Kompetensi
1 ANAMNESA 4A
❖ TEORI PENDAHULUAN
Anamnesis (wawancara) berasal dari kata ana yang artinya hal-hal yang telah
terjadi dan nesa artinya ingatan. Dibedakan 2 anamnesis yaitu:
1. Auto anamnesis yang berasal dari penderita sendiri
2. Allo anamnesis yang berasal dari orang lain seperti keluarga, polisi, penduduk lain.
Dikerjakan pada keadaan sebagai berikut:
• Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran.
• Pasien bayi, anak- anak atau orang sangat tua, pasien yang tidak dapat dimintai
keterangan seperti kasus skizofrenia.
• Untuk konfirmasi auto anamnesis
Anamnesa awal
Identitas pasien merupakan data pokok yang harus dikaji lebih awal. Identitas
terdiri dari: Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
tempat tinggal, dokter yang merujuknya harus pula anda catat pada saat pemeriksaan
dilakukan. Jika ini bukan merupakan kunjungan yang pertama, maka jumlah serta
tanggal kunjungan sebelumnya harus dicatat.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membawa os datang ke fasilitas
kesehatan, pernyataan dengan bahasa sendiri. Keluhan utama dalam sistem respirasi
dapat berupa: diypsnea, nyeri dada, batuk, batuk darah, mengi. Tulislah pernyataan
singkat, sejauh mungkin dengan mempergunakan kalimat yang dipakai oleh penderita
itu sendiri, mengenai apa sebenarnya yang tengah dialaminya, dengan mengemukakan
gejala-gejala atau tanda-tanda serta berapa lama semua gejala-gejala serta tanda-tanda
tersebut sudah berlangsung. Hindarkan, jika memungkinkan, penggunaan kata-kata
atau ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu diagnosis atau yang mempunyai
kaitan diagnostik murni. Lama waktu terjadinya keluhan utama harus ditanyakan.
Apakah gangguan yang dialaminya bersifat akut atau kronis? Beberapa penyakit timbul
dan berakhir secara mendadak, sedangkan penyakit lain mulai secara perlahan dan tidak
nyata.
Pada penyakit paru ada 3 keluhan utama yang sering dijumpai yaitu batuk, sesak
nafas dan nyeri dada. Adapun pemaparannya sebagai berikut:
➢ BATUK
Batuk adalah salah satu sarana pertahanan tubuh yang secara fisiologis
membersihkan saluran pernafasan dari lendir (mukus) dan bahan/benda asing ,
timbulnya pada umumnya secara reflektorik namun adakalanya dilakukan secara
sengaja.
Batuk dapat terjadi oleh karena kelainan pada paru maupun diluar paru.
Walaupun batuk adalah salah satu gejala penyakit paru yang paling sering dan penting
namun relatif tidak spesifik. Adanya batuk bersama-sama dengan gejala-gejala lain
mungkin sangat membantu mengarahkan diagnosis. Jika batuk disertai dengan
stridor inspirasi biasanya disebabkan oleh obstruksi intrinsik atau ekstrinsik di saluran
nafas bagian atas. Batuk yang disertai dengan wheezing yang menyeluruh merupakan
petunjuk adanya bronkospasme (penyempitan bronkus), meskipun kadang-kadang
dapat pula disebabkan oleh kelainan endotrakea daerah carina. Terdapatnya wheezing
lokal yang menetap dan terdengar pada saat ekspirasi disertai batuk mencurigakan
adanya kemungkinan suatu karsinoma bronkogenik.
➢ SESAK NAFAS
Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling mencemaskan
penderita sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam penjelasan atau
definisi mengenai dyspnea ini seperti sukar bernafas atau nafas tidak enak (kurang
lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh pasie sebagai sesak nafas
(shorthness of breath).
Sesak nafas mungkin merupakan gejala berbagai gangguan patofisiologi: obstruksi jalan
nafas, berkurangnya jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru,
kenaikan kerja pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak seimbang
dalam kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous admixture) atau right to
left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan gangguan kapasitas
angkut oksigen dari hemoglobin.
