Makalah Ilmu Pend.

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Konsep Pendidikan Islam

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan


Dosen Pengampu : Nanang Gesang Wahyudi,M.Pd.

MAKALAH

Oleh :
Agus Margiyanto (PG004200001)
Deni Hernawan (MP04200001)
Deni Saputra (MP042000002)
Fajar sidiq (MP04200004)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


TUNAS BANGSA
BANJARNEGARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan hidayah-NYA sehingga
pentyusun dapat menyelesaikan makalah kelompok 2 yang berjudul “KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM”.
Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Nanang gesang wahyudi,M.Pd. selaku
pengampu mata kuliah “ILMU PENDIDIKAN” yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah wawasan pada bidang studi yang sedang kami tekuni.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini. Harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan bagi para pembaca.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun akan selalu kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini dan pembuatan makalah selanjutnya.

Banjarnegara, 8 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi
ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya
perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan
informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik
secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia
dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi
masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah
masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya,
hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut
dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta
memberi pengetahuan.
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa
oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan
manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan
diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik
dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan mencoba
menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam surat Al-
Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat Luqman ayat 13-14.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Konsep dan Pendidikan?


2. Tujuan dan fungsi pendidikan islam?
3. Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’an?
4. Bagaimana Tafsir Ayat Tentang Pendidikan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep dan Pendidikan

Konsep berasal dari bahasa Inggris “concept” yang berarti “ide yang mendasari
sekelas sesuatu objek”,dan “gagasan atau ide umum”. Kata tersebut juga berarti gambaran
yang bersifat umum atau abstrak dari sesuatu.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau buram surat
tersebut. (2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit (3) gambaran
mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami
hal- hal lain.
Berangkat dari pemikiran bahwa suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan
mempunyai arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentuh arah maka hasilnya
adalah tak lebih dari pengalaman selama perjalanan. Pada dasarnya pendidikan merupakan
usaha yang dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakan.
Namun sebelum masuk pada pembahasan mengenai fungsi dan tujuan Pendidikan Islam
terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian Pendidikan Islam.
Pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan
manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu
mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada
ajaran Al-qur’an dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah
prosespendidikan berakhir.[1]
Prof. H. Muhamad Daud Ali, S.H. berpendapat bahwa pendidkan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan
nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. [2] Proses pemindahan
nilai itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah, pertama melalui
pengajaran yaitu proses pemindahan nilai berupa (Ilmu) pengetahuan dari seorang guru
kepada murid-muridnya dari suatu generasi kegenerasi berikutnya.

[1] Baca DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers,
2002), hal. 16.
[2] Lihat, Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 137.
kedua melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang
melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan pekerjaan
tersebut.
ketiga melalui indoktrinnasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti
apa saja yang diajarkan orang lain tanpa mengijinkan si penerima tersebut mempertanyakan
nilai-nilai yang diajarkan.
Terkadang apabila ingin membahas seputar Islam dalam Pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat menarik terutama dalam kaitannya dengan upaya pembangunan Sumber Daya
Manusia muslim, sebagaimana Islam di pahami sebagai pegangan hidup yang diyakini
mutlak kebenarannya akan merai arah dan landasan etis serta moral pendidikan, atau dengan
kata lain hubungan antara Islam dan pendidikan bagaikan dua sisi keping mata uang. Artinya,
Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara
ontologis, epistimologis maupun aksiologis.[1]
Pemikiran di atas sejalan dengan falsafah bahwa sebuah usaha yang tidak mempunyai tujuan
tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka
hasilnya adalah tidak lebih dari pengalaman selam perjalanan. Pada dasarnya pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan
pijakn. Namun sebelum masuk dalam pembahasan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan
Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian Pendidikan Islam itu sendiri.
Zarkowi Soejati dalam makalahnya yang berjudul “Model-model Perguruan Tinggi
Islam” mengemukakan pendidikan Islam paling tidak mempunyai tiga pengertian. Pertama ;
lembaga pendidikan Islam itu pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat
mengejawantahkan nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lemabaga pendidikan itu dan
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Kedua ; lembaga pendidikan memberikan perhatian
dan menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin dalam program sebagai ilmu
yang diperlukanseperti ilmu-ilmu lain yang menjkadi program kajian lembaga pendidikan
Islam yang bersangkutan. Ketiga ; mengandung kedua pengertian di atas dalam arti lembaga
tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus
tercermin dalam penyelenggaraannya maupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam
program kajiannya.[3]

