Anda di halaman 1dari 38

Skills Lab Keterampilan Anamnesa Level

Kompetensi
1 ANAMNESA 4A

❖ TEORI PENDAHULUAN

Anamnesis (wawancara) berasal dari kata ana yang artinya hal-hal yang telah
terjadi dan nesa artinya ingatan. Dibedakan 2 anamnesis yaitu:
1. Auto anamnesis yang berasal dari penderita sendiri
2. Allo anamnesis yang berasal dari orang lain seperti keluarga, polisi, penduduk lain.
Dikerjakan pada keadaan sebagai berikut:
• Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran.
• Pasien bayi, anak- anak atau orang sangat tua, pasien yang tidak dapat dimintai
keterangan seperti kasus skizofrenia.
• Untuk konfirmasi auto anamnesis

Anamnesa awal
Identitas pasien merupakan data pokok yang harus dikaji lebih awal. Identitas
terdiri dari: Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
tempat tinggal, dokter yang merujuknya harus pula anda catat pada saat pemeriksaan
dilakukan. Jika ini bukan merupakan kunjungan yang pertama, maka jumlah serta
tanggal kunjungan sebelumnya harus dicatat.

Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membawa os datang ke fasilitas
kesehatan, pernyataan dengan bahasa sendiri. Keluhan utama dalam sistem respirasi
dapat berupa: diypsnea, nyeri dada, batuk, batuk darah, mengi. Tulislah pernyataan
singkat, sejauh mungkin dengan mempergunakan kalimat yang dipakai oleh penderita
itu sendiri, mengenai apa sebenarnya yang tengah dialaminya, dengan mengemukakan
gejala-gejala atau tanda-tanda serta berapa lama semua gejala-gejala serta tanda-tanda
tersebut sudah berlangsung. Hindarkan, jika memungkinkan, penggunaan kata-kata
atau ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu diagnosis atau yang mempunyai
kaitan diagnostik murni. Lama waktu terjadinya keluhan utama harus ditanyakan.
Apakah gangguan yang dialaminya bersifat akut atau kronis? Beberapa penyakit timbul
dan berakhir secara mendadak, sedangkan penyakit lain mulai secara perlahan dan tidak
nyata.
Pada penyakit paru ada 3 keluhan utama yang sering dijumpai yaitu batuk, sesak
nafas dan nyeri dada. Adapun pemaparannya sebagai berikut:

➢ BATUK
Batuk adalah salah satu sarana pertahanan tubuh yang secara fisiologis
membersihkan saluran pernafasan dari lendir (mukus) dan bahan/benda asing ,
timbulnya pada umumnya secara reflektorik namun adakalanya dilakukan secara
sengaja.
Batuk dapat terjadi oleh karena kelainan pada paru maupun diluar paru.
Walaupun batuk adalah salah satu gejala penyakit paru yang paling sering dan penting
namun relatif tidak spesifik. Adanya batuk bersama-sama dengan gejala-gejala lain
mungkin sangat membantu mengarahkan diagnosis. Jika batuk disertai dengan
stridor inspirasi biasanya disebabkan oleh obstruksi intrinsik atau ekstrinsik di saluran
nafas bagian atas. Batuk yang disertai dengan wheezing yang menyeluruh merupakan
petunjuk adanya bronkospasme (penyempitan bronkus), meskipun kadang-kadang
dapat pula disebabkan oleh kelainan endotrakea daerah carina. Terdapatnya wheezing
lokal yang menetap dan terdengar pada saat ekspirasi disertai batuk mencurigakan
adanya kemungkinan suatu karsinoma bronkogenik.

➢ SESAK NAFAS
Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling mencemaskan
penderita sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam penjelasan atau
definisi mengenai dyspnea ini seperti sukar bernafas atau nafas tidak enak (kurang
lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh pasie sebagai sesak nafas
(shorthness of breath).
Sesak nafas mungkin merupakan gejala berbagai gangguan patofisiologi: obstruksi jalan
nafas, berkurangnya jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru,
kenaikan kerja pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak seimbang
dalam kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous admixture) atau right to
left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan gangguan kapasitas
angkut oksigen dari hemoglobin.
Pasien dispneu dapat digolongkan dalam 3 kategori utama yaitu:

• Dispneu Akut
Pada orang dewasa dipsnea akut dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
seperti edema paru, tromboemboli paru akut, pneumonia dan pneumothoraks
spontan Salah satu penyebab yang paling sering adalah sembab paru (edema paru)
akut oleh karena kegagalan jantung kiri. Ini biasanya terjadi pada pasien jantung
atau hipertensi, yang pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah yang difus.
Penderita mungkin mengeluarkan dahak kental, berwarna kemerahan dan berbuih.
Dapat pula disertai batuk, wheezing, nyeri kardiovaskuler dan sembab pada kaki.

• Dispneu Progresif Menahun


Salah satu sebab yang paling sering dari dispneu ini adalah kegagalan jantung
kongestif. Keluhan ini sering dimulai dengan sesak nafas waktu melakukan
pekerjaan, yang lambat laun menjadi bertambah berat sehingga pasien merasa
sesak nafas walaupun melakukan pekerjaan minimal atau bahkan waktu
istirahat. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering terbangun
malam hari karena sesak nafas tetapi biasanya disertai dengan batuk dan
pengeluaran dahak. Orthopnea seringkali didapatkan pada kegagalan jantung kiri
yang lanjut, tetapi gejala ini juga mungkin terjadi pada pasien dengan asma dan
bronkitis.

• Dispneu Paroksismal Berulang


Jenis dispneu ini sering dijumpai pada pasien dengan asma bronkial, dimana pada
waktu serangan disertai dengan wheezing dan batuk. Walaupun asma terjadi pada
semua umur, tetapi seringkali terdapat pada anak dan dewasa muda. Dalam hal ini
perlu ditanyakan tentang alergi dan tes alergen. Keadaan ini perlu dibedakan
dengan asma kardial yang disebabkan oleh kegagalan jantung kiri atau stenosis
mitral.

➢ NYERI DADA
Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit thoraks (rongga
dada), tetapi dapat pula berasal dari luar paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala yang
paling sukar dinilai dan membutuhkan klasifikasi yang sistematis. Untuk semua nyeri
dada harus ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya, sifat, lokalisasi, lamanya,
menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan semua faktor yang
menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang. Nyeri dada dapat dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
• Nyeri pleuropulmonal
Nyeri pleuropulmonal biasanya akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten
dan diperhebat dengan bernafas serta seringkali juga makin hebat dengan gerakan.
Penyebab paling sering dari nyeri pleuropulmonal adalah pnemonia bakteri terutama
yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan Klebsiella. Gejala-gejala lain seperti
batuk, hemoptisis, demam atau malaise dapat menyertai pleuropulmonal.

• Nyeri trakeobronkial
Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan oleh tracheitis akut, tracheobronkitis
akut aspirasi benda asing tajam, inhalasi gas iritan atau karsinoma yang
menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri berupa rasa terbakar disubsternal dan
rasa tidak enak yang seringkali bertambah hebat dengan pernafasan dalam, batuk
dan terutama bila bernafas di hawa dingin. Bila keradangan meluas ke bronchus
utama nyeri terasa di parasternal.

• Nyeri kardiovaskuler
Nyeri ini biasanya terasa substernal atau pada sisi kiri dan seringkali dirasakan oleh
pasien sebagai menekan, menjepit atau mendesak atau perasaan berat dalam
dada. Kerap kali rasa nyeri menjalar ke bahu kiri dan sepanjang sisi medial lengan
kiri terus ke siku. Nyeri dapat menjalar ke leher atau ke rahang atau ke kedua bahu.
Nyeri seperti ini bersifat paroksismal dan bertambah hebat dengan gerakan / latihan
atau emosi dan cepat mereda bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, hal ini khas
pada angina pektoris. Jika nyeri demikian berlangsung selama > 20 menit dan
tidak menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin harus diduga adanya
infark miokard akut.