Pasien dispneu dapat digolongkan dalam 3 kategori utama yaitu:
• Dispneu Akut
Pada orang dewasa dipsnea akut dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
seperti edema paru, tromboemboli paru akut, pneumonia dan pneumothoraks
spontan Salah satu penyebab yang paling sering adalah sembab paru (edema paru)
akut oleh karena kegagalan jantung kiri. Ini biasanya terjadi pada pasien jantung
atau hipertensi, yang pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah yang difus.
Penderita mungkin mengeluarkan dahak kental, berwarna kemerahan dan berbuih.
Dapat pula disertai batuk, wheezing, nyeri kardiovaskuler dan sembab pada kaki.
➢ NYERI DADA
Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit thoraks (rongga
dada), tetapi dapat pula berasal dari luar paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala yang
paling sukar dinilai dan membutuhkan klasifikasi yang sistematis. Untuk semua nyeri
dada harus ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya, sifat, lokalisasi, lamanya,
menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan semua faktor yang
menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang. Nyeri dada dapat dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
• Nyeri pleuropulmonal
Nyeri pleuropulmonal biasanya akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten
dan diperhebat dengan bernafas serta seringkali juga makin hebat dengan gerakan.
Penyebab paling sering dari nyeri pleuropulmonal adalah pnemonia bakteri terutama
yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan Klebsiella. Gejala-gejala lain seperti
batuk, hemoptisis, demam atau malaise dapat menyertai pleuropulmonal.
• Nyeri trakeobronkial
Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan oleh tracheitis akut, tracheobronkitis
akut aspirasi benda asing tajam, inhalasi gas iritan atau karsinoma yang
menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri berupa rasa terbakar disubsternal dan
rasa tidak enak yang seringkali bertambah hebat dengan pernafasan dalam, batuk
dan terutama bila bernafas di hawa dingin. Bila keradangan meluas ke bronchus
utama nyeri terasa di parasternal.
• Nyeri kardiovaskuler
Nyeri ini biasanya terasa substernal atau pada sisi kiri dan seringkali dirasakan oleh
pasien sebagai menekan, menjepit atau mendesak atau perasaan berat dalam
dada. Kerap kali rasa nyeri menjalar ke bahu kiri dan sepanjang sisi medial lengan
kiri terus ke siku. Nyeri dapat menjalar ke leher atau ke rahang atau ke kedua bahu.
Nyeri seperti ini bersifat paroksismal dan bertambah hebat dengan gerakan / latihan
atau emosi dan cepat mereda bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, hal ini khas
pada angina pektoris. Jika nyeri demikian berlangsung selama > 20 menit dan
tidak menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin harus diduga adanya
infark miokard akut.
• Nyeri muskuloskeletal
Nyeri demikian mirip dengan jenis nyeri dada yang lain pada umumnya dan
mungkin penyebabnya tak diketahui.nyeri tulang yang paling sering disebabkan
oleh fraktur tulang rusuk yang berhubungan dengan riwayat rudapaksa. Nyeri
tulang biasanya ringan pada permulaan namun kemudian menjadi kronis, terus
menerus dan setempat. Penyebab lain adalah metastase dari suatu keganasan misal
pada mieloma multipel dan sarkoma. Jenis kedua nyeri dada muskuloskeletal
termasuk dalam kelompok mialgia misal pada otot-otot interkostal, pektoral maupun
otot sekitar sendi bahu. Penyebab yang paling sering adalah trauma akibat suatu
gerakan / latihan yang menggunakan otot-otot yang sebelumnya tak pernah
digunakan atau akibat keradangan.
2. Cara komunikasi :
• Yakinkan pasien nyaman
• Yakinkan pasien siap untuk mendengar
• Perkenalkan diri anda
• Hormati pasien dengan menyebut nama yang lengkap.
• Fasilitasi bila cerita pasien terhenti.
• Perlihatkan rasa empati.
• Bangkitkan rasa kasihan terhadap penderitaan pasien.
• Timbulkan suasana keheningan
• Klarifikasikan cerita pasien bila kurang jelas.
• Ulangi lagi cerita yang didengar untuk meyakinkan.
• Pergunakan ringkasan.
• Pergunakan pernyataan peralihan
• Pergunakan pernyataan atau pertanyaan dari kesimpulan seperti "ada lagi yang
bapak mau kemukakan?, " ada hal-hal yang penting yang bapak mau
kemukakan?".