[1] Baca DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat
Pers, 2002), hal. 16.[3] Baca A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta : Fajar Dunia,
1999), hal. 31.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu pimpinan
jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti
sesungguhnya.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 ayat 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Kemudian pengertian pendidikan Islam antara lain menurut Dr. Yusuf Qardawi
sebagaimana dikutip Azyumardi Azra memberi pengertian pendidikan Islam yaitu pendidikan
manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk
menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis pahitnya.
Endang Saefuddin Anshari memberi pengertian secara lebih tehnis, pendidikan Islam sebagai
proses bimbingan (pimpinan, tuntunan dan usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan
jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi), dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi
tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan
yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Pendidikan
Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang
diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad Saw.
Sedangkan menurut hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun
1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai: “bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan,
melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, terdapat perbedaan antara pengertian
pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Pendidikan secara umum merupakan
proses pemindahan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan
tersebut dalam hal nilai-nilai yang dipindahkan (diajarkan). Dalam pendidikan Islam, nilai-
nilai yang dipindahkan berasal dari sumber-sumber nilai Islam yakni Al-Qur’an, Sunah dan
Ijtihad.
Jadi, pendidikan Islam merupakan proses bimbingan baik jasmani dan rohani
berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian muslim
sesuai dengan ukuran-ukuran Islam.
B. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Islam

Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu apa
sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi tujuan adalah “arah, maksud atau
haluan.”[4] Termminologinya tujuan berarti sesuatu diharapkan tercapai setelah sebuah
usaha atau kegiatan selesai. Oleh H.M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan
Islam adalah “idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai
dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.
Maka secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: pertama tujuan umum adalah
tujuan yag akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik pengajaran atau dengan cara
lain. kedua, tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalamn tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. ketiga, tujuan
akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna
(insan kamil) setelah ia menghabisi sisa hidupnya. Sementara keempat tujuan oprasional
adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertenru.
Sementara itu dalam Konferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah
pada tahun 1977 merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut :
“Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional ; perasaan dan indera. Oleh
karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya ;
spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun secara
kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan untuk mencapai kesempurnaan.
Tujuan akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukkan yang sempurna
kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia”.[5]

Konsep di atas sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan Islam, yaitu meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman anak tentang Islam, sehingga menjadi
manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingganya dalam konteks ini
pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan
tantangan yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
[4] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka 1995), edisi ke-2, Cet, ke-4, h. 1077 [5] Azyumardi Azra, op. cit., hal. 57.
Dapat pula dikatakan, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu
sesuatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang dalam
kepribadian muslim dalam Al-qur’an disebut “Muttaqin” karena itu Pendidikan Islam berarti
pula pembentukan manusia yang bertakwa, sebagaimana konsep pendidikan nasional yang
dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia pancasilais
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian jika dilakukan rekonstruksi, maka menurut Islam ilmu yang
selayaknya dikuasai manusia merupakan perpaduan dari ilmu – ilmu yang diperoleh manusia
melalui kawasan alam semesta dengan ilmu yang dikirim melalui wahyu yang dapat
ditangkap oleh para nabi dan rasul. Dalam perspektif pendidikan Islam yang menyiapkan
manusia agar dapat melakukan perannya, baik sebagai khalifah maupun sebagai ‘abd, maka
ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang sifatnya terpadu, dan inilah ciri khas pendidikan
Islam.
Dilihat dari tujuan pendidikan di atas maka dengan sendirinya terimplisit fungsi
pendidikan Islam. Dapat diartikan fungsi Pendidikan Islam adalah untuk menjaga keutuhan
unsur–unsur individu anak didik dengan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan
Allah, serta mengoptimalkan perkembangannya untuk bertahan hidup terhadap aspek
keterampilan setiap anak. Pendidikan Islam adalah pendidikan terbuka. Artinya Islam
mengakui adanya perbedaan, akan tetapi perbedaannya yang hakiki ditentukan oleh amalnya.
Oleh karena itu pendidikan Islam pada dasarnya terbuka, demokratis, dan universal.
Keterbukaan tersebut ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi (menyerap) unsur–unsur
positif dari luar, sesuai perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dan tetap menjaga
dasar–dasarnya yang original yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits.[6]
Singkatnya, pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak-
anak dalam keluarga termasuk anak didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi
dan sekaligus beriman dan beramal saleh. Oleh karena itu penjabaran materi pendidikan
Islam tidak hanya berkisar pada hal–hal yang berkaitan dengan masalah–masalah ubudiyah

