Anda di halaman 1dari 62

MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS SEKOLAH

I. MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN

Pendahuluan
Kegiatan memberikan bimbingan, nasehat, dan petunjuk merupakan kegiatan yang biasa
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, guru kepada siswanya, atau pendidik kepada anak
didiknya, terutama dalam membantu memecahkan masalah atau membuat keputusan. Namun
manakala kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu program yang sistematis
serta dengan menggunakan metode dan teknik yang ilmiah, serta dilakukan oleh tenaga-
tenaga yang profesional, memang merupakan suatu hal yang baru.

Konsepsi Dasar Bimbingan dan Peyuluhan


Dewasa ini, istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) mengandung
pengertian yang luas dengan arah dan lapangan yang luas dalam pelaksanaannya. Pentingnya
“guidance and counseling” sudah semakin dirasakan dalam berbagai kehidupan di rumah, di
sekolah dan bahkan di lembaga-lembaga manapun yang di dalamnya terdapat interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan seringkali diartikan secara salah dan kadang-kadang juga dirumuskan secara
kurang tepat. Menurut Arthur Jones (dalam Kusmintardjo, 1992), salah satu sebabnya adalah
bimbingan ini dimulai dengan pekerjaan Frank Parson, dimana ia hanya menekankan pada
aspek vokasioanal saja. Oleh karena itu banyak beranggapan bahwa seolah-olah pekerjaan
bimbingan itu hanya berhubungan dengan hal yang berkenaan dengan usaha mencari
pekerjaan dan menempatkan orang -orang dalam pekerjaan yang cocok dengan bakat dan
kemampuannya. Sebab lain dari kekeliruan itu adalah adanya sementara pihak yang
mengidentifikasikan pengertian bimbingan dengan semua aspek pendidikan. Akibatnya
bimbingan itu sendiri kehilangan maknanya yang khusus, sehingga mereka berpendapat
bahwa istilah bimbingan sebaiknya dihapuskan.
Untuk memperoleh pengertian bimbingan secara lebih jelas, berikut dikutipkan beberapa
pengertian bimbingan (guidance). Year Book of Education (1955) menyatakan bahwa:
guidance is a process of helping individual through their own fort to discover d develop their
potentialities both for personal happiness and social usefulness. Definisi yang diungkapkan
oleh Miller (dalam Jones, 1987) nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada
pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan bahwa:
“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri
dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum
kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat”.
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang apa sebenarnya bimbingan
itu, sebagai berikut.
a. Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang
memerlukannya. Perkataan “membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan,
tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai
dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut
menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang
menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 1


b. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas
diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus
dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang.
c. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan
hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang
terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan.
d. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya
semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal
dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat
mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
e. Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri secara harmonis dengan
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam penerapannya di sekolah, definisi-definisi tersebut di atas menuntut adanya hal-
hal sebagai berikut: 
a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan
tanggung jawab yang tegas di antara para petugasnya;
b. Adanya program yang jelas dan sistematika untuk: (1) melaksanakan penelitian yang
mendalam tentang diri murid-murid, (2) melaksanakan penelitian tentang
kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan
pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human relations, dan
sebagainya, (3) kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan
konseling secara teratur.
c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di
atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;
d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik maupun non fisik (suasana, sikap, dan
sebagainya);
e. Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah dan keluarga, lembaga-
lembaga di masyarakat, baik pemerintah dan non pemerintah.

2. Hubungan Bimbingan dengan Konseling


Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat
erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu
digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and
counseling).
Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antar
bimbingan dengan konseling atau keduanya memiliki makna yang identik. Namun sementara
pihak ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan dua pengertian yang
berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya. Konseling atau counseling dianggap identik
dengan psychotherapy, yaitu usaha menolong orang-orang yang mengalami gangguan psikis
yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan pendidikan.
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu
teknik pemberian layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan
bimbingan. Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.
Rogers (dalam Kusmintardjo, 1992) memberikan pengertian konseling sebagai berikut:
Counseling is a series of direct contacts with the individual which aims to offer him
assistance in changing his attitude and behavior. Konseling adalah serangkaian kontak atau
hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya
dalam merubah sikap dan tingkah lakunya).
Selanjutnya Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai
berikut: Counseling may, therefore, be defined as apeson to person process in which one

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 2


person is helped by another to increase in understanding and ability to meet his problems”.
Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di
mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.
Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan
bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual
(face to face relationship). Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran
atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah
terletak pada tingkatannya.

3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling


Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah dapat efektif, maka prinsip-prinsip
berikut ini dapat dijadikan dasar atau pertimbangan.
a. Bimbingan hendaknya didasarkan pada suatu konsep yang benar tentang individu
dan didasarkan atas pengakuan akan kemuliaan (dignity), kehormatan, serta
keindividualanya
b. Bimbingan haru memperhitungkan tujuan murid, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjag.
c. Bimbingan berorientasi pada kooperasi dan bukan pada paksaan. Oleh karena itu
kesiapan psikologis dari murid-murid hendknya menentukan cara dan banyaknya
bantuan yang diberikan kepada murid.
d. Bimbingan sangat menaruh perhatian pada usaha murid, sikap-sikapnya, da
keinginannya untuk berhasil. Disamping itu data yang diperoleh dari hasil-hasil
penelitian dan pengukuran sangat perlu untuk dperhatikan.
e. Bimbingan adalah suat proses yang berkesinambungan. Oleh karena itu bimbingan
yang efektif dimulai sejak murid memasuki sekolah sampai ia berhenti atau lulus
dan mulai memasuki duania pekerjaan.
f. Bimbingan terdiri atas serangkaian pelayanan suplementer yag didasarkan atas
saling mempercayai dan pengertian bersama agar dapat memenuhi kebutuhan yang
nyata dari murid. Bimbingan harus diorganisir sebagai usaha-usaha yang integrasi.
g. Suatu program bimbingan yang efektif membutuhkan personil yang mendapatkan
latihan dan persiapan serta pendidikan secara khusus. Petugas bimbingan harus
mengembangkan kewenangan-kewenangan tertentu apabila ia ingin melakukan
bimbingan secara berhasil dan efektif.

Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling


Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya
ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat
ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya 'team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru
penyuluh, guru, psikolog/dokter, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. 
Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di
atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola organisasi bimbingan.

1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf
sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru.
Pada pola organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli bimbingan dan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 3


konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola
organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus. Dalam hal ini
pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan
bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar. Biasanya
penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini memerlukan petugas-petugas lain yang
membantu pelaksanaan program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian
tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya digunakan di Sekolah
Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).
Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola yang pertama dan kedua.
Dalam pola ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang
dibebaskan dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih
harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya.

2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan


Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala sekolah adalah mengelola
dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-
programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi
bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai
administrator dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran
pelaksanaan seluruh program sekolah umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan
konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah
adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan Dpelayanan
bimbingan dan konseling di sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus
kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia hendaknya memberikan
dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada keseluruhan program pelayanan
murid. Ia mengorganisasikan program dan memberikan bantuan dalam seleksi para penyuluh
dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi tugas masing-masing.
Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-
program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan. Ia membantu mengembangkan
kebijaksanaan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan konseling di
sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992)
menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah, sebagai berikut:
a. Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan pimpinan untuk
seluruh program bimbingan;
b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya menurut
keperluannya;
c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya;
d. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” dalam hal
pengembangan program bimbingan,
e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru, murid-murid, orang tua
murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang tua murid atau
dalam bulletin-buletin bimbingan,
f. Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang kooperatif dan saling
membantu antara para konselo, guru dan spesialis yang lain;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 4


g. Menyediakan fasilitas dan material yang cukup untuk pelaksanaan bimbingan;
h. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang kontinyu yang dapat
meningkatkan hubungan antar manusia untuk menggalang proses bimbingan yang
efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa bimbingan
terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk hubungan antara staf dan suasana
dalam kelas);
i. Memberikan penjelasan kepada semua staf tentang program bimbingan dan
penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf sekolah;
j. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan
waktu belajar untuk pengalaman-pengalaman bimbingan, baik kelompok maupun
individual;
k. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan memberdayakan para
penyuluh (counselor) dalam memantau tingkah laku siswa, namun bukan sebagai
penegak disiplin.
Sedangkan Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992), mengemukakan peranan
dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
a. Menyediakan fasilitas untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan;
b. Memilih dan menentukan para penyuluh (counselor);
c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para guru, murid, dan orang
tua murid/ masyarakat terhadap program bimbingan;
d. Mengadakan pembagian tugas untuk keperluan bimbingan misalnya para petugas
untuk membina perpustakaan bimbingan, para petugas penyelenggara testing, dan
sebagainya;
e. Menyusun rencana untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan infomasi tentang
pekerjaan/jabatan;
f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan bimbingan;
g. Merencanakan program untuk mewawancarai murid dengan tidak mengganggu
jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari.
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa tugas kepala sekolah dalam
pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah ádalah sebagai berikut.

a. Staff selection (seleksi staf )


Memilih staf yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cocok untuk
melaksanakan tugasnya. Termasuk disini mengadakan analisa untuk mengetahui apakah
diantara staf yang ada terdapat orang yang sanggup melakukan tugas yang lebih spesialis.
Description of staff roles (menentukan peranan dari anggota staf)
Menentukan tugas dan peranan dari anggota staf, dan membagi tanggung jawab. Untuk
menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah dapat meminta bantuan kepada anggota staf yang
lain.

b. Time and facilities (waktu dan fasilitas)


Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan fasilitas untuk kepentingan
program bimbingan di sekolahnya.

c. Interpretation of program (menginterpretasikan program)


Menginterpretasikan program bimbingan kepada murid-murid yang diberi pelayanan,
kepada masyarakat yang membantu program bimbingan. Dalam menginterpretasikan
program bimbingan mungkin perlu bantuan dari staf bimbingan tetapi tanggung jawab
terletak pada kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre, dalam
Kusmintardjo, 1992)

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 5


3. Cara-cara untuk Memilih Tenaga Penyuluh
Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah berjalan efektif, maka program tersebut
perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli, cakap dan terampil dalam bidangnya masing-
masing. Hal ini tentu saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di negara-negara yang sudah
maju, di mana tenaga ahli dan fasilitas untuk menyelenggarakan program bimbingan sudah
cukup tersedia.
Untuk sekolah-sekolah kita di Indonesia, upaya keadaan tersebut masih dalam cita-cita
saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum memiliki tenaga ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling, lebih-lebih bila dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang dibutuhkan untuk itu.
Walaupun kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan, tidaklah berarti bahwa
pelaksanaan program bimbingan itu harus ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk
menunggu tenaga ahli yang tidak kunjung datang itu. Lagi pula, apakah benar bahwa
bimbingan itu hanyalah tugas para ahli saja?. Untuk bidang-bidang tertentu mungkin benar,
namun tidak semua tugas bimbingan harus dilakukan oleh para ahli. Dalam hal-hal tertentu
mungkin peranan guru lebih menonjol. Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana hubungan guru
dan murid memang sangat dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak memiliki guru yang
cukup berkualitas untuk dijadikan pembimbing dan penyuluh atau sering disebut dengan
“guru penyuluh” .
Untuk melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang diungkapkan oleh R. D Allen
(dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah dijadikan sebagai pertimbangan. Ia memilih guru
penyuluh melalui 5 (lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di sekolahnya.
Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru-guru yang memiliki superioritas (kelebihan dalam mengajarkan mata-mata
pelajaran) yaitu guru-guru yang:
2. Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid terhadap mata-mata pelajaran
yang diajrkan;
3. Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan memberikan pengarahan
atau petunjuk -petunjuk;
4. Dapat menghubungkan mata-mata pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis.
5. Hubungan-hubungan muid dengan guru, yaitu:
6. Guru yang menjadi tempat bagi murid-murid mendapatkan nasehat dan pertolongan,
7. Guru yang berusaha untuk mengadakan hubungan dengan anak-anak muda di luar
sekolah;
8. Guru yang memimpin perkumpulan-perkumpulan (kesenian, olahraga, atau aktivitas
lain);
9. Guru yang memiliki minat untuk memberikan layanan sosial (social service);
10. Guru yang sering-sering mengadakan hubungan dengan keluarga atau rumah murid.
11. Hubungan guru dengan guru, yaitu:
12. Guru yang dapat bekerja sama dengan guru-guru lain;
13. Guru yang tidak menimbulkan pertengkaran;
14. Guru yang memiliki kemampuan untuk menerima kritik/kecaman;
15. Guru yang memperlihatkan kepemimpinan da tidak rakus.
16. Pencatatan dan penelitian, yaitu:
17. Guru yang memiliki sikap ilmiah dan objektif;
18. Guru yang mendasrkan keputusan-keputusannya pada hasil penelitian dan bukan
menerka-nerka;
19. Guru yang memiliki minat terhadap masalah-masalah penelitian;
20. Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan klerikal;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 6


21. Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk mengadakan penelitian dalam
pekerjaan-pekerjaan tulis menulis (clerical work).
22. Sikap professional, yaitu guru yang:
23. Senang bekerja secara sukarela dalam pekejaan tambahan;
24. Mampu menyesuaikan diri dan memiliki kesabara-kesabaran;
25. Memiliki sikap konstruktif;
26. Mau melatih untuk meningkatkan pekerjaan;
27. Memiliki semangat untuk melayani murid-murid sekolah dan masyarakat.

4. Pelayanan yang Diberikan Bimbingan dan Konseling kepada Kepala Sekolah


Sebelumnya telah diuraikan tentang peranan dan fungsi kepala sekolah dalam program
bimbingan dan konseling di sekolahnya, maka uraian berikut akan ditekankan pada
bagaimana bantuan yang dapat diberikan oleh program bimbingan terhadap kepala sekolah
agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam bidang bimbingan konseling.
Mengingat kepala sekolah adalah orang yang bertanggungjawab terhadap keseluruhan
program sekolah, maka bantuan yang dapat diberikan oleh program bimbingan kepada kepala
sekolah adalah sebagai berikut:
a. dapat dibantu oleh para penyuluh membantu menyelenggarakan program in-service
training bagi guru dan staf sekolah lainya berhubungan dengan bimbingan dan
konseling;
b. membantu pelaksanaan penempatn murid dan follow-upnya. Kegiatan ini dapat
dikaitkan dalam rangka evaluasi dan pengembangan kurikulum sekolah. Hal
ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah, yang dalam pelaksanaanya;
c. membantu pelaksanaan seleksi dan penerimaan murid baru;
d. membantu dalam melaksanakan pembaharuan pendidikan di sekolah;
e. membantu menghubungkan sekolah dan masyarakat terutama dengan para orang tua
murid;
f. membantu kepala sekolah dalam berpartisipasi dalam memecahkan atau menggarap
masalah sosial yang berkaitan dengan pendidikan di masyarakat.

Peranan dan Fungsi Staf Sekolah Dalam Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah
1. Peranan dan Fungsi Guru Bidang Studi dalam Bimbingan Konseling
Tugas utama guru adalah mengajar, tetapi untuk keberhasilannya ia perlu bekerja sama
dengan petugas-petugas “pupil personnel”. Tugas guru dalam program bimbingan yang
sangat penting adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan murid-murid dapat
menyesuaikan diri dengan baik, di samping menciptakan lingkungan yang menyenangkan
bagi murid-murid.
Sehubungan dengan usaha menciptakan lingkungan sekolah/kelas yang sesuai dengan
azas-azas kesejahteraan jiwa,. maka tugas guru bidang studi adalah:
a. Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan murid-murid merasa bebas untuk
menyatakan dirinya dan menunjukan usahanya sebagai individu maupun sebagai
anggota kelompok;
b. Mengembangkan rasa harga diri pada anak-anak denagn menghargai pekerjaan yang
baik;
c. Mempunyai pengertian bahwa tingkah laku itu ada sebabnya (bisa dari sekolah,
keluarga dan masyarakat);
d. Mempunyai pengertian mengenai tingkah laku murid sehingga dapat menangani
masalah-masalah disiplin dengan tepat;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 7


e. Menghindari pemberian penghargaan yang berlebihan terhadap murid yang taat pada
peraturan dan menyadari bahwa murid yang “tidak menimbulkan kesulitan”
mungkin mengalami konflik emosional yang serius;
f. Mengetahui mana tingkah laku yang normal, mana yang kronis , dan bersedia untuk
menyerahkan murid yang kronis tersebut kepada spesialis;
g. Bersedia menerima kenyataan bahwa tiapmurid adalah berbeda dan ia akan
mencapai hasil sebanyak-banyaknya apabila ia mengetahui, memahami, dan
merencanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan itu.
h. Sedangkan tugas guru bidang studi yang berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan
di sekolah adalah: 
i. Mendeteksi adanya kesulitan yang dihadapi muridnya dalam penyesuaian diri dan
melaporkannya;
j. Membantu mengumpulkan informasi/data untuk “cumulative record”
k. Menjadi penghubungan antara sekolah dan orang tua murid;
l. Menghubungkan pelajaran dengan pekerjaan yang dicita-citakan murid;
m. Berpartisipasi dalam konferensi kasus (case-conference);
n. Memberikan informasi kepada murid-murid tentang hal-hal yang berkenaan dengan
program bimbingan.

2. Tugas dan Fungsi Konselor Sekolah


Hatch dan Steffire (dalam Jones, 1987) mengatakan bahwa tugas utama seorang konselor
adalah melakukan konseling. Apabila diberikan tugas-tugas lain maka akan mengaburkan
sebutan konselor itu sendiri. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah:
1. Mempunyai minat yang wajar terhadap masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan
murid, serta keinginan yang besar ntuk membantu murid dalam mengatasi masalah-
maalah tersebut;
2. Kemampuan untuk bejeja sama dan mengadakan hubungan yang baik dengan staf
sekolah yang lain;
3. Kemampuan menginterview dengan efektif yang didasarkan pada pendidikannya;
4. Pengetahuan dalam informsi mengenai pekerjaan, pendidikan dan sosial dan
bagaimana menggunakannya dengan counselee;
5. Pendidikan dalam hal psikologis dan pandangan yang luas mengenai sifat dan
sebab-sebab dari kesulitan murid-murid;
6. Penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya;
7. Ketrampilan dalam menggunaka alat-alat dan teknik yang dipergunakan dalam
analisis individu;
8. Kemampuan untuk bekerja sama dengan administrator dan membantunya dalam
mengembangkan pelayanan-pelayanan sekolah yang lebih baik;
9. Kemampuan untk mengidentifikasi dan menggunakan “referal resources” yang ada
di sekolah maupun di masyarakat.
10. Sedangkan d. E. Kitch dan w. H. Mc creary (dalam jones, 1987), mengatakan bahwa
tugas konselor adalah sebagai berikut:
11. Mengadakan konseling, yaitu:
12. Membantu individu-individu untuk memahami kekuatan, kelemahan serta
kesempatan yang ada pada dirinya;
13. Membantu individu untuk mengembangkan tujuan-tujuan pribadi yang bernilai serta
membuat rencana untuk mencapainya;
14. Membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah pribadi, sosial,
pendidikan dan vokasionalnya.
15. Membantu guru-guru:

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 8


16. Untuk mendapatkan informasi mengenai individu-individu yang berguna bagi
perencanaan dan memimpin kegiatan kelas;
17. Dalam menggunkan test dan teknik-teknik evaluasi;
18. Menyelenggarakan bimbingan kelompok dalam merencanakan dan memimpin
kegiatan semacam itu;
19. Untuk memperoleh dan menginterpretasikan bahan-bahan bimbingan yang berguna
bagi berbagai situasi kelas;
20. Bekerja sama dengan guru-guru lain dalam memecahkan masalah-masalah murid.
21. Membantu program umum sekolah, yang meliputi:
22. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu;
23. Berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum sekolah;
24. Mengusahakan agar teknik dan prosedur mental hygiene mendapat perhatian di
sekolah:
25. Berpartisipasi dalam membantu program penataran bimbingan di sekolah.
26. Membantu sekolah dalam bekerjasama dengan masyarakat, yang meliputi;
27. Bertindak sebagai penguhubung antara sekolah dan masyarakat untuk
mengusahakan agar sumber-sunber pelayanan yang ada di masyarakat dapat
dipergunakan oleh murid-murid dan guru-guru;
28. Memberikan kepenasehatan kepada orang tua murid mengenai masalah-masalah
anak dan pemuda;
29. Menginterpretasikan program sekolah terutama program bimbingan kepada
masyarakat.
30. Melakukan tugas-tugas adminitratif yang penting

3. Tugas dan Fungsi Psikolog Sekolah


Tugas utama psikolog sekolah adalah:
Melakukan tuugas-tugas yang berhubungan dengan diagnosis dan penyembuhan masalah
atau kesulitan belajar yang nampak pada kurangnya penyesuaian dalam belajar atau
penyesuaian pribadi-sosial;
a. Bekerjasama dengan orang tua murid untuk memperbaiki hubungan orang tua
dengan anaknya;
b. Memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi anak yang berkelainan;
c. Menyelenggarakan in servis training bagi guru-guru mengenai aplikasi kesejahteraan
jiwa di sekolah;
d. Mengadakan riset, terutama mengenai pendekatan-pendekatan praktis terhadap
masalah-masalah sekolah.;
e. Berpartisipasi secara aktif dalam merumuskan kebijakan-kebijakan mengenai
program kesehatan sekolah dan membantusekolah dalam mengembangkan dan
mengelola program kesehatan;
f. Mengkoordinasikan penilaian kesehatan dari semua siswa dan mengidentifikasi
kebutuhan kesehatan siswa yang dapat menganggu belajarnya;
g. Mengkoordinasikan penyediaan P3K di sekolah
h. Mengkoordinasikan program sekolah dengan keseluruhan program kesehatan
masyarakat.

