Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang sudah dikenal baik
oleh masyarakat awam; penyakit tersebut dapat menyerang setiap umur.
Kesehatan umum yang buruk, penyakit yang menyelingi, penyakit obstruksi
paru-paru akut atau kronik dan cedera inhalasi yang mengenai sel epitel
trakeobronkial (disebabkan oleh rokok atau asap yang merugikan), semuanya
merupakan faktor resiko yang merupakan faktor predisposisi pneumonia.

Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2002, penyakit saluran


napas merupakan penyebab kematian nomor 2 di Indonesia. Data dari SEAMIC
Health Statistic tahun 2001 menunjukkan bahwa influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura dan Vietnam. Laporan di WHO tahun 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian akibat infeksi saluran napas akut
termasuk influenza dan pneumonia. Di Amerika Serikat, terdapat dua juta
sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata
45.000 orang. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian
(Misnadiarly,2008).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu pneumonia?
b. Apa penyebab penyakit pneumonia?
c. Bagaimana gejala penyakit pneumonia?
d. Bagaimana klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia?
e. Apa saja faktor resiko penyakit pneumonia?
f. Bagaimana patofisiologi penyakit pneumonia?
g. Bagaimana pemeriksaan penyakit pneumonia?
h. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan pneumonia?
i. Bagaimana tahapan terapi pneumonia?

1
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi pneumonia.
b. Untuk mengetahui penyebab penyakit pneumonia.
c. Untuk mengetahui gejala penyakit pneumonia.
d. Untuk mengetahui klasifikasi dan stadium penyakit pneumonia.
e. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit pneumonia.
f. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya penyakit pneumonia.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penyakit pneumonia.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan pengobatan pneumonia.
i. Untuk mengetahui tahapan terapi pneumonia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
2.1 Definisi Penyakit
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak yang ditandai
dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam atau nafas cepat (40 sampai 50 kali
atau lebih tiap menit) (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkima paru-paru dan sering
mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan
alveoli; pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus; dan pneumonia lobar
melibatkan seluruh lobus. Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal respiratori,
efusi pleural, empiema, akses paru-paru, dan bakteremia, disertai penyebaran
infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endokarditis, dan
perikarditis. Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memiliki paru-paru
normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneumonia menyerang
(Williams, 2008).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

2.2 Penyebab Penyakit


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Namun bakteri dianggap sebagai penyebab utama, suatu bakteri streptococcus

3
pneumonia dapat disebut sebagai infeksi akut pada jaringan paru-paru. Dalam
kondisi ini paru-paru yang terkena menyerap oksigen mengalami peradangan dan
berisi cairan. Proses ini biasanya bersamaan dengan infeksi akut pada bronkhitis.
Penyakit pneumonia ini terjadi bila saluran udara pada paru-paru ikut
terserang infeksi. Infeksi ini banyak masalahnya, bisa saja muncul dengan
masuknya kuman ke tenggorokkan ke bagian atas, kemudian ia terus ke paru-paru.
Meskipun kuman itu sampai ke tenggorokan, mereka akan memasuki kantong-
kantong udara. Cairan akan cepat menumpuk disana, dan butir-butir udara lebih
putih akan bercampur dengan cairan tadi. Pneumonia bisa pula terjadi disebabkan
virus influenza. Namun dengan ditemukannya obat antibiotik, kasus pneumonia
tidak banyak lagi meminta korban meninggal dunia. Meski demikian, karena
begitu banyaknya bakteri yang masuk, virus dan jamur dalam berbagai kondisi
telah memperbanyak korban dari pneumonia ini (Saydam, 2011).

Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus


pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. Virus penyebab
tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus,
influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,
Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma.
Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes
merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab
terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan
bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
paling utama pada pneumonia bakterial.

4
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya
infeksi.
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
 Escherichia colli  Group D streptococci
 Group B streptococci  Haemophillus influenzae
 Listeria  Streptococcus pneumoniae
monocytogenes  Ureaplasma urealyticum
Virus
 Cytomegalovirus
 Herpes simplex virus

3 minggu – Bakteria Bakteria


3 bulan  Clamydia trachomatis  Bordetella pertusis
 Streptococcus  Haemophillusinfluenza type B
pneumoniae & non typeable
Virus  Moxarella catarrhalis
 Respiratory syncytial  Staphylococcus aureus
virus  Ureaplasma urealyticum
 Influenza virus Virus
 Para influenza virus  Cytomegalovirus
1,2 and 3
 Adenovirus
4 bulan – Bakteria Bakteria
5 tahun  Streptococcus  Haemophillus influenza
pneumoniae type B
 Clamydia pneumoniae Moxarella catarrhalis
 Mycoplasma  Neisseria meningitis
pneumoniae  Staphylococcus aureus

5
Virus Virus
 Respiratory syncytial Varicella zoster virus
virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Adenovirus
 Measles

5 tahun – Bakteria Bakteria


dewasa  Clamydia pneumonia  Haemophillus influenza
 Mycoplasma type B
pneumonia  Legionella species
 Streptococcus  Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus
 Adenovirus
 Epstein barr virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Respiratory syncytial virus
 Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya


infeksi.