[6] Abd al- Ghani ‘Abud, Dirasat Muqaranat li Tarikh al – Tarbiyah, ( Kairo : Dar al- Fikr al –
Arabi, 1987 ), hal. 203.
yang khas (khusus) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain–lain, akan tetapi
ubudiyah yang lebih umum dan luas, yaitu pengembangan ilmu sosial sehingga anak dapat
berinteraksi dengan lingkungannya secara baik maupun pengembangan pengetahuan dan
teknologi yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup
serta perubahan-perubahan yang terjadi. Akibat logisnya, pendidikan senantiasa mengundang
pemikiran dan kajian baik secara konseptual maupun oprasionalnya. Sehingga diperoleh
relevansi dan kemampuan menjawab tantangan serta memcahkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh umat Islam.

C. Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’an

Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya
ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai
Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan [2]dengan konsep
pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby
(pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata
seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:

‫ٱخ ِف ْض‬ َ ِّ‫ص ِغير ًَربَّيَانِى َك َما َح ْمهُ َماارْ رَّبِّ قُلْ َو الرَّحْ َم ِة ِمنَ ال ُّذل‬
ْ ‫جنَاحال َُه َم َو‬ َ ‫ا‬

Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
Telah mendidik Aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)

[2] Lihat, Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 137.
Menurut Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik,
memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan
tumbuhan. Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti
mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek
jasmaniah maupun rohaniah.

Kata Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada
obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam,
sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada surat Al-
A’raf ayat 61:

َ ‫ض ٰللَةٌ بِ ْي لَي‬
‫ْس ٰيقَ ْو ِم قَا َل‬ َ ‫ْال ٰعلَ ِمي َْن رَّبِّ ِّم ْن َرس ُْو ٌل َّو ٰل ِكنِّ ْي‬

Artinya: “Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi Aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam".
Pendidikan diistilahkan dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata
al-ta’dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001: 90). Kata ta’dib
tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat operasional, pendidikan dapat
dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam
pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia
yaitu untuk menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga menjelaskan, bahwa
sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi kamu sekalian.

ِ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَة ٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم‬
‫اآلخر‬
َ ‫َو َذ َك َر هَّللا‬
‫َكثِيرا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”.
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut
kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai
pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang
tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan memberikan
pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak.
Pendidikan disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi
pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan
ta’lim dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek
peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses pembelajaran ta’lim
secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam As oleh Allah
Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk berperadaban (manusia) menerima
pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya
(Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:

Al-Baqarah Ayat : 31
‫ضهُ ْم َعلَى ْال َماَل ئِ َك ِة فَقَا َل أَ ْنبِئُونِي بِأ َ ْس َما ِء هَؤُاَل ِء إِ ْن‬
َ ‫صا ِدقِينَ َوعَلَّ َم آَ َد َم اأْل َ ْس َما َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
َ ‫ُك ْنتُ ْم‬

Al-Baqarah Ayat : 32
‫ك اَ ْنتَ ْال َعلِ ْي ُم ْال َح ِك ْي ُم‬
َ َّ‫ك اَل ِع ْل َم لَنَٓا اِاَّل َما َعلَّ ْمتَنَا ۗاِن‬
َ َ‫قَالُوْ ا ُسب ْٰحن‬

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar(31). Mereka menjawab,
“Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Dari ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga
konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam
pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak al-karimah.

