Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan industri dan pola kehidupan masyarakat modern berhubungan


langsung dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber
energi, dan sumber daya alam. Penggunaan sumber daya alam secara besar-
besaran tanpa mengabaikan lingkungan mengakibatkan berbagai dampak negatif
yang terasa dalam waktu yang relatif cepat maupun dalam jangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu upaya dan pola pendekatan dalam
pemanfaatan sumber daya alam yaitu suatu pembangunan yang berusaha memenuhi
kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka.

Pada era global dan pasar bebas sekarang ini, industri dihadapkan pada
persaingan yang ketat, sehingga keunggulan komparatif yang menjadi andalan pada
masa lalu sudah tak mampu untuk menghadapi tantangan pasar bebas. Peningkatan
efisiensi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing terhadap produk-
produk sejenis dari negara tetangga maupun negara lain yang masuk ke Indonesia dan
juga dalam melakukan produk ekspor ekspor. Hanya dengan keunggulan kompetitif dan
produk yang berkualitas yang akan mampu berkembang dan memenangkan persaingan
dalam pasar bebas.

Berbagai proses produksi dan penyelenggaraan jasa menuju pada suatu


sistem yang mempertimbangkan aspek keunggulan dan kepuasan konsumen. Harga
suatu produk dan layanan jasa bersaing dengan ketat, sementara tuntutan kualitas
semakin tinggi. Produsen pun mulai dituntut berbagai aturan dan standar yang
berhubungan dengan lingkungan seperti ISO 14001 dan Ecolabeling.

Limbah dan emisi merupakan hasil yang tak diinginkan dari kegiatan industri.
Sebagian besar industri masih berkutat pada pola pendekatan yang tertuju pada
aspek limbah. Bahkan masih ada yang berpandangan bahwa limbah bukanlah
menjadi suatu permasalahan dan kalau perlu keberadaannya tidak diperlihatkan. Pihak

1
industri mungkin masih belum menyadari bahwa sebenarnya ”limbah” sama dengan
”uang” atau pengertian tentang limbah yang terbalik, artinya bahwa limbah
merupakan uang atau biaya yang harus dikeluarkan dan mengurangi keuntungan.
Memang benar bahwa dengan mengabaikan persoalan limbah, keuntungan tidak akan
berkurang untuk jangka pendek. Pihak industri yang demikian mungkin belum melihat
faktor biaya yang berkaitan dengan ”image” perusahaan dan tuntutan pembeli dari luar
negri yang mensyaratkan pengelolaan lingkungan dengan ketat. Kita melihat bahwa ada
peluang yang sebenarnya mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi pada akhirnya
terlepas karena mengabaikan aspek lingkungan. Sementara itu perusahaan juga
merasakan beratnya biaya pengolahan disamping tingginya biaya investasi unit
pengolahan air limbah. Suatu kenyataan yang harus diakui bahwa pendekatan
pengolahan limbah yang sudah terbentuk mempunyai berbagai kelemahan, antara lain:

 Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena limbah masih terbentuk


dan hanya berpindah dari satu media ke media lainnya.
 Pendekatan ini sifatnya reaktif.
 Pengolahan limbah memberikan kontribusi terhadap peningkatan biaya proses
produksi karena biaya investasi dan operasi pengolahan serta pembuangan
limbah.
 Peraturan perundang-undangan yang menerapkan persyaratan limbah yang
dibuang setelah dilakukan pengolahan pada umumnya cenderung untuk
dilanggar bila pengawasan dan penegakan hukum lingkungan tidak effektif
dijalankan.

Dalam pengelolaan limbah dikenal juga pendekatan produksi bersih yaitu


strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara
terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses
produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya
limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Penerapan produksi bersih di
suatu kawasan industri dipakai sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan
Eco-industrial (Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan). Penerapan Produksi

2
Bersih di kawasan akan memberikan keuntungan berlebih dibanding dengan
keuntungan yang diperoleh industri secara sendiri-sendiri.