• Hindari pengulangan pertanyaan dan hindari hanya jawaban “ya/tidak” dari
pasien.
❖ METODE PEMBELAJARAN
▪ Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
▪ Ceramah
▪ Diskusi
▪ Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
▪ Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor
SKENARIO
Perempuan 26 tahun datang ke Poli Paru RS Bintang Amin, dengan keluhan batuk
lebih dari sebulan. Os selama ini hanya minum obat batuk, tetapi tidak sembuh. Selain
itu os juga mengeluh badan terasa hangat, dan mudah lelah. Keluhan ini paling dirasa os
sejak usia kehamilan 3 bulan. Riwayat pengobatan os hanya ke Puskesmas, diberi obat
batuk hitam dan pil berwarna putih, tetapi os merasa belum ada perubahan.
Seorang pria berumur 56 tahun mengeluh batuk-batuk sejak 3 bulan lalu tanpa
dahak, kadang dada dirasakan sesak/berat, berat badan menurun dan napsu makan
berkurang, berobat kedokter sudah 4 kali tidak ada perbaikan, bahkan sejak 1 bulan lalu
napas sesak. Pekerjaan yang ditekuni selama ini sopir mobil angkutan antar kota, dan
kebiasaan merokok 1-2 bungkus sehari sejak masih sekolah SMA. Dari ronsen foto
terdapat gambaran opasitis di lapangan paru kiri tengah, demam terkadang hilang
timbul
4. PENUTUP
• Melakukan pengulangan hasil wawancara/cross check Mengakhiri
pembicaraan dengan ucapan terima kasih dan akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya..
Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik Level Kompetensi
2 PEMERIKSAAN FISIK 4A
❖ TEORI PENDAHULUAN
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit diperlukan data yang berasal dari
riwayat penyakit, tanda penyakit dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
seperti laboratorium rutin dan khusus, radiologi dan bermacam-macam tes diagnostik.
Dalam pelajaran fisik diagnostik harus dimengerti dengan baik dan benar istilah
yang sering dijumpai seperti gejala (symptom) dan tanda (sign). Gejala adalah segala
sesuatu yang dirasakan oleh penderita dan menceritakannya kepada pemeriksa pada
waktu anamnesis. Pada umumnya bersifat subyektif. Tanda adalah segala sesuatu
yang dilihat dan diperiksa oleh pemeriksa pada penderita sebagai akibat perubahan
anatomi, fisiologi maupun patologis oleh suatu penyakit. Tanda-tanda penyakit
umumnya bersifat obyektif dan diketahui pada saat pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan fisik paru, sama seperti pemeriksaan fisik sistem lainnya, perlu terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan vital sign. Vital sign berupa pemeriksaan Tekanan Daran
(TD), Pernafasan (RR), Nadi (HR), Temperatur (T).
Inspeksi
1. Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe :
Normal. Rate dewasa 8 – 16 x/menit dan anak maksimal 44 x /menit
Tachypnoea.Cepat dan dangkal, penyebab : nyeri pleuritik, penyakit paru
restriktif, diafragma letak tinggi karena berbagai sebab.
Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas,
exercise, asidosis metabolik, pada kasus koma ingat gangguan otak
(midbrain/pons).
Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis metabolik
Bradypnoea. Napas lambat, karena depresi respirasi karena obat,
tekanan intrakranial meninggi.
Napas Cheyne Stokes. Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe
bergantian. Gagal jantung, uremi, depresi napas, kerusakan otak. Meskipun
demikian dapat terjadi pada manula dana anak- anak.
Pernapasan Biot. Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat
diramalkan, acapkali ditemukan pada kerusakan otak di tingkat
medulla.
Sighing. “Unjal ambegan”, menggambarkan sindrom hiperventilasi yang
dapat berakibat pusing dan sensasi „sesak napas‟, psikologik juga.
Ekspirasi diperpanjang. Ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena
resistensi jalan napas yang meningkat.
2. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat lapang dada
dari kaki penderita, tertinggal, umumnya menggambarkan adanya gangguan di
daerah dimana ada gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal).
3. Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut
(atelectasis, fibrosis) pleura mengkerut (schwarte) sedangkan dada
mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo) pleura berisi cairan
(efusi pleura).
Palpasi
1. Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding
dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal, rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi,
posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, ruang antar iga, fossa
supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dinding dada.
2. Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) 110 sekitar dada dan nilai
lingkar ekspirasi dan lingkar inspirasi dalam, yang menggambarkan elastisitas
paru dan dada.
3. Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di daerah yang
simetris, kemudian dinilai. Pada waktu pasien bernapas dalam :
- tangan diletakkan di bagian depan dada) maka amati gerakan dada
simetriskah,
- (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik turun
secara simetris apa tidak,
- (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan tangan ke lateral di
bagian bawah atau tidak. Gerakan dinding dada maksimal terjadi di
bagian depan dan bawah.
4. Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa
fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang dijalarkan ke permukaan
dada dan kita raba dengan tangan kita.
5. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan
tujuh puluh tujuh (77) dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan
saudara.
- Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal:
pneumonia, fibrosis)
- fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke
dinding dada (efusi pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax)
6. Apabila jaringan paru yang berisi udara ini menjadi kurang udaranya atau
padat,suara yang dijalarkan ke dinding dada lewat cabang bronkus yang terbuka
ini melemah. Suara dengan nada tinggi (high-pitched sounds) yang biasanya
tersaring terdengar lebih jelas. Keadaan ini ditemukan di permukaaan dari
jaringan paru yang abnormal. Perubahan ini dikenal sebagai : suara bronchial,
bronchophonie, egophony dan suara bisikan (whispered pictoriloqui). Untuk
mudahnya dikatakan : suara bronchial dan vesikuler mengeras. Hal ini
dapat dirasakan dengan palpasi (fremitus taktil) atau didengar dengan
auskultasi.
Perkusi
1. Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan
menentukan kualitas jaringan paru-paru.
2. Perkusi dapat cara : direk : langsung mengetuk dada atau iga - cara klasik
Auenbrugger) atau indirek: ketukan pada jari kiri yang bertindak sebagai
plessimeter oleh jari kanan.
• Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal (latihlah di paru
anda).
• Suara memendek (suara tidak panjang)
• Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
• Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung
• Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.
• Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung.
• Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian
paru yang di atas daerah yang ada cairannya, suara antara sonor dan timpani,
karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga
pneumothorak.
5. Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung relatif
dan batas jantung absolut. Kepadatan (konsolidasi) yang tertutup oleh jaringan
paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi dengan perkusi. Kombinasi antara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi banyak mengungkap patologi paru.
Perlu diingat bahwa posisi pasien (misalnya tidur miring) mempengaruhi
suara perkusi meskipun sebenarnya “normal”
Auskultasi
1. Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara
2 iga (dalam ruang antar iga). Urutan pemeriksaan seperti pada perkusi. Minimal
harus didengar satu siklus pernapasan (inspirasi- ekspirasi). Bandingkan kiri-
kanan pada tempat simetris.
2. Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi.
Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti penting. Kita
mulai dengan melukiskan suara dasar dahulu kemudian melukiskan suara
tambahannya. Kombinasi ini, bersama dengan palpasi dan perkusi memberikan
diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit paru.
3. Suara dasar :
Vesikuler: Suara paru normal, inspirium > ekspirium serta lebih jelas
Vesikuler melemah: Pada bronchostenose, emfisema paru, pneumothorak,
eksudat, atelektase masif, infiltrat masif, tumor.
Vesikuler mengeras: Terdengar lebih keras.
Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada radang
Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru lebih
padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang)
Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol
kososng sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.
4. Suara tambahan :
Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi
maupun ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) =
rhonchi, rogchos berarti „ngorok‟. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran
udara. Dengan dibatukkan sering hilang atau berubah sifat.
Rhonchi basah (moist rales). Timbul letupan gelembung dari aliran udara
yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.
o ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),
o ronkhi basah sedang (bronchus sedang),
o ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).
o ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat,
pneumonia, tuberculosis.
o Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara
mendadak, serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh: atelectase
tekanan)
o Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek
perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan yang kasar (mis:
berfibrin)
Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut
sebagai wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan
pericardial rubs.
❖ TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi secara berurutan dan mampu mengetahui
keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut.
❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
• Ceramah
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
• Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor
PERKUSI (mengetok jari tengah dengan jari tengah yang lain di atas bagian
badan yang diperiksa)
8. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan merata di seluruh
dada membentuk pola huruf S.