6
 Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
 Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza
A and B (adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
 Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia
marcescens, Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
 Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,
Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.3 Gejala Penyakit


Khusus pneumonia ini dimulai dari rasa demam dan menggigil. Sekitar
70% penderita akan merasakan berat, nyeri di dada karena penyakit ini muncul
memang pada paru-paru, sebagai organ penting dari pernapasan. Rasa nyeri ini
sering pindah ke bahu atau lambung, jika infeksi tersebut sampai ke permukaan
paru-paru dan diafragma terserang, sekat otot yang memisahkan dada. Rasa sakit

7
pada lambung bagian atas dan rasa tidak enak pada dinding lambung kadang-
kadang muncul secara spontan.
Gejala pneumonia biasanya yang tidak pernah luput adalah rasa demam
yang tinggi, sedang nafas sesak, nafas dan cepat dari biasa, serta hasil rontgen
memperlihatkan tanda-tanda pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru
dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk
membunuh kuman tadi. Namun hal ini mengakibatkan fungsi paru terganggu dan
sulit untuk bernapas, karena tidak ada sisa ruang untuk oksigen.

2.4 Klasifikasi dan Stadium Pneumonia


Menurut buku Pneumonia Community, pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan dokter Paru
Indonesia (PDPI) 2003, menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan Klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komunitas, meliputi infeksi saluran pernapasan bawah
yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien
yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari.
Organisme yang paling sering diidentifikasi adalah Streptococcus
pneumoniae (20-75%), Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, dan Legionella spp, patogen bakteri “atipikal” (2-25%)
dan infeksi virus (8-12%) adalah penyebab yang relatif sering.
b. Pneumonia nosokomial, setiap infeksi saluran pernapasan bawah yang
berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah sakit.
c. Pneumonia aspirasi, infeksi oleh bakteri dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi.

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakteri/tipikal

8
Pneumonia ini dapat menyerang semua usia dan dapat
menyerang siapa saja. Pada saat pertahanan tubuh menurun misalnya
karena penyakit, usia lanjut, malnutrisi, bakteri pneumonia dapat
dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi
infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru menjadi terisi cairan.
Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumococcus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia tersebut.
b. Pneumonia akibat virus
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza.
Gejala awal dari pneumonia virus sama seperti gejala influenza yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12-36 jam penderita dapat menjadi sesak, batuk lebih parah dan
berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
c. Pneumonia jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah. Gejala pneumonia jenis ini
biasanya didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu
minggu sebelumnya.

3. Berdasarkan Lokasi Infeksi


a. Pneumonia Lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus
pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh
adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya
proses keganasan
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri

9
yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi
maupun orangtua.
c. Pneumonia interstisial, terutama pada jaringan penyangga, yaitu
interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat
ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi perselubungan yang tidak merata

Untuk pneumonia pneumokokus, ada 4 stadium penyakit :


 Stadium 1 (4 – 12 jam pertama)
Stadium 1 disebut hiperemia adalah respons inflamasi awal yang
berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
setelah mengaktifkan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamin dan prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos vaskular
paru, meningkatkan peningkatan aliran darah ke area cedera, dan
meningkatkan permeabilitas kapiler.
Hal ini menyebabkan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi sehingga
terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut
dibandingkan dengan karbondioksida, perpindahan oksigen ke dalam
darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini, infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan

10
rusaknya alveolus terdekat serta membran kapiler di sekitar tempat infeksi
seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi.
 Stadium 2 (48 jam selanjutnya)

Stadium 2 disebut hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu


alveolus terisi sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang di hasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
 Stadium 3 (Konsolidasi)

Stadium 3 disebut hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah


putih membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini,
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
 Stadium 4 (Resolusi)

Stadium 4 disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respons imun


dan inflamasi mereda; sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan
makrofag, sel pembersih pada reaksi inflamasi, mendominasi. Eksudat
yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim
paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih
mencapai keadaan normal.

2.5 Faktor Resiko

11
Faktor resiko pada penyakit pneumonia dapat digolongkan menjadi 2
golongan besar yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi.
1. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Terkait pejamu
 Nutrisi (misalnya pemberian makan secara enteral)
 Kontrol nyeri, fisioterapi
 Membatasi terapi immunosupresif
 Postur, tempat tidur kinetik
 Berhenti merokok sebelum operasi
 Terkait terapi
 Posisi setengah-telentang (kepala naik 30º)
 Pencabutan dini jalur IV, selang ET, dan NG
 Minimalisasi penggunaan sedatif
 Hindari overdistensi lambung
 Hindari intubasi + re-intubasi
 Pertahankan tekanan manset ET >20 cm H2O
 Aspirasi subglotik selama intubasi
 Ubah simbol + drain sirkuit ventilator

b. Kontrol infeksi
 Mencuci tangan, teknik steril
 Isolasi pasien
 Survellans mikrobiologis

2. Faktor Resiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Terkait Pejamu
 Malnutrisi
 Usia diatas 65, dibawah 5 tahun
 Penyakit kronik (misalnya ginjal)
 Diabetes

12
 Supresi imun
 Ketergantungan alkohol
 Aspirasi (misalnya epilepsi)
 Penyakit virus yang baru terjadi
 Obesitas
 Merokok

b. Terkait Terapi
 Ventilasi mekanis
 Pascaoperasi

c. Faktor epidemiologis
 Lingkungan
 Pekerjaan
 Bepergian keluar negeri
 Pendingin ruangan

2.6 Patofisiologi Penyakit


Perjalanan mikroorganisme bisa sampai ke paru-paru, antara lain :
1. Melalui inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang
tercemar
2. Melalui aliran darah dari infeksi organ tubuh yang lain
3. Melalui migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di
dekat paru-paru (Misnadiarly, 2008).

