Anda di halaman 1dari 2

PERBEDAAN EYD DAN EBI

Ejaan bahasa Indonesia berubah seiring dengan waktu. Perubahan terakhir terjadi pada 2015
dengan diterbitkannya Permendikbud 50/2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) itu menggantikan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang mulai
berlaku pada 1972 melalui Keppres 57/1972 tentang Peresmian Berlakunja “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Selama masa 43 tahun berlakunya, EYD
mengalami tiga kali revisi, yaitu melalui Kepmendikbud 0196/U/1975, Kepmendikbud
0543a/U/1987, dan Permendiknas 46/2009.

Jika membandingkan Permendiknas 46/2009 (revisi terakhir EYD) dengan Permendikbud


50/2015 (EBI) secara saksama, kita akan menemukan 28 butir perubahan. Berikut ini daftar
penambahan, penghilangan, atau perubahan klausul dari revisi terakhir EYD ke EBI.

1. Penambahan informasi pelafalan menggunakan diakritik é (taling tertutup) dan è (taling


terbuka)
2. Penambahan tanda diakritik untuk huruf “e”: é [e], è [ɛ], dan ê [ə]
3. Penghilangan “k melambangkan bunyi hamzah”
4. Penambahan “x pada posisi awal diucapkan ‘s'”
5. Penambahan diftong “ei”, misalnya survey.
6. Penambahan penjelasan unsur nama orang yang termasuk julukan ditulis dengan huruf
kapital, misalnya Dewa Pedang.
7. Penambahan penjelasan unsur nama orang yang bermakna ‘anak dari’ (bin, van, dll.) tidak
ditulis dengan huruf capital.
8. Penambahan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi bagian nama diri dan
nama jenis (Klausul I.F.9)
9. Penambahan contoh gelar lokal (Daeng, Datuk, dll.)
10. Penambahan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain yang digunakan sebagai
penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya Hai, Kutu Buku.
11. Perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam bahasa daerah atau bahasa asing”
ditulis dengan huruf miring.
12. Penambahan catatan bahwa nama diri dalam bahasa daerah atau bahasa asing tidak perlu
ditulis dengan huruf miring
13. Penghilangan klausul bahwa bukan huruf tebal yang dipakai untuk menegaskan, melainkan
huruf miring
14. Penghilangan klausul penggunaan huruf tebal dalam kamus
15. Penambahan klausul “Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah
ditulis dengan huruf miring”
16. Penambahan contoh bagian karangan yang ditulis dengan huruf tebal
17. Penambahan klausul “Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih
tidak dipenggal”

Erma Lestari Bahasa Indonesia Tahun Ajaran 2020/2021


18. Perubahan judul “Kata Depan di, ke, dan dari” menjadi “Kata Depan”
19. Penambahan keterangan “Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis
serangkai”
20. Penambahan klausul “Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan
huruf”, misalnya Kelapadua
21. Penghilangan “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung
apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf
kapital”
22. Penambahan klausul penggunaan tanda hubung antara (1) kata dengan kata ganti Tuhan, (2)
huruf dan angka, serta (3) kata ganti dengan singkatan
23. Perubahan klausul “Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa daerah atau bahasa asing” dari awalnya hanya bahasa asing saja, misalnya di-
sowan-i Penambahan klausul “Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat
yang menjadi objek bahasan”
24. Penambahan judul lagu, film, dan sinetron sebagai judul yang diapit dengan tanda petik
25. Perubahan klausul “Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan
sebagai penanda pemerincian”
26. Penambahan klausul “Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam
naskah asli yang ditulis orang lain”
27. Penambahan dan pendetailan banyak unsur serapan bahasa Arab (berikut huruf Arabnya),
misalnya “i” huruf Arab

Erma Lestari Bahasa Indonesia Tahun Ajaran 2020/2021

Anda mungkin juga menyukai