Anda di halaman 1dari 8

1

Terapi Intravena

1. Pengertian pemasangan terapi intravena

Menurut Edward (2011) pemasangan terapi intravena merupakan

tindakan memasukan jarum (abocath) melalui transkutan yang kemudian

disambungkan dengan selang infus. Terapi cairan intravena merupakan terapi

pemberian cairan untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan

penyedianaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan cara lain (Smeltzer &

Bare, 2001).

Terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan

melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan

elektrolit lewat mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga

kebutuhan cairan, untuk menyediakan kebutuhan gula(glukose/dekstrosa)

sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa

jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta untuk memberikan

medium untuk pemberian obat secara intravena.(Aryani, et. Al. 2009).

2. Tujuan

Umumnya cairan intravena di berikan untuk mencapai satu atau lebih

tujuan berikut ini:

a. Mempertahankan dan memngganti cairan tubuh yang mengandung

air,elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat di

pertahankan melalui oral

b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit


c. Memperbaiki keseimbangan asam basa

d. Memberikan transfusi darah

e. Menyediakan medium untuk pemberian obat melalui intravena

3. Jenis-jenis Larutan Intravena

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika elektrolit totalnya (anonim

ditambah katinon) kira-kira 310 mEq/L. Larutan di anggap hipotonik jika

kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L. Larutan di anggap

hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 375 mEq/L. Perawat

juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas

plasma adalah kira-kira 300 mOsm/L.

a. Cairan isotonis: Cairan yang di klasifikasikan isotonik mempunyai

osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak

menyebabkan seldarah merah mengkerut atau membengkak. Contohnya:

1) Saline normal (0,9% natrium klorida)

2) Ringer laktat

3) Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)

4) Dextrose 5% dalam air (D5W)

b. Cairan hipotonik: Tujuanya adalah untuk mengganti cairan seluler, karena

larutan ini bersifat hipotonis di bandingkan dengan plasma serta untuk

menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-saat

tertentu, larutan natrium hipotonik di gunakan untuk mengatasihi


pernatremia dan kondisi hiper osmolar yang lain. Contohnya:

1) Salin berkekuatan menengah (Nacl 0,45%)

2) Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45%

3) Nacl 0,2%

c. Cairan hipertonik: Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intra

seluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut jika diberikan dengan cepat

dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volum

ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi.

Contohnya:

1) Dekstrosa 5% dalam Nacl 0,9%

2) Dextrose 5% dalam Nacl 0,45%

3) Dextrose 10% dalam air

4) Dextrose 20% dalam air

5) Nacl 3% dan 5%

6) Larutan hiperalimentasi

7) Dextrose 5% dalam ringer laktat

8) Albumin 25 (Maria & Karunia, 2012).

4. Pemilihan Ukuran kateter

Pemilihan ukuran kateter, sebaiknya dipilih sesuai dengan anatomi

vena pasien. Kateter terdiri dari ukuran 16-24 dengan variasi panjang dari 25

sampai

45 mm. Pada umumnya, pemilihan kateter dengan ukuran yang kecil

seharusnya menjadi pilihan utama pada terapi pemasangan intravena untuk


mencegah kerusakan pada vena intima dan memastikan darah mengalir

disekitar kateter dengan adekuat untuk menurunkan resiko kejadian flebitis

(Dougherty, 2008).

5. Pemilihan Lokasi Insersi Kateter Intravena

Lokasi insersi kateter intravena adalah tempat pemasangan kateter

intravena berdasarkan anatomi ekstremitas yaitu vena perifer yang menjadi

tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, dan vena sefalilika. Secara

anatomis vena sefalika terdiri dari ukuran lumen dindingnya besar, elastisitas,

lapisan venanya terbentuk dari sel endhothelium yang di perkuat oleh jaringan

fibrus dan di batasi oleh selapis tunggal sel epitel gepeng. Sedangkan vena

metacarpal secara anatomis terdiri dari ukuran lumen dindingnya kecil,


elastisitas lapisan venanya lebih tipis, kurang kuat dan kurag elastis.

Kedua lokasi ini dapat memberikan dapat memberikan kemudahan

bagi perawat dalam melakukan pemasangan terapi intravena tetapi sebaliknya

apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena akan

menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena akan

terinflamasi. (Wiranata, 2012)

Menurut Gayatri, Handayani, dan Amelia (2009) menyebutkan bahwa

dari hasil penelitiannya, di temukan angka ideal untuk lokasi pemasangan

kateter intravena yakni 3-7cm dari persendian tangan.

6. Lama Pemasangan Terapi Intravena

Menurut brooker & Gould (2003) lamanya penggunaan jarum

intravena (abocath) harus di ganti paling sedikit setiap 24 jam, ganti lokasi

vena yang di tusuk jarum intravena setiap 48 jam. Penelitian yang di lakukan

oleh masiayati (2000) dengan judul “Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan

Infus Agar Tidak Flebitis”, didapatkan angka paling besar dalam waktu

pemasangan terapi intravena selama 96-120 jam sebesar 60%.

Menurut Tietjen, dkk (2004) mengatakan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam perawatan terapi intravena:

a. Rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan setiap 72-96 jam dapt

mengurangi flebitis dan infeksi lokal ( teflon atau polikateter lebih baik

dari pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi).

b. Pada pemakaian jangka pendek(<48 jam), jarum lurus atau batterfly kurang
mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih

rendah.

c. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan dapat di pertahankan 72

jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera di lakukan

penggantian)

d. Lokasi insersi kateter harus di periksa setiap 24 jam untuk mengetahui

apakah ada rasa nyeri yang timbul

e. Ganti botol cairan infus sebelum habis

f. Set infus harus di ganti jika terjadi kerusakan atau secara rutin setiap 3X24

jam (apabila saluran baru disambungkan, udap pusat jarum atau kateter

plastik cairan infus dengan alkohol 60-90% dan sambungkan kembali

dengan infus set)

g. Saluran tubing yang di gunakan untuk memberikan darah, produk darah

atau emulsi lemak harus di ganti setiap 24 jam.

7. Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan terapi intravena

1. Cuci tangan.

2. Dekatkan alat

3. Jelaskan pada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan

selama pemasangan infus

4. Atur posisi pasien

5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan

gantungkan pada standar infus


6. Menentukan area vena yang akan di tusuk

7. Pasang alas

8. Pasang torniquet pembendung ±15 cm di atas vena yang akan di tusuk

9. Pakai sarung tangan

10. Disinfeksi area yang ditusk dengan diameter 5-10 cm

11. Tusukan IV kateter ke vena dengan jarum menghadap kejantung

12. Pastikan jarum IV masuk kevena

13. Sambungan jarum IV dengan selang infus

14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV di tempati insersi

15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester

16. Atur tetesan infus sesuai progam medis

17. Lepas sarung tangan

18. Pasang label pemasangan tidakan yang berisi: nama pelaksana, tanggal

dan jam pelaksana

19. Bereskan alat

20. Cuci tangan

21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan.
9. Komplikasi

Berikut adalah komplikasi dari pemasangan terapi intravena yang

dapat terjadi antara lain:

a. Komplikasi sistemik: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan

septikemia.

b. Komplikasi lokal: infiltrasi, flebitis, trombo flebitis dan hematoma.

Anda mungkin juga menyukai