Masalah-Masalah Administratif dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Secara administratif, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi: inventory
service, the information service, counseling service, placement service, dan follow-up and
research.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 9


1. Inventory Service
Inventory service adalah merupakan program pelayanan yang mengumpulkan informasi
yang dapat dipergunakan untuk mengenal murid sebagai individu yang unik. Oleh karena itu
dalam mengumpulkan data tersebut ada beberapa hal yang perlu diperlihatkan:
a. Informasi yang objektif
Tujuan dari penilaian murid sebagai teknik bimbingan adalah mengumpulkan
informasi yang valid yang dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai
individu tersebut;
b. Pola-pola tingkah laku
Informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan dilakukan selama suatu
jangka waktu mengenai seseorang individu tersebut, haruslah dapat menunjukkan
suatu pola tingkah laku. Dengan demikian untuk mendapatkan gambaran yang tepat
mengenai pola tingkah laku tersebut diperlukan sejumlah informasi yang cukup.
c. Informasi untuk mengetahui sifat-sifat yang khas (Indentifing)
Kita mengetahui bahwa individu-individu tersebut disamping sifat-sifatnya yang
umum, juga mempunyai sifat-sifat yang khusus. Data-data yang dikumpulkan
hendaknya dapat menunjukkan sifat-sifat yang unik dari tiap individu sehingga
kumpulan informasi tersebut tidak berupa kumpulan data-data yang sama bagi
semua murid.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan layanan inventori


(inventory service).

a. Jenis-jenis informasi
Sedangkan jenis informasi/data yang dikumpulkan adalah yang memberikan informasi
tentang murid dalam hal:
1) latar belakang keluarga dan data pribadi;
2) keadaan kesehatan dan fisik;
3) riwayat sekolah dan catatan mengenai nilai/prestasi;
4) minat, kesukaan dan hal-hal yang disukai;
5) rencana untuk yang akan datang atau cita-cita.
Walaupun ada berbagai cara dalam menyusun informasi tersebut, namun yang penting
adalah bahwa informasi tersebut bertujuan untuk memecahkan masalah bagaimana kita dapat
memahami anak. Anak dapat kita pahami melalui bermacam-macam persepsi, yakni
pandangan orang dewasa, pandangan teman-temannya, dan pandangan dari dirinya sendiri.

b. Catatan bimbingan (guidance-record)


Catatan atau rekaman untuk keperluan bimbingan juga disebut “cumulative record” atau
buku catatan pribadi. Ini merupakan catatan atau rekaman untuk tiap murid yang berisi
informasi yang memungkinkan untuk mengenal murid sebagai individu yang unik.
Sedangkan hal-hal penting yang harus diperhatikan dari “cumulative record” adalah:
1. Informasi yang unik
Informasi yang terdapat dalam “cumulative record” hendaknya dapat membedakan
sifat seorang individu dengan individu yang lain. Jangan sampai berisi catatan-
catatan yang berisi sifat-sifat yang umum terdapat pada semua anak sehingga sukar
untuk diinterpretasikan.
2. Pencatatan yang kontinyu
Catatan mengenai pribadi murid akan berharga apabila dilakukan secara kontinyu
dari mulai masuk sekolah sampai ia keluar. Akan lebih baik lagi bila dapat

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 10


diselenggarakan pencatatan yang tidak terputus dari sekolah yang lain. (TK, SD,
SMP, SMA/SMK, dan PT)
3. Sederhana
Catatan yang baik adalah catatan yang mudah untuk digunakan. Oleh karena itu
hendaknya diusahakan cara pencatatan yang sederhana, objektif, mudah diisi dan
mudah diinterpretasikan.
4. Mudah disimpan
Karena catatan ini dipergunakan selama murid bersekolah, maka perlu dipikirkan
bentuk buku catatan pribadi tersebut sehingga tidak lekas rusak, mudah disimpan,
mudah dicari dan dipergunakan.

c. Penyelenggaraan “Cumulative-Record”
Masalah-masalah yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Cumulative-Record
adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan:
Penyusunan dan pencatatan informasi;
Beberapa data yang sangat penting bagi “cumulative-record” biasanya telah
dikumpulkan secara rutin di sekolah ialah presensi, nilai dan data identifikasi murid.
Data lainnya seperti riwayat keluarga, lingkungan keluarga, laporan mengenai
tingkah laku, score test, hubungan dengan orang lain, kegiatan-kegiatan diluar
sekolah. Yang tidak kurang pentingnya adalah cara dan alat pengumpulannya. Ini
penting supaya tidak terjadi duplikasi sehingga dapat dipergunakan dengan sebaik-
baiknya. Alat pengumpul informasi tersebut dapat berupa kuesioner, otobiografi,
anekdot record, dan tes standart (standardized-test)
Penyaringan, peringkasan, dan pemasukan informasi;
Karena sangat banyaknya data/informasi yang harus dikumpulkan mengenai murid-
murid, maka perlu ada cara untuk menyederhanakan penyimpanan catatan-catatan
tersebut.
Penyaringan berarti bahwa pada saat-saat tertentu perlu diadakan pemeriksaan
terhadap informasi-informasi yang disimpan, apakah informasi-informasi tersebut
dapat menunjukan: (-) kekuatan dan kelemahan murid, (-) informasi yang cukup
tentang murid, (-) perbedaan antara fakta dan pendapat, dan (-) keterangan-
keterangan yang pasti (yang belum pasti dibuang saja).
Peringkasan berarti ada beberapa data mungkin perlu diringkaskan pada waktu-
waktu tertentu, seperti anekdot, otobiografi. Akan tetapi data yang lain apabila
direncanakan dengan baik tidak memerlukan pringkasan. Meringkas memerlukan
banyak waktu dan tenaga.
Memasukakan data dapat dilakukan oleh petugas yang sesuai dengan sifat informasi
tersebut, misalnya oleh guru, pegawai tata usaha, dan pembimbing.
Penyimpanan data/ informasi
Cara penyimpanan data dapat dilakukan secara sentralisasi dan disentralisasi.
Sentralisasi artinya semua data tersebut dipusatkan pada suatu tempat, misalnya
kantor kepala sekolah, atau ruang yang khusus untuk itu. Disentralisasi artinya data
tersebut disimpan pada tiap-tiap kelas masing-masing. Pemilihan cara yang mana
yang terbaik, tergantung pada (-) sifat dari rumah sekolah, (-) staf dan organisasinya,
dan (-) lokasi yang memungkinkan penggunaan yang maksimum oleh seluruh staf.
Penggunaan informasi oleh staf sekolah.
Cara-cara untuk mempertinggi kemampuan staf dalam menggunakan informasi
tentang murid adalah: (-) case conference, (-) in service meeting, (-) demontrasi
interview, (-) tukar pengalaman antar guru.
Pemindahan dan pengarsipan catatan-catatan yang tidak aktif;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 11


Ini adalah mengenai pemindahan informasi dan pengarsipan informasi mengenai
murid-murid yang telah lulus atau putus sekolah. Usaha untuk mengumpulkan data
mengenai murid itu memaan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena it perlu ada usha
untuk menghindarkan duplikasi apabila mungkin.. Commulative-record dari SD
sebaiknya dipindahkan ke SMP dan seterusnya.

Tentang penyimpanan data informasi dari murid yang telah lulus, Hacth menyarankan
agar: (a) semua commulative-record hendaknya disimpan secara untuh selama 5 tahun, (b)
pada akhir tahun ke 5, yang bukan bagian dari commulative-record dimusnahkan, dan (c)
pada akhir tahun ke 10 semua catatan dimusnahkan

1. The information service


Ada tiga masalah dalam layanan informasi, yaitu pengumpulan bahan/ informasi,
pengumpulan bahan/informasi, dan penyajian bahan/informasi.
a. Pengumpulan bahan/informasi
Bahan-bahan/informasi dapat dikumpulkan dari berbagai lembaga, seperti sekolah,
dan lingkungan sosial lainnya. Bentuknya dapat berupa abstraksi, buku bagan,
filmstrip, film dan sebagainya. Yang mengumpulkan siapa?. Tergantung pada
kondisi setempat, cara bagaimana informasi itu dipergunakan, fasilitas yang ada dan
kemampuan staf sekolah.
b. Penyimpanan bahan-bahan/informasi
Bahan/informasi dapat disimpan di perpustakaan atau kantor bimbingan.
c. Penyajian informasi dapat melalui: (1) satuan-satuan kelas, (2) bidang studi, (3) hari-
hari khusus, dan (4) sebagai pelajaran.

2. Counselingservice
Konseling adalah suatu proses belajar. Proses belajar yang ditekankan oleh counselee,
dan persepsi counselee mengenai dirinya sendiri, nilai-nilainya, kebutuhan-kebutuhannya
adalah sangat diperhatikan oleh konselor.
Proses belajar yang terjadi dalam hubungan guru-murid mempunyai tujuan yang
ditentukan oleh kelompok. Karena itu perlu pendidikan khusus untuk dapat melaksanakan
konseling. Pembagian counselee dapat dilakukan dengan cara: (a) menurut kelas, (b) menurut
jenis kelamin, (c) menurut program, dan (d) menurut nama (abjad).

a. Penugasan konselor
Penugasan konselor dapat berupa pemberian tugas penuh (full time) atau sebagian
mengajar dan sebagaian konselor (part time)
1)  Kebaikan dari “full-time counselor”
1. Tugasnya tidak rangkap, sehingga dapat memusatkan perhatian pada
keahliannya.
2. Jumlahnya sedikit, sehingga lebih mudah bagi murid untuk mengenalnya.
2)  Kebaikan dari “part-time counselor”
a. Hubungan dengan murid lebih baik (lebih mengenal) karena dia juga
mengajar.
b. Hubungan dengan guru-guru lebih akrab karena merasa seprofesi.
c. Jumlah konselee yang dibebankan sebagai tanggung jawabnya hanya
sedikit sehingga menjadi lebih mudah.

d. Beban konselor
1) 1 jam/hari atau 200 jam/hari = 100 counselee

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 12


2) 2 jam/hari atau 400 jam/hari = 200 counselee
3) 3 jam/hari atau 600 jam/hari = 300 counselee
4) full-time = 500 counselee
Jika tugasnya meliputi 5 (lima) guidance service, maka bebanya setengah dari yang di
atas.

e. Konselor dengan bahan-bahan yang bersifat rahasia


Konselor harus mendapat pendidikan mengenai bahan-bahan informasi-informasi apa
yang perlu dirahasiakan, yakni: (1) bahan tidak boleh diberikan kepada siapa saja, apabila
tidak akan dipergunakan yang semestinya, dan (2) jangan diperlihatkan kepada orang lain,
apabila tanpa persetujuan counselee, kecuali hal-hal yang dapat membahayakan orang lain.

3. Placement service
Bantuan yang diberikan kepada murid untuk mendapatkan pekerjaan atau pendidikan
tambahan adalah yang dinamakan “placement service”. Ada juga menggunakan istilah Job-
placement”. Hatch (1987) berpendapat bahwa pengertian “placement” ini sebenarnya masih
dalam pengertian konseling.
Di Amerika Serikat, masalah placement untuk mencarikan pekerjaan juga diatur di
sekolah. Ada 2 cara pengorganisasian kegiatan ini, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
Mungkin yang lebih baik adalah cara desentralisasi.

4. Follow- up and research


Usaha untuk selalu berhubungan dengan lulusan atau alumnus disebut follow-up service
dan research. Kegiatan ini dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan program
sekolah serta harapan-harapan terhadap sekolah. Beberapa persoalan yang timbul terutama
menyangkut:
a) Teknik yang dipergunakan. Biasanya teknik yang dipergunakan adalah interview,
postcard, survey dan angket.
b)  Siapa yang melakukannya (staffing): yang melaksanakan seluruh staf atau dibentuk
suatu panitia.
c)  Bagaimana cara melaporkan hasil: untuk dapat memberikan laporan hasil dengan
baik, sebelumnya perlu direncanakan untuk apa hasil-hasil itu akan dipergunakan.
Informasi dari follow-up service and research dipergunakan untuk memperbaiki
kurikulum sekolah, proses belajar-mengajar, layanan bimbingan dan konseling, dan
memperbaiki hubungan sekolah dan masyarakat.

Evaluasi Layanan Bimbingan di Sekolah


Evaluasi yang kontinyu adalah penting bagi setiap usaha yang ingin terus-menerus
memperbaiki layanan bimbingan. Evaluasi harus dilaksanakan dengan sadar dan sistematis.
Evalusi harus ditujukan pada usaha-usaha untuk mengukur pencapaian tujuan dari bimbingan
di sekolah. Evaluasi bimbingan tidak boleh dilepaskan dari evaluasi sekolah secara
keseluruhan.

1. Mengapa kita mengevaluasi pelayanan bimbingan dan konseling


a. Evaluasi bertujuan untuk memeriksa efektivitas dari program bimbingan.
b. Memperjelas dan memvalidasikan hipotesis-hipotesis yang mendasari kegiatan-
kegiatan yang dilakukan, misalnya benarkah OSIS dapat mengembangkan sifat-sifat
kepemimpinan para siswa?
c. Untuk mengetahui apakah pengalaman-pengalaman belajar yang diberikan memang
benar-benar diperlukan oleh siswa.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 13


d. Untuk mengukur keberhasilan dari kegiatan-kegiatan staf sekolah, misalnya hasil
konselor dalam mengadakan konseling.
e. Hasil evaluasi diperlukan untuk memberikan laporan kepada masyarakat.
2. Bagaimana mengevaluasi layanan bimbingan
Evaluasi bimbingan memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penentuan tujuan dari program pendidikan di sekolah
b. Penentuan tujuan dan kriteria yang dapat menunjukan bahwa tujuan-tujuan itu telah
tercapai.
c. Pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan.
d. Laporan hasil pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan di sekolah.

3. Masalah -masalah yang dihadapi dalam evaluasi bimbingan


a. Tujuan khusus dari bimbingan sering dinyatakan dalam bentuk rumusan-rumusan
yang umum yang cebderung sama dengan tujuan-tujuan pendidikan.
b. Terminologi yang dipergunakan untuk mendiskripsikan petugas-petuas bimbingan,
aktivitas, teknik dan prosedur-prosedur bimbingan tidak selalu seragam.
c. Alat yang dpergunakan untuk mencapai tujuan kadang-kadang ditafsirkan sebagai
hasil akhir.
d. Banyak faktor di luar lingkup program bimbingan yang mempengaruhi tingkah laku
dan perkembangan siswa.
e. Banyak variabel dalam proses evaluasi yang sangat sukar dinyatakan secara
kuantitatif (kualifikasi personel, bahan-bahan interview, motivasi siswa, dan
hubungan-hubungan interpersonal).
f. Kekurangan dana dan fasilitas

4. Kriteria bagi evaluasi pelayanan bimbingan


Dalam menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan pada pelayanan bimbingan, perlu
disadari bahwa tujuan umum pendidikan dan bimbingan adalah sama. Pelayanan bimbingan
mempunyai tujuan yang lebih diarahkan pada penyesuaian diri, dan kriterianya juga harus
menunjukkan apakah pemecahan masalah-masalah pribadi, pendidikan, dan vokasional
tersebut dilaksanakan dengan tepat, dengan pemahaman diri yang jelas dan persepsi yang
tepat mengenai dunia sosial.
Kriteria-kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi pelayanan bimbingan
meliputi:
a. berkurangnya kegagalan siswa dalam belajar;
b. berkurangnya masalah-masalah disiplin;
c. bertambahnya penggunaan pelayanan bimbingan;
d. berkurangnya perubahan-perubahan program pada siswa;
e. ketepatan dalam pilihan pekerjaan;
f. berkurangnya anak yang putus sekolah;
g. banyaknya penempatan pekerjaan dan kepuasan dalam bekeja pada para lulusan.
Akhirnya ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pelayanan
bimbingan di sekolah, yaitu metode riset dan survey.
a.  Riset sebagai metode evaluasi pelayanan bimbingan
Berbagai riset dapat dipergunakan untuk memeriksa pengaruh konseling terhadap
berkurangnya kegagalan siswa dalam belajar.
b.  Metode survey sebagai evaluasi bimbingan
Dalam survey, kita tidak memusatkan pada perubahan tingkah laku yang terjadi pada
para siswa, melainkan pada ada tidaknya unsur-unsur tertentu dalam pelayanan itu

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 14


yang kita percayai dapat mempengaruhi tingkah laku siswa. Logika dalam survey ini
adalah bahwa ada pra-kondisi tertentu dianggap membuat pelayanan itu paling
behasil. Survey ini menentukan apakah prakondisi itu ada. Bila survey itu untuk
pendapat, maka yang menjadi sasaran adalah pendapat murid, pendapat guru,
pendapat masyarakat, dan pendapat para alumni.

II. MANAJEMEN USAHA KESEHATAN SEKOLAH

Pendahuluan
Pembangunan manusia Indonesia, khususnya kelompok anak dan pemuda sebagai tunas
bangsa yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, tidak dapat
diabaikan. Mereka merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang sehingga
mereka merupakan suatu investasi (human investment) yang sangat besar bagi kelangsungan
bangsa ini. Oleh karena itu pembinaan terhadap golongan anak dan pemuda, khususnya
pembinaan bidang kesehatan, perlu mendapatkan perhatian sehingga dikemudian hari
diharapkan mereka dapat menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab dan berguna bagi
bangsa dan negara. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, sekolah sebagai lembaga
pendidikan memiliki posisi yang strategis dan sangat menentukan. Namun demikan perlu
juga disadari bahwa usaha kesehatan bagi para tunas bangsa tersebut tidak akan dapat
mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan apabila tidak dilaksanakan secara teratur dan
terorganisir.
Sekolah didirikan untuk memberikan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, serta kepribadian dan karakter siswa
sebagaimana yang diharapkan dari seorang warga negara yang baik. Oleh karena itu, salah
satu hal penting yang memungkinkan terjadinya perkembangan pribadi anak dalam arti yang
seluas-luasnya adalah kesehatan dan kesejahteraan anak. Sebagai salah seorang yang
bertanggungjawab terhadap pendidikan siswa di sekolah, maka seorang guru juga harus ikut
bertanggung jawab terhadap kemajuan kesehatan dan kesejahteraan para siswanya.
Walaupun tanggung jawab utama kesehatan anak terletak pada keluarga, namun
tanggung jawab itu juga ada pada sekolah dan masyarakat. Di luar lingkungan keluarga,
faktor yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan kebiasaan anak adalah
sekolah. Berkenaan dengan bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat di masa yang
datang, banyak ditentukan oleh peranan sekolah pada masa kini.
Apa yang dapat dilakukan kepala sekolah dan guru untuk kesehatan dan kesejahteraan
fisik dan mental dari para siswanya. Hal ini tergantung pada pengetahuan kepala sekolah dan
guru tentang kesehatan dan program kesehatan sekolah, apresiasinya terhadap nilai-nilai
kesehatan, kemampuannya untuk bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain, dan
terutama pada perhatiannya terhadap anak serta ketrampilannya dalam membantu
mengembangkan pengetahuan, sikap dan tingkah laku tentang kesehatan. Suatu program
kesehatan sekolah yang efektif harus merupakan bagian integral dari program pendidikan di
sekolah, dan diarahkan pada pemecahan masalah-masalah kesehatan yang sekarang ada, serta
disusun secara logis berdasarkan prinsip-prinsip kesehatan dan pendidikan.

Kesehatan sebagai Tujuan Pendidikan


World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai berikut: “Health
is a state of complete phisical, mental and social well being and not merely the absence of
disease or infirmity” Apa yang diungkapkan oleh W.H.O di atas, juga disebutkan dalam
Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan pada bab I, pasal 2
sebagai berikut:

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 15


Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-undang ini ialah keadaan yang meliputi
kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari
penyakit, cacat dan kelemahan.
Apabila pengertian kesehatan tersebut di atas dicermati dan dikaji, maka jelaslah bahwa
seluruh manusia di dunia ini mempunyai hak untuk hidup sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah “mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggungjawab”. Ini berarti secara eksplisit dinyatakan dalam
tujuan pendidikan nasional bahwa kesehatan merupakan salah satu tujuan pendidikan yang
sangat penting.
Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagaimana disebutkan oleh
American Council of Education, bahwa tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kesehatan adalah memperbaiki dan menjaga kesehatannya sendiri dan ikut bertanggung
jawab untuk menjaga kesehatan orang lain. Secara lebih rinci dijelaskan bahwa untuk
mencapai tujuan tersebut para siswa harus memiliki hal-hal sebagai berikut.
Pengetahuan dan pemahaman tentang:
1. Fungsi badan yang normal dalam hubungan dengan praktik kesehatan yang baik;
2. Bahaya-bahaya kesehatan yang penting, pencegahan dan pengendaliannya;
3. Hubungan antara proses mental dan fisik dalam kesehatan;
4. Sumber-sumber penerangan tentang kesehatan yang dapat dipercaya;
5. Metode-metode ilmiah dalam mengevaluasi konsep-konsep kesehatan;
6. Pengaruh keadaan sosio ekonomis terhadap kesehatan;
Masalah-masalah kesehatan masyarakat, seperti masalah yang berhubungan dengan
sanitasi, kesehatan industri, dan kesehatan.
Ketrampilan dan kemamapuan:
1. Kemampuan untuk mengatur waktu termasuk merencanakan makanan, pekerjaan,
rekreasi, waktu istirahat dan libur;
2. Kemampuan untuk memperbaiki dan mempertahankan makanan yang bergizi;
3. Kemampuan untukmencapai dan mempertahankan penyesuaian emosi yang baik;
4. Kemampuan untuk memilih dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreatif, dan
latihan-latihan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan individual;
5. Kemampuan untuk menghindarkan diri dari penyakit dan infeksi yang tidak perlu
6. Kemampuan untuk menggunakan pelayanan-pelayanan medis dan gigi secara
intelejen;
7. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha pencegahan dan perbaikan
kesehatan masyarakat.
Sikap dan apresiasi:
1. Keinginan untuk mencapai kesehatan yang optimum;
2. Kepuasan pribadi dalam melaksanakan praktik kesehatan yang baik;
3. Penerimaan tanggung jawab atas kesehatan dirinya sendiri dan bekerja untuk
memperbaiki.
Dari uraian di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa kesehatan merupakan salah satu
tujuan yang hendak dicapai dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, kesehatan (khususnya
kesehatan peserta didik) perlu mendapat perhatian yang memadai, terutama dari segi
pengelolaannya.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 16


Masalah-Masalah Kesehatan yang Dihadapi Masyarakat
Turner (dalam Kusmintardjo, 1992) mengemukakan bahwa masalah-masalah kesehatan
yang dihadapi masyarakat dewasa ini adalah sebagai berikut.

5. Penyakit Menular
Hubungan yang dekat di antara murid di sekolah memungkinkan kesempatan yang
sangat baik untuk penyebaran penyakit menular yang dibawa ke sekolah. Walaupun
manusia telah banyak dapat menguasai penyakit-penyakit menular, namun masih belum
dapat menguasai semuanya. Kelalaian untuk menjaga kesehatan lingkungan juga sering
menimbulkan penyakit. Adalah merupakan tanggung jawab dinas kesehatan dan sekolah
untuk menjaga anak-anak dari penyakit menular. Juga merupakan tugas sekolah untuk
mengajar peserta didik agar dapat menjaga dirinya sendiri dan kelak juga menjaga
keluarganya dan masyarakat dari penyakit menular.

6. Pengendalian Lingkungan
Tanpa pengendalian sanitasi air dan bahan-bahan makan serta pengawasan pembuangan
kotoran, kehidupan masyarakat yang modern dan sehat tidak mungkin dapat terwujud.
Kenyamanan dan kesehatan kita juga dipengaruhi oleh kondisi rumah kita, seperti
ventilasi, penerangan, dan sebagainya. Masalah pengendalian lingkungan di sekolah-
sekolah kita, misalnya adalah mengenai tempat duduk, konstruksi bangunan, tempat
bermain dan sebagainya. Menjaga lingkungan sekolah yang sehat merupakan kewajiban
kepala sekolah dan warga sekolah lainnya.

7. Push-Buttom Living
Di dalam kehidupan yang modern ini, mesin-mesin telah banyak menggantikan tenaga
manusia, baik di rumah maupun di tempat kerja. Keadaan yang demikian apabila
dibiarkan berlarut-larut akan membahayakan manusia karena menjadi terlalu sedikit
bergerak. Bergerak adalah merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan badan, dan
oleh karenanya pendidikan olah raga di sekolah menjadi sangat penting.

8. Ketegangan Emosi dan Kesehatan Jiwa


Kehidupan yang komplek dari masyarakat modern dapat menimbulkan berbagai
ketegangan jiwa. Dalam kehidupan modern ini makin banyak kesempatan dan
kesempatan itu berarti juga persaingan. Kita hidup di dalam dunia yang sedang berubah
dengan sangat cepat. Keadaan ekonomi sering kali tidak menentu. Terlalu banyak hal-hal
yang tidak diduga sebelumnya, dan bagi banyak orang waktu istirahat sangat sedikit.
Ilmu kedokteran telah menunjukkan bahwa banyak penyakit jasmaniah yang ditimbulkan
oleh keteganngan-ketegangan emosi. Oleh karena itu kita harus memperhatikan program
sekolah untuk kesehatan mental.

9. Stabilitas Keluarga
Keluarga adalah lembaga yang merupakan dasar dari kebudayaan. Oleh karena itu
integritas keluarga adalah sangat penting bagi kebudayaan kita. Di kota-kota besar
banyak orang yang hidupnya lebih banyak di luar keluargannya. Hal yang demikian tentu
kurang baik bagi anak-anak, karena kesehatan mental dan fisik dari anak-anak terutama
bergantung pada keluarga. Oleh karena itu sekolah harus pula membantu kesejahteraan
keluarga.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 17


10. Kecelakaan
Lalu lintas, peralatan, dan cara-cara hidup yang modern menyebabkan banyak
kecelakaan. Oleh karena itu sekolah harus merencanakan program pendidikan untuk
keselamatan bagi peserta didik.