• Nyeri esofagus dan mediastinal


Nyeri esofagus adalah rasa nyeri dada yang dalam yang dapat dirasakan pula
(referred) di tempat lain. Biasanya bila disertai gejala seperti kesukaran menelan
(disfagia) yang progresif , regurgitasi makanan padat yang baru saja dimakan dan
nyeri waktu menelan diduga adanya penyakit esofagus. Nyeri mediastinal amat
jarang, biasanya disebabkan oleh penyebaran tumor ke mediastinum, aneurisma
aorta atau pembesaran kelenjar limfe.

• Nyeri muskuloskeletal
Nyeri demikian mirip dengan jenis nyeri dada yang lain pada umumnya dan
mungkin penyebabnya tak diketahui.nyeri tulang yang paling sering disebabkan
oleh fraktur tulang rusuk yang berhubungan dengan riwayat rudapaksa. Nyeri
tulang biasanya ringan pada permulaan namun kemudian menjadi kronis, terus
menerus dan setempat. Penyebab lain adalah metastase dari suatu keganasan misal
pada mieloma multipel dan sarkoma. Jenis kedua nyeri dada muskuloskeletal
termasuk dalam kelompok mialgia misal pada otot-otot interkostal, pektoral maupun
otot sekitar sendi bahu. Penyebab yang paling sering adalah trauma akibat suatu
gerakan / latihan yang menggunakan otot-otot yang sebelumnya tak pernah
digunakan atau akibat keradangan.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


RPS adalah rincian gambaran dari keluhan utama pasien dengan sasaran untuk
mendapatkan hubungan dan gambaran umum bagaimana keluhan utama pasien terjadi.
Yang paling penting adalah fungsinya sebagai sumber informasi yang hakiki untuk
membuat diagnosis.
Bila, mengapa dan bagaimana penderita sampai menjadi sakit? Rinci kronologis
yang disusun secara ringkas, semua keterangan yang berhasil dikumpulkan yang
mempunyai kaitan dengan permulaan timbulnya penyakit, maupun perjalanan penyakit.
Bila mungkin, pancing serta korek pengertian serta pemahaman yang dimiliki oleh
penderita tentang penyakit yang tengah dialaminya tersebut serta harapan-harapan
yang terkandung dalam dirinya mengenai kunjungan ini. Untuk membuat RPS ada 7
dimensi dari gejala klinik yang harus ditanyakan dalam anamnesa, yaitu :
1. Lokasi : Dimana lokasi masalah tersebut? Apakah ada penjalaran? Contoh :
Tolong tunjukkan dengan satu jari dimana lokasi nyeri yang tepat?
2. Kualitas : Seperti apa keluhan tersebut dan bagamana rasanya ? Apakah tajam
atau tumpul, hilang timbul atau menetap?
3. Kuantitas/beratnya: Seberapa berat penyakitnya? Misalnya beratnya nyeri
dengan skala 1 sampai 10 dimana skala 1 tidak nyeri sedangkan 10 sangat
nyeri.
4. Kronologis/waktu: Kapan gejala atau masalah mulai?. Bagaimana kejadiannya?
Misalnya pada nyeri dada perlu ditanyakan pertama kali terjadi atau sebelumnya
pernah terjadi.
5. Kejadian yang memperberat keluhan : Misalnya nyeri dada bertambah pada
saat apa?
6. Kejadian yang memperingan keluhan : Misalnya nyeri berkurang saat diapakan?
7. Gejala klinik yang menyertai : Misalnya kolik ureter disertai dengan kesulitan
defekasi.

Teknik untuk mendapatkan Riwayat Penyakit Sekarang


1. Tipe pertanyaan :
• Open ended, umumnya dipergunakan pada saat mulai wawancara sampai
selesai.
• Direct, artinya langsung menuju apa yang ditanyakan. Misalnya "kapan nyeri itu
dimulai?", " Berapa kali beraknya?
• Design, merancang informasi spesifik tentang sesuatu yang khusus.
• Multiple, hindari pertanyaan yang banyak namun tidak berhubungan. Misalnya
"apakah ada perubahan dalam kencing atau berak, darah dalam tinja atau nyeri
perut?". Karena kita bisa lupa tentang apa yang ditanyakan.
• Laundry List, hindari pertanyaan seperti pada multipel sehingga pasien sulit untuk
menjelaskan gejala yang dialami. Misalnya " apakah nyeri tajam atau tumpul ".
Seharusnya ditanyakan seperti" seperti apa nyeri yang diderita ?"

2. Cara komunikasi :
• Yakinkan pasien nyaman
• Yakinkan pasien siap untuk mendengar
• Perkenalkan diri anda
• Hormati pasien dengan menyebut nama yang lengkap.
• Fasilitasi bila cerita pasien terhenti.
• Perlihatkan rasa empati.
• Bangkitkan rasa kasihan terhadap penderitaan pasien.
• Timbulkan suasana keheningan
• Klarifikasikan cerita pasien bila kurang jelas.
• Ulangi lagi cerita yang didengar untuk meyakinkan.
• Pergunakan ringkasan.
• Pergunakan pernyataan peralihan
• Pergunakan pernyataan atau pertanyaan dari kesimpulan seperti "ada lagi yang
bapak mau kemukakan?, " ada hal-hal yang penting yang bapak mau
kemukakan?".
• Hindari pengulangan pertanyaan dan hindari hanya jawaban “ya/tidak” dari
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


RPD adalah catatan tentang penyakit dan pengobatan yang dialami pasien pada
masa lalu, merupakan informasi yang dapat menambah keterangan penyakit sekarang
dan atau yang berpengaruh terhadap pengelolaan pasien.

Elemen inti dari RPD adalah :


1. Kelahiran dan perkembangan dini. Buatlah ikhtisar mengenai apa yang diketahui
penderita tentang kelahiran, makanan, pertumbuhan, tingkah laku dan
lingkungannya, dengan menekankan hubungan antar pribadi serta peristiwa-
peristiwa penting pada masa kanak-kanaknya.
2. Penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya (masa kanak-kanak dan lain-lain).
Catatlah penyakit-penyakit menular serta gejala-gejala sisa yang dialaminya,
imunisasi, reaksi-reaksi alergi dan hipersenstiivitas dan reaksi-reaksi yang
ditimbulkan oleh obat-obatan.
3. Pembedahan, cedera, kecelakaan dan masuk rumah sakit. Berikan tanggal-
tanggal peristiwa terjadinya dengan keadaan yang menyertai; pancing serta
koreklah ulasan-ulasan penderita mengenai anestesia, reaksi-reaksi obat dan
hasil dari pengobatan yang diberikan kepadanya.
4. Obat-obatan, pengobatan dan kebiasaan. Tanyakan kepada penderita mengenai
penggunaan teh, kopi, alkohol, tembakau, obat-obat pencahar atau pengobatan
lain yang dipergunakan secara teratur.
5. Kesehatan/keadaan umum. Catatlah penilaian penderita anda tentang
kesehatannya sebagai baik, sedang ataupun buruk.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


RPK adalah riwayat penyakit yang diderita keluarga sebagai informasi apakah
merupakan penyakit yang ditularkan atau penyakit keturanan.

Elemen inti RPK adalah :


1. Latar belakang keluarga. Usia kedua orangtuanya, keadaan kesehatan mereka,
penyakit-penyakit fisik dan emosional yang pernah mereka derita di masa lalu,
kejadian-kejadian penting yang berhubungan dengan umur penderita pada saat
peristiwa itu terjadi. Cakup juga pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut kakek
serta neneknya dan anggota keluarga lainnya.
2. Saudara kandung. Jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh ibunya; jumlah
saudara laki-laki dan saudara perempuannya, keadaan kesehatan mereka semua,
penyakit-penyakit yang pernah mereka derita.
3. Riwayat perkawinan. Suatu pernyataan tentang istri/suami serta anak-anak
penderita, termasuk umur mereka masing-masing, keadaan kesehatan mereka,
penyakit-penyakit ataupun persoalan-persoalan yang pernah dialami serta
hubungan emosional yang terdapat antara mereka.
4. Riwayat keturunan. insiden penyakit-penyakit tulang dan sendi, alergi, kanker,
diabetes melitus, gangguan perdarahan, hipertensi, epilepsi, penyakit ginjal,
migren, gangguan saraf dan jiwa, demam rematik, tukak lambung dan lain-lain
pola penyakit yang dominan yang terdapat di lingkungan keluarga penderita.