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,

13
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi
pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran
napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan
peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum
sebagai penyebab pneumonia.

2.7 Pemeriksaan Penyakit


Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisis melalui
pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter, menurut Prof. Nirwan Arief,
Sp.P(K), masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti rontgent dan
laboratorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis apakah
seseorang mengidap pneumonia atau tidak (Misnadiarly, 2008).
Gambaran yang diperoleh dari hasil rontgent memperlihatkan
kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel
radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan

14
kuman. Akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernafas
karena tak tersisa ruang untuk oksigen (Misnadiarly, 2008).
Kelainan yang tampak pada foto rontgent penderita pneumonia dapat
berupa : bercak putih setempat atau tersebar di sekitar paru ataupun
gambaran lainnya terdapat komplikasi pneumonia (Misnadiarly, 2008).
Pada penderita pneumonia, jumlah leukosit dapat melebih batas
normal (10.000/mikroliter). Menurut ahli paru, perlu dilakukan pengambilan
sputum/dahak untuk dikultur dan ditest resistensi kuman untuk dapat
mengetahui mikroorganisme penyebab pneumonia tersebut. Pengambilan sputum
dapat dilakukan dengan cara :
 Dibatukkan
 Didahului dengan proses perangsangan (induksi) untuk mengeluarkan
dahak dengan menghirup NaCl 3%.
 Dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti
protective brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada saluran
napas bawah)
 Sputum yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril dan
ditutup rapat. Sputum ini harus segera atau tidak boleh lebih dari 24 jam,
dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan (Misnadiarly, 2008).
 Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang pada pneumonia, yaitu:
 Tes darah rutin, dihitung sel darah putih dan protein reaktif-C
mengkonfirmasi infeksi; hemolisis dan aglutinin dingn terjadi pada ~ 50%
infeksi Mycoplasma; tes fungsi hati abnormal menunjukkan infeksi
Legionella atau Mycoplasma.
 Gas darah, mengidentifikasi gagal napas.
 Mikrobiologi: tidak ada mikroorganisme yang diisolasi pada ~ 33 – 50%
pasien karena pemberian terapi antibiotik sebelumnya atau pengumpulan
spesimen yang tidak adekuat. Kultur darah pada CAP yang berat, dan
sputum, cairan pleura, serta sampel lavase bronkoalveolar, dengan
pewarnaan yang sesuai, kultur dan penilaian sensitivitas antibiotik, dapat
menentukan patogen dan terapi yang efektif.

15
 Serologi: mengidentifikasi infeksi Mycoplasma tetapi waktu pemrosesan
yang lama membatasi nilai klinis. Tes deteksi antigen cepat untuk
Legionella dan pneumokokus lebih berguna.
 Radiologi: foto toraks dan CT Scan membantu mendiagnosis dan
mendeteksi komplikasi (Ward, dkk, 2006).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum pra pengobatan. Terapi
yang dapat dilakukan antara lain :
1. Terapi non farmakologi
a. Istirahat
b. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
c. Terapi oksigen yang dilembabkan dilakukan untuk menangani hipoksia
d. Penanganan tambahan meliputi makanan kaya-kalori, asupan cairan yang
cukup, dan beristirahat di ranjang
e. Teknik napas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan
mengurangi resiko atelektasis. (Corwin, 2007).
2. Terapi Farmakologi
a. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat
diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi sekunder yang
dapat berkembang dari infeksi asal. Antibiotik yang biasa diberikan
adalah Penisilin, Ampisilin, Eritromisin, Tetrasiklin, Gentamisin, dan
lain-lain.
b. Analgesik bisa diberikan untuk meredakan nyeri dada pleuritik.
c. Mukolitik, membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat keluar
pada saat batuk
d. Bronkodilator, untuk meningkatkan diameter lumen percabangan
trankeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
e. Kortikosteroid, berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila
reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

16
2.9 Tahapan Terapi
1. Tindakan suportif, meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 < 90 %) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi noninvasif (misalnya tekanan
jalan napas positif kontinu) atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi: membantu bersihan
sputum (Ward, dkk, 2006)
2. Pasien antibiotik awal, menggambarkan “tebakan terbaik”, berdasarkan
pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis tidak tersedia selama 12 – 72 jam. Terapi disesuaikan bila
ada hasil dan sensitivitas antibiotik. American dan British Thoracic
Societies (ATS, BTS) menganjurkan protokol antibiotik awal berikut ini
untuk CAP (pneumonia komunitas) :
3. Pasien yang tidak dirawat di Rumah Sakit, biasanya memberikan respons
terhadap terapi oral dengan amoksisilin atau makrolid baru atau
doksisiklin. Pasien dengan gejala berat atau beresiko mengalami infeksi S.
pneumonia resisten obat diobati dengan beta laktam ditambah makrolida
atau doksisiklin; atau flourokuinolon antipneumokokus saja.
4. Pasien yang dirawat di rumah sakit, terapi awal harus mencakup
organisme “atipikal” dan S. pneumoniae. Makrolid intravena digabung
dengan beta laktam atau fluorokuinolon antipneumokous atau sefuroksim.
Jika tidak berat, kombinasi ampisilin dan makrolida (oral atau i.v). (Ward,
dkk, 2006)

B. Proses Keperawatan

2.1 Pengkajian

17
Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 22 Desember 2014 Pukul 09.00
WIB di bangsal Anggrek Bougenvil. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien,
dan catatan medis.