11. Pertambahan Penduduk


Pertambahan penduduk telah menimbulkan banyak masalah, seperti perumahan,
kesempatan kerja, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Kesemuanya itu juga dapat
menimbulkan berbagai bentuk ketegangan jiwa.

12. Mendapatkan Pemeliharaan Medis


Berkenaan dengan bertambahnya jumlah penduduk disatu sisi, dan kurang tersedianya
layanan kesehatan yang memadai, seringkali menjadi permasalahan dalam bidang
kesehatan.

13. Makanan yang Bergizi


Mendapatkan makanan yang bergizi merupakan masalah kesehatan yang penting.
Masalah gizi bukan hanya dihadapi oleh mereka yang kekurangan makan, namun mereka
yang kecukupanpun juga perlu memilih makanan yang bergizi. Kegemukan merupakan
masalah kesehatan.

Perencanaan Program Kesehatan Sekolah


Pada dasarnya ada tiga tanggung jawab sekolah dalam bidang kesehatan, yaitu
memajukan kesehatan siswa, melindungi siswa dari penyakit, dan membantu
siswa mendapatkan bantuan layanan kesehatan. Oleh karena itu, program kesehatan sekolah
haruslah mencakup ketiga unsur atau aspek tersebut, yaitu: (1) pelayanan kesehatan di
sekolah (health service in schoool), (2) pendidikan kesehatan (health education); dan (3)
lingkungan kehidupan sekolah yang sehat (healthful school living);

1. Pelayanan Kesehatan Sekolah ( Health Service in School)


b. Pengertian Layanan Kesehatan
Jesse Ferring Willliam dari Universitas Colombia (dalam Kusmintardjo, 1992)
mengatakan bahwa layanan kesehatan (siswa) adalah sebuah klinik yang didirikan sebagai
bagian dari Universitas atau Sekolah yang berdiri sendiri yang menentukan diagnosa dan
pengobatan fisik dan penyakit jiwa dan dibiayai dari biaya khusus dari semua siswa.
Sedangkan Carter V. Good dalam Dictionary of Education menyatakan bahwa layanan
kesehatan adalah layanan medis yang dilengkapi dengan pendidikan tertentu dengan dijamin
pegawai medis seperti: juru rawat, dokter yang memberi nasehat. Biasanya layanan kesehatan
meliputi: penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa layanan kesehatan sekolah tidak lain adalah usaha sekolah dalam rangka membantu
(bersifat sementara) murid-murid yang mengalami persoalan kesehatan, sebelum mereka
mendapatkan layanan dari tenaga medis yang professional.
Pelayanan kesehatan tidak mengambil alih tanggung jawab keluarga dalam hal
pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan membantu pendidikan kesehatan bagi murid-
murid bukan saja melalui pemberian informasi kepada anak-anak mengenai kesehatannya dan
kekurangannya, tetapi juga melalui hubungan dengan petugas-petugas kesehatan. Pekerjaan
dokter dan perawat di sekolah sangat banyak pengaruhnya terhadap sikap murid, dan
terhadap pelayanan kesehatan itu. Adalah sangat penting untuk membuat pengalaman-
pengalaman dalam pelayanan kesehatan itu menjadi pengalaman-pengalaman yang bersifat
yang bersifat mendidik. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru-guru harus mengetahui

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 18


apakah pelayanan kesehatan itu, sehingga dapat bekerja sama dengan petugas-petugas
kesehatan dengan efektif dan membuatnya menjadi pengalaman-pengalaman yang bersifat
mendidik. Guru-guru juga perlu mengetahui tugas dari masing-masing petugas kesehatan
bagi murid dan bagi guru-guru. Orang tua juga perlu mengetahui apa pelayanan kesehatan
itu. Kepala sekolah hendaknya menghubungkan pelayanan kesehatan itu dengan
kebijaksanaan pengajaran di sekolahnya.

f. Tujuan dan Fungsi Layanan Kesehatan Sekolah


Pada dasarnya tujuan layanan kesehatan sekolah adalah: (a) mengikuti perkembangan
dan pertumbuhan anak didik, (b) mengenali gangguan/kelainan kesehatan sedini mungkin, (c)
pencegahan penyakit menular, (d) pengobatan secepat-cepatnya, dan (d) rehabilitasi.
Sedangkan fungsi layanan kesehatan di sekolah adalah: (a) menafsirkan keadaan kesehatan
siswa dan pegawai sekolah; (b) menasehati siswa dan orang tua memberikan semangat dan
menyembuhkan penyakit; (c) membantu dalam pendidikan anak-anak; (d) membantu
mencegah dan mengontrol penyakit; dan (e) memberikan layanan darurat untuk luka/penyakit
yang datang dengan tiba-tiba.

g. Jenis-jenis Layanan Kesehatan


Shuster dan Wetzler (1985) menyebutkan bahwa jenis-jenis layanan kesehatan sekolah
meliputi:

1. Klinik Sekolah
Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat menyelenggarakan klinik sekolah sendiri namun
juga dapat bekerjasama dengan layanan kesehatan umum, seperti Puskesmas, rumah
sakit dan lainnya.

2. Ujian Kesehatan
Sekolah harus memiliki informasi yang berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan
memahami masalah-masalah emosi/mental dan penyesuaian diri. Informasi-informasi ini
sebaiknya disimpan dalam rekaman komulatif. Menurut American Medical Association
menyebutkan ada 4 ujian kesehatan sebagai berikut:
a. saat anak memasuki sekolah;
b. pada tingkat pertengahan;
c. saat usia adolescence;
d. saat anak meninggalkan sekolah.

3. Pemeriksaan Gigi
Peserta didik secara periodic perlu diperiksa gigi, agar kesehatan gigi terjaga

4. Bimbingan Kesehatan
Beberapa hal yang harus berdiskusi kepala sekolah dengan guru dan masyarakat untuk
mengendalikan berkembangnya suatu penyakit:
a. Tidak memasukkan anak-anak yang sedang sakit ke sekolah;
b. Menyediakan tempat bagi anak yang sakit dan tidak dapat mengikuti pelajaran di
kelas sampai diperiksa dokter;
c. Jika tidak ada perawat/dokter di sekolah, anak yang sakit segera dikirim ke orang
tuanya;
d. Jangan memulangkan anak dari sekolah (walaupun jam pelajaran sudah selesai) dalam
cuaca yang buruk atau membahayakan siswa.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 19


5. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)
Dalam buku Tuntunan Pelaksanaan UKS dinyatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan dalam kegiatan layanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan yang bersifat umum maupun
pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang bersifat khusus, misalnya menelaah gigi,
mata, dan sebagainya. Pemeriksaan kesehatan secara umum seyogyanya dilakukan
setiap 3 tahun sekali, yakni kelas i sd, kelas iv sd, kelas vi sd, kelas i smp, dan kelas
ii smta dan sewaktu-waktu bila diperlukan.
b. Mengikuti pertumbuhan badan anak didik dengan melakukan secara berkala
pengukuran berat badan dan tinggi badan . Karena pertumbuhan badan anak-anak
usia sekolah relatif lambat, maka cukuplah bila pengukuran tersebut dilakukan setiap
6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan perorangan anak didik dilakukan sepintas
lalu setiap pagi oleh guru kelasnya.
d. Peneliharaan dan pengawasan kebersihan lingkungan sekolah.
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
f. Usaha-usaha dibidang gizi, misalnya: makanan tambahan di sekolah, kebun sekolah,
dan sebagainya. Sebaiknya ini dikaitkan dengan aktivitas mengikuti perkembangan
dan pertumbuhan badan anak didik.
g. Usaha kesehatan gigi di sekolah.
h. Observasi harian mengenai kesehatan badan anak-anak yang dapat dilakukan oleh
guru dengan maksud mengenal kelainan kesehatan sedini mungkin.
i. Pengobatan ringan dan pppk
j. Mengirimkan kasus-kasus yang perlu pengobatan lanjutan kepada ahli.

h. Pemeriksaan Kesehatan Anak


Pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan oleh dokter, perawat, dan juga oleh guru-guru.
Pemeriksaan kesehatan oleh dokter dilakukan untuk menentukan keadaan kesehatan anak
didik dan untuk mengetahui adanya cacat jasmani atau penyakit. Tujuan utama adalah untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang memerlukan perhatian . Jika ada yang memerlukan
perhatian, maka anak itu diserahkan ke klinik untuk mendapatkan pengobatan, atau
menyarankan kepada orang tuanya agar dibawa ke rumah sakit.

1) Cacat Penglihatan
Cacat penglihatan merupakan salah satu sebab dari kesulitan membaca yang sering kali
mempengaruhi perkembangan belajar siswa. Oleh karena itu guru perlu mengetahui
bagaimana mendeteksi adanya cacat penglihatan, bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan
dan kepribadian anak dan apa yang dapat dilakukan guru untuk membantu anak. Beberapa
Jenis Cacat Penglihatan:
a. Myopis (penglihatan dekat)
Anak-anak yang menderita “myopia” akan mudah dalam membaca, tetapi mengalami
kesulitan dalam aktivitas di mana diperlukan penglihatan yang jauh untuk mengatasinya
dengan lensa cekung.
b. Hyperopia (penglihatan jauh)
Untuk dapat melihat dekat dengan jelas harus memaksakan otot-otot yang mengatur
lensa, sehingga untuk membaca menimbulkan ketegangan pada mata.
c. Astigmatisme (bayangan pada retina kabur)
Anak yang menderita ”astigmatisme” mungkin tulang belakangnya dapat bengkok ke
samping karena sering memiringkan kepalanya untuk berusaha mendapatkan penglihatan
yang jelas. Untuk membantunya dapat dipergunakan kaca mata.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 20


d. Strabismus (juling)
  Anak yang mendapat cacat in mungkin akan mengalami kesulitan dalam kepribadiannya
kalau sering diejek oleh teman-temannya. Untuk membantunya dapat dipergunakan kaca
mata.
e. Buta warna
  Biasanya terjadi pada 2% laki-laki, dan jarang terjadi pada wanita. Cacat ini sangat
mempengaruhi kemampuan membaca, dan bagi penderita sebaiknya tidak memilih
pekerjaan yang membutuhkan kemampuan untuk membedakan warna.

Cara-cara Mendeteksi Kelainan Penglihatan


Guru dapat mendeteksi kelainan penglihatan pada anak didik dengan cara mengamati gejala-
gejalanya. Gejala-gejala kelainan pada penglihatan dapat berupa:
a. sering merasa pusing;
b. kelopak mata bengkak atau berkerak;
c. mata merah, berair atau mengeluarkan kotoran;
Disamping itu ada juga gejala-gejala lain yang berupa tingkah laku tertentu seperti:
a. sering menggosok mata;
b. berusaha untuk menghilangkan pandangan yang kabur;
c. merasa tidak enak apabila bekerja yang memerlukan penglihatan dekat;
d. tidak memperhatikan apabila guru menerangkan di papan tulis atau gambar-gambar
lainya;
e. jika melihat benda-benda jauh badan tegang, muka miring, menjulurkan kepala;
f. ketika membaca:
1) terus menerus mengedipkan mata;
2) memegang buku terlalu jauh;
3) memegang buku terlalu dekat;
4) sering berubah-ubah jarak buku dari mata;
5) tidak ada perhatian waktu ada pelajaran;
6) menutup atau menutupi sebelah mata; memiringkan kepala;
7) sering membalikan kata atau suku kata;
8) sering kehilangan tempat yang dibaca pada halaman buku.

2) Cacat Pendengaran
Mengenal kelainan dalam pendengaran adalah sangat penting. Anak yang kurang
pendengarannya tidak akan menceritakan kepada guru. Namun guru dapat melihat gejala-
gejala yang mungkin menunjukan adanya kelainan tersebut, seperti:
a. Agak memutar kepala apabila diajak berbicara;
b. Kalau berbicara suaranya datar dan tidak wajar (seperti yang didengarkanya);
c. Kalau guru berbicara, melihat dengan seksama kepada guru (mencoba mengerti
perkataan guru dengan melihat gerak bibir guru);
d. Selalu meminta agar pertanyaan guru diulang-ulang;
e. Pekerjaan tertulisnya lebih baik dari pekerjaan lisannya.
Gejala kurangnya pendengaran ini seringkali salah ditafsirkan dan anak dianggap sebagai
pemalu, pemurung, keras kepala atau bodoh.
Para siswa yang mengalami gangguan pendengaran yang agak ringan (kurang dari 25
desibel), tetapi dapat mengikuti pelajaran di kelas biasa dengan menempatkan pada tempat
duduk yang cocok. Di dalam kelas di mana terdapat anak-anak semacam ini, maka guru
berusaha agar murid dapat mengikuti pelajaran dengan baik yaitu dengan cara:
a. Tidak membelakangi jendela pada waktu berbicara (bayangan dan sinar yang
menyilaukan mempersulit anak melihat bibir guru)

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 21


b. Tidak berbicara sambil menulis di papan tulis.
c. Pada waktu berbicara di kelas selalu berada di muka kelas, dan sebelum memulai
berbicara memgusakanagar anak tersebut memperhatikan.
d. Pada waktu berbicara berdiri dengan tenang.
e. Guru berbicara dengan jelas tanpa gerak bibir yang berlebihan.
Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya penyakit telinga atau kurang pendengaran, yaitu
dengan cara memperingatkan anak agar supaya;
a. jika meniup udara dari hidung lubang hidung tidak ditutup;
b. jika masuk angin atau influensa jangan dibiarkan saja;
c. murid-murid yang baru sembuh dari penyakit gabag, jika memperlihatkan gejala-
gejala sakit telinga segera diperikasakan ke dokter;
d. murid-murid yang selaput telinganya berlubang jangan diperbolehkan berenang.

3) Kekurangan Gizi
Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut.
a. Anak kelihatan: kulit pucat, rambut kering dan kusam, di bawah mata kehitam-
hitaman, sangat kurus, otot-otot kecil, ekspresinya menunjukan kekecewaan, gigi
rusak.
b. Anak merasa: mudah lelah, agak gugup, mudah tersinggung, perhatian tidak dapat
memusat.
c. Tingkah lakunya: gelisah, nafsu makan tidak seperti biasanya, tidak suka banyak
jenis makanan, terlalau suka gula-gula, mudah masuk angin, infeksi kulit, pekerjaan
di sekolah tidak baik.
Sebab-sebabnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, dan kurang pengawasan dari
keluarga. Sedangkan sebab-sebab yang langsung adalah:
a. Cara makan yang salah
b. Kekurangan makanan karena tidak ada nafsu makan, mungkin disebabkan karena
penyakit pencernaan, ventilasi kamar tidur yang kurang baik, kurang tidur, makanan
kurang tersedia atau tidak cukup.
c. Jenis makanan tidak cukup
Makanan tidak tersedia cukup, tidak menyukai makanan tertentu, kebiasaan makanan
yang kurang baik atau tidak teratur.
a. Kebiasaan hidup yang salah
b. Terlalu sedikit tidur;
c. Terlalu banyak kesibukan;
d. Kurang sinar matahari dan udara segar
e. Penyakit atau cacat tubuh

2. Pendidikan Kesehatan di Sekolah (Health Education in School )


c. Pengertian pendidikan kesehatan
Thomas D. Wood (dalam Kusmintardjo, 1992) mengatakan bahwa: “health education, is
sum experience which favorably influence habits, attitudes, and knowledge relation to
individual, community, and racial health” ((pendidikan kesehatan adalah semua pengalaman
yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan
yang berhubungan dengan kesehatan individu masyarakat dan ras). Yang dimaksud dengan
kesehatan ras di sini bukan perbedaan ras manusia, melainkan pergantian generasi yang satu
dengan generasi berikutnya yang lebih sehat).
Pendidikan kesehatan sosial dapat diartikan sebagai: “translation of what is know about
health into desirable individual and community behavior pattern by name of the education
process” (Grount dalam Kusmintardjo, 1992). Artinya bahwa pendidikan kesehatan sosial

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 22


merupakan penterjemahan dari apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam pola-
pola tingkah laku individu dan masyarakat melalui proses pendidikan. Dengan demikian,
sasaran pendidikan kesehatan adalah individu atau masyarakat yang mempunyai pola-pola
tingkah laku (kebiasaan, sikap, dan pengetahuan) yang menguntungkan bagi kesehatan.
Sedangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, kita harus mengetahui bagimana proses
pengalaman yang bersifat mendidik itu.
W. H. Burton (dalam Kusmintardjo, 1992) yang menganalisis pengalaman edukatif dari
situasi belajar yang wajar, sampai pada kesimpulan bahwa pengalaman edukatif itu
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) United around a purpose real to the learner (dipersatukan di sekitar
tujuan yangnyata bagi orang yang sedang belajar)
2) Countinous with the on-going life of the learner. (berhubungan erat dengan
kehidupan yang sedang dialami oleh orang yang sedang belajar)
3) Interactive with the environment of the learner. (bersifat interaktif dengan
lingkungan dari orang yang sedang belajar)
4) Contributory to the integration of the learner” (membantu pengintegrasian orang
yang sedang belajar).

i. Tujuan pendidikan kesehatan di sekolah


Dalam buku Tuntunan Pelaksanaan UKS ditegaskan bahwa tujuan pendidikan kesehatan
adalah ”menanamkan kebiasaan hidup sehat kepada anak didik agar dapat turut bertanggung
jawab terhadap dirinya serta lingkungannya dan ikut aktif dalam usaha-usaha kesehatan.
Sedangkan dalam buku pedoman kerja puskesmas dijelaskan bahwa:
Tujuan pendidikan kesehatan di sekolah ialah agar murid selama tahun-tahun bersekolah
mendapat pengetahuan secara ilmiah, mengembangkan sikap positif kearah kesehatan,
membawa pula kebiasaan-kebiasan hidup sehat yang dipelajari di sekolah, dan menerapkan
kebiasaan kesehatan baru untuk memelihara dan memperbaiki kesehatannya dan kesehatan
lingkungannya.
Dari uraian diatas, dapatlah dikatakan bahwa tujuan pendidikan kesehatan pada
umumnya dinyatakan dalam bentuk pengalaman-pengalaman belajar yang hendak dicapai
oleh anak. Kebiasan dan sikap yang berhubungan dengan praktik kesehatan yang khusus
dapat dikelompokkan dalam bidang-bidang sebagai berikut: (1) kebersihan ; (2) makanan
yang sehat; (3) tidur dan istirahat; (4) sikap badan; (5) bermain dengan latihan; (6) menjaga
kesehatan lingkungan; (7) kesehatan mental; (8) pencegahan kecelakaan; (9) pengendalian
penyakit menular; (10) pakaian sehat; (11) mendapatkan pelayanan dario dokter; (12) belajar
mengetahui keterbatasan jasmani sendiri dan hidup sesuai dengannya.

j. Prinsip-prinsip umum yang mendasari pendidikan kesehatan


Secara umum ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan
pendidikan kesehatan di sekolah, yaitu:
1) kesehatan seseorang ditentukan oleh hereditas dan cara hidupnya.
2) pendidikan kesehatan adalah tanggung jawab bersama keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
3) di sekolah dasar, pendidikan atau pengajaran kesehatan terutama menjadi tugas guru
kelas.
4) pendidikan kesehatan harus diterima dan dimajukan oleh administrator sekolah
sebagai bagian dari program sekolah secara keseluuruhan.
5) pendidikan kesehatan yang efektif memerlukan pengertian, dukungan dan kerjasama
dari para spesialis kesehatan dalan sistem sekolah itu.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 23


6) pendidikan kesehatan, terutama perkembangan sikap serta kebiasaan -kebiasaan
yang sehat akan asangat membantu memudahkan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7) memajukan kesehatan guru-guru adalah penting bagi program pendidikan kesehatan,
dan juga bagi kualitas dan biaya pendidikan.
8) ketrampilan profesional dan inisiatif dari guru merupakan unsur yang paling
berharga dalam pendidikan kesehatan siswa.
9) adalah penting untuk mengembangkan praktik-praktik kesehatan para murid
sebelum mereka dapat memahami alasan-alasan ilmiah yang mendasari praktik-
praktik itu.

k. Cara-cara memberikan pendidikan kesehatan di sekolah


Pelaksanaan pendidikan kesehatan di sekolah adalah tanggung jawab Departemen
Pendidikan dan Departemen Kesehatan (Puskesmas). Ini berarti bahwa petugas kesehatan
harus bekerja sama dengan sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan pendidikan
kesehatan di sekolah.
Dilihat dari segi kurikulum sekolah, pendidikan kesehatan mencakup di dalamnya IPA
(khususnya biologi), dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Para guru sebaiknya
memasukan pendidikan kesehatan juga pada kegiatan-kegiatan sehari-hari di sekolah,
misalnya olahraga, bercocok tanam di kebun sekolah, dan sejenisnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sekolah dalam memberikan pendidikan
kesehatan, seperti yang diungkapkan dalam Pedoman Puskesmas sebagai berikut:
1) Cara perseorangan: pemberian pelajaran perseorangan anak, pembicaraan dan
wawancara secara perseorangan untuk mempelajari masalah-masalah kesehatan,
laporan perseorangan dari kunjungan-kunjungan atau masalah yang telah
dipecahkan.
2) Cara kelompok: kunjungan-kunjungan ke puskesmas, tempat pembersihan
air, tempat pembuatan makanan, wawancara dengan petugas-petugas kesehatan
tentang pekerjaannya, penyelidikan-penyelidikan sanitasi dalam masyarakat,
pembicaraan dalam kelas, pembicaraan dengan para ahli, sandiwara, menceritakan
hikayat, pertunjukan-pertunjukan boneka dan sandiwara.

Agar pelaksanaan pendidikan kesehatan berjalan baik maka diperlukan adanya


lingkungan sekolah yang sehat, dan juga pelayanan kesehatan yang baik. Meskipun demikian
kita tidak perlu menunggu sampai adanya fasilitas-fasilitas tesebut di atas secara lengkap,
melainkan harus dari hal-hal yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, misalnya kebersihan
perseorangan, kebersihan lingkungan dan sebagainya. Adapun beberapa topik atau persoalan-
persoalan untuk pendidikan kesehatan, seperti tercantum dalam buku tunutunan pelaksanaan
UKS, sebagai berikut:
1) kebersihan lingkungan dan perseorangan;
2) pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, melalui penjelasan tentang:
a) pentingnya hidup sehat dan pentingnya imunisasi
b) pentingnya pemberantasan nyamuk, tikus dan lain-lain binatang yang dapat
menularkan penyakit;
c) cara penularan penyakit, dan tindakan yang perlu diambil bila menjumpai orang
menderita penyakit dan sebagainya
3) gizi, melalui cara:
a) mengenal dan menghargai makanan yang bernilai gizi;
b) membiasakan diri untuk memakan makanan yang bernilai gizi tinggi;
c) higienies makanan;
d) kebun sekolah dan warung sekolah;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 24


e) pengolahan makanan sehingga tidak mengurangi nilai gizinya;
f) ternak unggas, ikan dan binatang ternak lainnya.
4) pencegahan kecelakaan (keamanan ) dan P3K;
5) perawatan orang sakit di rumah;
6) mengenal dan tahu cara mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada di daerahnya
(RS, Puskesmas, dan lain-lain) ketrampilan dalam kesehatan yang diperlukan.
7) di dalam memberikan pendidikan kesehatan, hendaknya selalu memper-gunakan
alat-alat peraga. Misalnya untuk pendidikan makanan yang bernilai gizi dapat
dipergunakan alat-alat peraga bahan-bahan sayuran, buah-buahan di samping
gambar-gambar yang sengaja dibuat dengan slide/film.

l. Kesempatan yang dapat dipergunakan untuk melakukan pendidikan kesehatan


Beberapa kesempatan yang dapat dipergunakan untuk melakukan pendidikan kesehatan
di sekolah adalah sebagai berikut.
a. pada waktu pemeriksaan kebersihan perorangan tiap pagi;
b. pada waktu pemeriksaan kesehatan;
c. pada waktu pelaksanaan pengobatan dan imunisasi;
d. lomba sekolah sehat;
e. lomba PPPK dan pada waktu terjadi kecelakaan;
f. ceramah-ceramah langsung kepada murid;
g. pemberian tugas dan tanggung jawab secara bergilir kepada murid-murid
untuk kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Di dalam melaksanakan pendidikan kesehatan ini perlu pula diingat adanya pendidikan
lain, yang tujuannya untuk mengembangkan ketrampilan anak didik didalam menghadapi
masa depan. Sehingga dengan demikian semua pengetahuan yang didapat diluar sekolah
sebagai kesatuan pengetahuan dan kecakapan yang sangat berguna bagi anak dalam
hidupnya, lingkungan keluarganya dan masyarakat. Latihan-latihan dan penghayatan anak
didik sendiri dalam melaksanakan kegitan-kegiatan kesehatan adalah mutlak.
Selanjutnya dalam Tuntunan Pelaksanaan UKS, juga dijelaskan beberapa kebiasaan yang
perlu ditanamkan anak didik di sekolah, yang meliputi: kesehatan mental/rokhani, dan
penyakit.