9. Membandingkan tempat-tempat yang sama pada kedua sisi kanan dan
kiri
Menentukan batas paru – hepar (anterior) dan batas bawah paru kiri –kanan
AUSKULTASI
10. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara
sistematis
11. Penderita diminta untuk menarik nafas panjang
12. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang
terdengar pada tiap sisi
13. Menentukan jenis suara napas dasar: Vesikuler, Bronkovesikuler dan
Bronkial
14. Menentukan suara napas tambahan : Rhonki, Wheezing, Stridor dan
pleural friction rub
POSTERIOR
15. Melakukan pengulangan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi bagian posterior tubuh
Skills Lab Keterampilan Diagnostik Level Kompetensi
3 PENILAIAN FOTO THORAK 4A
❖ TEORI PENDAHULUAN
Foto thorax adalah foto X-ray pada thorax yang dibuat untuk membantu melihat
kelainan-kelainan yang ada pada rongga thorax. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang cukup penting dalam penegakan diagnosis penyakit, utama nya
sistem respirasi. Pada foto thorax ini kita dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada
paru, pleura, organ-organ mediastinum, tulang-tulang dan pada jaringan lunak
sekitarnya. Dalam pembuatan foto thorax haruslah diperlihatkan beberapa keadaan
sehingga foto thorax yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.
1. Perhatikan terlebih dahulu identitas pasien dan nomer rekam medis apakah sesuai
atau tidak.
2. Perhatikan tanda R (right) dan L (left) apakah posisi foto rontgen sudah benar.
3. Apakah eksposure sinar X-ray cukup atau berlebih atau kurang. Eksposure yang
cukup ditandai dengan os vertebralis thorakalis tampak terlihat sampai thorakalis ke-
5. Eksposure yang berlebih akan menyebabkan hulangnya gambaran dari paru
sehingga tidak bisa terbaca. eksposure yang kurang akan menyebabkan paru tampak
putih (radiolusen) sehingga tidak bisa dibaca atau misdiagnosis.
4. Perhatikan posisi foto rontgen apakah berdiri atau berbaring. Bisa dilihat dari letak os
scapula.Jika os scapula di lateral maka posisi pasien berdiri. Posisi berdiri biasanya
dengan proyeksi posterior-anterior (PA). Posisi berbaring dengan proyeksi anterior-
posterior (AP)
5. Perhatikan apakah foto thorak cukup inspirasi atau tidak. Inspirasi yang cukup bisa
dilihat dari batas diafragma di antara sela iga 5 dan 6.
6. Perhatikan jalan napas. Trakea tampak sebagai radioopage diantara os vertebralis.
Normal berada di tengah os vertebralis.
7. Perhatikan tulang-tulang clavicula, scapula, sternum dan iga. Apakah terdapat
fraktur. Juga lihat sela iga apakah simetris atau mengalami penyempitan atau
pelebaran. sela iga yang menyempit bisa disebabkan ateletaksis. Sela iga yang
melebar bisa menggambarkan adanya pneumothorak atau emfisema.
8. Lihat posisi diafragma apakah simetris. lihat sudut diafragma dengan sela iga (sudut
costophrenicus) kanan dan kiri. Normalnya kedua sudut costophrenicus tampak
tajam. Jika tumpul mungkin terdapat efusi pleura.
9. Lihat udara di lambung. Normal terdapat di sebelah kiri bawah foto rontgen thorak.
10. Perhatikan gambaran paru apakah terdapat radio opaque atau radio lusen.
Gambaran radio lusen dengan air fluid level bisa merupakan efusi plura atau kista
paru. gambaran radio opaque tanpa gambaran corakan pembuluh darah bisa
merupakan pneumothorak. konfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan kalau perlu foto
thorak lateral atau dekubitus.
❖ METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Partisipasi aktif dalam skill lab
4. Evaluasi melalui check list
LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
• Nama
• Umur
• Jenis Kelamin
• Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
• No foto
• Marker dari foto ➔ berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan
dengan pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L)
atau oblik
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
• Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi
intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kiri)
• Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal
yang terletak ditengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
• Film meliputi seluruh cavum thorax mulai dari puncak cavum thorax
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat pada film
tersebut.
• Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto thorax :
• Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
• Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau
mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa
pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma, mediastinum dan
penyempitan/pelebaran sela iga.
• Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
• Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga thorax.
• Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula
7. Menentukan diagnosa berdasarkan kelainan yang ditemukan
❖ TEORI PENDAHULUAN
Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara hirupan/inhalasi
dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas. Terapi inhalasi masih menjadi pilihan
utama pemberian obat yang bekerja langsung pada saluran napas terutama pada kasus
asma dan PPOK.
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau
masker. Dengan nebulizer dapat dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2-5 µ.
Alat nebulizer terdiri dari beberapa bagian yang terpisah yang terdiri dari generator
aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker, mouthpiece) dan cup (tempat obat
cair). Model nebulizer terdiri dari 3 yaitu :
KONTRAINDIKASI
1. Hipertensi
2. Takikardia
3. Riwayat alergi
4. Trakeostomi
5. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris
6. Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi
PEMILIHAN OBAT
Obat yang akan digunakan untuk terapi inhalasi akan selalu disesuaikan dengan
diagnosis atau kelainan yang diderita oleh pasien. Obat yang digunakan berbentuk
solutio (cairan), suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk terapi inhalasi.
Golongan obat yang sering digunakan melalui nebulizer yaitu beta-2 agonis,
antikolinergik, kortikosteroid, dan antiobiotik. Obat yang biasa dipakai:
- Bronkodilator : salbutamol
- Mukolitik: bromheksin, N-acetilsistein
- Kortikosteroid: budesonide, fluticason
KOMPLIKASI
• Henti napas
• Spasme bronkus atau iritasi saluran napas
• Akibat efek obat yang digunakan seperti salbutamol (short acting beta-2 agonist)
dosis tinggi akan menyebabkan gangguan pada sistim sekunder penyerapan obat.
Hipokalemi dan disritmia dapat ditemukan pada paslien dengan kelebihan dosis.
INTERPRETASI
1. Bronkospasme berkurang atau menghilang
2. Dahak berkurang
PERHATIAN
1. Bila memungkinkan, kumur daerah tenggorok sebelum penggunaan nebulizer
2. Perhatikan reaksi pasien sebelum, selama dan sesudah pemberian terapi inhalasi
3. Nebulisasi sebaikan diberikan sebelum waktu makan
4. Setelah nebulisasi klien disarankan untuk postural drainage dan batuk efektif untuk
membantu pengeluaran sekresi
5. Pasien harus dilatih menggunakan alat secara benar
6. Perhatikan jenis alat yang digunakan
Pada alat tertentu maka uap obat akan keluar pada penekanan tombol, pada alat lain
obat akan keluar secara terus menerus.
❖ METODE PEMBELAJARAN
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Diskusi
3. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasli)
4. Evaluasi check list/daftar tilik dengan sistim skor
No Langkah/Kegiatan
Informed Consent
1 Sapalah penderita atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda,
serta tanyakan keadaannya.
2 Berikan informasi umum kepada penderita atau keluarganya tentang terapi
inhalasi dengan nebulizer atas indikasi, tujuan tindakan tersebut dan prosedur
pelaksanaan.
Persiapan alat
3 Mempersiapkan alat sesuai yang dibutuhkan :
- Main unit
- Nebulizer kit,
- masker, mouthpiece
- Air hose
- Obat-obatan
❖ TEORI PENDAHULUAN
Oksigen merupakan salah satu bahan farmakologik yang banyak dipakai untuk
pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Oksigen juga memiliki keuntungan, indikasi,
dosis pemberian dan komplikasi
Efek samping terapi Oksigen dengan penggunaan dosis tinggi dan lama :
1. CNS : twitching, confusion, kejang
2. Respirasi : trakeobronkitis, atelektasis, kerusakan jaringan
3. Mata : kerusakan retina dan myopia
4. Renal : kerusakan sel tubular
Efek samping oksigen tergantung dari toleransi pasien, konsentrasi oksigen dan
waktu pemberian oksigen. Konsentrasi oksigen yang tinggi dan dalam waktu lama dapat
menimbulkan ganngguan pada beberapa organ terutama di paru itu sendiri. Efek
samping ini dapat dicegah dengan pemberian oksigen yang seusai dengan kebutuhan
pasien. Oksigen diberikan secara sederhana dan fraksi inspirasi oksigen (FiO 2) yang
serendah mungkin untuk mempertahankan tekanan parsial oksigen (PaO 2) lebih dari 60
mmHg dan saturasi oksigen (SaO2) lebih dari 90%
Konsentrasi Oksigen berdasarkan alat yang digunakan:
ALAT OKSIGEN (L/MNT) FIO2
Kanula hidung 1-2 0.21-0.24
2 0.23-0.28
3 0.27-0.34
4 0.31-0.38
5-6 0.32-0.44
Venturi 4-6 0.24-0.28
8-10 0.35-0.40
8-12 0.50
Simple Mask 5-6 0.30-0.45
7-8 0.40-0.60
Rebreathing Mask 7 0.35-0.75
10 0.65-1.00
Non Rebreathing 4-10 0.40-1.00
Mask
1. Nasal Kanul
2. Mask
a. Simple Mask
b. Rebreathing mask
c. Nonrebreathing mask
3. Ventury mask
❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab
• Evaluasi melalui check list
No Langkah/Kegiatan
1 Mempersiapkan alat dan bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.
• Tabung oksigen
• Nasal kanul dan masker oksigen
• Pulse oxymeter
2 Memastikan alat dan bahan dapat berfungsi dengan baik.
• Memastikan tabung oksigen dalam kondisi baik dan terisi
• Memeriksa peralatan tidak ada yang bocor
• Memastikan pulse oxymeter berfungsi dengan baik.
3 Melakukan penilaian awal terhadap pasien
• Menilai kondisi pasien saat masuk ke ruang pemeriksaan, apakah
terlihat sesak, sadar dan berjalan dengan bantuan atau tidak
• Melakukan anamnesis singkat tentang penyebab kondisi pasien
• Melakukan pemeriksaan awal ; kesadaran , frekuensi napas,
sianosis.
• Memastikan tidak ada sumbatan dijalan napas. Jika terdapat
sumbatan benda padat maka dilakukan penyisiran dengan dua jari,
jika sumbatan berbentuk cair atau dahak maka dilakukan
pembersihan jalan napas.
•
4 Memasang alat saturasi oksigen pada jari telunjuk pasien
5 Memberikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul atau simple mask
6 Meminta pemeriksaan analisa gas darah arteri.
7 Menghitung tekanan parsial oksigen di alveolar dengan menggunakan
rumus
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2astrup)
PAO2: Tekanan Oksigen di alveolar
FiO2 : Fraksi oksigen yang dberikan kepada pasien
PaCO2astrup: Tekanan parsial oksigen dari hasil analisa gas darah
8 Menghitung perbedaan tekanan oksigen di alveolar dan arteri
PaO2astrup : PAO2didapat = PaO2 yang diinginkan : PAO2 baru
9 Menghitung kebutuhan oksigen pasien saat ini
PAO2 = (713xFiO2) – (1.25 x PaCO2)
10 Menentukan alat yang akan digunakan dan dosis nya
Skills Lab Keterampilan Terapeutik Level Kompetensi
6 PENULISAN RESEP 4A
❖ TEORI PENDAHULUAN
Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, menentukan diagnosis, prognosis serta
terapi yang akan diberikan. Terapi untuk kausatif, simtomatik, profilaktik diwujudkan
dalam bentuk resep.
Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes no.
26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98
Bab II tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/ diambilkan obatnya di apotik.
2. 4T 1W :
a) Tepat OBAT
b) Tepat DOSIS
c) Tepat BSO
d) Tepat PENDERITA
e) Waspada Efek Samping
Contoh resep :
Resep obat jadi dengan nama generik
R/ Hydrocortison krim 1% tube No I
S aplic.in.loc.dol.
------------------------------ z
Pro : Anak T (5 th )
❖ TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari topik keterampilan Penulisan Resep ini, mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Menulis resep untuk bermacam-macam bentuk sediaan obat (bentuk ramuan
maupun yang paten).
2. Menggunakan bahasa Latin dalam menuliskan resep.
3. Memilih obat berdasarkan diagnosis penyakit.
4. Menghitung dosis dan menuliskannya ke dalam resep.
5. Menentukan cara penggunaan obat.
6. Menulis resep obat secara rasional.
7. Membaca dan memahami buku DOEN dan FORNAS.
❖ METODE PEMBELAJARAN
• Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
• Diskusi
• Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
• Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor
SKENARIO LATIHAN
Pasien laki-laki umur 12 tahun dibawa ibunya ketempat praktek dengan keluhan batuk.