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :Gumuk RT4 RW6, Sidoharjo, Susukan, Semarang
Agama : Islam
Pendididkan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 14478102
Tanggal masuk : 14 Desember 2014 16.40
Dx. Medis : Dyspnea dengan CHF Pneumonia

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. N
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gumuk RT4 RW6, Sidoharjo, Susukan,
Semarang
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Kakak

3. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak.

4. Riwayat penyakit sekarang

18
Pasien datang di IGD rujukan dari rumah sakit Simo dengan decomp
dengan sesak nafas 2 hari yang lalu, panas sejak 2 minggu yang lalu ,
batuk disertai dahak ± 2 bulan dan nyeri tenggorokan.

5. Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengatakan pernah di rawat di Rumah Sakit Simo dengan keluhan
yang sama.

6. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien, dan juga tidak memiliki hipertensi
maupun DM.

7. Pola fungsional
a. Pola nutrisi
Sebelum sakit
Pasen mengatakan makan 3x sehari, habis 1 porsi dengan menu nasi,
lauk dan sayur. Minum ± 1000 ml/hari. Pasien mengatakan tidak
mempunyai alergi.
Selama sakit
Pasien mengatakan pasien mendapatkan diet tinggi protein rendah
kalori dari Rumah Sakit. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
dari sebelumnya. Minum ± 600 ml/jam.
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit
Pasien mengatakan BAB 1x/hari di pagi hari dengan konsistensi
berwarna coklat dan bau khas feses. Tidak ada maslaah dalam BAB.
BAK 4-5 x/ hari warna kuning jernih, bau khas urine.
Selama sakit

19
Pasien mengatakan selama di rumah sakit susah BAB, sudah 2 hari
pasien tidak merasa ingin BAB. BAK ± 5-6 x/hari dengan konsistensi
cair warna kunig jernih dan bau khas urine.
c. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur malam ± 7-8 jam/hari pasien
mengatakan tidak pernah tidur siang.
Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit tidur malam ± 5-6 jam/hari. Pasien
idur siang 4 jam/hari.
d. Pola pemeliharaan dan persepsi kesehatan
Pasien mengatakan bila sedang sakit selalu periksa ke rumah sakit.
Persepsi mengenal sakit yang di derita. Pasien mengatakan sudah tau
sedikit tentang penyakit yang di derita
e. Pola toleransi dan koping stress
Selama sakit pasien merasa cemas terhadap penyakit yang dideritanya.
Bila ada masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri, pasien akan
meminta bantuan orang lain.
f. Pola hubungan dan peran
Pasien sebaagai ibu rumah tangga, perannya tidak dapat dilakukan
selama sakit. Hubungan selama di rawat di rumah sakit tidak ada
gangguan. Keluarga selalu menemani pasien.
g. Pola seksualitas
Pasien sebagai seorang ibu mempunyai 3 orang anak. Pasien tidak
memiliki penyakit kelamin.
h. Pola nilai dan kepercayaan
Pola spiritual pasien baik karena pasien mengatakan bahwa sakit itu
datangnya dari Allah dan kita hanya bisa berusaha untuk sembuh.
Sebelum sakit pasien shalat 5 waktu di rumah bersama suami dan anak
– anaknya. Selam sakit pasientetap shalat 5 waktu di tempat tidur.
i. Pola aktivitas dan latihan

20
Sebelum sakit
Pasien beraktivitas sehari – hari dan memenuhi ADL secara mandiri.
Selama sakit
Pasien mengatakan sesak nafas bila digunakan untuk beraktivitas.

Activity Daily Living 0 1 2 3 4


Makan / minum √
Mandi / toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi √
Berpindah √
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu
keluarga, 3: dibantu alat, 4: mandiri
j. Pola persepsi dan konsep diri
Pengetahuan tentang penyakit saat ini : pasien hanya mengetahui
sedikit
Perawatan/tindakan yang dilakukan : pasien mengerti
1. Gambaran diri
Pasien mengatakan saat ini sedang sakit dan mempunyai keinginan
untuk sembuh.
2. Ideal diri
Pasien mengatakan bisa menerima penyakitnya walaupun
terkadang merasa cemas.
3. Peran
Keluarga bisa menerima keadaan pasien walaupun peran yang
dijalankan pasien selama sakit menjadi minimal.
4. Identitas
Pasien mengatakan dengan ibu rumah tangga 3 orang anak yang
masih dalam usia sekolah. Persepsi diri baik alaupun terkadang
merasa cemas berlebihan.

21
5. Harga diri
Pasien merasa minder dan sedikit menarik diri dari masyarakat
karena penyakit yang di deritanya.

8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : sedang
b. Kesadaran : compos mentis
c. TTV
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,7 ˚C
d. Pemeriksaan Head to Toe
1. Mata
Konjungtiva anemis, sclera mata ikterik
2. Hidung
Simetris, tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan
3. Mulut
Tidak mengalami kelainan konginetal, mukosa bibir lembab
4. Telinga
Bentuk dan ukuran simetris antara kiri dan kanan, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada serumen.
5. Kepala
Bentuk kepala mesocepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka
6. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
7. Dada
- Pemeriksaaan paru
Inspeksi:

22
Pernapasan cepat, frekuensi pernapasan 24, pengembangan
data sejajar, penggunaan obat bantu pernapasan: dyspnea.
Palpasi:
Taktil fremitus (getaran) raba kanan dan kiri sama
Perkusi:
Sonor dari clavicula (batas atas) – ICS 5 (batas bawah)(paru –
paru dekstra) sonor dari clavicula (batas atas) – ICS 3 (batas
bawah) (paru – paru sinistra)
Auskultasi:
Terdengar ronki/cracles (seperti suara gesekan rambut)
- Pemeriksaan jantung
Inspeksi:
Ictus cordis tidak tampak pada ics 5
Palpasi:
Ictus cordis teraba 2 cm dari md clavikula sinistra
Perkusi:
Bunyi pekak ICS 2 parasternumdextra (batas atas), ICS 3,4
parasternal (batas bawah) – jantung kanan
Bunyi pekak ICS 2 parasternum sinistra (batas atas), ICS 6 –
jantung kiri (jantung melebar)
Auskultasi:
BJ 1 terdengar di ICS 5 sinistra dan ICS 3 sinistra parasternum
BJ 2 terdengar di ICS 2 baik sinistra maupun dextra, suara 1-2
reguler, lemah
8. Abdomen
Inspeksi : abdomen kanan sama dengan kiri
Auskultasi : peristaltic usus 12 x/menit
Palpasi : hepar tidak teraba
Perkusi : bunyi tympani
9. Kulit
Kulit tampak bersih dan elastis

23
10. Ekstremitas atas
Pada tangan kanan terpasang infus RL 20 tpm dipasang sejak 14
Desember 2014
11. Ekstremitas atas
Reflek normal
12. Genetalia
Tidak ada gangguan pada genetalia

9. Terapi Obat
a. Infus RL + Aminophylin 24/20 tpm
b. O2 5 lpm
c. Injeksi cetriaxon 1 g/12 jam
d. Injeksi dexamethason 5 mg/12 jam
e. Injeksi ondansetron 2 mg k/p
f. Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam
g. GG 100 mg/24 jam
h. Codein 20 mg/24 jam
i. Nebulizer forbivent/8 jam

10. Analisa data

Data Fokus Problem Etiologi


DS: pasien mengatakan sesak nafas Ketidakefektifan Sekresi mukus
dan batuk berdahak, tetapi dahak bersihan jalan nafas
sulit keluar.
DO: RR: 24x/menit
Terdengar suara ronkhi
Tampak ada secret di lubang
hidung
Terpasang O2 nasal kanul 3
liter/menit
Leukosit: 16.790 H/ul

24
DS: pasien mengatakan sesak Gangguan Perubahan
nafas, lemas sekali dan pusing. pertukaran gas membrane
DO: pernafasan cepat, alveolar – kapiler
pengembangan dada sejajar, (efek inflamasi)
simetris, penggunaan otot bantu
pernapasan: Dyspnea
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Respirasi :24 x/menit
Konjungtiva anemis, sclera mata
ikterik
Leukosit
DS: pasien mengatakan sesak nafas Intoleransi aktivitas Gangguan
bila beraktivitas pertukaran gas
DO: pasien tampak lemah sekunder
Activity Daily 0 1 2 3 4
Living
Makan/minum √
Mandi/toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi √
Berpindah √
DS: pasien mengatakan cemas dan Cemas Kondisi dan
bingung kebutuhan
DO: pasien tampak cemas tindakan
TD:150/90 mmHg
N: 88 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 36,7˚

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum

25
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar – kapiler (efek inflamasi)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
sekunder
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan

2.3 Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum

Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Kaji frekuensi / a. Takipnea, pernapasan
tindakan keperawatan kedalaman dangkal, dan gerakan
selama 3 x 24 jam, pernapasan dan dada tak simetris
diharapkan bersihan gerakan dada. sering terjadi karena
jalan nafas menjadi ketidaknyamanan
efektif dengan gerakan dinding dada
kriteria hasil: dan/atau cairan paru.
a. Jalan nafas bersih b. Auskultasi area b. Penurunan aliran
b. Tidak ada paru, catat area udara terjadi pada area
dyspnea penurunan/taka da konsolidasi dengan
c. Tidak sianosis aliran udara dan cairan. Bunyi napas
bunyi napas bronkial (normal pada
adventisius, mis: bronkus) dapat juga
krekels, mengi. terjadi pada area
konsolidasi. Krekels,
romki, dan mengi
terdengar pada
inspirasi dan/atau

26
ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan
cairan, secret kental,
dan spasme jalan
napas/obstruksi.
c. Bantu pasien latihan c. Napas dalam
nafas sering. memudahkan ekspansi
Tunjukkan/bantu maksimum paru –
pasien mempelajari paru/ jalan napas lebih
melakukan batuk, kecil. Batuk adalah
misalnya: menekan mekanisme
dada dan batuk pembersihan jalan
efektif sementara napas alami,
posisi duduk tinggi. membantu silia untuk
mempertahankan jalan
napas pasien.
Penekanan
menurunkan
ketidaknyamanan dada
dan posisi duduk
memungkinkan upaya
napas lebih dalam dan
lebih kuat.
d. Lakukan d. Merangsang batuk
penghisapan sesuai atau pembersihan
indikasi. jalan napas secara
mekanik pada pasien
yang tak mampu
melakukan karena
batuk tak efektif atau
penurunan tingkat

27
kesadaran.
e. Berikan cairan e. Cairan (khususnya
sedikitnya 2500 yang hangat)
ml/hari (kecuali memobilisasi dan
kontraindikasi). mengeluarkan secret
Tawarkan air hangat
daripada dingin.
f. Kolaborasi f. Alat untuk
pemberian obat menurunkan spasme
sesuai indikasi: bronkus dengan
Mukolitik, mobilisasi secret.
Ekspektoran, Analgesik diberikan
Bronkodilator, untuk memperbaiki
Analgesic. batuk dengan
menurunkan
ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan
secari hati – hati,
Karena dapat
menurunkan upaya
batuk/menekan
pernapasan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolar – kapiler (efek inflamasi)