1)  Kebiasaan di bidang kesehatan mental/rohani


Kebiasaan-kebiasaan ini dapat ditanamkan kepada para siswa dengan cara- cara sebagai
berikut:
a) belajar mengkonsentrasikan pikiran pada apa yang dikerjakannya;
b) secara berangsur-angsur memperkembangkan kemampuan untuk
menyatakan pendapat sendiri;
c) memiliki dan mengembangkan kemampuan kesanggupan untuk mengatur
keseimbangan antara bermain/belajar/berekreasi/ olahraga dan beristirahar;
d) mengembangkan kesanggupan/kemampuan didala memecahkan masalah/ persoalan
sendiri;
e) secara berangsur-angsur mengembangkan inisiatif diidalam melakuakn permainan
atau pekerjaan;
f) belajar untuk menanggapi kesukaran-kesukaran/kekecewaan-kekecewaan secara
tenang dan wajar;
g) meningkatkan kesadaran untuk menghargai kebahagiaan orang lain;
h) tidak tanggung dalam bergaul dengan jenis berlainan kelamin;
i) dapat mengenal diri sendiri serta mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
atau mengatasi kelaianan yang terdapat pada dirinya;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 25


j) belajar untuk mengenal kesanggupan dikaitkan dengan kesemapatan dalam
mengatasi persoalan;
k) belajar mengenal berbagai corak kepribadian danmenyesuaikan dirinya denga
mereka;
l) meningkatkan kegiatan dalam mengisi waktu terluang dengan kegiatan-kegiatan
sosial;
m) belajar mempraktikan permainan sederhana, keolahragaan yang baik disekolah dan
kegiatan-kegiatan rekreasi;
n) belajar menerima tanggung jawab;
o) belajar menghargai perasaan dengan jalan yang wajar;
p) menghargai orang lain.

2) Kebiasaan di bidang penyakit, melalui:


a) mengetahui penyakit-penyakit yang termasuk di dalam undang-undang wabah
dengan cara mematuhi dan mematuhi imunisasi pada waku-waktu yang ditentukan;
b) menghindari bahaya penularan dari kawan yang menderita penyakit menular serta
mengetahui tindakan-tindakan yang perlu diambil bila ia menderita penyakit
menular agar tidak menulari kawan-kawannya;
c) mematuhi nasehat-nasehat yang diberikan oleh petugas kesehatan, tentang
pengobatan serta perawatan bila ia menderita sakit;

3) Kebiasaan di bidang gizi dan makanan, melalui:


a) membiasakan diri untuk memakan makanan yang bervariasi yang memgandung nilai
gizi yang tinggi;
b) membiasakan diri untuk minum dalam jumlah yang cukup menyukai bermacam-
macam makanan;
c) memakan makanan yang cukup mengandung bahan sayuran (cellulose) untuk
memperlancar buang air besar;
d) membiasakan diri untuk makan tiga kali sehari;
e) menghindari gula-gula diwaktu makan;
f) makan pada waktunya memperhatikan tata cara dan sopan santun pada waktu
makan;
g) mengunyah makanan sebaik-baiknya dan jangan tegesa-gesa;
h) menghindarkan makanan dari lalat, kotoran dan binatang kerat;
i) menyimpan makan dengan sebaik-baiknya;
j) menghilangkan tahayul dan kepercayaan yang berlawanan dengan pengertian
kesehatan;
k) mengetahui manfaat makanan terhadap kesehatan badan serta akibat kekurangan
atau kesalahan makanan terhadap kesehatan badan;
l) mencegah berkurangya makanan karena penggolahan yang berlebihan dan salah;
m) mengupas atau mencuci buah-buahan dan sayuran dimakan mentah;
n) mencuci bersih alat-alat masak, piring atau teko untuk makan dan minum;
o) membiasakan membelanjakan uang untuk makanan secara ekonomis (dengan harga
semurah-murahnya diperoleh makanan yang bernilai gizi tinggi).

4) Kebiasaan di bidang kesehatan gigi, melalui:


a) membersihkan gigi secara teratur dengan cara yang benar;
b) memeriksakan giginya secara teratur tiap enam bulan sekali bila terjadi gangguan
pada gigi lekas ke klinik gigi, Puskesmas, RS, dan lain-lain;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 26


c) secara teratur makan makanan yang memerlukan kunyahan yang kuat (wortel
mentah, bengkuang dan lainnya);
d) meminum/memakan bahan minuman/ makanan yang mengandung floor (teh 4 gelas
sehari);
e) menjauhi makanan yang mempermudah kerusakan gigi ( antara lain gula-gula);
f) menjauhi kebiasaan untuk bertopang dagu waktu duduk, atau belajar;
g) menjauhkan diri dari kebiasaan dari mengigit jari.

5) Kebiasaan di bidang kesehatan mata, melalui:


a) membaca hanya ditempat yang terang tanpa adanya bayangan atau silau;
b) membaca dengan jarak yang baik antara mata dengan bahan yang dibaca ( ± 30 cm);
c) menghindarkan melihat langsung sinar/cahaya yang sangat terang atau menentang
matahari;
d) sering memberi istirahat kepada mata dengan jalan menutup atau memfokuskan pada
objek yang dekat/ berjarak;
e) menghindarkan membaca dalam keadaan begerak atau membaca sambil tiduran;
f) jangan menggosok mata;
g) memakai kaca mata sesuai dengan kesehatan dokter;
h) mengambil benda asing dari mata dengan jalan hati-hati;
i) segera memeriksakan kedokter bila terjadi sesuatu gangguan pada mata;
j) memakan makanan yang banyak mengandung vitamin A.

6) Kebiasaan di bidang kesehatan telinga, melalui:


a) jangan memasukan sesuatu benda ke dalam telinga;
b) jangan meninju orang lain, atau berteriak keras-keras didekat telinga;
c) segera berobat bila ada gannguan telinga.

7) Kebiasaan di bidang pernapasan, melalui:


a) selalu membawa sapu tangan bersih setiap hari;
b) bernapas melalui hidung dan mulut hendaknya tertutup;
c) mengehembuskan pernapasan melalui hidung tanpa menutup lubang hidung;
d) jangan memasukan jari atau benda lain ke dalam hidung;
e) menutup mulut denga sapu tangan bila bersin atau batuk.

8) Kebiasaan di bidang kebersihan kaki, melalui:


a. mencuci kaki ssecara bersih;
b. mencegah tumbuhnya kuku ke dalam daging dengan jalan memotong rata kuku;
c. melatih kaki denga jalan tanpa alas kaki di lantai yang bersih atau tanah (kecuali
ketahui banyak mengandung cacing tambang).

9) Kebiasaan di bidang kebersihan kulit, meliputi:


a. mencuci tangan dengan air, sabun, atau bahan lain setiap kali sesudah buang air
besar/kecil dan setiap akan makan, akan memegang makanan, setelah bekerja atau
bermain dan tangan menjadi kotor;
b. mandi bersih setiap hari, sebaiknya tersedia handuk untuk pemakaian sendiri.

1) Kebiasaan di bidang pakaian, melalui:


a. memakai pakaian sesuai dengan musim dan suhu;
b. pakaian untuk sekolah, bermain (dirumah, dan tidur hendaknya berlainnya);
c. lepaskan baju basah selekas mungkin;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 27


d. hindarkan memakai pakaian dan sepatu yang sempit;
e. peliharalah baju sebersih mungkin;
f. baju sering dicuci dan sebaiknya diseterika;
g. jaga kerapian baju.

2) Kebiasaan berkenaan dengan zat-zat/bahan-bahan yang membahayakan:


a. menjauhkan diri dari alkohol, narkotika, candu dan tembakau;
b. hindarkan diri dari kebiasaan dari minum obat kecuali atas nasehat dokter:
c. menyadari bahwa sebagian besar kecelakaan dapat dicegah;
d. mempelajari penyebab-penyebab kecelakaan;
e. mengembangkan fungsi koordinasi dan fitnees sebagai alat;
f. mengembangkan rasa sportifitas dalam bermain dan sikap patuh terhadap peraturan
lalau lintas untuk menghindari kecelakaan-kecelakaan;
g. mengembangkan sikap yang aktif dalam melindungi jiwa dan harta masyarakat;
h. mengembagkan rasa tanggung jawab atas keamanan dirinya.

Dilihat dari tujuan jangka panjang, maka “health education” memegang peranan penting
dalam keseluruhan program kesehatan di sekolah. Untuk itu dalam pelaksanakannya perlu
adanya kerjasama, baik antar dinas di lingkungan kesehatan maupun dengan pihak-pihak lain
di luar lingkungan kesehatan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. 
a. Kerjasama dengan unsur-unsur pemerintah meliputi :
1) Kerjasama antar petugas kesehatan/dinas-dinas kesehatan dalam rangka memperoleh
perencanaan seksama dari kegiatan-kegiatan kesehatan di sekolah, sehingga tidak
terjadi “over lapping” dalam pelaksanaan kesehatan disekolah
2) Kerja sama dengan Departen pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka penyusunan
perencanaan kurikulum kesehatan/pendidikan kesehatan disemua jenis dan tingkatan
sekolah;
3) Kerjasama dengan Departemen Luar Negeri dalam kaitannya dengan pembangunan
gedung sekolah agar memenuhi syarat-syarat kesehatan, dan pendanaan/pembiayaan
kegiatan-kegiatan disekolah.
4) Kerjasama dengan Instansi/ Dinas yang lain, meliputi:
a. Dinas sosial dalam kaitanya dalam pemanfaatan pekerja sosial , dalam hal
pembinaan mental dan sosial anak didik, pemanfaatan Lembaga Sosial Desa
untuk mengembangkan Usaha Kesehatan Sekolah;
b. Departemen Agama, dalam kaitannya dalam pembinaan kesehatan mental pada
sekolah-sekolah pada Departemen di lingkungan agama dan pembinaan mental
dan spititual pada anak didik.
5. Kerjasama dengan masyarakat yang ada hubungannnya dengan anak didik, misalnya:
BP3, yang meliputi: bantuan pembiayaan Usaha Kesehatan Sekolah; dan pembianaan
kebiasaan hidup sehat dan pengawasan kesehatan anak didik diluar sekolah.
6. Kerjasama dengan badan-badan/organisasi bukan pemerintah, seperti: Palang Merah
Indonesia; Pramuka, KSR; dan Organisasi-organisasi lain yang ada hubungannya
dengan kesehatan anak didik.

3.  Lingkungan Kehidupan Sekolah yang Sehat (Healthful School Living)


Karena murid menghabiskan sebagian waktu dari masa pertumbuhannya di sekolah,
maka perlulah dia dilindungi oleh lingkungan yang aman/tidak membahayakan kesehatan,
baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, dalam melaksanakan aktivitas di bidang ini
perlu diperhatikan 2 (dua) aspek yaitu: aspek fisik dan aspek mental.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 28


a.  Aspek Fisik Sekolah
Aspek fisik, meliputi aspek bangunan sekolah, peralatan sekolah, perlengkapan, sanitasi
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, pemeliharaan, serta pengawasan kebersihannya.

1. Bangunan Sekolah dan Lingkungannya. Bangunan sekolah dan lingkungannya


terdiri atas:
a. gedung bangunan sekolah, termasuk di dalamnya peralatan sekolah, dan
perlengkapan sanitasi;
b. halaman sekolah tempat bermain-main;
c. sebidang tanah untuk kebun sekolah dan lain-lain

2. Pemeliharaan Kebersihan Perseorangan dan Lingkungan


Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. kebersihan perseorangan, meliputi: kulit, rambut, kuku yang besih dan rapi; gigi
bersih dan terpelihara; cuci makan sebelum makan, atau sesudah buang air
besar/kecil; dan membiasakan tidak memegang mulut dan meggosok mata
dengan tangan kotor dan sebagainya.
b. kebersihan lingkungan, meliputi: membersihkan peralatan sekolah; membersih-
kan lantai; membersihkan kaca-kaca cendela agar penerangan baik;
membersihkan WC dan kamar kecil setiap hari, dan sebagainya
c. membiasakan diri membuang sampah di tempat yang telah disediakan;
d. membiasakan diri tidak meludah di sembarang tempat;
e. pemeliharaan rumput , tanaman, pagar, pohon agar kelihatan rapi dan bersih.

3. Keamanan Umum di Sekolah dan Lingkungannya. Hal-hal yang perlu


diperhatikan:
a. Halaman di jaga sedemikian rupa sehingga tidak ada batu-batu tajam, pecahan
kaca yang dapat membahayakan anak;
b. Letak lapangan olah raga jangan terlalu jauh dari gedung skolah dan jangan
terlalu dekat dengan jalan besar;
c. Semua cendela dan pintu diatur sedemikian rupa agarr membuka ke arah keluar,
dan sebagainya.

b. Aspek Non-fisik (mental)


Aspek non-fisik (mental), meliputi: aspek penghuni sekolah yang menyangkut hubungan
murid, guru, penghuni yang lain, orang tua murid, dan petugas-petugas kesehatan Usaha
Kesehatan Sekolah. Dengan perkataan lain, hubungan yang Harmonis antara guru, anak
didik, orang tua murid, petugas sekolah yang lainnya, dan petugas kesehatan Usaha
Kesehatan Sekolah merupakan cerminan dari lingkungan sekolah yang baik.
Walaupun peranan sekolah dalam mengusahakan lingkungan yang harmonis adalah lebih
kecil dibanding lingkungan keluarga, namun sekolah dapat juga membantu mencegah
terjadinya kelainan-kelainan jiwa/mental pada anak didik. Di dalam usaha ini guru memiliki
peranan yang sangat penting, karena gurulah yang setiap hari menghadapi anak didik di
sekolah.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan guru di sekolah adalah:
a. menciptakan lingkungan fisik, mental, dan sosial yang dapat memberikan
kesempatan anak didik untuk tumbuh dan berkembang;
b. memberikan pengalaman-pengalaman kepada anak didik untuk dapat membentuk
kepribadian dan watak yang baik;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 29


c. menemukan kelaianan awal dan meneruskannya kepada ahli yang bersangkutan
(perawat, dokter, psykhiater, psykholog, dan lain-lain).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan kehidupan sekolah yang sehat
(healthful school living), meliputi: (1) sanitasi lingkungan untuk menjamin persediaan air
yang besih, pembuangan kotoran, dan sebagainya; (2) Pengaturan kegiatan sekolah yang
sehat, yang meliputi: lama waktu belajar, jam pelajaran, jam bermain; urutan kegiatan
belajar; pekerjaan rumah; jumlah murid dalam kelas, disiplin dan hukuman; ekstra kurikuler;
dan pemilihan alat-alat pelajaran; dan (3) Menjaga lingkungan emosional yang sehat, dengan
hubungan guru-murid yang baik, antar kelompok, perbedaan individual dan penyesuaian
kurikulum. 
Ketiga unsur program kesehatan sekolah, yang meliputi: pelayanan kesehatan,
pendidikan kesehatan, dan lingkungan sekolah yang sehat, merupakan suatu kesatuan yang
utuh. Artinya bahwa ketiganya terjalin satu dengan yang lain. Karena petugas pendidikan dan
kesehatan kedua-duanya bertanggung jawab atas pelaksanaan program kesehatan sekolah,
maka diperlukan suatu perencanaan bersama. Sesungguhnya, kelompok perencana ini
hendaknya mengikutkan seluruh petugas Puskesmas, petugas sekolah setempat, dan wakil-
wakil masyarakat.
Dengan demikian tujuan program kesehatan sekolah dapat dinyatakan sebagai
pencapaian kesehatan yang optimal dari peserta didik melalui:
a. perbaikan cacat tubuh;
b. pencegahan/pengurangan penyakit menular;
c. pengembangan kehidupan sekolah yang sehat;
d. interpretasi program kesehatan sekolah kepada keluarga dan pengembangan
kerjasama keluarga dan sekolah;
e. memajukan kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang baik;
f. pengembangan pengetahuan kesehatan;
g. pengembangan sikap mental yang baik terhadap kesehatan, praktik-praktik
kesehatan dan situasi kehidupan.

c. Pelaksana Program Kesehatan Sekolah dan Peranannya


Agar pelaksanaan program kesehatan sekolah dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai, maka diperlukan adanya kerja sama antar pelaksana yang ada di Departemen
Pendidikan dengan yang ada di Departemen Kesehatan. Kerjasama antar pelaksana tersebut
akan berjalan lancar manakala masing-masing pelaksana memahami sejauh mana peranan
yang harus dilakukan.
Para pelaksana Usaha Kesehatan Sekolah terdiri atas: (1) petugas kesehatan, (2) petugas
pendidikan, (3) orang tua siswa/wali murid, pemerintah dan masyarakat setempat, dan (4)
peserta didik (5: 94). Adapun peran dan tugas masing-masing pelaksana/petugas Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) tersebut telah dijabarkan dalam Buku Tuntunan pelaksanaan UKS
sebagai berikut.

d.  Tugas Petugas Kesehatan dalam Program UKS


1) Di bidang pendidikan kesehatan:
a) menanamkan kebiasaan-kebiasaan sehat pada murid melaui guru, keempatan
berkunjung ke sekolah.
b) Mengadakan penjelasan kepada BP3 dan masyarakat mengenai keehatan setiap ada
kesempatan.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 30


2) Di bidang layanan kesehatan:
a) memeriksa anak setiap kelas I (baru masuk sekolah), IV, dan VI (akan meninggalkan
sekolah/lulus), serta memeriksa anak myang dinyatakan sakit sewaktu-waktu atau
bila diperlukan.
b) Memberikan imunisasi dan mrnjalankan kegiatan dalam rangka P4M.
c) Memberikan bimbingan dan pengarahan pada guru dalam penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan di sekolah.
d) Mengkoordinir usaha kesehatan masyarakat yang akan dijalankan di sekolah-sekolah,
dan sebagainya.

3) Di bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat:


a) Didalam kunjunganya kesekolah-sekolah, turut mengawasi kebersihan gedung
sekolah dan lingkunganya.
b) Memberikan nasehat/saransaran kepada guru dalam memperbaiki gedung sekolah
yang memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan keuangan dan fasilitas yang ada.
c) Bekerjasama dengan sekolah dan BP3 dalam mengadakan perbaikan sekolah, fasilitas
dan alat yang dibutuhkan dalam lingkungan yang sehat.

e.  Peranan Petugas Pendidikan/Sekolah


Yang dimaksud dengan petugas pendidikan/sekjolah adalah penilik sekolah, kepala
sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya.

1) Dalam bidang pendidikan kesehatan


a) Menanamkan kebiasaan hidup sehat kepada murid dengan jalan memberi teladan
bagi mereka dalam hidup sehari-hari di sekolah.
b) Memberikan pendidikan kesehatan bagi murid-muridnya pada saat mengajar,
istirahat/diluar kelas dan pada saat mengobati murid yang sakit.
c) Memberikan informasi kepada orang tua murid tentang hal-hal yang berkenaan
dengan kesehatan yang telah diberikan kepada murid-murid.

2) Dalam bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat


a) Ikut mengusahakan suasana aman, senang dan bergairah antara murid, guru, petugas
kesehatan, orang tua dan sebagainya.
b) Mengawasi kebersihan lingkungan, misalnya: WC, halaman, penjual makanan, kelas
dan sebgainya.
c) Mengkoordinir kursus-kursus tentang kesehatan untuk orang tua murid sehingga
pengetahuannya dan kerjasama dalam kesehatan dapat ditingkatkan.

3) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan


a) Mengawasi kebersihan dan kesehatan anak didiknya di dalam dan diluar kelas,
beberapa saat sebelum pelajaran dimulai.
b) Menyelenggarakan ruang kesehatan sekolah
c) Mendampingi para petugas kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan bagi
murid-murid di sekolah, dan sebagainya.

f. Peranan Orang Tua Murid dalam Bidang Pendidikan Kesehatan


1. Menerima pelajaran yang dibawa anak dari guru/sekolah untuk dipraktikan dirumah,
turur menjelaskan sebanyak mungkin dan memberi dorongan kepada anak untuk
terus mempraktikan dalam hidup sehari-hari.
2. Bersedia mengikuti kursus yang diadakan oleh sekolah dalam bidang kesehatan.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 31


3. Menyediakan fasilitas-fasilitas dalam batas kemampuannya untuk memudahkan
penerapan pendidikan kesehatan itu dirumah tangga dan di lingkungannya.

1) Dalam bidang kebersihan sekolah yang sehat dan aman


a) Meneruskan pelajaran yang dibawa anaknya dalam kebersihan lingkungan, untuk
dipraktikan selalu, dirumah dan berusaha sedapat mungkin menyediakan fasilitas
yang bersangkutan dengan itu, (air, ada sumur, kakus, jamban, sapu dan
sebagainya).
b) Turut membantu sekolah dalam mengatasi pengadaan/perbaikan lingkungan sekolah
yang aman, sehat, baik moril/material.
c) Memberikan sebanyak mungkin ketenangan/ketentramanhati bagi anaknya dalam
menghadapi pelajaran. Kegiatan-kegiatan dirumah/ disekolah.

2) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan


a) Mengawasi kesehatan anaknya dirumah dan mengambil tindakan seperlunya.
b) Mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anaknya dirumah, seperti peranan guru
disekolah
c) Menahan anak-anaknya dirumah bila mereka sakit dan memberitahukan ke sekolah,
bahwa ia tidak datang serta membawanya berobat ke dokter/Puskesmas/ Balai
Pengobatan.
d) Member pengobatan ringan dan P3K bila perlu sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh petugas kesehatan.
e) Mendorong anaknya untuk: (a) melakuakan kebiasaa-kebiasaan hidup sehat dan
lingkungan sehat yang diajarkan di sekolah, dan (b) bersedia diperiksa kesehatanya,
diimunisasi, diobati atau dikirim ke Puskesmas bila perlu.
g.  Peranan Anak Didik dalam Bidang Pendidikan Kesehatan
1. Menjalankan dengan patuh pendidikan kebiasaan hidup sehat diajarkan oleh guru baik
di sekolah maupun diliaur skolah.
2. Mendorong oran tua mereka untuk mau menghadiri kursus-kursus/ceramah tentang
kesehatan yang diselenggarakan oleh sekolah

1) Dalam bidang kebersihan lingkungan sekolah yang sehat dan aman


a) Turut menjaga kebersihan kelas, WC, halaman, dan tempat-tempat lain di sekolah.
b) Turut menciptakan suasana yang aman dan tentram dalam hidup sehari-hari baik di
sekolah maupun di luar sekolah.