D. Ayat-Ayat lain yang Berhubungan dengan Pendidikan

1. Surat al-Baqarah ayat 129

Yang artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Penjelasan dari ayat diatas, makna Dia yakni Allah mengajar Adam nama-nama benda
seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang
digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.
Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi untuk mengetahui nama atau
fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin dan sebagainya. Dia
juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak-
anak) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu
nama-nama (yang mudah), seperti ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya.
Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia mengajar Adam
nama-nama (benda) seluruhnya.
Bagi ulama-ulama yang memahami pengajaran nama-nama kepada Adam As, dalam
arti mengajarkan kata-kata, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa kepada beliau
dipaparkan benda-benda itu, dan pada saat yang sama beliau mendengar suara yang
menyebut nama benda yang dipaparkan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa Allah
mengilhamkan kepada Adam As nama benda itu pada saat dipaparkannya sehingga beliau
memiliki kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang
membedakannya dari benda-benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama.
Ia pun tercakup oleh kata mengajar karena mengajar tidak selalu dimaknakan menyampaikan
suatu kata atau idea, tetapi dapat juga berarti mengasah potensi yang dimilki peserta didik
sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah satu keistimewaan manusia adalah
kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya
menangkap bahasa sehingga mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan manusia
merumuskan idea dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju
terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.
Kata al-‘alim terambil dari akar kata ‘ilm berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan
keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari
huruf ‘ain, lam dan mim dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang
sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah Swt menamai dirinya “alim
karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil-
kecilnya apapun.
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui
apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-
apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”
Melalui informasi ayat diatas, diketahui bahwa pengetahuan yang dianugerahkan
Allah Swt kepada Adam As, atau potensi untuk mengetahui segala sesuatu dari benda-benda
dan fenomena alam merupakan bukti kewajaran Adam As menjadi khalifah di muka bumi ini.
Kekhalifahan di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah Swt, yang antara lain
bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki Allah menyangkut bumi ini. Dengan
demikian pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat sekaligus
modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi
berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal, walau dia tekun beribadah
kepada Allah Swt, serupa dengan sujud dan ketaatan malaikat. Akhirnya, Allah Swt,
bermaksud menegaskan bahwa bui tidak dikelola semata-mata hanya dengan tasbih dan
tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu amaliyah.

2. Surat al-Baqarah ayat 151

Yang artinya; “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu),


Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi Ibrahim As supaya Allah
menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang Rasul yang menyampaikan pokok-
pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka kembali kepada kesuciannya. Dan Rasul yang
dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, beliau membawa petunjuk pendidikan dan
pengajaran untuk dapat mereka pedomani dalam kehidupannya.
Rasul yang domohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk terus membacakan
kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang diturunkan, maupun alam raya
yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yaitu al-Qur’an,
atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan
hal yang mendatangkan manfaat serta menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya
dari segala macam kotoran, kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai keserasian perurutannya. Dimulai
dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan tuntunan Allah, yakni membacakan
Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian
pengetahuan yang menghasilkan kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan
Allah Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat 151. Pada ayat 151
menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam anugerah Allah dalam
konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul dari kelompok mereka,
membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah,
mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui merupakan nikmat tersendiri,
mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara. Sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah
mengisyaratkan dalam wahyu pertama (iqra’) bahwa ilmu yang dperoleh manusia diraih
dengan dua cara, pertama melalui upaya belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung
dari Allah berupa ilham dan intuisi.(M. Quraish Shihab, vol,1, 2002, 361).