28
Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Kaji frekuensi, a. Manifestasi distress
tindakan kedalaman, dan pernapasan
keperawatan selama kemudahan tergantung
3x24 jam diharapkan bernapas. pada/indikasi derajat
dapat menunjukkan keterlibatan paru dan
perbaikan ventilasi, status kesehatan
dengan kriteria hasil: umum.
a. Oksigenasi b. Observasi warna b. Sianosis kuku
jaringan dengan kulit, membrane menunjukkan
GDA dalam mukosa, dan kuku, vasokontriksi atau
rentang normal catat adanya sianosis respon tubuh terhadap
b. Tak ada gejala perifer (kuku) atau demam/menggigil.
distress sianosis sentral Namun sianosis daun
pernapasan. (sirkumoral) telinga, membrane
mukosa, dan kulit
sekitar mulut
menunjukkan
hipoksemia sistemik.
c. Awasi suhu tubuh, c. Demam tinggi (umum
sesuai indikasi. pada pneumonia
Bantu tindakan bacterial dan
kenyamanan untuk influenza) sangat
menurunkan demam meningkatkan
dan menggigil, mis: kebutuhan metabolic
selimut tambahan, dan kebutuhan
suhu ruangan oksigen dan
nyaman, kompres mengganggu
hangat atau dingin. oksegenasi seluler.
d. Tinggikan kepala d. Tindakan ini

29
dan dorong sering meningkatkan
mengubah posisi inspirasi maksimal,
(fowler atau semi meningkatkn
fowler), napas pengeluaran secret
dalam dan batuk untuk memperbaiki
efektif. ventilasi.

e. Berikan terapi e. Tujuan terapi oksigen


oksigen dengan adalah
benar, mis: dengan mempertahankan
nasal prong, masker, PaO2 di atas 60
masker venture mmHg. Oksigen
diberikan dengan
metode yang
memberikan
pengiriman tepat
dalam toleransi
pasien.
f. Awasi GDA, nadi f. Mengevaluasi proses
oksimetri. penyakit dan
memudahkan terapi
paru.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pertukaran gas


sekunder

Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional

30
Hasil
Setelah dilakukan a. Evaluasi respons a. Menetapkan
tindakan pasien terhadap kemampuan/kebutuha
keperawatan selama aktivitas, catat n pasien dan
3x24jam diharapkan laporan dyspnea, memudahkan pilihan
dapat menunjukkan peningkatan intervesi.
peningkatan kelemahan/kelelaha
toleransi terhadap n dan perubahan
aktivitas, dengan tanda vital selama
kriteria hasil: dan setelah aktivitas.
a. Tak ada dyspnea b. Berikan lingkungan b. Menurunkan stress
b. Tak ada tenang dan batasi dan rangsangan
kelemahan pengunjung selama berlebihan,
berlebihan fase akut sesuai meningkatkan
c. Tanda vital dalam indikasi. Dorong istirahat.
rentang normal. penggunaan
manajemen stress
dan pengalih yang
tepat.
c. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam c. Tirah baring
rencana pengobatan dipertahankan selama
dan perlunya fase akut untuk
keseimbangan menurunkan
aktivitas istirahat. kebutuhan metabolic,
menghemat energy
untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan
respons individual
pasien terhadap

31
aktivitas dan
d. Bantu pasien perbaikan kegagalan
memilih posisi pernapasan
nyaman untuk d. Pasien mungkin
istirahat dan/tidur. nyaman dengan
kepala tinggi, tidur di
kursi, atau menunduk
e. Bantu aktivitas kedepan meja atau
perwatan diri yang bantal.
diperlukan. Berikan e. Meminimalkan
kemajuan kelelahan dan
peningkatan membantu
aktivitas selama fase keseimbangan suplai
penyembuhan. dan kebutuhan
oksigen

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi dan


kebutuhan tindakan

Tujuan Dan Kriteria


Intervensi Resionalisasi
Kerja
Setelah dilakukan a. Kaji fungsi normal a. Untuk mengetahui
tindakan paru gangguan pada paru
keperawatan selama b. Diskusikan aspek b. Mengetahui aspek
3x24jam diharapkan ketidakmampuan ketidakmampuan dari
rasemas berkurang dari penyakit, penyakit.
dengan kriteria hasil: lamanya
a. Menyatakan penyembuhan dan
pemahaman harapan
kondisi proses kesembuhan
penyakit dan c. Berikan c. Memberikan

32
pengobatan. pengetahuan dalam informasi kepada
b. Melakukan bentuk tertulis dan pasien
perubahan pola verbal
hidup. d. Tekankan d. Membantu
pentingnya melonggarkan jalan
melanjutkan batuk nafas
efektif
e. Tekankan perlunya e. Membantu proses
melanjutkan terapi penyembuhan.
antibiotic selama
periode yang
dianjurkan.