Riwayat obstetric dan aktivitas sexual.


Apakah dia pernah melahirkan/ hamil? Jika ya, berapa kali, bagaimana hasil
kehamilannya? Aktivitas sexual merupakan masalah yang tidak nyaman untuk
ditanyakan, tetapi ini dapat memberikan informasi penting tentang penganiayaan,
kemampuan untuk mendapatkan keturunan dan lain-lain.

Riwayat Sosial dan Lingkungan


1. Pendidikan, dinas kemiliteran dan kegiatan keagamaan. Uraikan bila ada
hubungannya.
2. Riwayat pekerjaan. Uraikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan penderita, baik di
dalam, maupun di luar rumah, termasuk contoh kegiatan sehari-hari yang khas.
3. Pengaturan kehidupan. Uraikan aspek-aspek fisik dan sosial rumah penderita.
4. Masalah-masalah yang mempunyai hubungan dengan penyakit yang diderita
sekarang ini. Perhatikan serta pertimbangkan masalah-masalah
102 keuangan,
perubahan-perubahan dalam pekerjaan serta di rumah, penyaluran seksual yang
dilakukannya serta penggunaan alkohol, obat-obatan dan tembakau. Lakukan
penilaian terutama mengenai reaksi emosional penderita terhadap penyakit yang
sekarang ini.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu untuk melakukan anamnesis secara tepat terhadap kasus-kasus


penyakit yang berkaitan dengan kelainan Respirasi.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis terhadap keluhan utama pasien dan


mengeksplorasinya dengan baik dan benar pada kasus-kasus yang berkaitan
dengan kelainan respirasi.
2. Mahasiswa mampu untuk melakukan anamnesis terhadap riwayat penyakit
sekarang yang berhubungan dengan kelainan respirasi.
3. Mahasiswa mampu untuk melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit
dahulu yang berhubungan dengan kelainan respirasi.
4. Mahasiswa mampu untuk melakukan anamnesis mengenai riwayat keluarga dan
sosiokultural yang berhubungan dengan kelainan respirasi.
5. Mahasiswa mampu menarik kesimpulan dengan tepat permasalahan yang
dihadapi pasien.
6. Mahasiswa mampu menemukan diagnosis banding terhadap permasalahan yang
dihadapi pasien.
❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN
1. Status penderita
2. Pulpen & pensil

❖ METODE PEMBELAJARAN
▪ Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
▪ Ceramah
▪ Diskusi
▪ Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
▪ Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor

❖ INSTRUKSI UNTUK FASILITATOR


Tiap mahasiswa berperan sebagai dokter dan mendapatkan 1 skenario. Fasilitator
bertindak memilihkan salah satu dari dua skenario dibawah ini untuk diperankan oleh
pasien. Pasien menyajikan keluhan utama. Tugas siswa yang berperan sebagai dokter
adalah melakukan anamnesa secara lengkap, sampai akhirnya dapat membuat suatu
diagnosa banding. Tugas ini dilakukan bergantian dan setiap siswa hanya diberikan
waktu kurang lebih 5 menit.

SKENARIO

Kasus 1 (TB Paru)

Perempuan 26 tahun datang ke Poli Paru RS Bintang Amin, dengan keluhan batuk
lebih dari sebulan. Os selama ini hanya minum obat batuk, tetapi tidak sembuh. Selain
itu os juga mengeluh badan terasa hangat, dan mudah lelah. Keluhan ini paling dirasa os
sejak usia kehamilan 3 bulan. Riwayat pengobatan os hanya ke Puskesmas, diberi obat
batuk hitam dan pil berwarna putih, tetapi os merasa belum ada perubahan.

Kasus 2 (Keganasan Paru / Ca-Paru)

Seorang pria berumur 56 tahun mengeluh batuk-batuk sejak 3 bulan lalu tanpa
dahak, kadang dada dirasakan sesak/berat, berat badan menurun dan napsu makan
berkurang, berobat kedokter sudah 4 kali tidak ada perbaikan, bahkan sejak 1 bulan lalu
napas sesak. Pekerjaan yang ditekuni selama ini sopir mobil angkutan antar kota, dan
kebiasaan merokok 1-2 bungkus sehari sejak masih sekolah SMA. Dari ronsen foto
terdapat gambaran opasitis di lapangan paru kiri tengah, demam terkadang hilang
timbul

PENUNTUN BELAJAR ANAMNESIS PADA PENDERITA GANGGUAN RESPIRASI

A. ANAMNESIS KELUHAN UTAMA BATUK


LANGKAH KLINIK
1. PERSIAPAN PERTEMUAN
- penampilan pemeriksa
- waktu yang cukup
- tempat yang aman
2. SAAT ANAMNESIS
1. Memperlihatkan sikap yang ramah, mengucapkan salam
2. Perkenalkan diri melalui jabat tangan
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan mendapatkan inform consent (tujuan,
kerahasiaaan, persetujuan)
4. Menciptakan suasana yang bersahabat dalam rangka membina sambung rasa
5. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
6. Menjadi pendengar yang baik
7. Memberikan kesempatan kepada penderita untuk memberikan respon
8. Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas yaitu :
Nama, Umur, Alamat Status perkawinan, Pekerjaan
9. Menanyakan keluhan utama (batuk) dan menggali riwayat penyakit sekarang.
Menanyakan
• Onset dan lamanya keluhan batuk
• Sifat dari batuk (kering atau produktif)
• Warna lendir dan apakah disertai darah
• Keluhan lain yang menyertai batuk
• Sudah pernah berobat atau belum, bila sudah, bagaimana hasilnya.
10. Riwayat penyakit masa lalu
• Apakah pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama
sebelumnya?
• Tanyakan penyakit lain yang pernah diderita
11. Mengenal riwayat psikososial
• Tanyakan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan/berpengaruh dengan
keluhan sekarang. Misalnya riwayat merokok, riwayat pekerjaan, alergi akan
binatang peliharaan, makanan atau obat, dll
12. Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan
• Apakah ada anggota keluarga atau lingkungan yang menderita
penyakit/keluhan yang sama, bila ada ditanyakan kedekatannya dengan
yang menderita (adanya penyakit keturunan / tertular keluarga/lingkungan)

3. MELAKUKAN ANAMNESIS SISTEM LAIN


• Menanyakan fungsi fisiologis sistem lain , mulai dari kepala sampai kaki. Bila
ada keluhan, lanjutkan anamnesis berdasarkan keluhan tersebut.

4. PENUTUP
• Melakukan pengulangan hasil wawancara/cross check Mengakhiri
pembicaraan dengan ucapan terima kasih dan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya..
Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik Level Kompetensi
2 PEMERIKSAAN FISIK 4A

❖ TEORI PENDAHULUAN
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit diperlukan data yang berasal dari
riwayat penyakit, tanda penyakit dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
seperti laboratorium rutin dan khusus, radiologi dan bermacam-macam tes diagnostik.
Dalam pelajaran fisik diagnostik harus dimengerti dengan baik dan benar istilah
yang sering dijumpai seperti gejala (symptom) dan tanda (sign). Gejala adalah segala
sesuatu yang dirasakan oleh penderita dan menceritakannya kepada pemeriksa pada
waktu anamnesis. Pada umumnya bersifat subyektif. Tanda adalah segala sesuatu
yang dilihat dan diperiksa oleh pemeriksa pada penderita sebagai akibat perubahan
anatomi, fisiologi maupun patologis oleh suatu penyakit. Tanda-tanda penyakit
umumnya bersifat obyektif dan diketahui pada saat pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan fisik paru, sama seperti pemeriksaan fisik sistem lainnya, perlu terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan vital sign. Vital sign berupa pemeriksaan Tekanan Daran
(TD), Pernafasan (RR), Nadi (HR), Temperatur (T).

Tehnik Pemeriksaan Fisik Paru


Sebaiknya pasien dilepas bajunya sampai pinggang, dan harus cukup
lampu/penerangan sebab kontur dan tekstur akan menonjol dengan penerangan yang
baik. Selalu bandingkan dada kanan dan kiri di tempat yang simetris.

