyeri
tenang
dengan relaksasi nafas
dalam - Grimace (-)

4. Berkolaborasi dalam - Skala nyeri 2


bpemberian terapi anlgetic
- TTV:
( memberikan injeksi
dexketoprofen 50mg via TD: 130/80 mmHg
IV) N: 85x/menit
S: 36,7˚C
5. Mengkontrol lingkungan
RR: 20x/menit
yang memperberat rasa
nyeri

6. Memfasilitasi istirahat dan A:


tidur (membantu Masalah teratasi
memposisikan pasien
miring kiri)
P:
Hentikan intervensi
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi 1. Mengkaji kekuatan otot, S: Lilis
mobilitas fisik tindakan Observasi : rom dan nyeri pasien Pasien mengatakan kaki
b.d nyeri keperawatan selama 1. Identifikasi (skala nyeri 4, kekuatan kanan masih sulit
3x24 jam, adanya nyeri otot kaki kanan 0) digerakkan
diharapkan masalah atau keluhan fisik
pasien dapat teratasi lainnya 2. Memberitahu keluarga O:
dengan kriteria hasil 2. Identifikasi utuk membantu pasien Pasien terlihat meringis
: toleransi fisik jika ingin makan atau Skala nyeri sedang 4
Mobilitas Fisik : melakukan berkemih Terdapat luka post
- Pergerakan pergerakan amputasi pada kaki
ekstermitas 3. Monitor 3. Melakukan pemberian kanan yang dibalut
meningkat frekuensi jantung obat pasien dengan kassa
- Rentang gerak dan tekanan Dexketoprofen 50mg TTV:
(ROM) darah sebelum (injeksi IV) - TD: 140/80 mmHg
meningkat memulai 4. Melakukan
- N: 96x/menit
- Nyeri menurun mobilisasi pemeriksaan TTV dan
- Kelemahan fisik 4. Monitor kondisi menanyakan keluhan - S: 36,7˚C
menurun umum selama 5. Membantu pasien
- RR: 22x/menit
melakukan miring kiri
mobilisasi
Terapeutik : A:
1. Fasilitasi aktifitas Masalah belum teratasi
mobilisasi dengan
alat bantu (mis. P:
Pagar tempat Lanjutkan intervensi
tidur) Observasi (1,2)
2. Fasilitasi Terapeutik (1,3)
melakukan Edukas (2,3)
pergeralkan, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan 1. Mengkaji kekuatan
Edukasi : otot, rom dan nyeri
1. Jelaskan tujuan pasien(skala nyeri Lilis
dan prosedur 2. Melakukan pemberian S:
mobilisasi obat pasien Pasien mengtakan nyri
2. Anjurkan Dexketoprofen 50mg pada kaki kanan
melakukan 3. Melakukan berkurang setelah diberi
mobilisasi dini pemeriksaan TTV dan obat Pereda nyeri
3. Ajarkan menanyakan keluhan
mobilisasi 4. Merawat luka post O:
sederhana yang debridement (luka - Skala nyeri 3
harus dilakukan masih basah, luka
- Grimace (-)
(mis. Duduk keluar darah, ada
ditempat tidru, jaringan nekrosis) - Terdapat luka post
duduk disisi 5. Membersihkan BAB amputasi pada kaki
6. Membantu pasien kanan dibalut
miring kanan miring dengan kassa
kiri)
- TTV:

TD: 140/80 mmHg


N: 84x/menit
S: 36,6˚C
RR: 22x/menit

A:
masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Observasi (1,2)
Terapeutik (1,3)
Edukas (2,3)
1. Mengkaji kekuatan otot,
rom dan nyeri pasien
(skala nyeri 3)
Lilis

2. Berkolaborasi pemberian S:
obat pereda nyeri pasien Pasien mengatakan nyeri
mendapatkan pada kaki kanan
5 5 inj.Dexketoprofen 50mg berkurang, kaki kanan
2 5 mg via IV karet sedikit bisa digerakkan
3. Melakukan pemeriksaan
TTV dan menanyakan O:
keluhan Pasien tidak terlihat
4. Merawat luka post op meringis
(luka terlihat basah, Kekuatan otot
keluar darah, jaringan
nekrosis tidak ada)
5. Membantu pasien duduk