Pada prinsipnya pelaksanaan produksi bersih sangat diperlukan. Untuk


membantu keefektivitas penerapan produksi bersih di industri-industri terkadang perlu
adanya sistem insentif dalam pelaksanaannya. Hal ini agar menjadi pelancar penerapan
produksi bersih yang dimulai dari tingkat buruh.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apakah terdapat industri yang masih menekankan pengolahan limbah sebagai


upaya pengelolaan lingkungan dan belum melakukan identifikasi peluang-
peluang produksi bersih?
2. Adakah hubungan sistem insentif terhadap pelaksanaan produksi bersih di
industri?

3. Apakah keuntungan secara ekonomi dan lingkungan apabila menerapkan


produksi bersih di industri?

C. TUJUAN

1. Identifikasi peluang produksi bersih yang dapat diterapkan pada industri


2. Identifikasi hubungan sistem insentif terhadap pelaksanaan produksi bersih.
3. Menghitung biaya penerapan produksi bersih dan keuntungan yang diperoleh
dari aspek ekonomi dan lingkungan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN SISTEM INSENTIF

Terdapat beberapa pengertian dari insentif, antara lain:

1. Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984: 1), Insentif adalah


pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang prestasi
yang berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif
yang berbeda karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk
dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada
karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang
yang di tambahkan pada upah dasar yang di berikan perusahaan kepada
karyawan.
2. Nitisemito (1996: 165), Insentif adalah penghasilan tambahan yang akan
diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan
yang telah ditetapkan.
3. Pangabean (2002: 93), Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan
produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang
diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah
ditentukan.

Sehingga insentif adalah sesuatu yang diberikan oleh perusahaan atas prestasi
karyawannya baik berupa upah/kompensasi atau dalam bentuk penghargaaan dan
promosi jabatan yang sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan


dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan
usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian
insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok
(Panggabean, 2002: 93).

4
Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan
yaitu:

a. Bagi Perusahaan.

Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan


produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan jalan
mendorong/merangsang agar karyawan:

1) Bekerja lebih bersemangat dan cepat.


2) Bekerja lebih disiplin.

3) Bekerja lebih kreatif.

b. Bagi Karyawan

Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan:

1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.


2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa
yang diukur dalam bentuk uang.

3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

Menurut Manullang (1981: 141), tipe insentif ada dua yaitu:

a. Finansial insentif

Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang
pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan
jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.

b. Non finansial insentif.

Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu:

1) Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja,
tugas dan rekan kerja.
2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan
pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan
atasan.

Menurut Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah:

5
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok
kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual
spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas
prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang
lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun
memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika
kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja,
produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba
organisasi dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan
dalam produktivitas organisasi.

Menurut Harsono (1987 : 85) proses pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Proses Pemberian Insentif berdasarkan kelompok


2) Proses Pemberian Insentif berdasarkan perorangan

Rencana insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan


selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu.
Sedangkan insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga
melebihi standar yang telah ditetapkan (Panggabean, 2002 :90-91). Menurut
Oangabean (2002:91) Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan
cara:

1) Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh
mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2) Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran
yang diterima oleh kelompok.

6
Menurut Dessler (1997: 154  157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh
organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif
seluruh organisasi ini antara lain terdiri dari:

1) Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi
laba perusahaan,
2) Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh
perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri
kepada orang kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat
setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stock kepada karyawan yang
mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari layanan,
3) Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun
1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama,
keterlibatan dan berbagai tunjangan,

4) Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu
usaha bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan.

Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif


Menurut Panggabean (2002:92), syarat tersebut adalah:

a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat
dimengerti.
b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk
mereka lakukan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk
memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan
rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan
terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang
dibelanjakan.

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990: 163), sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:

1) Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh


karyawan itu sendiri.

7
2) Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
3) Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
4) Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi
maupun rendah dapat berakibat buruk.

5) Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang
pekerja untuk bekerja lebih giat.