2.4 Implementasi

No
Tanggaal/jam Tindakan Respon Paraf
DX
22 Desember 1,2,3, Monitoring TTV DS: pasien mengatakan
2014/ 09.00 4 sesak nafas dan batuk
WIB berdahak
DO: TD:150/90 mmHg,
N: 88x/menit, S: 36,7˚C,
RR: 24x/menit
10.00 WIB 1,2 Memberikan posisi DS: pasien mengatakan
semi fowler tidak terlalu sesak nafas
setelah diberikan posisi

1
duduk
2
DO: tampak tidak terlalu
sesak nafas, RR:
24x/menit disertai suara
ronki/cracles, terpasang

33
kanul O2 5 liter/menit,
tidak sianosis.
10.00 WIB 1,2,3, Memberikan obat: DS: pasien mengatakan
4 injeksi cetriaxon 1 iya
gram DO: tidak alergi terhadap
Injeksi obat yang telah
Dexamethason 5 diberikan.
mg
Injeksi omeprazole
40 mg
Ambroxol dalam
nebulizer
10.30 WIB 3 Menganjurkan DS: pasien mengatakan
pasien untuk ia hanya dapat bergerak
beraktivitas sedang miring kiri dan kanan
diatas tempat tidur DO: aktivitas pasien
dibantu keluarga, KU
sedang, tampak sesak
nafas apabila kanul O2
dilepas.
12.30 WIB 1 Mengajarkan DS: pasien mengatakan
teknik batuk setelah diajarkan teksnik
efektif ini pasien dapat
mengeluarkan dahaknya.
DO: jumlah sputum 1 cc,
warna putih kental, suara
nafas ronki/cracles,
terpasang O2 5
liter/menit
16.55 WIB 1,2,3 Memberikan obat: DS: pasien mengatakan
Ambroxol dalam masih sesak nafas, batuk
nebulizer berdahak

34
DO: tidak alergi terhadap
obat yang telah diberikan
22.30 WIB 1,2,3 Memberikan obat: DS: pasien mengatakan
injeksi cetriaxon 1 masih sesak nafas, batuk
g berdahak
Injeksi DO: tidak alergi terhadap
Dexamethasone 5 obat yang telah diberikan
mg
Injeksi omeprazole
40 mg
Ambroxol dalam
nebulizer.
23 Desember
2014
08.00 WIB 1,2,3 Monitoring TTV DS: paien mengatakan
sesak nafas dan batuk
berdahak
DO: TD: 140/90 mmHg,
N: 86 x/menit, S: 36,5˚C,
RR: 24x/menit
10.00 WIB 1,2 Memberikan posisi DS: pasien mengatakan
semi fowler tidak terlalu sesak nafas
setelah diberikan posisi

1
duduk
2
DO: tampak tidak terlalu
sesak nafas, RR:
24x/menit disertai suara
ronki/cracles, terpasang
kanul O2 5 liter/menit,
tidak sianosis.
10.00 WIB 4 Mengkaji tingkat DS: pasien mengatakan

35
pengetahuan cemas dengan penyakit
pasien yang dideritanya
DO: pasien tampak
cemas
10.00 WIB 1,2,3, Memberikan obat: DS: pasien mengatakan
4 injeksi Cetriaxon 1 masih sesak nafas, batuk
g berdahak
Injeksi DO: tidak alergi terhadap
Dexamethason 5 obat yang telah diberikan
mg
Injeksi
Omeprazole 40 mg
Ambroxol dalam
nebulizer
10.30 WIB 3 Menganjurkan DS: pasien mengatakan
pasien untuk ia hanya dapat bergerak
beraktivitas sedang miring kiri dan kanan
di atas tempat DO: aktivitas pasien
tidur. dibantu keluarga, KU
sedang, tampak sesak
nafas apabila kanul O2
dilepas.
12.30 WIB 1 Mengajarkan DS: pasien mengatakan
teknik batuk setelah diajarkan teknik
efektif ini pasien dapat
mengeluarkan dahaknya
DO: jumlah sputum 2 cc,
warna putih kental, suara
nafas ronki/cracles,
terpasang O2 5
liter/menit
16.55 WIB 1,2,3 Memberikan obat: DS: pasien mengatakan

36
Ambroxol dalam masih sesak nafas, batuk
nebulizer berdahak
DO: bunyi nafas
ronki/cracles
18.30 WIB 1 Menganjurkan DS: pasien mengatakan
pasien untuk setelah banyak minum
banyak minum dahaknya sudah mulai
encer tidak terlalu kental
DO: wajah pasien
tampak rileks
22.30 WIB 1,2,3, Memberikan obat: DS: pasien mengatakan
4 injeksi Cetriaxon 1 masih sesak nafas, batuk
g berdahak
Injeksi DO: tidak alergi terhadap
Dexamethason 5 obat yang telah diberikan
mg
Injeksi
Omeprazole 40 mg
Ambroxol dalam
nebulizer
24 Desember 1,2,3, Monitoring TTV DS: pasien mengatakan
2014 4 sesak nafas
DO: TD: 130/90 mmHg
N : 88x/menit
S : 36,7˚C
R : 24x/menit
10.45 WIB 1,2,3 Memberikan posisi DS: pasien mengatakan
semi fowler tidak terlalu sesak nafas
DO: tampak tidak terlalu
sesak nafas, RR:
24x/menit, terpasang
kanul O2 5 liter/menit