2) Dalam bidang pemeliharaan kesehatan


a) Menyediakan diri untuk sewaktu-waktu diperiksan kebersihan badannya.
b) Teratur dan patuh berobat, baik di sekolah maupun di klinik/Puskesmas dan
mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan.
c) Mau mengikui program imunisasi yang diselenggarakan oleh sekolah bekerja sama
dengan Puskesmas setempat.

h. Evaluasi Program Usaha Kesehatan Sekolah


Agar pelaksanaan progran Usaha Kesehatan Sekolah dapat selalu ditingkatkan, maka
perlu dilakukan penilaian terhadap keseluruhan program yang telah ditetapkan. Evaluasi
program kesehatan dapat dilakukan setiap akhir tahun. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara
menyediakan lembar penilaian dan diisi oleh guru, murid dan orang tua. Hasil penilaian, satu
lembar dikirim ke Puskesmas untuk digunakan sebagai masukan dalam menyusun
perencanaan program usaha kesehatan sekolah di wilayahnya, dan satu lembar lagi disimpan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 32


di sekolah untuk perbaikan perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan sekolah di masa
datang.
Sebagai contoh, berikut disajikan lembar penilaian progran kesehatan sekolah.

Contoh: Lembar Penilaian Program Kesehatan Sekolah.

NO HAL YANG DINILAI NILAI SARAN-SARAN


A Health Education    
- Kebersihan perorangan dan
lingkungan
- Pencegahan dan pemberantasan
penyakit
B Health Service    
- Pemerikasana kesehatan secara berkala
- Usaha perbaikan gizi
C. Healthful School Living    
- Aspek fisik
- Aspek mental
……………………, tgl……………
Penilai
……………………………………..
Catatan:
Kriteria penilaian dapat dikembangkan sesuai dengan jumlah item pertanyaan yang hendak
disusun.

III. MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

Pendahuluan
Sebagian besar masyarakat kita sepakat berpandangan bahwa perpustakaan memiliki
posisi yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah.
Bahkan di antara anggota masyarakat menganggap perpustakaan sebagai jantung pendidikan
di sekolah. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Keberadaan perpustakaan sekolah
belum mendapat perhatian serius dunia pendidikan. Bahkan di beberapa sekolah,
perpustakaan sekolah masih diposisikan sebagai pelengkap penderita dan kurang terurus
secara baik. Tentu saja, kondisi ini menjadikan perpustakaan sekolah sebagai pusat informasi
dan media pembelajaran kurang dapat berfungsi secara optimal.
Sebagai unit kerja yang menghimpun, mengolah, dan menyajikan kekayaan intelektual
(Lasa Hs, 2007), maka seharusnya perpustakaan sekolah bermanfaat bagi peningkatan
kualitas pembelajaran di sekolah. Keberadaan perpustakaan sekolah akan memberikan
kemungkinan para guru dan siswa memperoleh kesempatan untuk memperluas dan
memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui perpustakaan sekolah, selain para
siswa dapat melakukan kegiatan belajar mandiri atau belajar kelompok, para guru juga dapat
memperkaya materi-materi yang disajikan dalam proses belajar-mengajar.
Untuk dapat berfungsi optimal sebagaimana digambarkan di atas, maka perpustakaan
sekolah harus dikelola secara professional dan, tentu saja, dilakukan oleh personil-personil
yang terdidik di bidang perpustakaan. Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan memegang peranan penting.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 33


Pengertian
Pengertian perpustakaan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi. Secara etimologi, perpustakaan berasal dari pustaka
dalam bahasa Jawa Kawi yang berarti buku, naskah, karya tulis. Perpustakaan berarti
dibukukan, ditulis. Pustaka mendapat awalan per dan akhiran an, juga berarti tempat, atau
kumpulan. Perpustakaan dalam bahasa Inggris adalah Library, yang berasal dari liber atau
libri (Latin) yang berarti kulit dari batang pohon di bawah kulit luar, atau kitab, risalah.
Veterum libri adalah kitab-kitab klasik.
Dalam bahasa Prancis perpustakaan disebut bibliotheque. Dalam bahasa Jerman
dinamakan bibliothek, dan dalam bahasa Belanda disebut bibliotheek. Perkataan-perkataan
tersebut berasal dari kata biblios (Yunani) yang berarti papyrus (rumput yang ditumbuk dan
dikeringkan untuk ditulisi), kenudian berubah menjadi biblion yang artinya tempat. Jadi
bibliotheke berarti tempat atau kumpulan buku.
Dalam pengertian yang sederhana, perpustakaan diartikan sebagai kumpulan buku, atau
bangunan fisik sebagai tempat buku dikumpulkan dan disusun menurut sistem tertentu untuk
kepentingan pemakai (Lasa Hs, 2007). Hal yang sama juga dijelaskan dalam Encyclopedia
Britania (dalam Kusmintardjo, 1992) bahwa “Library is a collection of printed or written
literature”. Perpustakaan adalah koleksi buku-buku, baik yang dicetak ataupun dalam bentuk
tulisan.
Dalam Encyclopedia Americana, dijelaskan bahwa: A library: collection of books, called
by various names in various languages”. Perpustakaan adalah kumpulan buku-buku yang
terdiri dari bemacam-macam nama dan ditulis dalam bermacam-macam bahasa. Elizabeth H.
Thomson dalam bukunya “ALA Glossary of Library Terms (dalam Kusmintardjo, 1992)
mengatakan bahwa:
Library, a room, a group of rooms or a building, in which a collection of books and
similar material organized and administrated for reading, consultation and study
Perpustakaan adalah suatu ruangan atau gedung tempat menyimpan koleksi buku-buku
dan sejenisnya, yang terorganisir dan diadministrasi sebagai bahan bacaan, memperoleh
informasi dan belajar).
Sedangkan Moeksam (1989) dalam bukunya “Ilmu Perpustakaan” mengatakan sebagai
berikut:
Perpustakaan adalah tempat pengumpulan pustaka atau kumpulan pustaka yang disusun
dan daitur dengan system tertentu, sebagai tiap-tiap buku, tiap-tiap warkat, dan tiap-tiap
tulisan, sehingga sewaktu-waktu diperlukan dapat diketemukan dengan mudah dan cepat”
Dengan demikian, bukan sembarang kumpulan buku dapat kita sebut perpustakaan, dan
bukan sembarang tempat pengumpulan buku kita sebut perpustakaan. Namun kumpulan buku
dan bahan pustaka lainnya itu harus diatur dan disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
mempunyai tujuan tertentu. Bahan pustaka dapat berupa buku, naskah, gambar, foto, slide,
film, rental, dan sebagainya.

Fungsi Perpustakaan
Peter Platt dalam “Librarien Colleges of Education” mengatakan bahwa fungsi
perpustakaan adalah:
1. menyediakan buku-buku, majalah dan bahan-bahan lain yang dipelukan oleh para
siswa/mahasiswa untuk kegiatan belajarnya;
2. menyediakan bahan-bahan penunjang dalam pengajaran dan penelitian oleh staf
pengajar untuk mata pelajaran yang diajarkannya;
3. memenuhi keperluan yang lebih khusus yang disebabkan oleh kekhususan suatu
perguruan tinggi, bahan-bahan yang akan diperlukan oleh mahasiswa dalam praktik

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 34


keguruan, penelitian, kebidayaan daerah dan perkembangan pendidikan daerah
dimana perguruan tinggi itu berada, serta buk-buku yang diperlukan oleh anak-anak,
dan seyogyanya perpustakaan juga menyediakan buku-buku petunjuk dimana bahan-
bahan ini bisa didapat;
4. menyediakan bahan-bahan bacaan seperti buku dan majalah tidak saja dipakai di
dalam kelas atau textbook, tetapi juga bahan-bahan lain yang lebih luas sifatnya
serta bahan-bahan untuk mengembagkan hoby dan bahan-bahan hiburan;
5. membantu mahasiswa berkenalan dengan literatur anak-anak, alat-alat pandang
dengar (AVA), serta memberikan pengarahan dalam pengembangan suatu
perpustakaan sekolah;
6. membantu mahasiswa untuk keperluannya sehari-hari akan informasi tentang
daerah, statistik dan alamat-alamat, serta tempat bahan-bahan yang akan mereka
perlukan dalam praktik yang tersedia di perpustakaan-perpustakaan lain di
daerahnya;
7. bertindak sebagai penghubung dengan perpustakaan lain;
8. menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih menggunakan buku-buku
dan perpustakaan sebagai modal pertama bagi mereka yang akan melaksanakan
tugas disekolah-sekolah nanti;
9. membuat buku pedoman perpustakaan, daftar-daftar penambahan buku, daftar
bacaan untuk matakuliah tertentu da mengadakan pameran koleksi perpustakaan
baik di dalam kampus maupun di luar kampus supaya khalayak mengetahui bahan-
bahan yang tersedia di pepustakaan yang dapat di pergunakan dalam belajar-
mengajar.

Dengan demikian fungsi perpustakaan tidak hanya menunjang kegiatan belajar-mengajar


di sekolah., namun masih ada fungsi lain dari perpustakaan yaitu fungsi rekreatif. Zainudin
HRL (1982) mengatakan bahwa manfaat perpustakaan bagi siswa/pengunjung dapat
dikelompokan ke dalam 4 (empat) aspek utama, yaitu: (1) aspek komunikasi/informasi, (2)
aspek pendidikan, (3) aspek kebudayaan, dan (4) aspek rekreasi. Berikut uraian tentang
aspek-aspek tersebut.

1. Aspek komunikasi/informasi
a. mahasiswa dapat mengambil ide-ide dari berbagai sumber, bidang ilmu yang ditulis
oleh para ahli dibidangnya masing-masing, dan bahan-bahan tersebut tersedia
/tersimpan secara sistematis di perpustakaan.
b.  menimbulkan kepercayaan pada diri sendiri dalam menyerap informasi yang tersedia
dan dapat memberikan pertimbangan/memilih informasi atau ide-ide yang mana saja
yang patut dimanfaatkan;
c. mahasiswa mendapat kesempatn me4makai informasi yang tersedia untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu seperti pengetahuan tentang perubahan- perubahan datang
ekonomi, politik, kondisi kehidupan masyarakat dan lain sebagainya;
d. melalui informasi/ide yang diperolehnya, mahasiswa dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan masyarakat dimana ia berada.

2. Aspek Pendidikan
a. dengan perpustakaan, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk mendidik diri
sendiri berkesinambungan seumur hidup;
b. mahasiswa dapat membangkitkan dan mengembangkan minat akademis secara luas,
memperringgi kreativitas, dan kegiatan intelektual yang bebas;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 35


c. mendorong kecepatan untuk memecahkan masalah yang timbul dan memberikan
kemampuan untuk memegang suatu jabatan;
d. mempertinggi sikap social dan menciptakan masyarakat yang demokratis.

3. Aspek Kebudayaan
a. meningkatkan mutu kehidupan, melaui bahan bacaa yang dibaca di perpustakaan;
b.  meningkatkan minat terhadap keindahan dan kesenian;
c. mendorong tumbuhnya kreativitas seni dan kemerdekaan berbudaya;
d. mengembangkan sifat-sifat hubungan manusia yang positif dan menunjang
kehidupan antar kultur yang harmonis diantara suku bangsa dan antar bangsa.

4. Aspek Rekreasi
a.  menggalakan kehidupan yang seimbang antara rokhani dan jaminan;
b. memberikan kesempatan untuk mengembangkan minat rekreasi/hoby serta
pemanfaatan waktu senggang;
c. menunjang penggunaan yang kreatif dari kegiatan hiburan yang positif, melalui
bacaan yang tersedia di perpustakaan.

Manajemen Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sebagai sumber belajar akan memiliki kinerja yang baik apabila di
manajemeni secara baik. Dengan manajemen yang baik, pepustakaan akan berfungsi secara
optimal sesuai tujuan yang diharapkan.

1. Pengadaan
Yang dimaksud dengan pengadaan di sini adalah meliputi pengadaan gedung/ ruangan
perpustakaan, peralatan atau perlengkapan perpustakaan, dan koleksi perpustakaan.

a. Pengadaan gedung/ruangan perpustakaan sekolah


Mengadakan gedung atau ruangan perpustakaan dapat dibuat secara permanen atau semi
permanen. Yang disebut gedung permanen adalah gedung atau ruangan perpustakaan yang
didisain khusus untuk perpustakaan. Sedangkan gedung /ruangan semi permanen adalah
gedung atau ruangan perpustakaan yang tidak didisain khusus untuk perpustakaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun atau mendirikan gedung /ruangan
perpustakaan adalah:
1. letak perpustakaan harus ada ditengah-tengah kegiatan belajar mengajar (centralized);
2. lokasinya harus mudah tampak/dilihat dan dijangkau;
3. menjamin keamanan belajar;
4. menjamin ketenangan belajar;
5. lokasinya masih berada dalam lingkungan sekolah.
Selain pedoman khusus di atas, masih ada hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu
mengenai luas ruangan untuk setiap personil yang ada diperpustakaan, yaitu:
1. ruang pimpinan : 15 m2
2. ruang staf : 7,5 m2
3. ruang guru : 3 m2
4. ruang serbaguna : 7,5 m2
5. ruang reference : 3x 10% jumlah siswa
6. ruang baca : 1,6 m2 per-siswa
7. ruang penjilidan : 10 m2
8. ruang gudang : 8 m2

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 36


Demikian hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendirikan gedung/ruangan
perpustakaan sekolah yang ideal. Pemenuhan terhadap persyaratan-persyaratan tersebut
diatas., akan dapat menjamin siswa untuk belajar dengan baik di perpustakaan.

b. Pengadaan peralatan/perlengakapan perpustakaan


Yang dimaksud dengan peralatan/perlengkapan perpustakan di sini yaitu rak buku,
lemari, laci katalo, meja, kursi. Jumlah rak buku disesuaikan dengan jumlah koleksi yang ada.
Lemari diperlukan untuk menyimpan peralatan dan keperluan lainya. Jumlah meja dan kursi
diperlukan untuk pimpinan, petugas, dan pembantu pelaksana harian perpustakaan,
disamping itu juga untuk pengunjung yang dugunakan untuk membaca dan menulis.
Peralatan-peralatan tersebut termasuk barang tidak habis pakai, dan harus masuk dalam daftar
inventaris perpustakaan. Selain barang tidak habis pakai, perpustakaan juga memerlukan
barang habis pakai yaitu alat tulis menulis untuk penyiapan dan peminjaman buku-buku dan
alat pemeliharaan perpustakaan secara keseluruhan.

c. Pengadaan koleksi
Alokasi jumlah koleksi perpustakaan sekolah meliputi:
1. buku teks, minimum tersedia 5 judul untuk setiap disiplin Ilmu (anggaran 15%);
2. buku reference, tergantung dari jenis dan tingkat sekolag (anggaran 10%);
3. buku fiksi dan non fiksi, tersedia minimum 10 judul (anggaran 50%);
4. Koleksi yang menunjang profesi guru (anggaran 10%)
5. Bacaab tentang daerah (anggaran 5%);
6. Buku tentang perpusakaan sendiri (5%);
7. Audio Visual Aid (5%)
Pengadaan bahan-bahan/koleksi perpustakaan dapat dilakukan melalui beberapa cara,
yaitu:
1. mengumpulkan koleksi milik sekolah, kemudian dijadikan koleksi milik perpustakaan
sekolah;
2. menambah koleksi yang sudah ada dengan jalan membeli menerma hadiah dari siswa
yang lulus, tukar-menukar dan sebagainya;
3. kerjasama antar perpustakaan sekolah.

2. Penerimaan dan penyusunan buku koleksi perpustakaan


Langkah-langkah penerimaan dan penggunaan buku koleksi perpustakaan adalah sebagai
berikut.
a. Menerima buku;
b. Menstempel hak milik
Setelah menerima buku, langkah kedua adalah memberi cap hak milik perpustakaan
sekolah.
c. Inventarisai;
Inventarisasi merupakan jenis pekerjaan pencatatan koleksi bahan pustaka ke dalam
buku inventarisasi sebagai tanda kekayaan perpustakaan.
d. Labelisasi;
Pemberian labelpada koleksi bahan pustaka sesuai dengan kode yang dibuat di
catalog, sehingga mudah dalam penggunaan koleksi bahan pustaka.
e. Katalogisasi;
Suatu pekerjaan pembuatan catalog sebagai pengganti koleksi bahan pustaka.
f. Filling dan Shelving
Pekerjaan penysunan koleksi bahan pustaka di rak dan penyusunan dengan
menggunakan sistematika tertentu, misalnya: DDC (Dewey Decimal Clasifikation)

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 37


g. Pemeliharaan
Kegiatannya mencakup segala usaha pencegahan terhadap hal yang menimbulkan
kerusakan buku atau memperbaiki buku-buku yang rusak.
Sedangkan untuk penyusunan buku di perpustakaan dapat menggunakan system
klasifikasi persepuluhan Dewey (Dewey Decimal Clasification = DDC) atau klasifikasi
“Library of Conggress” seperti berikut ini:

3. Sistem Klasifikasi Perpustakaan


Klasifikasi Desimal Dewey Klasifikasi Library of congress
HUMANIORA
000 Karya Umum A Karya Umum
100-199 Filsafat (kecuali 130) B Filsafat dan agama
C Musik
200 Agama N Seni rupa
400 Bahasa P Bahasa dan Kesustraan
700 Kesenian dan rekreasi Z Bibliografi dan ilmu perpustakaan

ILMU-ILMU SOSIAL
130, 150 Ilmu Jiwa C Sejarah dan ilmu Penggiring
300 Ilmu Sosial D Sejarah Umum dan Kuno
900 Sejarah, Geografi H Ilmu Sosial
Biografi J Ilmu Politik
K Hukum
L Pendidikan

SAINS DAN ENGINERING


500 Ilmu Eksakta R Kedokteran
600- 625 Teknologi, Kedokteran T Teknologi
Enginering Q Sains
640 home ekonomik U Ilmu Militer
660 Teknologi Kimia V Ilmu Laut/Samudra

BISNIS DAN INDUSTRI


630 Pertanian S Pertanian, Industri Perkebunan dan Peternakan
650 Bisnis 
670 Pabrik
680 Pertukangan HE Transportasi dan komunikasi
690 Bangunan HG Keuangan

4. Personalia Perpustakaan
Personil perpustakaan terdiri dari: (a) Kepala perpustakaan, dan (b) Pegawai /petugas
perpustakaan. Jumlah pegawai/petugas perpustakaan didasarkan pada banyaknya pekerjaan
yang harus ditangani. Bidang teknis perpustakaan memerlukan keahlian khusus., Oleh karena
itu pegawai di bidang ini sebaiknya yang sudah pernah mendapat pendidikan/latihan
perpustakaan.

5. Pelayanan Perpustakaan Sekolah


Sistem pelayanan yang dapat dipergunakan di perpustakaan sekolah ada 2 bentuk, yakni:

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 38


a. Pelayanan yang bersifat terbuka-(open-access), yaitu system poelayan dimana setiap
pemakai perpustakaan dapat masuk bebas ke tempat penyimpanan buku, memilih
langsung dan mengambilnya sendiri sewaktu akan dibaca atau dipinjam.
b. Pelayanan yang bersifat tertutup (closed-access), yaitu system pelayanan dimana
setiap pemakai tidak boleh masuk ke ruang buku, sedang untuk memilih buku untuk
dipinjam/dibaca harus menggunakan daftar buku (katalog) yang disediakan dan
dilayani oleh petugas.

Kedua sistem pelayanan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.


Namun untuk keutuhan dan keteraturan koleksi buku, sistem tertutup lebih baik. Sedangkan
untuk pendidikan pemakai perpustakaan, sistem terbuka lebih baik. Karena perpustakaan
sekolah bertujuan untuk pendidikan, maka sistem yang digunakan sebaik-baiknya sistem
pelayanan terbuka (open -access).
Adapun jenis pelayanan yang ada diperpustakan adalah pelayanan teknis dan pelayanan
informasi. Pelayanan teknis merupakan pelayanan perpustakaan yang meliputi: pengadaan,
pengolahan, pencatatan, pengkatalogan, pelabelan, dan penjajaran atau pemajangan bahan
pustaka. Sedangkan pelayanan informasi meliputi: pelayanan sirkulasi, referensi, minat baca,
audio visual, dan internet.
Pada bahasan berikut ini akan dipaparkan layanan sirkulasi dan layanan referensi.

a. Pelayanan sirkulasi
Pelayanan sirkulasi adalah pelayanan yang bekenaan dengan peminjaman dan
pengembalian buku koleksi perpustakaan. Kesibukan layanan sirkulasi ini dapat dipakai
sebagai ukuran untuk mengukur kegiatan suatu perputakaan. Tugas pokok pelayanan
sirkulasi inni adalah:
1. melayani dan menyelesaiakan administrasi peminjaman dan pengembalian buku;
2. membuat tata tertib serta pengumuman tentang hal yang berkenaan dengan tata tertib
pemakain ruang baca, peminjaman dan pengembaliann buku;
Ada beberapa bentuk peminjaman yang dapat dilakukan dalam rangka layanan sirkulasi:
1. Sistem daftar (ledger-system)
Yaitu dengan memakai buku bergaris dan dibuatkan kolom untuk mencatat tanggal
peminjaman, nama peminjam, dan identitas lainnya. Cara ini paling sederhana dan
sudah kuno.
2. Sistm bon (book-system)
Yaitu blangko peminjaman yang ditulis sendiri oleh peminjam dengan
memakai karbon dan dapat disimpan sesuai dengan keperlua. Pekerjaan ini terlalu
lama dan kurang praktis.
3. Sistem kartu
Sistem ini paling praktis namun mahal

b. Pelayanan reference
Reference berasal dari kata “to refer” yang berarti “menunjuk kepada”. Biasanya koleksi
reference ini memiliki tempat penyimpan sendiri yang disebut ruang reference. Buku-buku
reference ini sifatnya memberi petunjuk, sehingga harus selalu tersedia di perpustakaan
supaya dapat dipakai setiap saat. Oleh karena itu buku reference tidak boleh dipinjam untuk
dibawa pulang. Bagi peminjam yang memerlukan harus datang dan membacanya di ruang
reference.
Implementasi layanan Perpustakaan pada Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah
Kegiatan belajar mengajar mencakup usaha penataan dan penggunaan sarana dan
bahan/materi pelajaran pada sebelum, sewaktu dan sesudah proses belajar mengajar itu

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 39


berlangsung. Konsep ini penting dikemukakan untuk tidak menimbulkan kerancuan dengan
pengertian 'proses belajar mengajar, dimana yang terakhir ini memang hanya trjadi pada
waktu jam-jam pelajaran efektif.
Secara umum, implementasi program perpustakaan terhadap kegiatan belajar mengajar
dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) Membantu menumbuhkan dan mengembangkan
aktivitas anak, (2) Menurunkan kadar ketergantungan siswa pada guru, dan (3) Efisiensi dan
efektifitas upaya pencapaian tujuan pengajaran

1. Membantu menumbuhkan dan mengembangkan aktivitas anak.


Pertumbuhan dan perkembangan aktivitas anak dapat terjadi jika anak merasa dapat
mengikuti (secara phisik dan psikhis) kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan
di sekolah itu. Untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar terutama untuk
bidang studi yang sifatnya lebih banyak kognitif dan afektif, maka perlu tersedianya
suatu “resources” inilah (yang bisa berupa bahan pustaka) anak dapat berlonba
untuk selalu siap mengikuti materi yang disampaikan. Media untuk dapat selalu siap
inilah yang dimaksudkan dengan tumbuh dan berkembangnya aktivitas anak.

2. Menurunkan kadar ketergantungan siswa pada guru.


Perpustakaan yang lengkap koleksinya dan terkelola dengan baik, bila dimanfaatkan
secara optimal akan dapat membuat siswa tidak terlalu tergantung kepada guru.
Siswa akan berpandangan bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar.
Pendekatan CBSA atau Student Active Learning dalam kegiatan belajar mengajar
menuntut siswa lebih aktif mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas secara
mandiri. Disinilah letak peran perpustakaan sekolah sebagai resources yang
akhirnya dapat mengurangi ketergantungan siswa kepada guru. Guru berperan
sebagai fasilitator, walaupun masih harus sebagai sumber utama.