Inspeksi
1. Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe :
Normal. Rate dewasa 8 – 16 x/menit dan anak maksimal 44 x /menit
Tachypnoea.Cepat dan dangkal, penyebab : nyeri pleuritik, penyakit paru
restriktif, diafragma letak tinggi karena berbagai sebab.
Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas,
exercise, asidosis metabolik, pada kasus koma ingat gangguan otak
(midbrain/pons).
Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis metabolik
Bradypnoea. Napas lambat, karena depresi respirasi karena obat,
tekanan intrakranial meninggi.
Napas Cheyne Stokes. Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe
bergantian. Gagal jantung, uremi, depresi napas, kerusakan otak. Meskipun
demikian dapat terjadi pada manula dana anak- anak.
Pernapasan Biot. Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat
diramalkan, acapkali ditemukan pada kerusakan otak di tingkat
medulla.
Sighing. “Unjal ambegan”, menggambarkan sindrom hiperventilasi yang
dapat berakibat pusing dan sensasi „sesak napas‟, psikologik juga.
Ekspirasi diperpanjang. Ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena
resistensi jalan napas yang meningkat.
2. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat lapang dada
dari kaki penderita, tertinggal, umumnya menggambarkan adanya gangguan di
daerah dimana ada gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal).
3. Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut
(atelectasis, fibrosis) pleura mengkerut (schwarte) sedangkan dada
mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo) pleura berisi cairan
(efusi pleura).

Deformitas dan bentuk dada


Dada normal anak.
Dada normal dewasa
Dada bentuk tong. Diameter antero-post memanjang – usila, kifosis,
emfisema paru disebut juga barrel chest
Dada bentuk corong. Funnel chest, pectus excavatum, lekuk di sternum bawah
yang dapat membuat kompresi jantung dan vasa besar --- bising Dada Burung.
pigeon chest, pectus carinatum,dada menjorok ke depan Dada kifoskoliosis.
Dada mengikuti deformitas punggung, terjadi distorsi alat dalam yang sering
mengganggu interpretasi dapatan diagnosis fisik.

Palpasi
1. Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding
dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal, rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi,
posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, ruang antar iga, fossa
supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dinding dada.
2. Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) 110 sekitar dada dan nilai
lingkar ekspirasi dan lingkar inspirasi dalam, yang menggambarkan elastisitas
paru dan dada.
3. Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di daerah yang
simetris, kemudian dinilai. Pada waktu pasien bernapas dalam :
- tangan diletakkan di bagian depan dada) maka amati gerakan dada
simetriskah,
- (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik turun
secara simetris apa tidak,
- (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan tangan ke lateral di
bagian bawah atau tidak. Gerakan dinding dada maksimal terjadi di
bagian depan dan bawah.
4. Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa
fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang dijalarkan ke permukaan
dada dan kita raba dengan tangan kita.
5. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan
tujuh puluh tujuh (77) dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan
saudara.
- Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal:
pneumonia, fibrosis)
- fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke
dinding dada (efusi pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax)
6. Apabila jaringan paru yang berisi udara ini menjadi kurang udaranya atau
padat,suara yang dijalarkan ke dinding dada lewat cabang bronkus yang terbuka
ini melemah. Suara dengan nada tinggi (high-pitched sounds) yang biasanya
tersaring terdengar lebih jelas. Keadaan ini ditemukan di permukaaan dari
jaringan paru yang abnormal. Perubahan ini dikenal sebagai : suara bronchial,
bronchophonie, egophony dan suara bisikan (whispered pictoriloqui). Untuk
mudahnya dikatakan : suara bronchial dan vesikuler mengeras. Hal ini
dapat dirasakan dengan palpasi (fremitus taktil) atau didengar dengan
auskultasi.

Perkusi
1. Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan
menentukan kualitas jaringan paru-paru.

2. Perkusi dapat cara : direk : langsung mengetuk dada atau iga - cara klasik
Auenbrugger) atau indirek: ketukan pada jari kiri yang bertindak sebagai
plessimeter oleh jari kanan.

3. Di bagian depan mulai di fossa supraclavicula. Terus ke bawah, demikian juga


pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi dapat keras atau lemah. Makin
keras makin dalam suara dapat „tertembus‟. Misalnya untuk batas paru bawah
yang jaringan parunya mulai menipis, dengan perkusi keras maka akan terkesan
jaringan di bawahnya sedangkan dengan perkusi lemah maka masih terdeteksi paru
yang tipis ini sehingga masih terdengar suara sonor.

4. Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara:

• Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal (latihlah di paru
anda).
• Suara memendek (suara tidak panjang)
• Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
• Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung
• Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.
• Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung.
• Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian
paru yang di atas daerah yang ada cairannya, suara antara sonor dan timpani,
karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga
pneumothorak.

5. Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung relatif
dan batas jantung absolut. Kepadatan (konsolidasi) yang tertutup oleh jaringan
paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi dengan perkusi. Kombinasi antara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi banyak mengungkap patologi paru.
Perlu diingat bahwa posisi pasien (misalnya tidur miring) mempengaruhi
suara perkusi meskipun sebenarnya “normal”

6. Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di


punggung sampai terdengar perubahan dari sonor ke redup, kemudian pasien
diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi sampai redup. Perbedaan ini
disebut peranjakan paru (normal 2 – 3 cm). Peranjakan akan kurang atau
hilang pada emfisema paru, pada efusi pleura, dan asites yang berlebihan.
Untuk menentukan batas paru-hati lakukan hal yang sama di bagian depan
paru, linea medio clavicularis kanan.
7. Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang ada
dibawahnya, seperti diketahui paru kanan terdiri dari lobus superior, medius
dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari lobus superior dan lobus inferior .
8. Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari inspeksi dan
palpasi) menuju ke bagian yang diduga sakit. Untuk lebih meyakinkan,
bandingkan dengan bagian yang kontra lateral. Batas-batas kelainan harus
ditentukan.

9. Perkusi untuk menentukan apek paru (Kronig’s isthmus) dilakukan


dengan cara melakukan perkusi di pundak mulai dari lateral ke arah medial.
Suara perkusi dari redup sampai sonor, diberi tanda. Kemudian perkusi dari
medial (leher) ke lateral sampai terdengar sonor, beri tanda lagi. Diantara
kedua tanda inilah letaknya apek paru. Pada orang sehat lebarnya 4-6 cm. Pada
kelainan di puncak paru (tuberculosis atau tumor) daerah sonor ini menyempit
atau hilang (seluruhnya redup).
10. Pada perkusi efusi pleura dengan jumlah ciran kira-kira mengisi sebagian
hemitoraks (tidak terlalu sedikit dan juga tidak terlalu banyak) akan ditemukan
batas cairan (keredupan) berbentuk garis lengkung yang berjalan dari lateral ke
medial bawah yang disebut garis Ellis- Damoiseau.
11. Pada perkusi di kiri depan bawah akan terdengar suara timpani yang berbentuk
setengah lingkaran yang disebut daerah semilunar dari Traube. Daerah ini
menggambarkan lambung (daerah bulbus) terisi udara.

Auskultasi
1. Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara
2 iga (dalam ruang antar iga). Urutan pemeriksaan seperti pada perkusi. Minimal
harus didengar satu siklus pernapasan (inspirasi- ekspirasi). Bandingkan kiri-
kanan pada tempat simetris.

2. Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi.
Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti penting. Kita
mulai dengan melukiskan suara dasar dahulu kemudian melukiskan suara
tambahannya. Kombinasi ini, bersama dengan palpasi dan perkusi memberikan
diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit paru.

3. Suara dasar :
Vesikuler: Suara paru normal, inspirium > ekspirium serta lebih jelas
Vesikuler melemah: Pada bronchostenose, emfisema paru, pneumothorak,
eksudat, atelektase masif, infiltrat masif, tumor.
Vesikuler mengeras: Terdengar lebih keras.
Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada radang
Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru lebih
padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang)
Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol
kososng sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.

