PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era global dan pasar bebas sekarang ini, industri dihadapkan pada
persaingan yang ketat, sehingga keunggulan komparatif yang menjadi andalan pada
masa lalu sudah tak mampu untuk menghadapi tantangan pasar bebas. Peningkatan
efisiensi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing terhadap produk-
produk sejenis dari negara tetangga maupun negara lain yang masuk ke Indonesia dan
juga dalam melakukan produk ekspor ekspor. Hanya dengan keunggulan kompetitif dan
produk yang berkualitas yang akan mampu berkembang dan memenangkan persaingan
dalam pasar bebas.
Limbah dan emisi merupakan hasil yang tak diinginkan dari kegiatan industri.
Sebagian besar industri masih berkutat pada pola pendekatan yang tertuju pada
aspek limbah. Bahkan masih ada yang berpandangan bahwa limbah bukanlah
menjadi suatu permasalahan dan kalau perlu keberadaannya tidak diperlihatkan. Pihak
1
industri mungkin masih belum menyadari bahwa sebenarnya ”limbah” sama dengan
”uang” atau pengertian tentang limbah yang terbalik, artinya bahwa limbah
merupakan uang atau biaya yang harus dikeluarkan dan mengurangi keuntungan.
Memang benar bahwa dengan mengabaikan persoalan limbah, keuntungan tidak akan
berkurang untuk jangka pendek. Pihak industri yang demikian mungkin belum melihat
faktor biaya yang berkaitan dengan ”image” perusahaan dan tuntutan pembeli dari luar
negri yang mensyaratkan pengelolaan lingkungan dengan ketat. Kita melihat bahwa ada
peluang yang sebenarnya mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi pada akhirnya
terlepas karena mengabaikan aspek lingkungan. Sementara itu perusahaan juga
merasakan beratnya biaya pengolahan disamping tingginya biaya investasi unit
pengolahan air limbah. Suatu kenyataan yang harus diakui bahwa pendekatan
pengolahan limbah yang sudah terbentuk mempunyai berbagai kelemahan, antara lain:
2
Bersih di kawasan akan memberikan keuntungan berlebih dibanding dengan
keuntungan yang diperoleh industri secara sendiri-sendiri.
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sehingga insentif adalah sesuatu yang diberikan oleh perusahaan atas prestasi
karyawannya baik berupa upah/kompensasi atau dalam bentuk penghargaaan dan
promosi jabatan yang sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4
Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan
yaitu:
a. Bagi Perusahaan.
b. Bagi Karyawan
3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.
a. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang
pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan
jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
1) Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja,
tugas dan rekan kerja.
2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan
pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan
atasan.
Menurut Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah:
5
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok
kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual
spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas
prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang
lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun
memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika
kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja,
produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba
organisasi dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan
dalam produktivitas organisasi.
Menurut Harsono (1987 : 85) proses pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh
mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2) Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran
yang diterima oleh kelompok.
6
Menurut Dessler (1997: 154 157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh
organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif
seluruh organisasi ini antara lain terdiri dari:
1) Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi
laba perusahaan,
2) Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh
perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri
kepada orang kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat
setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stock kepada karyawan yang
mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari layanan,
3) Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun
1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama,
keterlibatan dan berbagai tunjangan,
4) Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu
usaha bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan.
a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat
dimengerti.
b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk
mereka lakukan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk
memperoleh sesuatu.
d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan
rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan
terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang
dibelanjakan.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990: 163), sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
7
2) Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
3) Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
4) Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi
maupun rendah dapat berakibat buruk.
5) Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang
pekerja untuk bekerja lebih giat.
Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan
energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan produktivitas dan
minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran seringkali digunakan
untuk maksud yang sama dengan istilah Produksi Bersih. Demikian pula halnya dengan
Eco-efficiency yang menekankan pendekatan bisnis yang memberikan peningkatan
efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.
8
sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (KLH,2003).
Strategi produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena didalamnya
termasuk upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui pilihan
jenis proses yang akrab lingkungan, minimalisasi limbah, analisis daur hidup produk,
dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah
strategi yang perlu diprioritasknan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang
berwawasan lingkungan namun bukanlah meruapkan satu pengolahan dan
pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu sama
lainnya.