3. Surat Luqman ayat 13

Yang artinya: “Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi Ibrahim As supaya Allah
menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang Rasul yang menyampaikan pokok-
pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka kembali kepada kesuciannya. Dan Rasul yang
dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, beliau membawa petunjuk pendidikan dan
pengajaran untuk dapat mereka pedomani dalam kehidupannya.
Rasul yang dimohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk terus membacakan
kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang diturunkan, maupun alam raya
yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yaitu al-Qur’an,
atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan
hal yang mendatangkan manfaat serta menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya
dari segala macam kotoran, kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa.
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai keserasian perurutannya.
Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan tuntunan Allah, yakni
membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk mengajarkan makna dan pesan-
pesanya, kemudian pengetahuan yang menghasilkan kesucian jiwa, melalui pengamalan
sesuai dengan tuntunan Allah Swt.
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat 151. Pada ayat 151
menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam anugerah Allah dalam
konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul dari kelompok mereka,
membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah,
mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui merupakan nikmat tersendiri,
mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara. Sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah
mengisyaratkan dalam wahyu pertama (iqra’) bahwa ilmu yang dperoleh manusia diraih
dengan dua cara, pertama melalui upaya belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung
dari Allah berupa ilham dan intuisi.
Secara garis besar nasehat dalam ayat tersebut berisi tentang hal-hal berikut:
⮚ Masalah ketauhidan, yaitu larangan menyekutukan Allah. Walaupun seandainya
perintah menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka
perintah tersebut tetap harus ditolak.
⮚ Kewajiban anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun
dan lemah lembut.
⮚ Menyangkut misi utama kemanusiaan, yaitu berupa kewajiban menegakkan amar
ma’ruf dan nahi munkar. Membangun hubungan manusia dengan melakukan
perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta kesedehanaan dalam
berkomunikasi dengan sesama.
Isi nasehat ketiga diatas mengantarkan pada kejelasan makna bahwa ada patokan
fundamental tentang pendidikan dalam al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan sebagai
suatu peristiwa komunikasi yang berlangsung dalam situasi dialogis antara manusia untuk
mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan konsep pendidikan menurut Al-Qur’an
diarahkan pada upaya menolong anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi
kepada Allah. Seluruh potensi yang dimiliki anak didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan
jasmani harus di bina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang
tergambar dalam sosok manusia seutuhnya.

BAB III
PENUTUP
Pendidikan Islam yang sejalan dengan konsep pendidikan menurut al-Qur’an
terangkum dalam tiga konsep yaitu pendidikan tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan dalam
konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah memberikan pendidikan
melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah Saw dan selanjutnya Rasul menyampaikan kepada para
ulama, kemudian para ulama menyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam
konsep ta’lim merupakan proses tranfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas
peserta didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju pada
pembinaan akhlak peserta didik.
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat yang berhubungan
dengan pendidikan di dalam Kitab al-Qur’an itu sendiri seperti pada ayat-ayat yang telah
dijelaskan yaitu surat al-Baqarah ayat 31-34, 129, dan 151 menjelaskan tentang pelajaran
yang diberikan Allah kepada Nabi Adam As, dan pokok-pokok pendidikan yang diberikan
Rasul kepada umatnya. Surat Luqman ayat 13-14 berisi tentang konsep pendidikan utama
yakni pendidikan orang tua terhadap anak.
DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha Enterprise,


Jakarta: 1976
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung,
Gema Risalah Press, 1992
Http://samsenyum.blogspot.com/2013/02/konsep-pendidikan-menurut-islam.html
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002 Vol. 1
Shihab, Quraish, Tasfir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, vol. 11
http://berbagiilmuyangterkacil.blogspot.com/2016/10/konsep-pendidikan-islam.html?m=1
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan: 1994

Anda mungkin juga menyukai