4. Suara tambahan :
Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi
maupun ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) =
rhonchi, rogchos berarti „ngorok‟. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran
udara. Dengan dibatukkan sering hilang atau berubah sifat.
Rhonchi basah (moist rales). Timbul letupan gelembung dari aliran udara
yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.
o ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),
o ronkhi basah sedang (bronchus sedang),
o ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).
o ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat,
pneumonia, tuberculosis.
o Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara
mendadak, serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh: atelectase
tekanan)
o Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek
perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan yang kasar (mis:
berfibrin)
Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut
sebagai wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan
pericardial rubs.
❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi secara berurutan dan mampu mengetahui
keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Melakukan anamnesis pasien dengan lengkap dan sistematis.
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi :
a. Melakukan inspeksi dari depan dan dari belakang thorax
b. Mampu membedakan bentuk normal dan abnormal rongga thorax
3. Melakukan pemeriksaan palpasi
a. Mampu merasakan perbandingan gerakan napas kanan dan kiri penderita
b. Mampu membandingkan fremitus suara kiri dan kanan penderita
4. Melakukan pemeriksaan perkusi
a. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi dari atas ke bawah secara sistematis
b. Mampu melakukan perkusi untuk mengetahui batas paru-hepar
5. Melakukan auskultasi
a. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi secara sistematis
b. Mampu mendengarkan suara nafas saat inspirasi dan ekspirasi
c. Mampu melakukan auskultasi dinding thorax belakang
d. Mampu membedakan suara nafas normal dan abnormal

❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


• Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisis diagnostik paru
• Stetoskop, lap, air mengalir, probandus/manekin/auscultation trainer dan
smartscope/ amplifier speaker system/dual head training stetoskop
• Status penderita, pulpen, pensil

❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
• Ceramah
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
• Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK PENDERITA


GANGGUAN RESPIRASI
Persiapan
• Penderita diminta melepaskan pakaian
• Mempersilahkan penderita berbaring terlentang
• Pemeriksa berdiri disamping kanan penderita
INSPEKSI
1. Melakukan pemeriksaan awal dengan memperhatikan
• Rambut (tampak kering atau tidak, mudah rontok atau tidak)
• Mata (konjugtiva terlihat anemis atau tidak, sklera terlihat ikterik atau
tidak)
• Hidung (sekret, bekuan darah, massa atau benjolan)
• Mulut (mukosa, tonsil, faring, sekret)
• Leher (Trakhea di tengah atau tidak, pembesaran KGB)
2. Perhatikan bentuk dada
• Simetris atau tidak
• Cekung atau cembung salah satu sisi atau kedua-duanya
• Apakah penderita menggunakan otot-otot tambahan untuk bernafas
• Perhatikan apakah terdapat daerah-daerah yang menonjol atau retraksi
lokal
• Apakah terdapat bagian yang menonjol pada dinding dada waktu
bernapas, pelebaran pembuluh darah vena (venectasis)
PALPASI
3. Palpasi, dengan menggunakan kedua telapak tangan untuk memastikan
• Apakah terdapat nyeri tekan lokal
• Apakah terdapat massa atau krepitasi
4. Meletakkan kedua telapak tangan pada dinding anterior dan lateral dada
5. Mempersilahkan menarik nafas panjang dan melihat ekspansi dada saat
dinamis simetris atau tidak
6. Mempersilahkan mengucapkan kata “tujuh-tujuh“
7. Menentukan perbedaan vokal fremitus kiri dan kanan

PERKUSI (mengetok jari tengah dengan jari tengah yang lain di atas bagian
badan yang diperiksa)
8. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan merata di seluruh
dada membentuk pola huruf S.
9. Membandingkan tempat-tempat yang sama pada kedua sisi kanan dan
kiri
Menentukan batas paru – hepar (anterior) dan batas bawah paru kiri –kanan

AUSKULTASI
10. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara
sistematis
11. Penderita diminta untuk menarik nafas panjang
12. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang
terdengar pada tiap sisi
13. Menentukan jenis suara napas dasar: Vesikuler, Bronkovesikuler dan
Bronkial
14. Menentukan suara napas tambahan : Rhonki, Wheezing, Stridor dan
pleural friction rub
POSTERIOR
15. Melakukan pengulangan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi bagian posterior tubuh
Skills Lab Keterampilan Diagnostik Level Kompetensi
3 PENILAIAN FOTO THORAK 4A

❖ TEORI PENDAHULUAN
Foto thorax adalah foto X-ray pada thorax yang dibuat untuk membantu melihat
kelainan-kelainan yang ada pada rongga thorax. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang cukup penting dalam penegakan diagnosis penyakit, utama nya
sistem respirasi. Pada foto thorax ini kita dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada
paru, pleura, organ-organ mediastinum, tulang-tulang dan pada jaringan lunak
sekitarnya. Dalam pembuatan foto thorax haruslah diperlihatkan beberapa keadaan
sehingga foto thorax yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.

Indikasi Foto Thorax


1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding thorax

Hal yang diinterpretasikan dalam rongga thorax:


1. Dinding thorax: costa, clavicula, scapula, vertebrae, soft tissue, pleura, trakea, RIC.
2. Sinus costofrenicus: (normal lancip) dibentuk oleh costa dan pleura parietal.
3. Diafragma: normal kanan lebih tinggi dari kiri.
4. Hilus: A. Pulmonalis, V. Pulmonalis, Aliran Limfe.
5. Cor.
Perhitungan CTR (Cardio Thoracis Ratio)
CTR= {(A+B)/(C1+C2)}x 100%
A= Titik terjauh jantung kanan.
B= Titik terjauh jantung kiri.
C= Garis yang melalui kedua sudut costofrenicus yang melewati cardiofrenicus.
Normal: 48-50 %
CTR>50% = Cardiomegali.
6. Mediastinum.
Organ2 mediastinum:
-Mediastinum superior: trakea, esofagus, truncus gastric cephalica.
-Mediastinum inferior: esofagus, aorta, vena cava inferior.

Hal yang perlu diperhatikan dalam interpretasi:


1. Kedudukan: simetris/asimetris.
2. Densitas.
3. Homogen/inhomogen.
4. Batas: tegas/tidak.
5. Ada perselubungan (bayangan padat).
6. Ada cavitas, kalsifikasi, garis fibrotik, bercak-bercak.
Cara membaca Foto Rontgen Thorak (Chest X-Ray) Dewasa

1. Perhatikan terlebih dahulu identitas pasien dan nomer rekam medis apakah sesuai
atau tidak.
2. Perhatikan tanda R (right) dan L (left) apakah posisi foto rontgen sudah benar.
3. Apakah eksposure sinar X-ray cukup atau berlebih atau kurang. Eksposure yang
cukup ditandai dengan os vertebralis thorakalis tampak terlihat sampai thorakalis ke-
5. Eksposure yang berlebih akan menyebabkan hulangnya gambaran dari paru
sehingga tidak bisa terbaca. eksposure yang kurang akan menyebabkan paru tampak
putih (radiolusen) sehingga tidak bisa dibaca atau misdiagnosis.
4. Perhatikan posisi foto rontgen apakah berdiri atau berbaring. Bisa dilihat dari letak os
scapula.Jika os scapula di lateral maka posisi pasien berdiri. Posisi berdiri biasanya
dengan proyeksi posterior-anterior (PA). Posisi berbaring dengan proyeksi anterior-
posterior (AP)
5. Perhatikan apakah foto thorak cukup inspirasi atau tidak. Inspirasi yang cukup bisa
dilihat dari batas diafragma di antara sela iga 5 dan 6.
6. Perhatikan jalan napas. Trakea tampak sebagai radioopage diantara os vertebralis.
Normal berada di tengah os vertebralis.
7. Perhatikan tulang-tulang clavicula, scapula, sternum dan iga. Apakah terdapat
fraktur. Juga lihat sela iga apakah simetris atau mengalami penyempitan atau
pelebaran. sela iga yang menyempit bisa disebabkan ateletaksis. Sela iga yang
melebar bisa menggambarkan adanya pneumothorak atau emfisema.
8. Lihat posisi diafragma apakah simetris. lihat sudut diafragma dengan sela iga (sudut
costophrenicus) kanan dan kiri. Normalnya kedua sudut costophrenicus tampak
tajam. Jika tumpul mungkin terdapat efusi pleura.
9. Lihat udara di lambung. Normal terdapat di sebelah kiri bawah foto rontgen thorak.
10. Perhatikan gambaran paru apakah terdapat radio opaque atau radio lusen.
Gambaran radio lusen dengan air fluid level bisa merupakan efusi plura atau kista
paru. gambaran radio opaque tanpa gambaran corakan pembuluh darah bisa
merupakan pneumothorak. konfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan kalau perlu foto
thorak lateral atau dekubitus.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti pembelajaran ini maka mahasiswa mampu melakukan
penilaian terhadap foto thorax dengan kelainan-kelainan penyakit sistem respirasi.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Mampu menentukan jenis posisi foto thorax
2. Mampu membedakan foto thorax yang memenuhi syarat/tidak
3. Mampu menentukan adanya kelainan pada paru-paru dan pleura

❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Daftar panduan belajar untuk teknik penilaian foto
2. Light box
3. Foto thorax (lihat lampiran 5)

❖ METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Partisipasi aktif dalam skill lab
4. Evaluasi melalui check list

PENUNTUN TEKNIK PENILAIAN FOTO THORAX UNTUK SISTEM RESPIRASI

LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
• Nama
• Umur
• Jenis Kelamin
• Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
• No foto
• Marker dari foto ➔ berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan
dengan pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L)
atau oblik
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
• Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi
intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kiri)
• Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal
yang terletak ditengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
• Film meliputi seluruh cavum thorax mulai dari puncak cavum thorax
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat pada film
tersebut.
• Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto thorax :
• Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
• Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau
mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa
pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma, mediastinum dan
penyempitan/pelebaran sela iga.
• Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
• Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga thorax.
• Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula
7. Menentukan diagnosa berdasarkan kelainan yang ditemukan

8. Mengusulkan tambahan foto thorax posisi lain untuk lebih memperkuat


diagnosa (bila perlu).
LAMPIRAN 1
(Gambar Foto Thorak)

a. Foto Thorak Normal


b. Foto Thorak Infeksi

Kesan: Terdapan infiltrat dan konsolidasi di hemitoraks kanan.


c. Foto Thorak Keganasan

Kesan: Terdapat gambaran massa di lapang paru kanan atas


d. Foto Thoraks TB

Kesan:Terdapan infiltrat dan konsolidasi homogen di hemitoraks kanan.


Skills Lab Keterampilan Terapeutik Level Kompetensi
4 TERAPI NEBULASI 4A

❖ TEORI PENDAHULUAN
Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara hirupan/inhalasi
dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas. Terapi inhalasi masih menjadi pilihan
utama pemberian obat yang bekerja langsung pada saluran napas terutama pada kasus
asma dan PPOK.
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau
masker. Dengan nebulizer dapat dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2-5 µ.
Alat nebulizer terdiri dari beberapa bagian yang terpisah yang terdiri dari generator
aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker, mouthpiece) dan cup (tempat obat
cair). Model nebulizer terdiri dari 3 yaitu :

a. Nebulizer jet-aerosol dengan penekan udara (compressor nebulizer) = memberikan


tekanan udara dari pipa ke cup yang berisi obat cair untuk memecah airan ke dalam
bentuk partikel-partikel uap kecil yang dapat dihirup ke dalam saluran napas

b. Nebulizer ultrasonik (ultrasonic nebulizer) = menggunakan gelombang ultrasounik


(vibrator dengan frekuensi tinggi) untuk secara perlahan merubah obat dari bentuk
cair ke bentuk aerosol basah

c. Nebulizer mini portable (portable nebulizer) = bentuknya kecil, dapat dioperasikan


dengan menggunakan baterai dan tidak berisik sehingga nyaman digunakan
INDIKASI
1. Asma Bronkialis
2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
3. Sindroma Obstruksi Post TB
4. Mengeluarkan dahak

KONTRAINDIKASI
1. Hipertensi
2. Takikardia
3. Riwayat alergi
4. Trakeostomi
5. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris
6. Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi

PEMILIHAN OBAT
Obat yang akan digunakan untuk terapi inhalasi akan selalu disesuaikan dengan
diagnosis atau kelainan yang diderita oleh pasien. Obat yang digunakan berbentuk
solutio (cairan), suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk terapi inhalasi.
Golongan obat yang sering digunakan melalui nebulizer yaitu beta-2 agonis,
antikolinergik, kortikosteroid, dan antiobiotik. Obat yang biasa dipakai:
- Bronkodilator : salbutamol
- Mukolitik: bromheksin, N-acetilsistein
- Kortikosteroid: budesonide, fluticason

KOMPLIKASI
• Henti napas
• Spasme bronkus atau iritasi saluran napas
• Akibat efek obat yang digunakan seperti salbutamol (short acting beta-2 agonist)
dosis tinggi akan menyebabkan gangguan pada sistim sekunder penyerapan obat.
Hipokalemi dan disritmia dapat ditemukan pada paslien dengan kelebihan dosis.

CARA PENGGUNAAN ALAT


1. Buka tutup tabung obat, masukkan cairan obat kedalam alat penguap sesuai dosis
yang telah ditentukan.
2. Gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan tombol ON pada
nebulizer. Uap yang keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam, inhalasi ini dilakukan
terus menerus sampai obat habis. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat
habis (+ 10 – 15 menit)

INTERPRETASI
1. Bronkospasme berkurang atau menghilang
2. Dahak berkurang

PERHATIAN
1. Bila memungkinkan, kumur daerah tenggorok sebelum penggunaan nebulizer
2. Perhatikan reaksi pasien sebelum, selama dan sesudah pemberian terapi inhalasi
3. Nebulisasi sebaikan diberikan sebelum waktu makan
4. Setelah nebulisasi klien disarankan untuk postural drainage dan batuk efektif untuk
membantu pengeluaran sekresi
5. Pasien harus dilatih menggunakan alat secara benar
6. Perhatikan jenis alat yang digunakan
Pada alat tertentu maka uap obat akan keluar pada penekanan tombol, pada alat lain
obat akan keluar secara terus menerus.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan dan mendemonstrasikan teknik terapi
inhalasi dengan nebulizer.

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa akan mampu melakukan
prosedur nebulisasi dengan benar dan tepat.

❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


a. Nebulizer kit
b. Obat inhalasi
c. Daftar panduan belajar
d. Status penderita, pulpen, pensil

❖ METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasli)
4. Evaluasi check list/daftar tilik dengan sistim skor

PENUNTUN BELAJAR TEHNIK INHALASI DENGAN NEBULIZER

No Langkah/Kegiatan
Informed Consent
1 Sapalah penderita atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda,
serta tanyakan keadaannya.
2 Berikan informasi umum kepada penderita atau keluarganya tentang terapi
inhalasi dengan nebulizer atas indikasi, tujuan tindakan tersebut dan prosedur
pelaksanaan.
Persiapan alat
3 Mempersiapkan alat sesuai yang dibutuhkan :
- Main unit
- Nebulizer kit,
- masker, mouthpiece
- Air hose
- Obat-obatan

4 Memperhatikan jenis alat nebulizer yang akan digunakan ( sumber tegangan,


tombol Off/On, memastikan air hose , masker ataupun mouthpiece terhubung
dengan baik, cara pengeluaran obat)
Persiapan Penderita

5 Mempersilakan penderita untuk duduk, setengah duduk atau berbaring


(menggunakan bantal, umumnya untuk anak) senyaman mungkin.
6 Meminta penderita untuk santai dan menjelaskan cara penggunaan masker
(yaitu menempatkan masker secara tepat sesuai bentuk dan mengenakan tali
pengikat). Bila mengguna kan mouthpiece maka mouthpiece tersebut
dimasukkan ke dalam mulut dan mulut tetap tertutup
7 Menjelaskan kepada penderita agar penderita menghirup uap yang keluar
secara perlahan-lahan dan dalam hingga obat habis
8 Melatih penderita dalam penggunaan masker atau mouthpiece
19 Memastikan penderita mengerti dan berikan kesempatan untuk bertanya.