9
3) Reduce (pengurangan), adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya. Berbagai cara reduksi pada sumber adalah:
Tata laksana rumah tangga yang baik
Merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam menjaga
kebersihan lingkungan pabrik dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin
Segregasi aliran limbah
Adalah pemisahan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen,
konsentrasi atau keadaannya sehingga dapat mempermudah mengurangi
volume atau mengurangi biaya pengolahan limbah. Selain hal tersebut cara
ini juga memberikan kemungkinan pemanfaatan limbah salah satu aliran.
Aliran yang encer lebih mudah untuk dimurnikan karena mengandung
sedikit kontaminan aliran pekat lebih mudah untuk didaur ulang, digunakan
kembali atau ”direcovery” karena konsentrasi aliran itu besar.
Pelaksanaan ''preventive maintenance"
Adalah pemeliharaan/ penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang
telah dijadwalkan berdasarkan perkiraan waktu kerusakan alat. Program
”maintenance” yang dilaksanakan dengan ketat akan menghindarkan
terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan.
Pengelolaan bahan
Merupakan suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk meyakini
kelancaran produksi, tetapi tidak berlebihan agar tidak menimbulkan
gangguan lingkungan. Penyirnpanan diusahakan agar tetap rapi dan selalu
terkontrol, sehingga tidak terjadi ceceran atau kerusakan bahan, yang
mengurangi jumlah limbah yang terjadi. Pengelolaan bahan merupakan cara
yang mudah untuk dilakukan tetapi kesalahan dalam melaksanakannya
sering berpotensi menghasilkan limbah.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik
Pengoperasian proses produksi pada kondisi optimum dan pengoperasian
alat sesuai dengan pedoman pengoperasian alat, mengurangi terjadinya
10
limbah sehingga meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan
akibat kebocoran dan tumpahan.
Modifikasi proses dan atau alat
Memasang alat proses atau memodifikasi alat sehingga lebih efisien akan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, mengurangi bahan yang harus
didaur ulang dan limbah yang dibuang.
Modifikasi/subtitusi bahan
Substitusi bahan beracun dengan bahan lain yang kurang daya racunnya atau
mereformulasi bahan mentah dapat mengurangi keluarnya limbah
berbahaya, penggantian bahan juga dapat mengurangi jumlah limbah yang
keluar.
Pengubahan produk
Pengubahan produk sebagai pengganti produk yang sudah ada yang
fungsinya sama dapat mengurangi terjadinya limbah B-3 baik yang keluar
dari proses produksi maupun yang dikeluarkan pada saat pemakaian hasil
produksi oleh konsumen.
Penggunaan teknologi bersih
Pemilihan teknologi bersih yang tidak atau kurang potensinya untuk
mengeluarkan limbah B-3 dengan efiiensi yang cukup tinggi. Hal ini
sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan pabrik baru atau pada saat
penggantian sebagian unitnya.
4) Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali), adalah upaya yang memungkinkan
suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
5) Recycle (daur ulang), adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuakn
fisika, kimia dan biologi.
6) Recovery/Reclaim (pungut ulang, ambil ulang), adalah upaya mengambil
bahanbahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah,
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa
perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
11
1) Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi bersih
telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan
pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu lingkungan.
2) Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah
yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan
penanganan khusus.
12
BAB III
STUDI KASUS
Program lingkungan PBB menjelaskan konsep produksi (Bapedal, s.a) sebagai berikut:
a) Aplikasi secara kontinus dari suatu strategi lingkungan yang bersifat preventif
dan terpadu untuk proses dan produk guna mengurangi risiko pada manusia dan
lingkungan;
b) Untuk proses produksi, produksi bersih mencakupi konservasi bahan mentah
dan energy, penghilangan bahan mentah yang beracun atau toksik, dan
pengurangan jumlah serta toksisitas dari semua emisi dan limbah sebelum
meninggalkan suatu proses.
c) Untuk produk, strategi difokuskan pada pengurangan dampak selama siklus
hidup produk, dari ekstrak bahan mentah sampai dengan pembuangan dari
produk tersebut.
d) Produk bersih dicapai melalui penggunaan pengetahuan, perbaikan teknologi,
dan perubahan sikap.
1) Pembuangan limbah ynag tidak terkontrol, yang merupakan alternatif yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan;
2) Pembuangan limbah terkontrol, yaitu ke tempat yang sudah ditemukan dan
diizinkan;
3) Pengolahan limbah, yang sebelum dilakukan pembuangan limbah telah
memenuhi baku mutu dipersyaratkan;
13
4) Daur ulang limbah dan pemanfaatan limbah secara eksternal, yang masih
mengandung risiko karena limbah masih harus ditransportasikan;
5) Reduksi limbah, termasuk daur ulang secara internal, dan merupakan prioritas
tertinggi.