3. Efisiensi dan efektifitas dalam upaya pencapaian tujuan pengajaran


Tujuan pengajaran yang dirumuskan dengan baik dan benar, selayaknya diupayakan
pencapaiannya secara maksimal. Pemaksimalan pencapain tujuan pengajaran
tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menyediakan pelayanan perpustakaan
yang memadai. Di perpustakaan sekolah siswa dapat melengkapi pemahamannya
terhadap materi yang disampaikan guru sehingga tujuan pengajaran menjadi relatif
lebih mudah untuk dicapai siswa.
Sedangkan Ruth Arn Davies dalam “The Shchool Library Media Program” (seperti
yang disadur oleh Zainuddin NRL.) menguraikan penggunaan perpustakaan dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut.

1. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran ilmu sosial


National Council for the Social di America di dalam garis besar program pengajaran
sosial memberikan perhatianya kepada satu dari sembilan bidang utama kepada standar yang
mengatakan bahwa strategipengajaran dan kegiatan belajar mengajar haruslah bersandar
kepada sejumlah besar sumber-sumber belajar. Rasional yang diberikan oleh NCSS tersebut,
untuk penggunaan sumber-sumber belajar antara lain sebagai berikut:
a. belajar dalam ilmu sosial membutuhkan sumber yang banyak;
b. penggunaan satu texbook tidak memadai;
c. untuk mencapai tujuan yang mewakili semua komponen pendidikan studi sosial
tergantung kepada lebih banyaknya informasi, sudut pandangan, dan kecocokan
yang lebih untuk tiap murid secara individual;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 40


d. media cetak harus tersedia untuk kemampuan membaca yang berbeda dan kebutuhan
yang berbeda akan materi yang konkrit dan abstrak;
e. pelajar harus memiliki buku, majalah, referensi dasar, studi kasus, grafik, tabel, peta,
artikel, dan bahan-bahan bacaan yang sesuai untuk mata pelajaran yang sedang
dipelajari;

Dari rasional di atas, jelas betapa pentingnya bagi guru ilmu sosial untuk merencanakan
bersama ahli perpustakaan/media untuk mengintegrasikan yang sistematis sumber-sumber
perpustakaan/media dan layanan pusat perpustakaan /media dalam rangka suatu program
pengajaran menyeluruh.

2. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran bahasa


Dalam pengajaran bahasa, misalnya bahasa Inggris, tanggungjawab ahli
perpustakaan/media merupakan tanggungjawab yang paling besar untuk menunjang program
membaca. Untuk memungkinkan pengembangan yang optimum, baik yang informal maupun
yang rekreasional, prpgram membaca merupakan masalah yang selalu ada dan tantangan
yang berkelanjutan. Perlu disadari bahwa mata ajaran lebih penting dari mata ajaran lainya;
tetapi pelajaran membaca adalah yang terpenting. Membaca adalah alat dasar untuk
pendidikan mandiri dan pembaharuan intelektual. Orang yang tidak belajar membaca dan
menulis secara efektif tidak saja mempunyai kekurangan di`dalam alat dasar untuk belajar
lebih lanjut; mereka juga sering tenggelam dalam arus proses pendidikan.
Florence Cleary (dalam Kusmintardjo, 1992) berkeyakinan bahwa pusat
perpustakaan/media harus berpartisipasi aktif dalam program membaca di sekolah dan
keyakinannya di dasarkan pada asumsi:
a. membaca dapat merupakan faktor yang kuat dalam pengembangan ilmu, pengertian,
apresiasi, nilai, dan keyakinan yang dibutuhkan oleh tiap individu dalam
memecahkan masalah pribadi dan berhubungan secara efektif dengan orang lain;
b. ketrampilan dasar membaca perlu mendapat latihan ketrampilan lanjutan seperti
membaca sepintas, membuat out line, membuat catatan, dan membuat laporan.
Semuanya ini esensial dalam mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan.
Ketrampilan ini tidak dapat diperoleh secara kebetulan namun harus diajarkan;
c. walaupun anak telah pandai membaca dan bahan bacaan tersedia, tidak ada jaminan
bahwa minat baca anak-anak akan berkembang dengan sendirinya. Para pimpinan
pendidikan, pustakawan, dan guru harus meneruskan usahanya untuk menyediakan
bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat murid. Hanya apabila
pustakawam dan guru membangun situasi belajar yang benar dalam bimbingan
membaca barulah para murid belajar menyenangi membaca dan mengembangkan
ketrampilan membaca agar bisa membaca sepanjang hayat.

3. Penggunaan perpustakaan dalam pengajaran sains


Jika siswa diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah ilmiah, teknologi, dan
sosial pada masa yang akan datang dan tidak tenggelam dalam tugasnya sehari-hari, merka
harus mempunyai dasar yang menyeluruh dalam keajaiban dari dunia alami dimana mereka
hidup. Pada tangan merekalah terletak harapan untuk membuat sains dan masyarakat,
kebudayaan dan alam menjadi seimbang dan harmonis. Pada hakekatnya anak-anak inilah
yang merupakan masa depan itu.
Ahli perpustakaan/media mempunyai peran mendidik yang signifikan dalam membaca
yang membawa kedalam, keluasan dan relevansi kepada kurikulum sains. Membatasi
pendidikan sains kepada penggunaan sebuah buku teks saja merupakan strategi kuno.
National Science Teacher Assosiation di Amerika mengkombinasikan pendekatan multi

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 41


media sebagai alat untuk menjadikan belajar sains lebih sesuai dengan kehidupan nyata.
Tanpa bantuan logistik dari ahli perpustakaan/media, guru kelas atau guru bidang studi tidak
cukup waktu untuk mencari media yang berjumlah banyak dan bervariasi yang diperlukan
dalam program sains modern. Malah dengan kita membeli multi media di pasaran bukanlah
merupakan jawaban, karena program pengajaran yang bermutu tinggi mencerminkan
pengalaman belajar yang orisinil disusun guru dan disesuaikan dengan kebutuhan muridnya
sendiri., dan ini membutuhkan media pengajaran yang tidak terpenuhi olek kita yang
bagaimanapun hebatnya. Program semacam ini akan memberikan lingkungan yang kaya akan
sumber-sumber yang akan menggairahkan anak dan menjamin rasa ingin tahu mereka dan
memberikan kesempatan kepada pelajar untuk merenung, menjelajah, mempertanyakan,
menemukan jawaban, membentuk generalisasi dan mencipta.

A. F. Kepala Sekolah dan Layanan Perpustakaan Sekolah


Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan hendaknya mengetahui bagaimana
mengelola perpustakaan sekolah yang memenuhi standart, agar perpustakaan dapat
dimanfaatkan secara optimal. Adalah menjadi tanggung jawab kepala sekolah untuk
mengambil kepemimpinan di dalam mengembangkan perpustakaan sekolah yang memenuhi
standar. Maka dari itu kepala sekolah hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. perpustakaan sekolah sebaiknya berada dibawah “direction” seseorang/staf sekolah
yang terlatih dan terdidik dengan baik dalam bidang perpustakaan;
2. perpustakaan sekolah harus memiliki sejumlah buku “reference” yang cukup
(termasuk ensiklopedia, atlas, kamus dan sejenisnya), sejumlah buku dari semua
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah (yang patut digunakan sebagai bacaan
pelengkap siswa) dan bahan-bahan umum yang terseleksi sesuai dengan minat dan
kebutuhan tersebut;
3. memakai suatu sistem klasifikasi tertentu yang memadai, dimana koleksi (buku)
diklasifikasi, di label, dan di “shelving” berdasarkan sistem tersebut;
4. adanya perlengkapan yang memadai dalam bentuk ruangan, peralatan dan bahan-
bahan untuk mereparasi, disampinng itu juga “jalan masuk “accessioning”;
5. melengkapi dan mengejakan suatu “record system” yang meliputi catatan peminjaman
dan pengembalian, catatan-catatan buku yang hilanng, rusak atau dibuang.
6. melengkapi dengan sejumlah fasilitas untuk membeli buku-buku termasuk publikasi
dan informasi lain tentang buku-buku yang baru diterbitkan;
7. adanya perlengkapan bagi siswa, termasuk jadwal yang lengkap.
Untuk mengelola perpuskaan sekolah, kepala sekolah perlu jugamemahami bidang-
bidang yang berkaitan dengan perpustakaan. Bidang-bidang tersebut meliputi: bidang
“personnel”, “service”, “using dan user” (seperti yang dikemukakan oleh Rusina Syahrial
dalam Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah).

1. Bidang “personnel”
Kesuksesan perpustakaan sekolah sebagai sarana penunjang pendidikan dan pengajaran
di sekolah sangat tergantung pada kualifikasi personil perpustakaan itu sendiri. Mengingat hal
tersebut, seorang, seorang kepala sekolah hendaknya menaruh perhatian pada personalia dan
pengelolaannya, yakni:
a. memilih pemimpin atau kepala perpustakaan yang tidak hanya sebagai seorang
pembagi buku (dispenser of books), namun lebih dari itu adalah seorang pemimpin
perpustakaan, organisator, guru, administrator, dan seorang personnel-worker;.
Disamping itu ia tidak hanya sebagai seorang “librarian” yang terlatih dan terdidik
dalam bidang perpustakaan, namun juga harus mengerti dan memahami bagaimana

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 42


memberi stimulasi kepada siswa dan guru untuk memanfaatkan pemakaian
perpustakaan secara maksimal;
b. menggembangkan perwakilan perpustakaan siswa di dalam organisasi peerintahan
siswa (OSIS) dan mengadakan pemilihan komite perpustakaan siswa.

2. Bidang “service”
Perpustakaan harus dilihat sebagai bagian yang terintegrasi dalam program pendidikan di
sekolah. Berkenaan dengan itu, maka tugas kepala sekolah dalam bidang “service” akan
terlaksana dengan baik apabiola mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. mengenal, memahami dan mengembangkan peranan perpustakaan dalam rangka
mengembangkan program pengajaran;
b. mengenal masyarakat, negara, dam lembaga perpustakaan nasional;
c. menyediakan secara memadai dan menarik, ruang/gedung dan perlengkapan
perpustakaan;
d. menyusun jadwal agar pelayanan perpustakaan agar pelayanan lebih efektif;
e. membantu pimpinan perpustakaan sekolah dalam mengembagkan policy, penyusun
staf, dan disiplin dalam perpustakaan.
f. Kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk menstimulasi dan membimbing
stafnya bekerja sama dengan pimpinan, serta membentuk 'library-committes” untuk
memilih dan memesan buku-buku baru bagi perpustakaan memutuskan bahan-bahan
koleksi mana yang boleh “dicabut” dari perpustakaan untuk keperluan pengajaran di
kelas, serta membantu mengembangkan peraturan/tata tertib serta penjadwalan;
g. Menyediakan biaya secara memadai berdasarkan anggaran tahunan, juga dengan
perencanaan yang dapat dikerjakan (aplicable)

3. Bidang “using dan user”


Penanganan bidang ini perlu mendapatkan perhatian, sebab penggunaan (using)
perpustakaan sekolah terutama ditujukan kepada “user” (siswa). Perlu petunjuk tentanng
penggunaan buku, bagaimana cara mencari buku yang dibutuhkan, penggunaan buku katalog,
penggunaan buku reference, serta pembuatan bibliografi dan penempatan catatan.
Dalam hubungannya dengan penggunaan perpustakan sekolah hendaknya:
a. kepala sekolah meluangkan waktu untuk perpustakaan untuk mengadakan observasi
terhadap kemampuan siswa menggunakan bahan-bahan pustaka dan ruang lingkup
penggunaanya;
b. kepala sekolah mengharapkan kepada seluruh staf sekolah untuk selalu mengetahui
perpustakaan dan bagaimana menggunakan bahan-bahan pustaka untuk kegiatan
belajar mengajarnya;
c. kepala sekolah selalu mengadakan bimbingan bacaan di dalam memajukan bacaan
siswa dan mengadakan “cheking” dengan pimpinan perpustakaan.
d. kepala sekolah berusaha mengembangkan penggunaan perpustakaan sekolah dengan
melaksanakan supervisi pengajaran terhadap guru-guru.
Kegiatan akhir dari pengelolaan perpustakaan adalah kegiatan evaluasi perpustakaan
sekolah. Evaluasi perpustakaan harus didasarkan pada kriteria yang berkaitan dengan staf
perpustakaan, penggunaan perpustakaan oleh murid, administrasi dan organisasi
perpustakaan, pemilihan materi perpustakaan, dan karakteristik khusus dari layanan materi
perpustakaan, sekolah.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 43


IV. MANAJEMEN ASRAMA SEKOLAH

Pendahuluan
Kompetensi professional yang dimiliki peserta didik selain mengandung ranah
pengetahuan dan ketrampilan, juga harus menngandung ranah sikap. Untuk itu,
pembentukannya tidak cukup hanya melalui proses pembelajaran di kelas, namun dibutuhkan
suatu kondisi atau lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat mengenal,
menghayati, dan menerapkan nilai-nilai yang terkait dengan kompetensi profesional yang
hendak dibentuk.
Salah satu lingkungan yang memungkinkan terbentuknya sikap profesional peserta didik
adalah asrama sekolah. Di asrama sekolah, peserta didik akan dikenalkan dengan kebiasaan-
kebiasaan dan nilai-nilai luhur terkait dengan profesi yang hendak dibentuk. Melalui
peraturan-peraturan yang disusun dan dilaksanakan oleh dan untuk mereka sendiri serta di
bawah bimbingan para pengasuh, mereka akan mengenal, menghayati, dan pada akhirnya
mengamalkan nilai-nilai tersebut kelak kalau sudah terjun di masyarakat.
Mengingat betapa pentingnya peranan asrama sekolah terutama dalam pembentukan
sikap bagi peserta didik, maka asrama sekolah perlu direncanakan, diorganisasikan serta
dievaluasi secara terus menerus dengan melibatkan personil-personil sekolah di bawak
koordinasi kepala sekolah.

Pengertian Asrama Sekolah (Boarding-School)


Alfin Toffler (dalam Kusmintardjo, 1993) memberikan batasan asrama sekolah (school-
house) sebagai berikut: The school house that is only place where children are thaught
during the day fulfills its primary function only this much”. Asrama adalah suatu tempat
tinggal bagi anak-anak dimana merka diberi pengajaran atau bersekolah.
Sedangkan Good (1959) dalam “Dictionary of Education” memberikan batasan asrama
sekolah (boarding-school) sebagai berkut:
Boarding–school is in educational institution at the primary or secondary level in which
pupils are recidence while enrolled in as instruction program, as apposed to a school to
which pipils comute froms their homes, inchedes school which offer reguler and or special
educational curricula
(asrama sekolah merupakan lembaga pendidikan baik tingkat dasar ataupun tingkat menegah
yang menjadi tempat bagi para siswa untuk dapat bertempat tinggal selama mengikuti
program pengajaran).
Dengan demikian asrama sekolah dapat diartikan sebagai suatu tempat di mana para
siswa bertempat tinggal dalam jangka waktu yang relatif tetap bersama dengan guru sebagai
pengasuhnya yang memberikan bantuan kepada para siswa dalam proses pengembangan
pribadinya melalui proses penghayatan dan pengembangan nilai budaya. Pengembangan
pribadi disini disesuaikan dengan bidang atau profesi yang sedang ditempuh di skolah yang
bersangkutan.

Perkembangan Asrama dalam Sejarah Pendidikan


JF. Tahalele (dalam Kusmintardjo, 1992) menggambarkan perkembangan asrama dalam
sejarah pendidikan sebagai berikut.
1. Dalam zaman mesin purba, kasta yang sangat berkuasa ialah kasta pendeta. Pusat-
pusat pendidikan calon-calon pendeta disebut sekolah kuil dan merupakan pusat
kuliah yang diatur. Seluruh organisasi kuil disebut kesatuan rumah sejati. Di
samping sekolah kuil ada juga asrama bagi para pengajar, di mana penghuni asrama
sebagian besar terdiri dari pendeta-pendeta. Ada juga asrama bagi para pelajarnya.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 44


2. Pada zaman pendidikan India Purba, pendidikan agama dinomorsatukan. Yang
menyelenggarakan pendidikan ialah kasta Brahmana. Murid-murid berdiam serumah
dengan gurunya. Guru dan istrinya dianggap sebagai orang tuanya sendiri. Sistem ini
disebut sistem guru kulo atau pendidikan asrama. Sistem guru kulo ini, sekarang
banyak juga dikuti. Ini disebabkan karena pengaruh Rabindranath Tagore, seorang
tokoh pendidikan dan ahli filsafat di India yang terkenal (1861-1941). Menurut
Tagore, pendidikan yang sejati adalah pendidikan asrama. Ia menekankan pada
penanaman perasaan keagamaan pada umumnya. Oleh karena itu mereka berdiam
bersama dalam suatu asrama. Di dalam asrama ini ada hubungan yang erat antara
guru dan murid, karena mereka bediam bersama, berusaha bersama, sebagai anak-
anak dan orang tua dalam suatu keluarga.
3. Dalam perkembangan “Indonesische Nederlandse School” (yang kemudian berganti
nama menjadi “Institut Nasional Syafe’i) di Kayutanam, Moh. Syafe’i juga
membangun asrama yag cukup besar untk menampung 300 murid, ruang makan,
dapur, restoran , lanpangan tenis, taman bacaan, tempat bersenam dan lain-lain.
Bagaimana Moh. Syafe’i memperoleh biaya untuk membiayai semua usaha itu?.
Semboyan yang digunakan Moh. Syafe’i adalah carilah dan usahalah sendiri,
misalnya dengan mengadakan sandiwara, mengadakan pertandingan sepak bola, dan
mengadakan bazaar.
4. Ki Hajar Dewantaro dengan sistem amongnya dalam pelaksanaan Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa, menganjurkan supaya segala sesuatu harus didasarkan
kekuatan sendiri. Itulah sistem hidup atas kakinya. Berkenaan dengan sistem among,
maka diadakan pondok asrama. Wujudnya sebuah gedung, untuk beguru, dan
bertempat tinggal guru dan siswa. Pondok mengingatkan pada pendidikan agama
Islam, dan perkataan asrama kepada pendidikan agama Hindu. Kedua perkataan ini
dipergunakan bersama-sama untuk menjelaskan bahwa pendidikan yang didasarkan
atas suatu agama tertentu, sebagaimana dikehendaki juga oleh R. Tagore.
5. Di pondok asrama, guru dan siswa berdiam bersama sebagai suatu keluarga besar
sesuai dengan sifat perguruan bangsa Indonesia pada jaman dulu, di mana guru dan
murid selalu berdekatan, bersama-sama mengatur rumah, memelihara kebun,
memajukan hidup keluarga,. Yang ditampung dalam pondok asrama adalah murid-
murid yang rumahnya jauh dari tempat sekolah atau yang memang
membutuhkannya. Pertemuan guru, murid dan orang tua diadakan pada waktu
tertentu dengan bermacam-macam pertunjukan dan ceramah. Sesuai dengan keadaan
dalam keluarga, maka murid ikut mengatur sekolah, menjaga kebersihan pondok
asrama dan halamannya, merawat yang sakit, mengatur perpustakaan, dan
sebagainya.
6. Pondok Modern Gontor (Ponorogo) diselenggarakan dengan menggunakan cara-cara
mendidik dan belajar menurut sistem modern. Semua pelajar berdiam di asrama
gedung sekolah (yang dilengkapi dengan aula besar dengan kepentingan pertemuan
para pelajar/santri). Prinsip “self government” juga diterapkan di sini, di mana para
pelajar mengorganisir sendiri perkumpulan yang terdiri dari bagian-bagian seperti:
olah raga, kesenian, kesehatan, keagamaan, kepramukaan, pelajaran, penerangan,
dan sebagainya.
7. Dari uraian di atas, maka perkembangan asrama tidak bisa terlepas dari
penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Murid-murid ditampung di asrama, dididik
dalam suasana kekeluargaan, yang berguna sekali bagi hidup mereka selanjutnya di
dalam masyarakat kemudian hari.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 45


Hakekat dan Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah
Penghuni asrama adalah individu-individu siswa yang berasal dari latar belakang yang
berbeda-beda, baik dari segi segi pendidikan orang tua, status sosial ekonomi, dan adat
istiadat. Oleh karena itu perlu disusun etos kehidupan asrama yang mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut di atas.
Sahertian (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan tentang hakekat dan fungsi asrama
sekolah sebagai berikut.

1. Hakekat kehidupan asrama sekolah


Hakekat kehidupan asrama bukan sekedar pembentukan kebiasaan (habits formation)
dan kesan-kesan sensoris, namun suatu proses pembentukan nilai. Dengan kata lain, hidup di
asrama pada hakekatnya adalah pembentukan nilai-nilai, yaitu:
 nilai keagamaan;
 nilai kebenaran;
 nilai kebersamaan (sosial);
 nilai keindahan;
 nilai ekonomis;
 nilai yuridis, dan sebagainya
Oleh karena itu, dalam kehidupan di asrama diperlukan adanya saling menghargai, saling
mengakui, saling menerima dan memberi, dan saling mengembangkan diri sendiri.

2. Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah


Sejalan dengan hakekat kehidupan asrama adalah pembentukan nilai, maka fungsi
kehidupan asrama harus mengandung hal-hal sebagai berikut.
a. Kehidupan asrama sekolah harus dapat menciptakan suasana “home”. Dalam hal ini,
kultur kehidupan di asrama harus berisi suasana”home” dalam pengertian sebagai
berikut:
1. lingkungan penuh kasih sayang, jauh dari suasana perselisihan (a world striffe
shut cut, a world of love shut in).
2. tempat dimana yang kecil merasa dibesarkan dan yang besar merasa kecil (the
place where the small are great, and the great are small)
3. tempat dimana kita tidak banyak menggerutu dan diperlakuakan dengan sebaik-
baiknya (the place where we grumble most and treated the best)
4. tempat dimana kita makan tiga kali sehari sekenyang-kenyangnya dan
memuaskan diri seribu kali (the place where stomach gets three squere meals a
day and our heart a thousands)
5. pusat pertumbuhan dwi tunggal antara peri kasih sayang dan angan-agan pribadi
(the centre of our affection round which our heart best wishes twine)
b. Kehidupan asrama harus dapat mejadi laboraratorium sosiologis, dimana hubungan-
hubungan manusia merupakan kunci utama. Artinya dalam kehidupan asrama di
sekolah harus diusahakan berbagai pengalam belajar (learning activity) sebagai
persiapan untuk hidup di masyarakat.
Tujuan Penyelenggaraan Asrama Sekolah
Selaras dengan hakekat dan fungsi kehidupan asrama sekolah, maka secara umum tujuan
diselenggarakannya asrama sekolah adalah untuk menunjang keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah. Sedangkan secara khusus tujuan penyelenggaraan asrama adalah
sebagai berikut:
1. memberikan bimbingan kepada siswa (penghuni asrama sekolah) dan menanamkan
rasa disiplin pada diri siswa;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 46


2. membiasakan para siswa untuk mencintai belajar bersama-sama dengan teman
sebayanya;
3. membantu para siswa agar dapat menyesuaikan diri pada kehidupan sosial dalam
lingkungan sebaya;
4. membantu siswa dalam proses pengembangan pribadinya melalui penghayatan dan
pengembangan nilai-nilai kekecerdasan dan ketrampilan;
5. membantu memberikan tempat penginapan bagi para siswa yang rumahnya jauh dari
sekolah.