B. TINJAUAN PRODUKSI BERSIH

Berbagai istilah yang digunakan untuk kegiatan produksi bersih adalah


”pollution prevention” (pencegahan pencemaran), ”waste minimization” (minimisasi
limbah), ”waste reduction” (pengurangan timbulan limbah). UNEP (United Nations
Environmental Program) dan negara-negara Eropa menggunakan istilah “Cleaner
Production”, Amerika dan Canada memakai istilah “Pollution Prevention”, sedang
negara-negara lain mengikuti UNEP. Menurut US EPA (Environmental Protection
Agency), pencegahan pencemaran adalah teknologi produksi dan strategi yang
menghasilkan pencegahan atau pengurangan terbentuknya limbah.

Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan
energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan produktivitas dan
minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran seringkali digunakan
untuk maksud yang sama dengan istilah Produksi Bersih. Demikian pula halnya dengan
Eco-efficiency yang menekankan pendekatan bisnis yang memberikan peningkatan
efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.

Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan dampak


lingkungan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk,
jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko
terhadap manusia maupun lingkungan (UNEP, 1994). Produksi Bersih, menurut
Kementerian Lingkungan Hidup, didefinisikan sebagai: Strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada
setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk
dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada

8
sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (KLH,2003).

Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi


pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan-bahan
berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi dan
limbah sebelum meninggalkan proses. Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk
mengurangi dampak lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan
bahan baku sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.

Strategi produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena didalamnya
termasuk upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui pilihan
jenis proses yang akrab lingkungan, minimalisasi limbah, analisis daur hidup produk,
dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah
strategi yang perlu diprioritasknan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang
berwawasan lingkungan namun bukanlah meruapkan satu pengolahan dan
pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu sama
lainnya.

Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan


pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle,
Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi
bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R
(Re-think, Re-use, Reduction, Recovery and Recycle).

1) Elimination (pencegahan), adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah


langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai
produk.
2) Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus dimiliki
pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi:
a. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis
daur hidup produk
b. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak
terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha

9
3) Reduce (pengurangan), adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya. Berbagai cara reduksi pada sumber adalah:
 Tata laksana rumah tangga yang baik
Merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam menjaga
kebersihan lingkungan pabrik dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin
 Segregasi aliran limbah
Adalah pemisahan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen,
konsentrasi atau keadaannya sehingga dapat mempermudah mengurangi
volume atau mengurangi biaya pengolahan limbah. Selain hal tersebut cara
ini juga memberikan kemungkinan pemanfaatan limbah salah satu aliran.
Aliran yang encer lebih mudah untuk dimurnikan karena mengandung
sedikit kontaminan aliran pekat lebih mudah untuk didaur ulang, digunakan
kembali atau ”direcovery” karena konsentrasi aliran itu besar.
 Pelaksanaan ''preventive maintenance"
Adalah pemeliharaan/ penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang
telah dijadwalkan berdasarkan perkiraan waktu kerusakan alat. Program
”maintenance” yang dilaksanakan dengan ketat akan menghindarkan
terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan.
 Pengelolaan bahan
Merupakan suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk meyakini
kelancaran produksi, tetapi tidak berlebihan agar tidak menimbulkan
gangguan lingkungan. Penyirnpanan diusahakan agar tetap rapi dan selalu
terkontrol, sehingga tidak terjadi ceceran atau kerusakan bahan, yang
mengurangi jumlah limbah yang terjadi. Pengelolaan bahan merupakan cara
yang mudah untuk dilakukan tetapi kesalahan dalam melaksanakannya
sering berpotensi menghasilkan limbah.
 Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik
Pengoperasian proses produksi pada kondisi optimum dan pengoperasian
alat sesuai dengan pedoman pengoperasian alat, mengurangi terjadinya