37
11.10 WIB 4 Memberi DS: pasien mengatakan
pengetahuan sudah mengerti
tentang penyakit DO: pasien tampak
yang diserita paham
pasien
11.25 WIB 2 Menganjurkan DS: pasien mengatakan
pasien untuk iya
bedrest total DO: pasien tampak lebih
rileks
13.30 WIB 1,2 Melatih pasien DS: pasien mengatakan
untuk nafas dalam bersedia
DO: pasien tampak lebih
tenang
16.00 WIB 1,2,3 Memberikan obat DS: pasien mengatakan
Ambroxol dalam iya
nebulizer DO: tampak masih sesak
nafas karena obstruksi
jalan nafas. Bunyi nafas
ronki
20.30 WIB 3 Menganjurkan DO: pasien mengatakan
pasien untuk iya
beraktivitas sedang DS: pasien terlihat
diatas tempat tidur mencoba melakukan
aktivitas ringan diatas
tempat tidur.
22.30 WIB 1,2,3 Menganjurkan DS: pasien mengatakan
pasien bedrest iya
DO: pasien kooperatif

2.5 Evaluasi

Tanggal/waktu No. DX Evaluasi Paraf


22 Desember 1 S: pasien mengatakan masih sesak nafas

38
2014 O: TD: 150/90 mmHg
N: 88 x/menit
S: 36,7˚C
RR: 24 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Lakukan batuk efektif
- Posisikan semi fowler
- Pertahankan pemberian O2
2 S: pasien mengatkan sesak nafas
dikarenakan sputum menghalangi jalan
nafas
O: tidak ada cyanosis
- Terpasang kanul O2 5 L/menit
- Pernafasan cuping hidung
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
3 S: pasien mengatakan masih dibantu oleh
keluarga dalam melakukan aktivitas sehari
– hari
O: pasien Nampak dibantu oleh keluarga
dalam melakukan aktivitas sehari – hari
seperti (makan, minum, mandi,
BAB/BAK)
A: maslah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
4 S: pasien mengatakan kurang mengerti
tentang penyakit yang dideritanya
O: pasien tampak cemas dan bingung
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Kaji pengetahuan pasien tentang

39
penyakit yang dideritanya
- Berikan informasi tentang penyakit
yang dideritanya
23 Desember 1 S: pasien mengatakan belum ada
2014 perubahan dan masih sesak nafas serta
masih sering batuk
O: TD: 140/90 mmHg, N: 86 x/menit, S:
36,5˚C, RR: 24 x/menit
- Nafas pasien Nampak tidak teratur
dan batuk berdahak jumlah sputum 3
cc, warna putih kental, suara nafas
ronki/cracles
- Pasien tampak sesak nafas apabila
kanul O2 dilepes
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi:
- Berikan posisi semi fowler
- Berikan terapi sesuai advice dokter
- Kolaborasi dalam pemberian nasal
kanul O2 5 L/menit
2 S: pasien mengatakan masih sesak nafas
dan batuk berdahak sehingga pasien sulit
bernafas
O: tampak ada secret menutupi jalan nafas,
RR: 24 x/menit, N: 90 x/menit
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
3 S: pasien mengatakan masih sama dengan
hari hari biasanya bahwa untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya masih dibantu oleh
keluarganya
O: pasien Nampak masih tergantung pada

40
keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADL
nya.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Batasi aktivitas pada pasien
- Menganjurkan keluarga untuk
membantu pasien dalam melakukan
aktivitas ringan
- Menganjurkan pasien untuk bedrest
total
4 S: pasien mengatakan sedikit mengerti
tentang penyakit yang dideritanya
O: pasien tampak masih sedikit cemas
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan inervensi
- Kaji pengetahuan tentang penyakit
yang diderita pasien
24 Desember 1 S: pasien mengatakan sesak nafas sudah
2014 berkurang namun batuknya masih sedikit
namun sering
O: - pasien Nampak masih batuk dan sesak
nafas sudah berkurang
- Suara nafas ronchi/cracles, tampak
keluar secret 2 cc
- Pasien masih Nampak
menggunakan nasal kanul O2 5
L/menit
- RR: 24 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi (rujuk ke RSDM
solo)
2 S: pasien mengatakan masih sesak nafas

41
karena masih ada dahak di tenggorokan
O: terpasang kanul O2 4L/menit, RR: 22
x/menit, N: 80 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi (rujuk ke RSDM
Solo)
3 S: pasien mengatakan mencoba melakukan
aktifitas ringan untuk memenuhi ADL
O: pasien Nampak mencoba melakukan
aktifitas ringan namun masih didampingi
oleh pihak keluarga
TD: 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5˚C
RR: 24 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi (Rujuk ke RSDM
Solo)
4 S: pasien mengatakan sedikit mengetahui
tentang penyakit yang diderita pasien
O: pasien tampak masih cemas
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi (rujuk ke RSDM
Solo)

42
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pneumonia merupakan suatu infeksi pada parenkim paru yang dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan lain-lain. Gejala pneumonia umumnya
adalah demam, menggigil serta rasa nyeri di dada. Pneumonia dapat
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu berdasarkan epidemiologis, berdasarkan bakteri
penyebab dan lokasi infeksi. Untuk terapi pneumonia umumnya diberikan
antibiotik dan beberapa obat-obatan lain seperti analgetik, antipiretik,
ekspektoran, sedativa, dan bronkodilator.

43
DAFTAR PUSTAKA

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya

Saydam, Gouzali. 2011. “Memahami Berbagai Penyakit: Pernapasan dan


Gangguan Pencernaan”. Bandung : CV. Alfabeta.

Williams, Lippincott. 2011. “Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit”.


Jakarta : PT. Indeks.

Ward, dkk, 2006. “At a Glance : Sistem Respirasi”. Jakarta : Penerbit Erlangga.

44

Anda mungkin juga menyukai