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Asrama Sekolah


Kehidupan dalam asrama biasanya selalu dibuat teratur serta selalu mengikuti peraturan-
peraturan yang dijunjung tinggi untuk dipatuhi dan dijalankan secara tepat dengan penuh
kesadaran oleh para penghuninya. Oleh karena itu, kegiatan pengelolaan dan
penyelenggaraan asrama sekolah perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak yang
terkait dengan keberadaan asrama sekolah.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola asrama sekolah adalah sebagai
berikut:
1. sesuai dengan tujuan menyelenggarakan asrama, maka perlu diingat bahwa asrama
bukanlah tempat pondokan atau indekost, namun merupakan suatu hunian
sekolompok individu yang relatif sama, baik dalam usia, jenis kelamin maupun
profesi
2. ide-ide pengelolaan asrama sekolah tidak akan terlepas dari lokasi, lingkungan dan
situasi sekolah. Maksudnya, bahwa ketiga hal tersebut sangat mempengaruhi cara
mengelola asrama sekolah;
3. dalam asrama sekolah hendaknya diciptakan suatu suasana “home”, yaitu suatu
situasi di mana para penghuni asrama merasa berada di rumahnya sendiri sehingga
mereka selalu bersikap wajar dan merasa turut memiliki asrama tersebut;
4. asrama hendaknya memberikan pengaruh positif dalam pembentukan dan
penanaman sikap serta kebiasaan-kebiasaan yang baik pada diri siswa;
5. asrama perlu menetapkan tata tertib dan disiplin yang disertai usaha pengawasan
untuk membantu pertumbuhan sikap yang baik bagi para penghuninya
6. pengawasan di asrama hendaknya dilakukan secara bersahabat dan kekeluargaan
sehingga para penghuni tidak merasa selalui diawasi.
Ada 2 (dua) aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan asrama sekolah, yaitu:
aspek sarana (hard ware), dan aspek pengelola asrama (soft ware).

1. Pengelolaan Sarana Fisik (hard ware)


Agar pengelolaan asrama sekolah dapat berjalan dengan lancar, diperlukan fasilitas-
fasilitas yang menunjang penyelenggaraan asrama, misalnya: pengadaan sarana yang sangat
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar, bermain, makan, dan sebagainya.
F. Patty (1983) menyebutkan beberapa fasilitas yang harus dimiliki asrama sekolah
sebagai berikut:
a. memiliki kamar tidur yang cukup luas, yang dapat menampung semua penghuni
asrama beserta pengawas-pengawasnya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
penghuni;
b. memiliki kamar pakaian yang dilengkapi almari pakaian serta rak sepatu/sandal yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penghuni, dan apabila tidak mungkin kedua
kamar (kamar tidur dan kamar pakaian) dipisahkan, maka kedua kamar tersebut
dapat disusun menjadi satu kamar dengan pengaturan yang sesuai dengan kebutuhan
dan fungsi masing-masing;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 47


c. memiliki ruang makan yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang sesuai dengan
jumlah penghuni yang menggunakannya;
d. memiliki kamar mandi dan WC yang memadai dengan jumlah pemakai ( kira-kira 1/5
dari jumlah penghuni), serta dilengkapi dengan peralatan yang sesuai dengan
kebutuhan;
e. memiliki kamar belajar yang cukup luas dan dapat diselaraskan dengan kebutuhan
belajar para penghuninya, misalnya apabila asrama diadakan selokasi dengan
sekolah, maka kegiatan belajar dapat dilaksanakan atau menempati kelas-kelas yang
ada;
f. memiliki tempat mencuci pakaian yang memadai dengan kebutuhan para
penghuninya, serta dengan persediaan air yang cukup dan alat-alat yang diperlukan;
g. memiliki halaman yang dapat dipergunakan untuk sekedar rekreasi atau bersantai
dikala istirahat sehabis menjalankan kegiatan yang melelahkan;
h. memiliki lapangan olah raga dan atau bangsal olahraga, yang juga dapat dipergunakan
untuk latihan kesenian, senam, dan kegiatan lainya yang memerlukan bangsal;
i. memiliki tempat ibadah, yang disesuaikan dengan kebutuhan beribadah para
penghuninya.
j. Memiliki ruang untuk menerima tanu;
k. Memiliki perpustakaan beserta ruang baca yang memadai;
l. Memiliki ruangan khusus untuk mereka yang sedang menderita sakit untuk
memudahkan pelayanan dan memungkinkan penularan penyakit dapat dicegah.

Di samping penyediaan sarana dan fasilitas yang disebutkan di atas, kiranya yang lebih
perlu untuk diperhatikan adalah pengaturan sarana serta lokal asrama. Di dalam upaya
mengatur sarana dan lokal-lokal tersebut, hendaknya pertimbangan lebih difokuskan pada
gagasan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan di tempat-tempat itu masing-masing dapat
mencapai hasil yang maksimal. Jangan sampai terjadi kegiatan-kegiatan yang satu dapat
menghambat kemajuan kegiatan lain yang juga sama pentingnya.
Ada beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan dalam pengaturan sarana serta
letak/lokasi ruangan asrama, yakni:
a. kamar mandi hendaknya selalu bersih, serta saluran air buangan harus lancar dan
terpelihara;
b. persediaan air cukup banyak, bersih dan lancar airnya;
c. letak WC sebaiknya terpisah dari kamar mandi, demi penghematan waktu dan
sebagainya;
d. WC harus tetap terpelihara bersih dan tidak berbau;
e. Tempat belajar tidak boleh menjadi satu dengan kamar tidur, agar situasi yang
berlawanan ini tidak saling mengganggu pencapaian tujuan yang diinginkan.
Pemisahan ini berarti sekali untuk “conditioning” kebutuhan belajar.
f. Kamar belajar harus tenang, penerangan baik, sanitasi menyenagkan dan tidak berbau.
Karena itu hendaknya terletak jauh dari kebisingan/lalu lintas jalan raya dan jauh
pula dari WC atau tempat pembuangan sampah;
g. Kamar makan hendaknya di atur sedemikian rupa agar meja kursi dapat dipergunakan
dengan bebas leluasa;
h. Persediaan makanan ditaruh berdekatan dengan meja makan sehingga mempermudah
layanan makanan;
i. Letak tempat tidur harus diatur sebaik mungkin, agar tampak rapi dan memudahkan
untuk dibersihkan;
j. Jumlah alat-alat yang bersifat individual, misalnya: almari, tempat tidur, dan
sejenisnya, hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 48


k. Akhirnya perlu dicamkan, bahwa semua fasilitas itu menuntut pengawasan yang
kontinyu dan serius agar semua pelayanan dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan
pokok penyelenggaraan sekolah yaitu menyediakan tenaga lulusan sekolah yang
bermutu.
Di samping segala fasilitas dan kelonggaran yang diberikan oleh asrama seperti yang
disebutkan di atas, maka kehidupan asrama sekolah seyogyanya memperhatikan pula hal-hal
sebagai berikut:
a. memberikan kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat, seperti bakat kesenian
dan bakat-bakat di bidang lain, dari penghuni asrama sekolah;
b. memberikan kesempatan yang cukup untuk mengerjakan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianut oleh para penghuni asrama;
c. memberikan kesempatan kepada para penghuni asrama untuk bergaul dengan
masyarakat atau organisasi/perkumpulan di luar, sehingga mereka tidak canggun-
canggung dalam pergaulan, misalnya melalui pertandingan persahatan dalam bidang
olah raga, dan sebagainya.

2. Aspek Pengelola Asrama (soft-ware)


Yang dimaksud pengelola asrama adalah pengurus asrama dan pelaksana asrama
sekolah. Pengurus asrama dapat berjumlah 5 sampai 7 orang, yang terdiri atas guru dan
anggota Dharma Wanita sekolah yang bersangkutan serta diketuai oleh wakil kepala sekolah
(urusan kesiswaan). Masa kerja pengurus asrama dapat 3 - 5 tahun, dan setelah itu perlu ada
pilihan lagi. Untuk itu, sebaiknya kepengurusan asrama sekolah diatur dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) yang ditetapkan oleh sekolah. Karena pengurus
asrama ini merupakan salah satu bagian dari sistem sekolah, maka pengurus asrama dalam
melaksanakan kegiatannya bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah. Sedangkan
pelaksana asrama terdiri atas pegawai tetap sekolah yang berkantor dan bertempat tinggal di
asrama. Mereka dibantu oleh beberapa pembantu pelaksana operasional yang bertugas dalam
bidang kebersihan dan keamanan.
Adapun tugas dari pengelola asrama sekolah adalah sebagai berikut:
a. membuat peraturan-peraturan penyelenggaraan asrama, misalnya:
1) menentukan beberapa syarat dalam penerimaan (atau pelepasan) para siswa
untuk dapat diterima sebagai penghuni asrama sekolah;
2) menentukan biaya yang minimum (tidak komersial) dalam arti bahwa penentuan
tarif biaya disini adalah untuk mendidik para penghuni asrama agar dapat
bertanggung jawab, mandiri dan mengahargai diri;
3) menentukan waktu pembayaran sewa, misalnya ditarik stiap satu semester sekali
atau setiap bulan;
4) mengatur atau memberi sanksi kepada penghuni asrama yang melanggar
peraturan.
5) menyusun rencana anggaran belanja untuk pengelolaan pertahun, misalnya:
a)menentukan besarnya biaya untuk pemeliharaan gedung, termasuk pengecatan
dan perbaikan kerusakan-kerusakan ringan;
b)menentukan besarnya biaya untuk menjaga kebersihan gedung da halaman
asrama sekolah termasuk peralatannya;
6) membuat peraturan yang berkaitan dengan keamanan asrama sekolah, misalnya:
a)kunci kamar harus disimpan di kantor asrama, apabila penghuni hendak pergi
ke sekolah atau bepergian untuk suatu keperluan, dan sebaiknya di kantor
asrama disediakan tempat kunci tersendiri yang masing-masing kunci diberi
kode monor kunci;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 49


b)masing-masing para penghuni asrama sekolah harus memiliki gembok/kunci
almari sendiri dan anak kunci di bawa sndiri-sendiri oleh penghuni asrama;
c)membuata jadwal piket jaga asrama sekolah secara bergiliran selama 24 jam,
dimana masing-masing 6 jam;
7) menyusun peraturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban petugas
pelaksana termasuk pembantu-pembantunya.

Selanjutnya pengurus asrama sekolah mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan


tersebut, dibantu oleh para penghuni asrama sekolah. Bekenaan dengan organisasi
pengurusan asrama sekolah, F. Patty (1983) memberikan alternatif sebagaimana uraian
berikut ini.

Organisasi Pengurusan Asrama


Penyelenggaraan asrama merupakan usaha yang kompleks, sehingga karenannya
memerlukan pengelolaan yang serius. Agar pengelolaan asrama dapat bejalan seperti yang
diharapkan serta mewujudkan cita-cita pengadaan asrama, maka diperlukan pelaksana yang
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk maksud itu perlu dibentuk organisasi
pengurusan asrama. Organisasi kepengurusan asrama terdiri atas Ibu/ Bapak arsrama dan
dibantu oleh beberapa pengawas sebagai berikut.
a. Seorang Bapak/Ibu asrama, yang dibantu oleh beberapa orang pengawas beserta
regu-regu kerja dalam bidang-bidang tertentu. Bapak/Ibu asrama berfungsi sebagai
pengawas umum, yaitu penanggung jawab atas seluruh situasi dan penyelenggaraan
asrama sebagai suatu kesatuan yang intergral.
b. Pengawas, yang mempunyai fungsi membantu Bapak/ibu asrama dalam menjalankan
kebijaksanaan dan pengelola asrama sekolah.
Pengawas-pengawas ini dibantu dan bekerja sama dengan regu-regu kerja sesuai dengan
bidang masing-masing. Oleh karena itu akan terdapat beberapa pengawas dengan fungsi yang
berbeda-beda.
Di bawah ini disajikan macam-macam pengawas beserta fungsi dan cara-cara
pembentukannya.
1. Pengawas ruang belajar
Pada waktu belajar diperlukan beberapa pengawas sesuai dengan adanya kelompok-
kelompok yang ada atau disesuaikan dengan banyaknya ruang belajar yang ada.
Tugasnya:
 mengawasi dan menjaga ketertiban pada waktu belajar, karena pada waktu belajar
penghuni tidak boleh berkeliaran;
 mengawasi dan menjaga ketenangan pada waktu belajar. Setiap orang tidak boleh
gaduh atau membuat kegaduhan dengan bunyi-bunyi apapun;
 mengawasi dan menjaga agar jalannya waktu belajar tetap merupakan situasi yang
benar-benar menjamin hasl belajar yang optimal;
 membantu apabila ada kesulitan belajar.
Pengawas dipilih dari mereka yang telah lama tinggal dalam asrama atau penghuni yang
kelas tertinggi. Pengawas dipilih oleh para penghuni dan disyahkan oleh para Bapak/Ibu
asrama.

2. Pengawas kamar tidur


Adanya pengawas tidur, apabila kamar tidur terpisah dari kamar-kamar yang lain. Sering
terjadi kamar tidur juga sebagai kamar pakaian, sehingga pengawasnya cukup salah satu saja.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 50


Akan tetapi apabila ruang-ruang tidur itu terdiri dari beberapa bilik, maka pengawaspun
dibutuhkan sebanyak bilik-bilik itu, sehingga setiap bilik ada seorang pengawas.
Tugasnya:
 Menjaga kebersihan bilik/ruangan;
 menjaga ketertiban dan keteraturan perlengkaoan yang ada, tempat tidur, kasur,
bantal, dan sebagainya;
 menjaga ketenangan di waktu tidur. Semua penghuni wajib menciptakan suasana
tenang, tidak gaduh atau berisik;
 waktu tidur dapat berjalan tertib sesuai dengan jadwal waktu.
Pengawas dapat dipilih dari penghuni yang telah lama/lebih lama menjadi penghuni
asrama atau yang tertinggi kelasnya.

3. Pengawas di ruang makan


Kegiatan di ruang makan memerlukan juga seorang pengawas. Pengawas-pengawas ini
dibantu oleh tim atau satu regu kerja untuk menjalankan tugas pada saat melayani makan.
Baik pada waktu pagi, makan siang, atau malam.
Tugas pengawas dan regu kerja adalah:
 menyediakan makanan/minuman, membagi-bagi ke meja-meja;
 mengemasi alat-alat dan sisa makanan;
 mengatur meja, kursi dan alasnya;
 membersihkan kamar makan;
 mencuci piring, sendok dan gelas;
 menyimpan sisa makanan;
 mengantar makanan /minuman jatah penghuni yang sakit
Pengawas dipilh dari penghuni yang lebih lama tinggal dalam asrama atau yang tertinggi
kelas regu kerja, yang tugasnya membantu pengawas dipilih dari penghuni lainnya secara
bergilir dalam jangka waktu tertentu.

4. Pengawas kamar pakaian


Kamar pakaianpun harus tampak rapih dan bersih. Oleh karena itu harus ada pengawas
yang jumlanya disesuaikan dengan jumlah bilik yang ada di kamar pakaian itu. Kalau kamar
pakaian menjadi satu lokal dengan kamar tidur, maka pngawasan dilakukan oleh salah satu
petugas pengawas kamar tidur atau pengawas kamar pakaian saja.
Tugas pengawas kamar adalah:
 menjaga bilik, agar tampak bersih dan rapi. Menegur apabila ada penghuni yang
berbuat kurang rapi/bersih dalam pengaturan almari/barang-barangnya.
 Mengatur petugas secara bergilir untuk membersihkan bilik serta mengawasi
pelaksanaanya.
Pengawas dipilih dari kelas tertinggi, yang bertanggung jawab dan berpengalaman dalam
pengaturan.

5. Pengawas cucian pakaian


Di samping pengawas kamar pakaian, dibentuk pula seorang pengawas cucian pakaian,
yang perlu dibantu oleh satu regu kerja yang cukup jumlahnya.
Tugas pengawas dan regu kerja ini adalah:
 mencatat macam dan jumlah pakaian yang akan dicucikan oleh setiap penghuni
asrama;
 membawa pakaian kotor tersebut ke kamar pencucian untuk dicuci oleh petugas;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 51


 membagi-bagikan pakaian bersih, yang sudah dicuci dan disetrika kepada
pemiliknya dengan cara menaruh di meja pembagian cucian setiap pemilik yang
dicatat sebelumnya;
 mengawasi pengabilan pakaian, agar tidak terjadi pelanggaran dan kekacauan,
karena salah ambil atau sengaja mengambil yang bukan miliknya;
 mengambilkan pakaian dan mengantarkan dan mengantarkan kepada penghuni yang
sedang sakit.
Pengawas dan regu kerja ini, dipilih dari para penghuni asrama secara bergilir dalam
jangka waktu tertentu, sedang pengawas dipilih dari penghuni yang telah berpengalaman. 

6. Pengawas kesehatan
Untuk menanggulangi anggota/penghuni yang menderita sakit diperlukan
petugas/pengawas kesehatan.
Tugas pengawas kesehatan adalah:
 membantu si penderita untuk pindah tempat tidur ke ruang khusus untuk penghuni
yang sakit;
 melaporkan kepada Bapak/Ibu asrama identitas penderita;
 mengantarkan makanan dan minuman (obat) untuk penderita ke ruang sakit;
 memintakan obat atau mengantarkan obat;
 melaporkan perkembangan sipenderita itu kepada bapak/Ibu asrama.
Pengawas kesehatan dipilih secara bergilir untuk jangka waktu tertentu di antara para
penghuni asrama.
7. Pengawas dan regu kerja bidang hiburan/rekreasi
Untuk mengisi waktu senggang di antara kegiatan belajar dan atau kegiatan lainnya,
diperlukan alat-alat hiburan ringan ataupun buku-buku perpustakaan. Alat-alat itu misalnya:
catur, dam, kartu alat musik sederhana, tennis meja, dan sebagainya. Alat-alat dan buku
perpustakaan ini harus ada yang bertanggung jawab mengatur., menyimpan dan merawatnya,
agar tetap dipakai, awet serta tidak cepat rusak atau hilang. Untuk maksud ini dibentuk
pengawas dan regu kerja hiburan/rekreasi, dengan pembagian kerjanya sekali.
Tugas pengawas dan regu kerja adalah:
 menyiapkan dan menyerahkan alat-alat itu serta memberikan pesan untuk
bertanggung jawab akan keutuhan dan kebersihannya;
 menerima kerja kembali alat-alat itu serta mengecek dengan teliti julah dan hal-hal
yang lain;
 menyiapkan dan mengatur kembali alat-alat tersebut pada tempat semula;
 begitupun untuk peminjaman buku, majalah, surat kabar, atau bacaa yang lain,
kecuali buku-buu perpustakaan yang mempunyai aturan tersendiri.
Pengawas dan regu kerja hiburan/rekreasi ini, dipilih untuk jangka waktu saat semester
atau jangka waktu tertentu.

H. Aspek Pembiayaan Asrama Sekolah


Untuk menyelenggarakan suatu asrama dipelukan biaya yan tidak sedikit. Banyak cara
yang dapat ditempuh untuk mencari dana bagi pembiayan asrama ini. Erikut ini dikemukakan
4 (empat) alternative kemungkinan yang boleh jadi dapt dipegunakan secaga cara untuk
mengatasi pembiayaan asrama yang dimaksud.
1. Seluruh beban anggaran pembelanjaan asrama ditanggung/ditangani oleh pemerintah;
artinya pemerintah menanggung seluruh pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh
asrama untuk kepentinan penghuninya. Jadi pembiayaan 100% ditanggung oleh
pemerintah.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 52


2. Pembiayaan seluruhnya ditanggung oleh penghuni asrama, artinya seluruh biaya yang
diperlukan untuk pembiayaan kehidupan asrama dibayar oleh semua penghuni
asrama secara gotong royong. Pembiayaan 100% oleh penghuni asrama.
3. Pembiayaan ditanggung oleh kedua belah pihal, yaitu oleh pemerintah dan oleh
penghuni; artinya para penghuni dikenakan biaya tertentu dan disetorkan kepada
pemerintah, kemuadian pemerinah yang membiayai seluruh pembelanjaan yang
diperlukan/dikeluarkan oleh asrama. Pembiayaan 50% oleh penghuni asrama dan
50% oleh pemerintah.
4. Pembiayaan dikeluarkan oleh pemerintah berupa sejumlah uang sebagai ikatan dinas
kepada setiap penghuni asrama.

I. Aspek Tata Tertib Asrama


Untuk menjaga kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan asrama, maka perlu
adanya tata tertib. Di alam tata tertib itu dicantumkan sejumlah kewajiban yang harus
dilaksanakan dan juga sejumlah larangan yang harus dihindari oleh semua penghuni asrama.
Tata tertib ini bersifat umum, artinya meliputi semua aspek kegiatan dan situasi kehidupan
asrama. Secara terperinci tata-tertib asrama sekolah dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Kewajiban Penghuni Asrama


Semua penghuni asrama diwajibkan untuk:
a. mematuhi semua peraturan yang ada;
b. menjalankan kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam jadwal waktu secara tertib;
c. melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan jadwal (saat yang ditentukan) serta
tempat yang telah ditentukan;
d. patuh dan tunduk kepada Bapak/Ibu asrama serta para pengawas yang
ditunjuk/dipilih;
e. menjaga kebersihan di semua tempat dengan cara membuang sampah ke tempat
yang telah disediakan;
f. ikut aktif menjaga ketenangan dan ketentraman, agar semua kegiatan yang
diprogramkan dapat berjalan semestinya, tertib dan lancar;
g. menjaga nama baik korp dan menjunjung tinggi korp baik di dalam maupun di luar
asrama;
h. ikut menjaga keutuhan dan keawetan peralatan dan perkakas milik asrama yang
dipercayakan kepada penghuni masing-masing;
i. bertanggung jawab atas keutuhan, kebersihan, ketertiban tempat alat-alat
yang;dipergunakan serta mengatur kembali tempat dan alat-alat tersebut seperti
semula;
j. berpakaian rapi dan sopan, baik di dalam maupun di luar asrama;
k. melaporkan kejadian-kejadian yang membahayakan keamanan/keselamatan bersama
penghuni asrama.

2. Larangan bagi penghuni asrama


Setiap penghuni asrama dikenakan larangan-larangan sebagai berikut:
a. tidak boleh bebuat sekehendaknya sendiri dimanapun ia berada;
b. tidak boleh meninggalkan asrama tanpa melapor kepada bapak/Ibu asrama atau
pengawas;
c. tidak boleh absent dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan tanpa seijin Bapak/Ibu
asrama;
d. tidak boleh membuat gaduh atau menganggu ketenagan dan ketentraman pada saat
keiatan sedang berjalan;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 53


e. tidak boleh menerima tamu di luar jam berkunjung

3. Peraturan dan Tata Tertib khusus


Selain tata tertib yang disebutkan di atas, terdapat pula tata-tertib yang bersifat khusus
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Di ruang belajar
Di ruang belajar setiap penghuni asrama dituntut untuk:
- harus menjaga ketenangan ruangan;
- belajar pada tempat yang telah ditentukan;

b. Di ruang pakaian
Di ruang pakaian setiap penghuni dituntut untuk:
- menjaga kebersihan ruangan;
- menjaga ketertiban ruangan;
- mengatur isi almari, menyusun pakaian dengan rapi, mengatur sandal/sepatu pada
tempatnya secara tertib.

c. Diruang makan
Di ruang makan setiap penghuni dituntut untuk;
- menjaga ketertiban dan kesopanan dalam makan;
- duduk di tempat masing-masing;
- menggunakan alat-alat makan di meja makan secra tetib dan sopan;
- mengatur kembali kursi tanpa bersuara;
- tidak boleh bergurau pada saat makan;
- waktu makan harus berpakaian rapid an sopan.

d. Di kamar tidur
Di ruang kamar tidur setiap penghuni dituntut untuk:
- masuk dan kelua kamar tidur harus tetap tenang dan tidak gaduh;
- pergi tidur tepat pada waktunya, sesuai dengan jadwal tidur;
- dilarang meninggalkan kamar tidur sebelum usai waktu tidur.

e. Di kamar mandi
Di kamar mandi setiap penghuni dituntut untuk:
-  menunggu ketertiban di kamar mandi dan antri menunggu giliran secara tertib.
- diwaktu mandi harus hemat air dan waktu;
- berlaku sopan dalam tindak dan berpakaian;
- menjaga kebersihan bak mandi dan ruangan;
- dilarang mencuci apapun di kamar mandi.

f. Di halaman atau di luar asrama


- harus berpakaian rapid an sopan;
- menjaga keindahan, kerapihan tanaman di halaman asrama;
- menjunjung tinggi dan membela korp.