10
limbah sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan
akibat kebocoran dan tumpahan.
 Modifikasi proses dan atau alat
Memasang alat proses atau memodifikasi alat sehingga lebih efisien akan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, mengurangi bahan yang harus
didaur ulang dan limbah yang dibuang.
 Modifikasi/subtitusi bahan
Substitusi bahan beracun dengan bahan lain yang kurang daya racunnya atau
mereformulasi bahan mentah dapat mengurangi keluarnya limbah
berbahaya, penggantian bahan juga dapat mengurangi jumlah limbah yang
keluar.
 Pengubahan produk
Pengubahan produk sebagai pengganti produk yang sudah ada yang
fungsinya sama dapat mengurangi terjadinya limbah B-3 baik yang keluar
dari proses produksi maupun yang dikeluarkan pada saat pemakaian hasil
produksi oleh konsumen.
 Penggunaan teknologi bersih
Pemilihan teknologi bersih yang tidak atau kurang potensinya untuk
mengeluarkan limbah B-3 dengan efiiensi yang cukup tinggi. Hal ini
sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan pabrik baru atau pada saat
penggantian sebagian unitnya.
4) Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali), adalah upaya yang memungkinkan
suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
5) Recycle (daur ulang), adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuakn
fisika, kimia dan biologi.
6) Recovery/Reclaim (pungut ulang, ambil ulang), adalah upaya mengambil
bahanbahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah,
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa
perlakuakn fisika, kimia dan biologi.

Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan


pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan :

11
1) Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi bersih
telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan
pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu lingkungan.
2) Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah
yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan
penanganan khusus.

Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep produksi


bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan (Weston dan Stuckey,
1994). Penekanan dlakukan pada pencegahan atau minimisasi timbulan limbah, dan
pengolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan bila
upaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untuk diterapkan.

12
BAB III

STUDI KASUS

A. PRINSIP PRODUKSI BERSIH

Program lingkungan PBB menjelaskan konsep produksi (Bapedal, s.a) sebagai berikut:

a) Aplikasi secara kontinus dari suatu strategi lingkungan yang bersifat preventif
dan terpadu untuk proses dan produk guna mengurangi risiko pada manusia dan
lingkungan;
b) Untuk proses produksi, produksi bersih mencakupi konservasi bahan mentah
dan energy, penghilangan bahan mentah yang beracun atau toksik, dan
pengurangan jumlah serta toksisitas dari semua emisi dan limbah sebelum
meninggalkan suatu proses.
c) Untuk produk, strategi difokuskan pada pengurangan dampak selama siklus
hidup produk, dari ekstrak bahan mentah sampai dengan pembuangan dari
produk tersebut.
d) Produk bersih dicapai melalui penggunaan pengetahuan, perbaikan teknologi,
dan perubahan sikap.

Inti pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah mengurangi atau


menghilangkan terbentuknya limbah atau pencemaran pada sumbernya, diseluruh daur
hidup produk yang dapat dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan,
penguasaan teknologi bersih atau teknologi akrab lingkungan serta perubahan
mendasar dalam sikap atau perilaku manajemen. Dalam pengelolaan limbah industi,
seorang manajer dihadapkan pada berbagai alternatif pillihan secara hirarki sebagai
berikut (Chiu, 1994):

1) Pembuangan limbah ynag tidak terkontrol, yang merupakan alternatif yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan;
2) Pembuangan limbah terkontrol, yaitu ke tempat yang sudah ditemukan dan
diizinkan;
3) Pengolahan limbah, yang sebelum dilakukan pembuangan limbah telah
memenuhi baku mutu dipersyaratkan;

13
4) Daur ulang limbah dan pemanfaatan limbah secara eksternal, yang masih
mengandung risiko karena limbah masih harus ditransportasikan;
5) Reduksi limbah, termasuk daur ulang secara internal, dan merupakan prioritas
tertinggi.

Produksi bersih menuntut perbaikan berkelanjutan tidak hanya dalam hal


efisiensi dan substitusi bahan dengan menggunakan perangkat teknologi ataupun
pelaksanaan praktek-praktek ideal, namun juga membutuhkan dukungan manajerial
dan kebijakan. Upaya produksi bersih memerlukan adanya perubahan pola pikir, sikap,
dan tingkah laku serta penerapan know how dan juga teknologi. Penerapan produksi
bersih dapat secara bertahap, dimulai dari kegiatan yang tidak memerlukan biaya
sampai kegiatan yang memerlukan investasi tinggi. (Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan, 2001).

B. STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Contoh, sebuah tesis berjudul:

Evaluasi Penerapan Produksi Bersih di Pabrik Ammonia KALTIM-3 dan Peluang


Penerapannya di Pabrik Ammonia KALTIM-2 PT. Pupuk Kalimantan Timur, Tbk.

Dilihat dari konsep penanganan limbah yang ada, pabrik Ammonia Kaltim-3
mempunyai beberapa fasilitas yang tidak dimiliki oleh pabrik ammonia pada generasi
sebelumnnya, seperti pabrik Ammonia Kaltim-1 maupun Kaltim-2. Sebagai contoh
penerapan teknologi proses ambil ulang hydrogen, teknologi proses pakai ulang panas
dan air pada proses Condensate Stripper serta sistem optimalisasi pemanfaatan panas
fuel gas dari radiant reformer. Sehingga ingin diketahui bagaimana proses produksi
bersih pada pabrik ammonia Kaltim-3 dibandingkan pabrik Ammonia Kaltim-1 dan
Kaltim-2.

Pada PT. Pupuk Kalimantan Timur, Tbk, produksi bersihnya melalui proses
recovery dengan menggunakan Hydrogen Recovery Unit (HRU). HRU merupakan salah
satu unit yang ada di pabrik ammonia Kaltim-3, namum pengoperasiannya
dilaksanakan dalam koordinasi bagian Ammonia Kaltim-2. Pemasangan Hydrogen
Recovery Unit dimaksudkan untuk mengambil kembali hydrogen dan ammonia yang
terbawa di dalam purge gas yang keluar dari synloop dan flash gas yang keluar dari unit
refrigerasi, sehingga dapat menambah produksi ammonia dan meningkatkan efisiensi

14
pemakaian bahan bakar. Teknologi proses yang dipakai adalah teknologi cryogenic.
HRU ini dirancang untuk mengambil kembali ammonia dan hydrogen yang terdapat
dalam purge gas dan flash gas dari pabrik ammonia K-1, K-2, dan K-3.

Gambar 1. Modul Skema Membrane Pemisahan Gas Hidrogen

Dibawah ini terdapat implementasi produksi bersih pada HRU yang dibuat blok
diagram:

Gambar 2. Blok Diagram Neraca Massa Hydrogen Recovery Unit.

15
Selain itu, terdapat perbandingan kondisi emisi buangan gas sebelum dan
sesudah penerapan produksi bersih atau dalam hal ini sebelum dan sesudah
pemasangan hydrogen recovery, sebagai berikut:

No. Parameter Sebelum PB Sesudah PB

NM3/Jam NM3/Jam

1 Hydrogen (H2) 23733.7 1451.55

2 Nitrogen (N2) 8002.5 5483.96

3 Ammonia (NH3) 1241.8 0

4 Methane (CH4) 4256.5 4064.13

5 Argon (Ar) 1770.5 1451.57

Total 39.005 12451.2

Dari hasil evaluasi dalam penerapan prodksi bersih, didapatkan data pada waktu
sebelum diterapkan produksi bersih, sebagai berikut:

1. Pada waktu purge gas dan flash gas sejumlah 39.005 NM 3 perjam dibuang ke
udara maka terjadi pencemaran ammonia sebanyak 1241.8 NM 3 perjam atau
sekitar 3,18 %. Jadi emisi ammonia ke uadara sekitar 24118.85 mg/NM 3. Sesuai
dengan SK Gubernur Provinsi Kaltim, baku mutu emisi ammonia adalah 0,35
mg/NM3. Hal ini berarti sebelum ada HRU atau belum diterapkan produksi
bersih, baku mutu emisi ammonia selalu dilampaui.
2. Selain itu pada waktu purge gas dan flash gas sejumlah 39.005 NM 3 perjam
dibuang ke udara, maka terjadi pembuangan gas hydrogen sejumlah 23.733,7
NM3 perjam. Hal ini sangat berbahaya terhadap kesehatan karyawan dan
mempunyai potensi bahaya kebakaran yang sangat besar.
3. Pada waktu purge gas dan flash gas dimanfaatkan sebagai bahan baku (fuel)
pada primary reformer, maka terjadi pemanfaatan limbah gas sebgaai sumber
energy. Namun hal ini mempunyai kelemahan, yaitu kandungan ammonianya
akan beraksi dengan gas CO2 yang terkandung dalam bahan bakar gas bumi, yang
mengandung gas CO2 sekitar 2 – 4 % membentuk ammonium karbamat yang
akan membantu distributor burner.