TTV:
TD: 130/80 mmHg
N: 85x/menit
S: 36,7˚C
RR: 20x/menit

A:
Masalah teratasi
sebagian

P:
Lanjutkan intervensi
Observasi (1,2)
Terapeutik (1,3)
3. Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manejemen 1. Mengedukasi pasien S: -
kadar glukosa tindakan 3x24 maka Hiperglikemi (I.03115) untuk menjaga kadar O:
Kestabilan Kadar Observasi : gula darah secara - Pasien tampak Lelah
darah b.d Glukosa Darah 1. Identifikasi mandiri
Gangguan - Pasien tampak
dengan kriteria kemungkinan 2. Mengedukasi pasien
hasil : penyebab untuk menjaga diet/ pola lemah
toleransi
hiperglikemia makan seperti - GDS : 303mg/dl
glukosa darah
- Rasa haus 2. Monitor kadar membatasi gula/ - Luka post
d.d menurun glukosa darah karbohidrat yang masuk debridement di kaki
Hiperglikemia - Kadar glukosa Terapeutik : (nasi, minuman manis, kanan bawah
dalam darah 1. Konsultasi dengan porsi makan) - TTV:
menurun medis jika ada 3. Menganjurkan pasien
- TTV:
- Tidak tampak tanda dan gejala untuk rutin olahraga
lelah hiperglikemia ringan TD: 140/80 mmHg
Edukasi 4. Memotivasi pasien N: 96 x/menit
1. Anjurkan untuk dalam pengadaan alat
S: 36,7˚C
memonitor kadar pengecekan gula darah
glukosa secara 5. Mengobservasi tanda – RR: 22 x/menit
mandiri tanda vital.
2. Anjurkan 6. Berkolaborasi dalam
kepatuhan diet pemberian obat A: masalah belum
dan olahraga DM(memberikan obat teratasi)
3. Ajarkan oral Metforminn 500mg)
pengelolahan
P: lanjutkan intervensi
diabetes
Kolaborasi Observasi (2)
1. Kolaborasi Terapeutik (1)
pemberian obat Edukasi (1,2)
Kolaborasi (1)

1. Menanyakan keluhan
pasien S: -
2. Memonitor kadar gula O:
darah (mengecek GDS - Tampak Lelah
pasien = 245mg/dl) - Tampak lemah
3. Memberikan obat - Berkeringat (-)
injeksi antibiotik - GDS = 245mg/dl
(injeksi cefoperazone - TTV:
1gr via IV karet) TD: 140/80 mmHg
4. Mengobservasi TTV N: 84x/menit
S: 36,6˚C
RR: 22x/menit
A:
Masalah teratasi
Sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Observasi (2)
Kolaborasi (1)
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING)

Intervensi dalam askep yg disusun wajib menyertakan EBN nya (minimal menyertakan
5 jurnal).

A. Masalah Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik d.d amputasi.
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d post amputasi digiti 1-3

B. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)

1. The effect of combination of spiritual deep breathing exercise therapy on pain


and anxiety in postoperative nonpatological orthopedic fracture patients (Yusuf
et al., 2020)
2. Effect of Evidence-based Postoperative Pain Guidelines via Web for Patients
undergoing Abdominal Surgery in South Korea (Hong & Lee, 2014)
3. Evidence-based clinical practice guidelines on the management of pain in older
people: executive summary (Abdulla et al., 2013)
4. Bone Health, Pain, and Mobility: Evidence – based recommendations for patients
with multiple myeloma (Rome, 2014)
5. Mobility, Remobilisation, Exercise and Prevention of the Complications
of Stasis (Copanitsanou, 2018)

C. Daftar Pustaka (Sumber Reference)


Abdulla, A., Adams, N., Bone, M., Elliott, A., Jones, D., Knaggs, R., Martin, D., & Sampson, L.
(2013). Evidence-based clinical practice guidelines on the management of pain in
older people : executive summary. https://doi.org/10.1177/2049463713495669
Copanitsanou, P. (2018). Mobility, Remobilisation, Exercise and Prevention of the
Complications of Stasis. 67–83. https://doi.org/10.1007/978-3-319-76681-2_6
Engelking, L. R. (2015). Diabetes Mellitus (DM). Textbook of Veterinary Physiological
Chemistry, Dm, 644–648. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-391909-0.50113-4
Hartati, M., Firsty, L., & Krishna, P. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
Diabetes Mellitus Abstrak Pendahuluan Keluarga masyarakat keluarga adalah yang
unit terdiri terkecil dari dari kepala yang dapat menjadi pemicu Diabetes Mellitus
seperti jarang berolahraga , merokok , dan minum-minuman b. Jurnal Asuhan
Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Melitus, 2(1), 44–55.
Hong, S., & Lee, E. (2014). Effect of Evidence-based Postoperative Pain Guidelines via
Web for Patients undergoing Abdominal Surgery in South Korea. Asian Nursing
Research, 8(2), 135–142. https://doi.org/10.1016/j.anr.2014.05.005
Rahmawati, N. (2020). Gambaran Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe-2 Setelah Pemberian Ceramah Di Bandar Lampung Tahun …. 1(Dm), 7–
29. http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/2438/
Rome, sandra. (2014). Bone Health, Pain, and Mobility ✔. 21(5), 47–59.
Wahyu, D. (2017). Journal of Health Education. Journal of Health Education, 25(1), 57–
60. https://doi.org/10.1080/10556699.1994.10603001
Yusuf, A., Iswari, M. F., Sriyono, S., & Yunitasari, E. (2020). The effect of combination of
spiritual deep breathing exercise therapy on pain and anxiety in postoperative
nonpatological orthopedic fracture patients. 1631(May), 1625–1631.

Anda mungkin juga menyukai