J. Pengalaman Belajar yang Perlu Dikembangkan di Asrama


Sahertian (dalam Kusmintardjo, 1993) mengemukakan bahwa dalam menyusun
pengalaman belajar bagi kehidupan di asrama, perlu adanya ‘standart-performance” yakni

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 54


jenis criteria yang bersumber dari wawasan (filosofis) kita tentang makna kehidupan.
Standart-performance” tersebut adalah sebagai berikut:
1. bahwa subyek didik adalah merupakan pelaku aktif yang harus selau mengusahakan
keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hubungan dengan dirinya dan
lingkungannya;
2. bahwa ada kemingkinan untuk berbuat baik, karena setiap orang mempunyai kata hati
(conscience)
3. bahwa perlu membina manusia manusia agae mereka mampu berdiri sendiri atas
tanggung jawab sendiri;
4. bahwa perlu hidup ini berada dalam konteks kebersamaan dalam keperbedaan.
Dari standart tersebut, maka dapatlah disusun sejumlah pengalaman belajar yang dapat
ditranformasikan dan diaktualisasikan dalam suatu pembinaan hidup di asrama sekolah.
Selanjutnya juga disarankan sejumlah pengalaman belajar yang perlu dikembangkan dalam
kehidupan di asrama sebagai berikut.
1. Pembinaan disiplin dan tanggung jawab
Yang perlu dikembangkan adalah disipli yang timbul dari diri sendiri (self-dicipline).
Program ini harus menyatu dengan afeksi subyek didik supaya disiplin dapat menyatu dengan
diri.
Kehidupan disiplin dapat disusun berdasarkan dimensi waktu:
 pada saat bangun pagi, termasuk saat beribadah;
 pada saat mengatur tempat tidur serta buku-buku;
 pada waktu mandi;
 pada waktu makan (pagi, siang, sore);
 pada waktu belajar bersama;
 pada waktu menerima tamu;
 pada waktu istirahat dan tinggalkan asrama;
 pada saat membersihkan an pemeliharaan asrama;
 pada saat menggunakan ruang milik bersama;
 pada saat realita apresiasi dan kreasi seni.
Pembentukan nilai tanggung jawab dan kesediaan dimintai tanggung jawab, perlu
dikembangkan dalam kehidupan asrama. Oleh karena itu kegiatan di asrama harus diarahkan
kepada pembentukan keberdiri-sendirian atas tanggung jawab sendiri. Tanggung jawab
mengandung makna yang multi-dimensi, yakni:
 tanggungjawab kepada Tuman Yang Maha Esa;
 tanggungjawab sesama penghuni asrama;
 tanggungjawab kepada Pembina;
 tanggungjawab terhadap orang tua;
 tanggungjawab terhadap diri sendiri.
Proses internalisasi nilai berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri ini dapat dibina
melalui pengalaman riil hidup di asrama. Karena itu peristiwa pengalaman hidup ini harus
dapat merefleksi penetapan diri, agar setiap orang dapat melihat konsep dirinya (self-
concept), idea tentang dirinya (self- idea), dan identitas diri (self-identy). Pengalaman di
asrama harus mampu mengakomodasikan gambar diri setiap orang.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 55


V. MANEJEMEN KAFETARIA SEKOLAH

Pendahuluan
Banyak sekolah menghadapi kesulitan mengatur kedisiplinan siswanya untuk menepati
waktu pelajaran dikarenakan siswa harus membeli atau 'jajan” makanan atau minuman di luar
sekolah. Begitu juga untuk memperoleh makanan yang sehat dan bersih serta layanan yang
baik guna menciptakan pikiran dan konsentrasi siswa pada pembelajaran, merupakan
permasalahan yang harus dipecahkan sekolah.
Sebagai salah satu unit layanan khusus di sekolah, keberadaan kafetaria dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan siswa dan staf sekolah terutama dalam memperoleh layanan
makanan yang sehat dan bersih. Di samping itu, kafetaria juga dapat dimanfaatkan sebagai
media untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai yang terkait dengan hidup
sehat. Kebiasaan memilih makanan yang sehat dan bersih misalnya, merupakan salah satu
kebiasaan yang dapat dibentuk melalui kafetaria sekolah.
Oleh karena itu, keberadaan kafetaria sekolah merupakan salah satu alternatif untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan yang diduga dapat menghambat kelancaran
penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah, terutama dalam mencapai tujuan yang telah
dtetapkan. Tentu saja, kafetaria sekolah perlu dikelola dengan baik serta mempertimbangkan
karakteristik sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Pengertian
Kafetaria merupakan pelayanan khusus yang menyediakan makanan dan minuman untuk
para siswa dan staf sekolah yang biasanya menempati suatu bangunan yang merupakan
bagian dari bangunan sekolah. Hal ini dimaksudkan agar para siswa tidak perlu pergi keluar
komplek sekolah selama waktu istirahat hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan
minum selama belajar.
A. S. Harnby dalam bukunya “Oxford Anvanced Learnes Dictionary of Current
English” memberikan batasan pengertian “ Cafetaria” adalah:
1. Café Place where the public my by and drink coffe bear, wine, spirites, etc., tea,
shop small restaurant atwch weal.
2. Cafetaria is restaurant which custumers called their meal on terais at counters and
carry them to table”
Secara lebih khusus, Good (1959) dalam bukunya Dictionary of Education mengatakan
bahwa: “cafetaria a room or building in which public school pupuils or college student select
prepared food and serve themselves” Kafetaria adalah suatu ruang atau bangunan yang
berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat
untuk siswa dan dilayani oleh petugas kafetaria.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kafetaria sekolah adalah suatu usaha
(tempat) yang dilakukan sekolah untuk memberikan pelayanan kepada para siswa atau unsur
sekolah lainya yang membutuhkan makanan maupun minuman sehat sehingga kegiatan-
belajar mengajar di sekolah dapat mencapai tujuan secara maksimal. Kafetaria merupakan
bagian integral dari keseluruhan program sekolah.

Tujuan dan Fungsi Kafetaria Sekolah


Sebagian besar sekolah menyajikan fasilitas kafetaria untuk membantu program sekolah
secara menyeluruh. Kafetaria di sekolah merupakan suatu komponen yang penting dan
merupakan bagian yang integral dari program pendidikan di sekolah. Wawasan kepala
sekolah tentang hubungan antara layanan kafetaria dengan usaha sekolah secara keseluruhan
sangat bernilai bagi anak-anak yang membutuhkan layanan kafetaria. Sekolah harus dapat

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 56


menggunakan kafetaria sebagai suatu upaya sekolah yang sangat bernilai bagi tujuan-tujuan
sekolah seperti kesehatan, efektivitas sosial, efisiensi
Ekonomi, hubungan-hubungan kelompok, apresiasi keindahan, dan sebagainya. Untuk
mengusahakan ini, staf sekolah, murid dan orang tua harus memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam belajar yang secara tidak langsung diberikan usaha layanan program
kafetaria.
William H. Roe dalam bukunya School Business Management menyebutkan adanya
sejumlah kemungkinan pendidikan untuk layanan makanan atau masakan di sekolah-sekolah,
antara lain:
1. memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar memilih makanan yang baik
atau sehat;
2. memberikan bantuan dalam mengajarkan ilmu gizi secara nyata;
3. menganjurkan kebersihan dan kesehatan;
4. menekankan kesopanan dalam masyarakat, dalam bekerja, dan kehidupan bersama;
5. menekankan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di
masyarakat;
6. memberikan gambaran tentang manajemen yang praktis dan baik;
7. menunjukan adanya koordinasi antara bidang pertanian dengan bidang industri;
8. menghindari terbelinya makanan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
kebersihannya dan kesehatannya.

Dilihat dari tujuan kafetaria sekolah di atas, maka kafetaria sekolah dapat berfungsi
untuk:
1. membantu pertumbungan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan makanan
yang sehat, bergizi, dan praktis;
2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang;
3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa;
4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi berpengaruh pada kesehatan
seseorang;
5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata;
6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di
masyarakat;
7. sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan tempat
menunggu apabila ada jam kosong.
Sehubungan dengan tujuan dan fungsi kafetaria diatas, maka sekolah harus menyediakan
kafetaria yang bersih, hangat, menyenangkan, menarik, tenang dan tertib.

Prinsip-Prinsip Kafetaria Sekolah


Dalam menyelenggarakan atau mendirikan kafetaria sekolah yang baik hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. kafetaria sekolah hendaknya harus tidak dipandang sebagai suatu penciptaan
keuntungan di sekolah (non komersial);
2. program kafetaria sekolah harus dipandang sebagai bagian integral dari program
sekolah secara keseluruhan
3. harga makanan dan minuman harus dapat dijangkau oleh daya beli siswa
4. penyajian dan pelayanan makanan harus memadai dan cepat
5. gedung atau ruang kafetaria harus strategis karena akan sangat mempengaruhi
keefektivan operasi dan koordinasi program-program kafetaria
6. personil-personil kafetaria harus bertanggung jawab atas makanan yang bergizi dan
menarik, serta menjamin selera pembeli;

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 57


7. memberikan kebijaksanaan keuangan (korting) dapat mendorong berkembang nya
program kafetaria, karena dapat menarik pembeli
8. program kafetaria harus menyeimbangkan antara kapasitas makanan dan harga, begitu
juga gizi.

Kafetaria dan Program Pendidikan di Sekolah


Kafetaria di sekolah lebih menekankan pada latihan kesehatan dan pengajaran di sekolah.
Suatu kondisi yang kontradiksi sering ditemui di sekolah, d mana suatu sisi guru berusaha
memperbaiki kebiasan hidup sehat murid-muridnya, namun disisi lain ditemui adanya ruang
kelas ataupun kamar mandi yang kotor. Memang tidak tepat rasanya jika kafetaria sekolah
menyediakan atau menjual makanan yang tidak bergizi, sedangkan guru-guru berusaha
mengajarkan kebiasaan makan makanan bergizi secara baik. Jadwal yang kurang baik
dibeberapa sekolah, mungkin akan menyebabkan anak-anak sangat tergesa-gesa di kafetaria,
sehingga murid tidak sempat mencuci tangan. Praktek yang demikian biasanya
mencerminkan suatu ketimpangan mutu pengelolaan sekolah.
Setiap usaha sekolah diupayakan untuk menciptakan suatu lingkungan menyeluruh,
lingkungan kesehatan sekolah, dan secara khusus lingkungan kafetaria. Kafetaria harus
menarik dekorasi dan pengaturannya. Bau biasanya merupakan masalah poko dalam
kafetaria. Untuk itu fasilitas yang cukup harus disediakan untuk menghindari bau makanan.
Pengajaran di kelas mengenai kebiasaan makan yang baik dan standart kesehatan harus
dihubungkan dengan praktik atau latihan yang nyata dalam kafetaria sekolah. Sebagai contoh
gizi harus dipilh dan disesuaikan dengan selera anak-anak. Pelajaran mengenai pemilihan
makanan yang baik, akan sangat berati apabila diikuti dengan suatu kunjungan pemilihan
makanan di kafetaria sekolah. Banyak kemungkinan yang bisa diperoleh guna memperbaiki
pengajaran kesehatan yang didasarkan pada masalah yang nyata dalam kafetaria sekolah.
Kafetaria sekolah memberikan peluang untuk mengembangkan pertumbuhan tingkah
laku dan kebiasaan yang baik. Hal-hal berikut dapat diperhitungkan oleh kepala sekolah
sebagaimana dia memimpin staf sekolah dan murid-muridnya dalam cara belajar untuk
memperbaiki lingkungan kafetaria, antara lain dengan:
1. menentukan prosedur untuk menutup dan membuka kafetaria atau kapan anak-anak
memasuki dan meninggalkan kafetaria;
2. memperhatikan semua perilaku murid dalam kafetaria;
3. menyusun suatu aturan pembayaran yang tidak merugikan kafetaria;
4. membuat pengaturan tempat duduk yang serasi;
5. menentukan aturan-aturan bagi perilaku anak-anak di meja makan;
6. mengatur dekorasi, seperti: lukisan, poster-poster kesehatan;
7. menyajikan musik selama jam makan siang;
8. mengatur anak-anak yang makan siang dengan membawa makanan sendiri;
9. menyusun prosedur pengembalian talam atau tempat makanan dan pada saat
meninggalkan ruangan makan.

Manajemen Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah


Agar pengelolaan layanan kafetaria sekolah dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
maka aspek-aspek berikut ini perlu diperhatikan:

1. Bentuk atau sistem layanan kafetaria sekolah


Ada 3 (tiga) macam bentuk layanan makanan di kafetaria sekolah, yaitu:
a. Self service system
Sistem pelayanan dimana pembeli melayani dirinya sendiri makanan yang diingini;
b. Wait service system

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 58


 Sistem pelayanan dimana pembeli menunggu dilayani oleh petugas kafetaria sesuai
dengan pesanan;
c. Tray service system
Sistem pelayanan dimana pembeli dilayani petugas kafetaria, dan penyajian
makanannya dengan menggunakan baki atau nampan.
Sistem layanan yang baik sangat tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, terutama
berkenaan dengan siapa pembelinya. Untuk itu pemilihan bentuk atau sistem layanan mana
yang akan digunakan, perlu diadakan survey terlebih dahulu.

2. Personil kafetaria sekolah


Tugas mengelola kafetaria sekolah mungkin akan sangat menyita waktu. Oleh karena itu,
apabila kafetaria tidak dioperasikan melaui suatu sistem manajemen terpusat, kepala sekolah
hendaknya memperkerjakan seorang manajer dan tugas manajer harus dibuat dengan sejelas-
jelasnya.
Shuster dan Wetzler, menyebutkan bahwa tugas seorang manajer kafetaria adalah:
a. bersikap bersahabat dan menyayangi anak-anak;
b. bertanggung jawab akan pembelian semua makanan;
c. melaporkan secara berkala/bulanan tentang pengoperasikan kafetaria kepada kepala
sekolah;
d. merencanakan menu dengan gizi tinggi baku sesuai dengan pembakuan sekolah;
e. bekerja sama denga guru-guru mengenai program yang berkenaan dengan kesehatan,
dan sebagainya.
Kepala sekolah harus mendelegasikan kewenangannya kepada manajer agar
pengoperasian kafetaria lebih efisien, dan menentukan suatu standart kesehatan. Namun
demikian ia tidak boleh menghindari tugas supervisi yang menuntut pengecekan terhadap
pelaksanaan kafetaria secara seksama. Kepala sekolah dibebani dengan tanggung jawab
pengelolaan program sekolah secara menyeluruh, disamping dia harus secara terus menerus
mengendalikan operasi kafetaria.

3. Penataan Sarana Fisik


Sebelim sekolah memutuskan untuk melaksanakan jadwal atau meningkatkan jumlah
siswa yang menggunakan layanan kafetaria, haruslah diyakini dulu bahwa peralatan dan
ruangan yang cukup sangat dibutuhkan.
Ukuran kafetaria berbeda-beda menurut ukuran sekolahnya, namun luas kafetaria harus
dapat menampung 25-35 % atau 1/3 dari keseluruhan jumlah siswa pada suatu sekolah.
Apabila setiap menit dapat terlayani 5 sampai 10 siswa, maka dalam 15 menit akan dapat
terlayani 75 sampai 150 siswa, yang berarti kafetaria sekolah harus menyediakan tempat
duduk untuk sekitar 150 siswa. Tersedianya sarana kafetaria yang memadai tentunya akan
sangat mempengaruhi kecepatan pelayanan yang pada akhirnya sangat mempengaruhi
kenyamanan dari para pelayanan siswa.
Tata dapur yang baik juga perlu diperhatikan, sebagaimana halnya pengaturan ruang
makan. Sebaiknya dapur dan ruang pemrosesan makanan dipisakan dari ruang makanan,
sehingga suara gaduh dari kesibukan dapur tidak merusak suasana kenyamanan yang ada di
ruang makan. Untuk memelihara makanan dari debu sebaiknya lokasi kafetaria berada di
salah satu sayap bangunan sekolah lainya. Untuk mengurangidebu yang ada di ruangan
kafetaria ia dapat juga dilakukan dengan menempatkan kipas di ruang makan atau di ruang
pelayanan makanan.
Ruang kafetaria menjadi ruang yang paling bising di sekitar sekolah, selama waktu
makan. Oleh karena itu lokasi kafetaria sebaiknya agak jauh dari ruang bejar siswa, sehingga
suara bising dan bau yang berasal dari kafetaria tidak terlalu mengganggu kenyamanan situasi

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 59


belajar mengajar. Disamping lokasi kafetaria, yang perlu diperhatikan adalah bahan
konstruksi bangunan kafetaria. Sebaiknya bahan bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari
bahan bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari bahanyangkedap suara, sehingga kebisingan
yang berasal dari kafetaria dapat dikurangi.

4. Standar Kesehatan yang Baik


Kafetaria harus menggambarkan pengajaran kesehatan bagi siswa, sehingga timbul
anggapan bahwa apa yang dilakukan kafetaria merupakan contoh tentang makanan yang
sehat. Jika ini dilakukan, maka merupakan suatu kebodohan bagi kafetaria apabila ia
melanggarnya. Apabila kafetaria tidak melakukan kebodohan semacam itu, maka sangat bagi
siswa-siswa untuk dapat melihat paktik yang baik yang ditunjukan kafetaria. Dalam sekolah
yang besar dan baik, kesehatan dan program pendidikan rumah tangga dan kafetaria
konsisten satu sama lain. Di kelas dan laboratorium, siswa belajar tentang makanan yang
bagaimana yang dipilihnya, dan bila di kafetaria memiliki kesempatan untuk
mempraktikannya.
Kafetaria juga harus mengesankan pada siswa tentang kebesihan. Pesanan yang
ditujukan siswa harus dapat menimbulkan hasrat untuk menyeimbangkan tata makanan.
Kriteria yang tepat bagi kesungguhan sekolah dalam pengajaran kesehatan adalah jenis,
jumlah, dan tempat makanan kecil (misalnya: permen) yang ada dikafetaria. Ada beberapa
keuntungan penyediaan permen, siap untuk disajikan, dan tidak ada pekerjaan yang
dilibatkan dalam penjualanya. Jika ada permen “murahan” diletakan pada pintu masuk
kafetaria, siswa akan beranggapan bahwa kafetaria itu lebih tertarik untuk mengumpulkan
uang yang banyak dengan sedikit kerja tanpa memandang pendidikan kesehatan. Sebaliknya
apabila permen yang diletakan pada pintu masuk kafetaria berkualitas baik, maka dapat
dikatakan bahwa standart dan prinsip kesehatan selalu diperhatikan oleh orang-orang disitu.
Cara lain yang cepat dan efektif untuk mengecek bagaimana standart kesehatan dalam
kafetaria adalah jumlah siswa yang minum susu. Jika kita memandang kea rah meja makan
saat makanan sedang disantap dan menemukan banyak botol/gelas susu, kita dapat
beranggapan bahwa minum susu sudah menjadi kebiasaan anak-anak. Sebaliknya jika yang
banyak adalah botol-botol minuman “pop” (minuman sejenis soda yang beruap), maka
kesimpilan kita akan berbeda. Ini bukan berarti minuman air soda berbahaya, tapi harga yang
diminta untuk sedikit air yang diberi rasa manis dan perwarna, sangat tinggi. Masih banyak
makanan yang bernilai kesehatan lebih baik, harus disediakan di kafetaria dan siswa didorong
untuk memesannya.
Seringkali dipertanyakan, apakah suatu keputusan yang baik untuk melarang penjualan
permen, minuman segar, dan makana popular lainnya, yang mempunyai nilai kesehatan yang
rendah. Cara hidup yang demikian lebih banyak kejelekannya dari pada kebaikannya.
Dibeberapa negara , sekolah dapat secara mudah mengabaikan makanan yang demikian,
sedang di negara lain dimana sikap masyarakat tidak begitu baik, barangkali rencana terbaik
adalah mengurangi penjualan makanan yang “tidak baik” trsebut sebanyak mungkin, dan
medorong parktik-praktik yang baik secara maksimal. Sebetulnya banyak cara yang dapat
dilakukan, salah satunya adalah lokasi garis pelayanan. Beberapa sekolah membatasi
persediaan permen dan sejenisnya, sedangkan sekolah yang lain tidak mengijinkan untuk
dijual hingga 101 menit menjelang kafetaria ditutup. Sekolah sering mengkombinasikan
pembatasan-pembatasan ini dengan memberikan pengajaran yang positif dalam kelas, dengan
poster di aula dan kafetaria yang menunjukan rendahnya nilai suatu makanan dan betapa
tingginya harga makanan-makanan tersebut.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 60


5. Organisasi Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah
Penyelenggaraan kafetaria sekolah yang baik tentunya melibatkan semua unsure sekolah,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, guru-guru juga ikut
memikirkan program-program kafetaria sekolah yang dapatdimanfaatkan untuk pencapaian
tujuan pengajaran. Disamping itu perl juga menetapkan personil-personil sekolah yang secara
langsung menangani penyelenggaraan kafetaria.
a. Kepala Sekolah (Wakil Kepala Sekolah): menentuka kebijakan, mengawasi, dan
memberikan supervise untuk kelancaran usaha kafetaria;
b. Manajer Kafetaria: melaksanakan kebijakan kepala sekolah; bertanggung jawab atas
kegiatan kafetaria sehari-hari;
c. Bendahara: mempertanggungjawabkan semua pemasukan dan pengeluaran keuangan
kepada manajer; membuat laporan keuangan (harian/bulanan/tahunan);
d. Bagian Pembelian: bertanggung jawab atas penyediaan dan pengadaan bahan
makanan sebelum diproduksi;
e. Bagian Penjuala: bertanggung jawab atas penjualan dan pelayanan makanan, dan
membuat laporan kepada bagian keuangan (bendahara);
f. Bagian Produksi: bertanggung jawab atas menu dan pengolahan makanan yang
disajikan di kafetaria; membuat laporan kepada bagian penjualan dan bagian
keuangan
g. Bagian Kebersihan: bertanggungjawab atas kebersihan peralatan dan lingkungan
kafetaria
h. Bagian Keamanan: bertangungjawab atas keamanan barang-barang milik kafetaria
dan juga milik pembeli
Tentunya bagan struktur kafearia di atas, khususnya jumlah “bagian” yang ada di suatu
kafetaria, sangat tergantung pada besar atau kecilnya suatu kafetaria sekolah. Semakin besar
suatu kafetaria sekolah, semakin banyak dibutuhkan “bagian-bagian” tersebut. 
Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana keberadaan kafetaria di suatu sekolah,
tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan makan dan minum siswa, namun juga dapat sebagai
wahana untuk mendidik siswa tentang kesehatan, kebersihan, kejujuran, saling menghargai,
dan sebagainya. 

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 61


DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia; Prentice Hall, Inc. Englewowod Cliffs,
New York.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi
Pengajaran (jilid 2). Proyek BPGT. Bandung.
Elsbree, et al. 1998. Elementary School Administration and Supervision. New York:
American Book Company.
Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book
Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and
Bacon. Inc.
Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The
Riberside Press.
Jones, J.J. Secondary School Administration. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.(Jilid 2). Malang: OPF IKIP
Malang.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1958. Leadership in Elementary School Administration and
Supervision. Boston: H. Mifflin Company.
Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional.
Bandung : Penerbit Angkasa.
Willgoose, Carl E. 1960. Health Education in the Elementary School. Toronto: W.B.
Soundera Company.
Wiyono, B.B. 1999. Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang: IKIP Malang.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR 62

Anda mungkin juga menyukai