Pelaksanaan Terapi Inhalasi


10 Menghubungkan dengan sumber tegangan
11 Menghubungkan air hose, nebulizer dan masker/mouthpiece pada main kit
12 Mengaktifkan nebulizer dengan menekan tombol On pada main kit.
13 Buka nebulizer kit (tutup tabung obat), masukkan cairan obat ke dalam alat
penguap sesuai dosis yang telah ditentukan
14 Gunakan mouthpiece atau masker sesuai kondisi pasien kemudian tekan
tombol pengeluaran obat pada nebulizer kit
15 Mengingatkan penderita, jika memakai masker atau mouthpiece, uap yang
keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam secara berulang hingga obat habis
(kurang lebih 10-15 menit)
16 Membereskan alat dengan menekan tombol off pada main kit, melepas
masker/mouthpiece, nebulizer kit, air hose, menekan tombol off main kit.
17 Membersihkan mouthpiece dan nebulizer kit dari obat-obatan yang telah
dipakai
18 Menjelaskan kepada penderita bahwa pemakaian nebulizer telah selesai dan
meminta kepada penderita apakah pengobatan yang dilakukan memberikan
perbaikan/mengurangi keluhan.
Skills Lab Keterampilan Terapeutik Level Kompetensi
5 TERAPI OKSIGEN 4A

❖ TEORI PENDAHULUAN
Oksigen merupakan salah satu bahan farmakologik yang banyak dipakai untuk
pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Oksigen juga memiliki keuntungan, indikasi,
dosis pemberian dan komplikasi

Indikasi Terapi Oksigen:


• Hipoksemia
• Dyspnea
• Keracunan gas CO
• Syok
• Infark miokard akut
• Pasca anestesi

Tujuan Utama terapi oksigen


1. Mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan
2. Menurunkan kerja pernapasan
3. Menurunkan kerja otot jantung

Cara mengetahui kondisi hipoksemia :


1. Gejala Klinik :
Sianosis, kelelahan, disorientasi, takipneu, dyspnea, takikardi atau bradikardi,
aritmia, clubbing dll
2. Pemeriksaan analisa gas darah
3. Pulse oxymetri
4. Transcutaneus partial pressure of oxygen

Efek samping terapi Oksigen dengan penggunaan dosis tinggi dan lama :
1. CNS : twitching, confusion, kejang
2. Respirasi : trakeobronkitis, atelektasis, kerusakan jaringan
3. Mata : kerusakan retina dan myopia
4. Renal : kerusakan sel tubular

Efek samping oksigen tergantung dari toleransi pasien, konsentrasi oksigen dan
waktu pemberian oksigen. Konsentrasi oksigen yang tinggi dan dalam waktu lama dapat
menimbulkan ganngguan pada beberapa organ terutama di paru itu sendiri. Efek
samping ini dapat dicegah dengan pemberian oksigen yang seusai dengan kebutuhan
pasien. Oksigen diberikan secara sederhana dan fraksi inspirasi oksigen (FiO 2) yang
serendah mungkin untuk mempertahankan tekanan parsial oksigen (PaO 2) lebih dari 60
mmHg dan saturasi oksigen (SaO2) lebih dari 90%
Konsentrasi Oksigen berdasarkan alat yang digunakan:
ALAT OKSIGEN (L/MNT) FIO2
Kanula hidung 1-2 0.21-0.24
2 0.23-0.28
3 0.27-0.34
4 0.31-0.38
5-6 0.32-0.44
Venturi 4-6 0.24-0.28
8-10 0.35-0.40
8-12 0.50
Simple Mask 5-6 0.30-0.45
7-8 0.40-0.60
Rebreathing Mask 7 0.35-0.75
10 0.65-1.00
Non Rebreathing 4-10 0.40-1.00
Mask

Pemilihan Metode pemberian oksigen tergantung dari :


1. Fraksi inspirasi oksigen yang dibutuhkan
2. Kenyamanan pasien
3. Tingkat kelembaban yang dibutuhkan
4. Kebutuhan terapi nebulisasi

Macam macam alat yang digunakan :

1. Nasal Kanul

2. Mask
a. Simple Mask
b. Rebreathing mask

c. Nonrebreathing mask

3. Ventury mask

❖ TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti pembelajaran ini maka mahasiswa mampu melakukan
140 terapi oksigen
yang benar dan tepat

❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


• Mampu menentukan siapa dan pada kondisi yang bagaimana terapi oksigen dapat
diberikan
• Mampu melakukan cara pemberian oksigen yang benar
• Mampu menentukan dosis yang diberikan dan alat yang akan digunakan
• Mampu melakukan monitoring selama pemberian oksigen

❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


• Daftar panduan belajar untuk terapi oksigen
• Pulse oxymetri
• Alat terapi oksigen : nasal kanul, simple mask, rebreathing mask, non rebreathing
mask, venturi mask.
• Tabung oksigen

❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab
• Evaluasi melalui check list

PENUNTUN BELAJAR TERAPI OKSIGEN

No Langkah/Kegiatan
1 Mempersiapkan alat dan bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.
• Tabung oksigen
• Nasal kanul dan masker oksigen
• Pulse oxymeter
2 Memastikan alat dan bahan dapat berfungsi dengan baik.
• Memastikan tabung oksigen dalam kondisi baik dan terisi
• Memeriksa peralatan tidak ada yang bocor
• Memastikan pulse oxymeter berfungsi dengan baik.
3 Melakukan penilaian awal terhadap pasien
• Menilai kondisi pasien saat masuk ke ruang pemeriksaan, apakah
terlihat sesak, sadar dan berjalan dengan bantuan atau tidak
• Melakukan anamnesis singkat tentang penyebab kondisi pasien
• Melakukan pemeriksaan awal ; kesadaran , frekuensi napas,
sianosis.
• Memastikan tidak ada sumbatan dijalan napas. Jika terdapat
sumbatan benda padat maka dilakukan penyisiran dengan dua jari,
jika sumbatan berbentuk cair atau dahak maka dilakukan
pembersihan jalan napas.

4 Memasang alat saturasi oksigen pada jari telunjuk pasien
5 Memberikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul atau simple mask
6 Meminta pemeriksaan analisa gas darah arteri.
7 Menghitung tekanan parsial oksigen di alveolar dengan menggunakan
rumus
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2astrup)
PAO2: Tekanan Oksigen di alveolar
FiO2 : Fraksi oksigen yang dberikan kepada pasien
PaCO2astrup: Tekanan parsial oksigen dari hasil analisa gas darah
8 Menghitung perbedaan tekanan oksigen di alveolar dan arteri
PaO2astrup : PAO2didapat = PaO2 yang diinginkan : PAO2 baru
9 Menghitung kebutuhan oksigen pasien saat ini
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2)
10 Menentukan alat yang akan digunakan dan dosis nya
Skills Lab Keterampilan Terapeutik Level Kompetensi
6 PENULISAN RESEP 4A
❖ TEORI PENDAHULUAN
Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, menentukan diagnosis, prognosis serta
terapi yang akan diberikan. Terapi untuk kausatif, simtomatik, profilaktik diwujudkan
dalam bentuk resep.

Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes no.
26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98
Bab II tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/ diambilkan obatnya di apotik.

Dalam resep yang lengkap harus tertulis :


1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ alamat
rumah dan nomor telpon dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep

Farmakoterapi (terapi dengan obat) mempunyai motto :


1. 5 tepat :
a) Berikan OBAT yang tepat
b) Dengan DOSIS yang tepat
c) Dalam BSO yang tepat
d) Pada WAKTU yang tepat
e) Kepada PENDERITA yang tepat dengan semua parameter yang harus
diperhitungkan.

2. 4T 1W :
a) Tepat OBAT
b) Tepat DOSIS
c) Tepat BSO
d) Tepat PENDERITA
e) Waspada Efek Samping

Kaidah-Kaidah Penulisan Resep


Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah
satunya terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta
perhatian dokter :
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg)
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan desimal
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi
4. Nama obat ditulis dengan jelas
5. Dokter telah punya pengalaman dengan obat yang ditulis dalam resep
6. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya
beda.
7. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan
tidak ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan
8. Dosis diperhitungkan dengan tepat
9. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ
10. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas
11. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas
12. Hindari pemberian obat terlalu banyak
13. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama
14. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas
yang terpisah dengan resep obat.
15. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
16. Beritahu efek samping obat
17. Lakukan recording pada status pasien.