Dilihat dari konsep penanganan limbah yang ada, pabrik Ammonia Kaltim-3
mempunyai beberapa fasilitas yang tidak dimiliki oleh pabrik ammonia pada generasi
sebelumnnya, seperti pabrik Ammonia Kaltim-1 maupun Kaltim-2. Sebagai contoh
penerapan teknologi proses ambil ulang hydrogen, teknologi proses pakai ulang panas
dan air pada proses Condensate Stripper serta sistem optimalisasi pemanfaatan panas
fuel gas dari radiant reformer. Sehingga ingin diketahui bagaimana proses produksi
bersih pada pabrik ammonia Kaltim-3 dibandingkan pabrik Ammonia Kaltim-1 dan
Kaltim-2.
Pada PT. Pupuk Kalimantan Timur, Tbk, produksi bersihnya melalui proses
recovery dengan menggunakan Hydrogen Recovery Unit (HRU). HRU merupakan salah
satu unit yang ada di pabrik ammonia Kaltim-3, namum pengoperasiannya
dilaksanakan dalam koordinasi bagian Ammonia Kaltim-2. Pemasangan Hydrogen
Recovery Unit dimaksudkan untuk mengambil kembali hydrogen dan ammonia yang
terbawa di dalam purge gas yang keluar dari synloop dan flash gas yang keluar dari unit
refrigerasi, sehingga dapat menambah produksi ammonia dan meningkatkan efisiensi
14
pemakaian bahan bakar. Teknologi proses yang dipakai adalah teknologi cryogenic.
HRU ini dirancang untuk mengambil kembali ammonia dan hydrogen yang terdapat
dalam purge gas dan flash gas dari pabrik ammonia K-1, K-2, dan K-3.
Dibawah ini terdapat implementasi produksi bersih pada HRU yang dibuat blok
diagram:
15
Selain itu, terdapat perbandingan kondisi emisi buangan gas sebelum dan
sesudah penerapan produksi bersih atau dalam hal ini sebelum dan sesudah
pemasangan hydrogen recovery, sebagai berikut:
NM3/Jam NM3/Jam
Dari hasil evaluasi dalam penerapan prodksi bersih, didapatkan data pada waktu
sebelum diterapkan produksi bersih, sebagai berikut:
1. Pada waktu purge gas dan flash gas sejumlah 39.005 NM 3 perjam dibuang ke
udara maka terjadi pencemaran ammonia sebanyak 1241.8 NM 3 perjam atau
sekitar 3,18 %. Jadi emisi ammonia ke uadara sekitar 24118.85 mg/NM 3. Sesuai
dengan SK Gubernur Provinsi Kaltim, baku mutu emisi ammonia adalah 0,35
mg/NM3. Hal ini berarti sebelum ada HRU atau belum diterapkan produksi
bersih, baku mutu emisi ammonia selalu dilampaui.
2. Selain itu pada waktu purge gas dan flash gas sejumlah 39.005 NM 3 perjam
dibuang ke udara, maka terjadi pembuangan gas hydrogen sejumlah 23.733,7
NM3 perjam. Hal ini sangat berbahaya terhadap kesehatan karyawan dan
mempunyai potensi bahaya kebakaran yang sangat besar.
3. Pada waktu purge gas dan flash gas dimanfaatkan sebagai bahan baku (fuel)
pada primary reformer, maka terjadi pemanfaatan limbah gas sebgaai sumber
energy. Namun hal ini mempunyai kelemahan, yaitu kandungan ammonianya
akan beraksi dengan gas CO2 yang terkandung dalam bahan bakar gas bumi, yang
mengandung gas CO2 sekitar 2 – 4 % membentuk ammonium karbamat yang
akan membantu distributor burner.
16
4. Terjadi kehilangan produk ammonia sebesar 1241.8 NM 3 perjam, yang
disebabkan oleh hilangnya ammonia dalam purge gas dan flash gas.
5. Terjadi kehilangan gas hydrogen dalam purge gas dan flash gas sebesar 23733.7
NM3 perjam yang seharusnya bias dikonversi menjadi bentuk ammonia.
6. Sering mengalami kebuntuan pada burner, yang disebabkan oleh terjadinya
reaksi antara ammonia yang ada dalam purge gas/flash gas dengan gas CO 2 yang
ada dalam natural gas fuel.