Batuk sudah dialami selama 3 hari, disertai dengan panas tinggi dan nyeri menelan.
Pemeriksaan tanda vital : suhu 39 derajad Cesius, tekanan darah dan nadi dalam batas
normal. Pemeriksaan fisik tht tampak pembesaran tonsil T3/T2, berwarna kemerahan.
Pada pemeriksaan thorax tidak tampak retraksi sela iga, tidak terdengar ronchi kasar
dilapangan paru, tidak terdengar wheezing. Tuliskan resep yang rasional untuk
pasien tersebut!
Diagnosis utama:
Diagnosis Banding:
1.
2.
3.
Pro: Ny. Y
Usia : 50 tahun
DAFTAR TILIK KETRAMPILAN PENULISAN RESEP
Penjelasan :
0 = Tidak dilakukan mahasiswa, atau dilakukan tetapi salah
1 = Dilakukan, tapi belum sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang
sedang dilaksanakan).
Fasilitator
( )
Lampiran 1: Bahasa latin yang sering digunakan dalam resep
1. aa ana sama banyak
2. a.c ante coenam sebelum makan
3. a,n, ante noctum malam sebelum tidur
4. ad. libit ad libitum secukupnya
5. u.e usus externum untuk obat luar
6. u.p usus propius untuk dipakai sendiri
7. m.i. mihi ipsi dipakai sendiri
8. c cum dengan
9. C Cohlear sendok makan = 15 cc
10. Cth cohlear theae sendok teh = 5 cc
11. Clysm clysma clysma, lavement
12. Collyr collyrium obat cuci mata
13. Comp compositus (obat) campuran
14. Conc. Concent pekat
15. D.i.d. da in dimidio berikan separohnya
16. D.c durante coenam selama makan
17. D.d de die kali sehari
18. 1 d.d semel dedie sekali sehari
19. 2 d.d bis dedie 2 kali sehari
20. 3 d.d ter de die 3 kalisehari
21. Dext dexter kanan
22. Dext . et sin. Dexter et sinistra kanan dan kiri
23. Emuls emulsum emulsi
24. Extr extractum ekstrak
25. F fac buat
26. Fla fac lege artis buat menurut cara semestinya
27. G gramma gram
28. Garg gargarisma obat kumur
29. Gtt guttae tetes
30. H hora jam
31. H.s hora somni jam sebelum tidur
32. i.m.m. in manum medici berikan ke tangan dokter
33. inj. Injektio injeksi
34. iter iteretur harap diulang
35. iter 2x iteretur 2x harap diulang dua kali
36. l loco penggantinya
37. lot lotio lotion, obat cair untuk obat luar
38. m misce campurlah
39. m.f. misce fac campur dan buatlah
40. m.f.l.a misce fac lege artis campur dan buatlah menurut cara
sebenarnya
41. mane
42. m.et.v mane et vespere pagi dan sore
43. mg miligrama miligram
44. ne iter jangan diulang
45. o omni tiap
46. o.n. omni noctum tiap malam
47. p.p pro paupere untuk si miskin
48. p.c. post coenam sesudah makan
49. PIM periculum in mora berbahaya bila ditunda
50. P.r.n pro re nata kalau perlu
51. S.n.s si necesse sit kalau perlu
52. S.o.s si opus sit kalau perlu
53. Pulv pulveres serbuk terbagi = puyer
54. Pulv. Pulvis serbuk
55. Puv. adspers Pulv is adspersorius serbuk hari tabur
56. Q.s quantum satis secukupnya
57. R/ recipe ambillah
58. S signa tandai
59. U.c. usus cognitus aturan pakai diketahui
60. U.n, usus notus aturan pakai diketahui
61. U.e usus externus untuk obat luar
62. Vesp. vespere sore hari
63. Sine confect sine confectionem tanpa bungkus asli
64. Sive simile sive simile boleh diganti
65. D.c.f da cum formula berikan nama obat
Pro: Ny. Y
Usia : 50 tahun
Pro: Anak X
Usia : 12 tahun