Langkah-langkah Menulis Resep


Ambil satu lembar kertas resep/blanko resep, isi tempat dan tanggal ditulisnya resep.
Penulisan resep untuk obat yang diramu/diracik :
1. Tulis huruf R/ (resipe)
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi
3. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih
dulu.
4. Tulis permintaan untuk membuat bentuk sediaan obat : contohnya mfla (misce
fac lege artis), fla (fac lege artis), md (misce da)
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat
6. Diakhiri dengan titik
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa)
8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara
penggunaan obat
9. Beri garis penutup dan paraf
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak)

Penulisan resep obat jadi :


1. Tulis huruf R/
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi.
3. Tulis bentuk sediaan obat sesuai dengan sifat obat, bioavailabilitas, kondisi
penyakit pasien.
4. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih
dulu.
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat.
6. Diakhiri dengan titik.
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa).
8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara
penggunaan obat.
9. Beri garis penutup dan paraf.
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak).

Contoh resep :
Resep obat jadi dengan nama generik
R/ Hydrocortison krim 1% tube No I
S aplic.in.loc.dol.
------------------------------ z
Pro : Anak T (5 th )

R/ Cendoxytrol gtt opht minidose strip I


S 4 dd gtt II opht dex.et sin.
----------------------------- z
Pro : Ny. S (45 th)

Resep obat ramuan/racikan


R/ Ceftik 10 mg
Epexol 5 mg
Salbutamol 0,425 mg
Longatin 4,5 mg
Rhinofed 1/12 tab
Dexametason 1/5 tab
Mfla pulv dtd no XV
S 3 dd pulv. I
-------------------------------------------z
Pro : anak 8 bulan
❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa diharapkan mampu menulis resep yang rasional, tepat, dan dapat
dibaca.

❖ TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari topik keterampilan Penulisan Resep ini, mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Menulis resep untuk bermacam-macam bentuk sediaan obat (bentuk ramuan
maupun yang paten).
2. Menggunakan bahasa Latin dalam menuliskan resep.
3. Memilih obat berdasarkan diagnosis penyakit.
4. Menghitung dosis dan menuliskannya ke dalam resep.
5. Menentukan cara penggunaan obat.
6. Menulis resep obat secara rasional.
7. Membaca dan memahami buku DOEN dan FORNAS.

❖ MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


• Kertas Resep (standar OSCE)
• Pulpen
• Buku DOEN dan FORNAS

❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
• Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor

SKENARIO LATIHAN

Pasien laki-laki umur 12 tahun dibawa ibunya ketempat praktek dengan keluhan batuk.
Batuk sudah dialami selama 3 hari, disertai dengan panas tinggi dan nyeri menelan.
Pemeriksaan tanda vital : suhu 39 derajad Cesius, tekanan darah dan nadi dalam batas
normal. Pemeriksaan fisik tht tampak pembesaran tonsil T3/T2, berwarna kemerahan.
Pada pemeriksaan thorax tidak tampak retraksi sela iga, tidak terdengar ronchi kasar
dilapangan paru, tidak terdengar wheezing. Tuliskan resep yang rasional untuk
pasien tersebut!

Nama: Dokter: .........................


NPM: SIP:..............................

Diagnosis utama:

Diagnosis Banding:
1.
2.
3.

Pro: Ny. Y
Usia : 50 tahun
DAFTAR TILIK KETRAMPILAN PENULISAN RESEP

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Skor


0 1 2
Menulis resep yang benar :
1 Superscriptio
2 Inscriptio
3 Subscriptio
4 Signatura
5 Pertanggungjawaban pemilihan obat
6 Resep untuk siapa
Memilih obat yang tepat sesuai diagnosis
7 Memilih obat sesuai patoifisiologi
8 Memilh obat sesuai indikasi
9 Memilih bentuk sediaan sesuai kondisi pasien
Menenetukan dosis obat yang tepat :
10 Dosis sesuai dengan kondisi penyakit
11 Dosis sesuai dengan usia atau berat badan
Menentukan cara pemberian obat yang tepat :
12 Menentukan cara/route pemberian dengan tepat
13 Menentukan frekuensi pemberian obat dengan tepat
14 Menentukan waktu pemberian obat dengan tepat
15 Polifarmasi dalam resep
JUMLAH TOTAL SKOR

Penjelasan :
0 = Tidak dilakukan mahasiswa, atau dilakukan tetapi salah
1 = Dilakukan, tapi belum sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang
sedang dilaksanakan).

Untuk Poin penilaian polifarmasi dalam resep


0 = Melakukan polifarmasi dalam resep
2 = Tidak melakukan polifarmasi dalam resep

Nilai Mahasiswa : Jumlah Skor x 100%


30

Umpan Balik Bandar Lampung, 2018

Fasilitator

( )
Lampiran 1: Bahasa latin yang sering digunakan dalam resep
1. aa ana sama banyak
2. a.c ante coenam sebelum makan
3. a,n, ante noctum malam sebelum tidur
4. ad. libit ad libitum secukupnya
5. u.e usus externum untuk obat luar
6. u.p usus propius untuk dipakai sendiri
7. m.i. mihi ipsi dipakai sendiri
8. c cum dengan
9. C Cohlear sendok makan = 15 cc
10. Cth cohlear theae sendok teh = 5 cc
11. Clysm clysma clysma, lavement
12. Collyr collyrium obat cuci mata
13. Comp compositus (obat) campuran
14. Conc. Concent pekat
15. D.i.d. da in dimidio berikan separohnya
16. D.c durante coenam selama makan
17. D.d de die kali sehari
18. 1 d.d semel dedie sekali sehari
19. 2 d.d bis dedie 2 kali sehari
20. 3 d.d ter de die 3 kalisehari
21. Dext dexter kanan
22. Dext . et sin. Dexter et sinistra kanan dan kiri
23. Emuls emulsum emulsi
24. Extr extractum ekstrak
25. F fac buat
26. Fla fac lege artis buat menurut cara semestinya
27. G gramma gram
28. Garg gargarisma obat kumur
29. Gtt guttae tetes
30. H hora jam
31. H.s hora somni jam sebelum tidur
32. i.m.m. in manum medici berikan ke tangan dokter
33. inj. Injektio injeksi
34. iter iteretur harap diulang
35. iter 2x iteretur 2x harap diulang dua kali
36. l loco penggantinya
37. lot lotio lotion, obat cair untuk obat luar
38. m misce campurlah
39. m.f. misce fac campur dan buatlah
40. m.f.l.a misce fac lege artis campur dan buatlah menurut cara
sebenarnya
41. mane
42. m.et.v mane et vespere pagi dan sore
43. mg miligrama miligram
44. ne iter jangan diulang
45. o omni tiap
46. o.n. omni noctum tiap malam
47. p.p pro paupere untuk si miskin
48. p.c. post coenam sesudah makan
49. PIM periculum in mora berbahaya bila ditunda
50. P.r.n pro re nata kalau perlu
51. S.n.s si necesse sit kalau perlu
52. S.o.s si opus sit kalau perlu
53. Pulv pulveres serbuk terbagi = puyer
54. Pulv. Pulvis serbuk
55. Puv. adspers Pulv is adspersorius serbuk hari tabur
56. Q.s quantum satis secukupnya
57. R/ recipe ambillah
58. S signa tandai
59. U.c. usus cognitus aturan pakai diketahui
60. U.n, usus notus aturan pakai diketahui
61. U.e usus externus untuk obat luar
62. Vesp. vespere sore hari
63. Sine confect sine confectionem tanpa bungkus asli
64. Sive simile sive simile boleh diganti
65. D.c.f da cum formula berikan nama obat

Lampiran 2: Penulisan Resep dari Skenario (untuk fasilitator)

Resep Kasus no. 1

Nama: Dokter: .........................


NPM: SIP:..............................

Diagnosis utama: Asma Bronchial


R/
Diagnosis Banding: S
1. PPOK ----------------------------z
2. R/
3. S
----------------------------z

Pro: Ny. Y
Usia : 50 tahun

Resep Kasus no. 2

Nama: Dokter: .........................


NPM: SIP:..............................

Diagnosis utama: Tonsilitis Akut


R/ Cefadroxil Tab 500 mg no. X
Diagnosis Banding: S 3 dd tab 1
1. Infeksi Saluran Nafas Akut ----------------------------z
2. Abses Peritonsilar R/ Paracetamol Tab 500 mg no. X
3. Influenza S 3 dd tab 1
----------------------------z

Pro: Anak X
Usia : 12 tahun

Anda mungkin juga menyukai