16
4. Terjadi kehilangan produk ammonia sebesar 1241.8 NM 3 perjam, yang
disebabkan oleh hilangnya ammonia dalam purge gas dan flash gas.
5. Terjadi kehilangan gas hydrogen dalam purge gas dan flash gas sebesar 23733.7
NM3 perjam yang seharusnya bias dikonversi menjadi bentuk ammonia.
6. Sering mengalami kebuntuan pada burner, yang disebabkan oleh terjadinya
reaksi antara ammonia yang ada dalam purge gas/flash gas dengan gas CO 2 yang
ada dalam natural gas fuel.

Setelah dibangun unit HRU, maka evaluasinya adalah:

1. Ammonia seumlah 1241.8 NM3 perjam atau 0,94 ton per jam (226 ton per hari)
dalam fuel gas yang seharusnya dibuang ke udara (atosfir) dan mencemari
lingkungan namun bisa direcover menjadi produk, sehingga menambah jumlah
produk ammonia.
2. Terjadi recovery hydrogen yang terkandung dalam purge gas dan flash gas
sebanyak 22282.15 NM3 perjam, yang kemudian dikonversi menjadi ammonia.
Hal ini berarti hydrogen yang seharusnya dibuang ke atmosfir dan mencemari
lingkungan, bisa dimanfaatkan untuk menambah jumlah produksi ammonia.
3. Walaupun jumlah fuel off gas yang dipakai untuk pemanas di unit Primary
Reformer hanya mengandung methane dan hydrogen 5515.68 NM 3 perjam.
Jumlah ini lebih sedikit dibanding jika jumlah purge gas dan flash gas yang
langsung untuk pemanas sebesar 27990.2 NM3 perjam. Namun kualitas FOG
sebgaai pemanas lebih baik. Hal ini Nampak dari habisnya kandungan ammonia
dalam fuel off gas, yang berarti kebuntuan pada burner tidak akan terjadi lagi.
4. Terjadi penurunan jumlah pemakaian fuel gas bumi yang jumlahnya setara
dengan kandungan methane dan hydrogen dalam fuel off gas, yaitu sebanyak
5515.68 NM3 perjam atau 4,94 MMSCFD.
5. Jumlah kenaikan produksi ammonia adalah 180 ton per hari, yang terdiri atas:
1) Ammonia dari recovery ammonia = 22,6 ton per hari
2) Ammonia dari konversi hydrogen = 157,4 ton per hari

Keuntungan ekonomi penerapan produksi bersih dengan adanya hydrogen


recovery unit (HRU) adalah sebagai berikut:

17
1. Terjadi kenaikan produksi ammonia sebesar 180 ton per hari atau kenaikan
pendapatan sebesar US $ 36.000 per hari, dengan asums harga ammonia US $
200 per ton.
2. Memperbaiki kualitas lingkungan. Hal ini Nampak dari turunnya polusi gas
ammonia ke atmosfir, dari 1241.8 NM3 perjam menjadi nol atau habis.
3. Mengurangi jumlah pemakaian bahan baku gas bumi, yang setara dengan
5515.68 NM3 perjam dengan kandungan methane dan hydrogen dalam fuel off
gas, yaitu sebanyak 5515.68 NM3 perjam atau 4,94 MMSCFD.