1. Ammonia seumlah 1241.8 NM3 perjam atau 0,94 ton per jam (226 ton per hari)
dalam fuel gas yang seharusnya dibuang ke udara (atosfir) dan mencemari
lingkungan namun bisa direcover menjadi produk, sehingga menambah jumlah
produk ammonia.
2. Terjadi recovery hydrogen yang terkandung dalam purge gas dan flash gas
sebanyak 22282.15 NM3 perjam, yang kemudian dikonversi menjadi ammonia.
Hal ini berarti hydrogen yang seharusnya dibuang ke atmosfir dan mencemari
lingkungan, bisa dimanfaatkan untuk menambah jumlah produksi ammonia.
3. Walaupun jumlah fuel off gas yang dipakai untuk pemanas di unit Primary
Reformer hanya mengandung methane dan hydrogen 5515.68 NM 3 perjam.
Jumlah ini lebih sedikit dibanding jika jumlah purge gas dan flash gas yang
langsung untuk pemanas sebesar 27990.2 NM3 perjam. Namun kualitas FOG
sebgaai pemanas lebih baik. Hal ini Nampak dari habisnya kandungan ammonia
dalam fuel off gas, yang berarti kebuntuan pada burner tidak akan terjadi lagi.
4. Terjadi penurunan jumlah pemakaian fuel gas bumi yang jumlahnya setara
dengan kandungan methane dan hydrogen dalam fuel off gas, yaitu sebanyak
5515.68 NM3 perjam atau 4,94 MMSCFD.
5. Jumlah kenaikan produksi ammonia adalah 180 ton per hari, yang terdiri atas:
1) Ammonia dari recovery ammonia = 22,6 ton per hari
2) Ammonia dari konversi hydrogen = 157,4 ton per hari
17
1. Terjadi kenaikan produksi ammonia sebesar 180 ton per hari atau kenaikan
pendapatan sebesar US $ 36.000 per hari, dengan asums harga ammonia US $
200 per ton.
2. Memperbaiki kualitas lingkungan. Hal ini Nampak dari turunnya polusi gas
ammonia ke atmosfir, dari 1241.8 NM3 perjam menjadi nol atau habis.
3. Mengurangi jumlah pemakaian bahan baku gas bumi, yang setara dengan
5515.68 NM3 perjam dengan kandungan methane dan hydrogen dalam fuel off
gas, yaitu sebanyak 5515.68 NM3 perjam atau 4,94 MMSCFD.
18
7. Meningkatkan citra perusahaan. Dengan rendahnya polusi dan emisi yang
dibuang ke udara, maka citra (image) PT. PUupuk Kalimantan Timur dimata
masyarakat bisa lebih baik.
19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Bila dilihat dari keuntungan ynag diperoleh dari penggunaan HRU, diharapkan
pemerintah dapat menginsentifkan alat ini kepada setiap industri ammonia di
Indonesia.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40370/Kajian
%20perbaikan.pdf?sequence=1
2. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/403
2/4033.pdf
3. http://www.skripsi-tesis.com/07/02/analisis-pengaruh-insentif-motivasi-disiplin-
kerja-dan-budaya-organisasi-terhadap-kinerja-pegawai-pada-dinas-pendidikan-
dan-pengajaran-kota-jakarta-timur-pdf-doc.htm
4. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/insentif-definisi-tujuan-jenis-proses.html
5. http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/KEUNGGULAN-KOMPARATIF-DAN-
DAMPAK-KEBIJAKAN.pdf
6. http://www.ppbn.or.id/
7. http://www.bppt.go.id/w2/index.php?
option=com_content&view=article&id=278%3Apenerapan-teknologi-produksi-
bersih-solusi-hemat-energi&catid=50%3Ateknologi-energi&Itemid=212
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih
9. http://p3bd.vibet.org/files/Penerapan_Produksi_Bersih_di_Kawasan_Industri.pdf
10. http://eprints.undip.ac.id/18293/1/Sri_Moertinah.pdf
11. http://www.ebtke.esdm.go.id/download/doc_download/18-handout-mam-
oktaufik.html
12. http://www.ebtke.esdm.go.id/download/doc_download/18-handout-mam-
oktaufik.html
21
13. http://ace2.aseanenergy.org/download/projects/promeec/td/industry/Membrane
%20separation%20hydrogen%20recovery%20unit%20in%20ammonia
%20production%20%5Bche%5D.pdf
14.
22