Anda di halaman 1dari 6

RESUME DISTOSIA BAHU

ASKEB PERSALINAN
Dosen Pengampu : Jumiati SST. M. Kes

NOVITA DARMIANTI (200206002)

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2022/2023
DISTOSIA BAHU
Pembahasan
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi
tidak berhasii untuk melahirkan bayi.
Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari
kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 - 0,3 '/" dari seluruh
persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai
jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik,
maka insidensinya menjadi 11%.

Komplikasi
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan
humerus),cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan
kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat
terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Pada ibu,
komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir,
episiotomi, ataupun atonia uteri.

Faktor resiko dan cara pencegahannya


Belum ada cara untuk memastikan akan teradinya distosia bahu pada suatu
persalinan.Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas
tetapi apabila terjadi komplikasi dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya
potensi runtutan rerhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi risiko
morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tuntutan, penolong persalinan perlu
mengidentifikasi faktor risiko terjadinya distosia bahu dan mengomunikasikan
akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.
Cara pencegahannya:
• Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal berisiko
tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar (> 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.
• Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
• Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
• Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera
pada ianin.
• Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan
persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu).

Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
• Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
• Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
• Dagu tertarik dan menekan perineum.
• Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus
segera dilakukan.

Penanganan
1. Diagnosis
2. Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
3. Manuver McRobert (Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
4. Manuver Rubin(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
5. Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, arau manuver Wood
Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert,
yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat
mungkin ke dada,dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). lakukan
episiotomi yang cukup lebar.Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan
mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam
panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan
pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah
simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal
dengan mantap.
Manuver Rubin
Masih dalam posisi McRobert, masukkan rangan pada bagian posterior vagina,
tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau
transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat
punggung bayi menghadap ke arah anterior (manuver Rubin anterior) oleh karena
kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkanya lebih rendah dibandingkan
dengan posisi bahu anteroPosterior atau punggung bayi menghadap ke arah
posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin
anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil.
Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala
ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan
punggung bayi(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti
tangan kiri) ke vagina.Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah
sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti).
Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi.
Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup
bagi bahu anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal
dengan mantap untuk melahirkan bahu anrerior.

Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya


adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan
serra perawatan pasca tindakam. Perawatan pasca tindakan termasuk menuliskan
laporan di lembar catatan medik dan memberikan konseling pasca tindakan.

RUJUKAN
1. Chauhan SP, Christian B, Gherman RB, Magann EF, Kaluser'CK, Morrison
JC. Shoulder dystocia without versus with brachial plexus injury: A case control
study. Mat Fetal Neona Med. 2OO7 April;20$): 313-7
2. Gherman RB, Chauhan SP, Ouzounian JG, Lerner H, Gonik B, Goodwin TM.
Shoulder dystocia: The unpreventable obstetrics emergency with empiric
managemenr guidelines. Am J Obstet Gynecol. 2006;195: 657-72
3. Baskett TF. Shoulder dystocia. Best Practice and Research. Clin Obstet
Gynaecol. 2002;16(1):57-68
4. Gherman RB, Ouzpunian JG, Goodwin TM. Obstetrics maneuvers for shoulder
dystocia and associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol. 1,998; 1,78: 11,26-
30
5. Smeltzer JS. Shoulder dystocia. In: Vinn HN, Hobins JC, editors. Clinical
Maternal-Fetal Medicine.New York: Parthenon Publishing; 200a: 1.83-92
6. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Shoulder dystocia.
Guideline No" 42. 2OO5
7. Broek NV. Life saving skills manual essential obstetric care. London: RCOG
Press; 2002
8. Gurewitsch ED, Kim EJ, Yang JH, Outland KE, McDonald MK, Allen RH.
Comparing McRoberts'and Rubin's maneuvers for initial management oI shoulder
dystocia: An objective evaluation. Am J Obstet Gynecol2005; 1,92: lfi-6a
9. Saifuddin AB, Adriaansz G, Vikn.iosastro GH, Vaspodo D. editors. Buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. 1't ed. Jakarta: JNPKKR-
POGI dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2000: 515-9

Distosia bahu berdasarkan artikel


Distosia bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala
pervaginam yang membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk
melahirkan fetus setelah kepala lahir dan traksi gagal. Diagnosis objektif dari
waktu persalinan kepala-tubuh yang memanjang dapat ditegakkan apabila
lebih dari 60 detik, namun waktu ini juga tidak rutin digunakan. Distosia bahu
terjadi ketika baik bahu fetus anterior atau posterior (jarang), mengalami
impaksi pada simfisis pubis atau promontorium sakral ibu. Hill MG, Cohen
WR. Shoulder dystocia: prediction and management. Womens Health
[internet]. 2016 [diakses tanggal 5 Agustus 2017];12(2): 251–261. Tersedia
dari:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26901875
Artikel 2:
Predisposisi distosia bahu
1. Ibu mengalami diabetus militus. Kemungkinan terjadi makrosomia pada janin.
Makrosomia adalah berat badan janin lebih besar dari 4.000 gram.
2. Adanya janin gemuk pada riwayat persalinan terdahulu.
3. Riwayat kesehatan keluarga ibu kandung ada riwayat diabetus militus.
4. Ibu mengalami obesitas sehingga ruang gerak janin ketika melewati jalan lahir
lebih sempit karena ada jaringan berlebih pada jalan lahir dibanding ibu yang
tidak mengalami obesitas.
5. Riwayat janin tumbuh terus dan bertambah besar setelah kelahiran.
6. Hasil USG mengindikasikan adanya makrosomia/janin besar. Dengan
ditemukannya diameter biakromial pada bahu lebih besar daripada diameter
kepala.
7. Adanya kesulitan pada riwayat persalinan yang terdahulu.
8. Terjadi cephalo pelvic disproportion (CPD) yaitu adanya ketidaksesuaian antara
kepala dan panggul yang diakibatkan karena:
a. Diameter anteroposterior panggul dibawah ukuran normal.
b. Abnormalitas panggul sebagai akibat dari infeksi tulang panggul (rakhitis) dan
kecelakaan.
9. Fase aktif yang lebih panjang dari keadaan normal. Fase aktif yang memanjang
menandakan adanya CPD.
10. Penurunan kepala sangat lambat atau sama sekali tidak terjadi penurunan
kepala.
11. Mekanisme persalinan tidak terjadi rotasi dalam (putar paksi dalam) sehingga
memerlukan tindakan forsep atau vakum Hal ini menunjukan adanya CPD dan
mengindikasikan pertimbangan dilaksanakan seksiosesaria. (Buku perawatan ibu
bersalin : Sumarah,SSIT/Yani widyastuti,SSIT & Nining wilyawati,S.Pd, APP,
M.Kes)

Anda mungkin juga menyukai