Keuntungan tidak langsung penerapan produksi bersih dengan adanya hydrogen


recovery unit (HRU) adalah sebagai berikut:

1. Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui upaya


minimalisasi limbah. Hal ini nampak dari turunnya polusi gas ammonia ke
atmosfir, dari 1241.8 NM3 perjam menjadi nol atau habis.
2. Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Hal ini nampak dari hilangnya semua emisi gas
yang ada dalam purge gas dan flash gas.
3. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan eksploitasi sumber
daya alam melalui penerapan daur ulang limbah. Hal ini nampak dari daur ulang
atau recovery gas hydrogen yang ada dalam purge gas dan flash gas untuk
dijadinkan produk ammonia. Artinya untuk memproduksi sejumlah ammonia
diperlukan gas alam yang lebih sedikit.
4. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab biaya pemeliharaan untuk
pembersihan burner bisa dikurangi. Hal ini nampak dari berkurangnya frekuensi
cleaning burner reformer, karena pembentukan ammonium karbamat yang
menyebabkan kebuntuan burner berkurang.
5. Memperkuat daya saing produksi atau produk lebih kompetatif. Hal ini nampak
dari rendahnya konsumsi energy per ton produk ammonia, yang disebabkan
oleh recovery hidogen dan ammonia.
6. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini nampak
dari hilangnya polusi ammonia dan emisi gas lainnya, sehingga bahaya
kesehatan dan bahaya kebakaran bisa dicegah.

18
7. Meningkatkan citra perusahaan. Dengan rendahnya polusi dan emisi yang
dibuang ke udara, maka citra (image) PT. PUupuk Kalimantan Timur dimata
masyarakat bisa lebih baik.

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Peluang penerapan produksi bersih berupa pengadaan unit pengurangan


hydrogen (HRU) dapat diterapkan di industri ammonia.

2. Terdapat hubungan antara pemberian insentif berupa pengadaan alat hidrogn


recovery unit (HRU) pada setiap industri ammnoni dengan jalannya program
produksi bersih. Dengan peningkatan pendapatan dan hasil produksi ammonia.

3. Penerapan produksi bersih memberikan keuntungan secara ekonomi dan


membantu memelihara kesehatan lingkungan dengan mengurangi jumlah polusi
ammonia ke atmosfir.

B. SARAN

1. Bila dilihat dari keuntungan ynag diperoleh dari penggunaan HRU, diharapkan
pemerintah dapat menginsentifkan alat ini kepada setiap industri ammonia di
Indonesia.

2. Penggunaan HRU diharapkan harus dimiliki oleh setiap pendirian pabrik


ammonia baru.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40370/Kajian
%20perbaikan.pdf?sequence=1

2. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/403
2/4033.pdf

3. http://www.skripsi-tesis.com/07/02/analisis-pengaruh-insentif-motivasi-disiplin-
kerja-dan-budaya-organisasi-terhadap-kinerja-pegawai-pada-dinas-pendidikan-
dan-pengajaran-kota-jakarta-timur-pdf-doc.htm

4. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/insentif-definisi-tujuan-jenis-proses.html

5. http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/KEUNGGULAN-KOMPARATIF-DAN-
DAMPAK-KEBIJAKAN.pdf

6. http://www.ppbn.or.id/

7. http://www.bppt.go.id/w2/index.php?
option=com_content&view=article&id=278%3Apenerapan-teknologi-produksi-
bersih-solusi-hemat-energi&catid=50%3Ateknologi-energi&Itemid=212

8. http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih

9. http://p3bd.vibet.org/files/Penerapan_Produksi_Bersih_di_Kawasan_Industri.pdf

10. http://eprints.undip.ac.id/18293/1/Sri_Moertinah.pdf

11. http://www.ebtke.esdm.go.id/download/doc_download/18-handout-mam-
oktaufik.html

12. http://www.ebtke.esdm.go.id/download/doc_download/18-handout-mam-
oktaufik.html

21
13. http://ace2.aseanenergy.org/download/projects/promeec/td/industry/Membrane
%20separation%20hydrogen%20recovery%20unit%20in%20ammonia
%20production%20%5Bche%5D.pdf

14.

22

Anda mungkin juga menyukai