Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

DIRUMAH SAKIT ISLAM PDHI YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Luthfi Muhammad Nasrudin Al Ghoffar

M21040002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HIPERTENSI

A. PENGERTIAN
Hipertensi atau Menurut American Sosiety of Hypertension (ASH)
hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang
progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan (Nuraini, 2015).

B. KLASIFIKASI
Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan penyebab ada 2 macam tipe, yaitu:
1) Hipertensi primer (esensial) Penyebab pasti masih belum diketahui.
Riwayat kelu0arga, obesitas, diit tinggi natrium, lemak jenuh dan penuaan
adalah faktor pendukung (Wulandari, 2011).
2) Hipertensi sekunder Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 12%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu, misalnya pil KB (infodatin-lansia, 2014).
American Heart Association (AHA, 2014) menggolongkan hasil pengukuran
tekanan darah menjadi:
Tabel 2.1 Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmhg < 80 mmhg
Prehipertensi 120-139 mmhg 80-89 mmhg
Hipertensi stage 1 140-159 mmhg 90-99 mmhg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmhg ≥ 100 mmhg
Hipertensi stage 3 ≥ 180 mmhg ≥ 110 mmhg
(keadaan gawat)
Sumber : American Heart Association (AHA, 2014)
Tabel diatas menggolongkan kategori Tekanan Darah dari kriteria Normal
hingga Hipertensi stage 3, hal ini juga telah diklasifikasikan oleh peneliti
sebelumnya yaitu Triyanto (2014) sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85–89 mmHg
Stadium 1 (ringan) 140–159 mmHg 90–99 mmHg
Stadium 2 (sedang) 160–179 mmHg 100–109 mmHg
Stadium 3 (berat) 180–209mmHg 110–119 mmHg
Stadium 4 (maligna) ≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg
Sumber : (Triyanto, 2014)

C. TANDA GEJALA

Menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami hipertensi


selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain :
1) Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan
langkah tidak mantap.
2) Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
3) Epitaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
4) Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
5) Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak
hipertensi.
6) Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan
aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi,
yaitu:
1) Etiologi
a) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta
ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial
termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan
dan gaya hidup (Triyanto, 2014).
b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss& Labus, 2013).
2) Faktor risiko yang tidak bisa dikontrol
a) Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka ke
jadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70 - 80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto,
2014).
b) Jenis Kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki bila terjadi
pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang
perempuan setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah perempuan. Hal ini sering dikaitkan dengan
perubahan hormon setelah menopause.
c) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang
berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
usia maka semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi.
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
hal ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto,
2014).
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
bertambahnya usia, terjadinya penurunan elastisitas, dan kemampuan
meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan
penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukkan kekakuan
pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamika hipertensi sistolik
ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer
yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel
sinistra. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan
arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik jantung, volume intravaskuler, aliran darah
ke ginjal, aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan resistensi perifer.
Perubahan aktivitas sistem saraf simpatik dengan bertambahnya
norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor
beta adrenergic, sehingga berakibat penurunan relaksasi otot pembuluh
darah (Junaidi, 2010).
F. Pathway hipertensi

umur Jenis kelamin, gaya hidup, obesitas

Elastisitas menurun, Kerusakan vaskuler Perubahan


arteriosklerosis HIPERTENSI pembuluh darah struktur

Vasokonstriksi Penyumbatan
Gangguan pembuluh darah
sirkulasi

Otak
Ginjal Pembuluh darah Retina
Resistensi
Suplai O2 Otak Vasokontriksi sistemik
pembuluh darah pembuluh darah
otak meningkat menurun koroner Spasme arteriole
ginjal
vasokonstriksi
Iskemi miokard diplopia
sinkop Blood flow Afterload meningkat
Nyeri Gangguan menurun
kepala pola tidur Nyeri dada Resti injuri
Penururnan
Respon
curah jantung
RAA
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Rangsangan
aldesteron Retensi Na Edema Kelebihan volume cairan

Gambar 2.6 Pathway Hipertensi


Sumber: NANDA, 2017
G. KOMPLIKASI

Tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tidak diobati dan di tanggulangi maka
dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh
sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut (Aspiani, 2015).
Komplikasi yang paling sering dipengaruhi hipertensi antara lain:

1) Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh, selain daerah otak yang tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang
diperdarahi berkurang. Arteriotak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arterikoroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis
dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi 12 ventrikel sehingga disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering
dijumpai pada hipertensi kronis.
4) Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
keruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian.
5) Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita pre-eklampsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian
dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau
sebelum proses persalinan.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler


dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan yang bertujuan mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di
bawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. (Aspiani, 2015)

Penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis Beberapa


penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis:

a) Pengaturan diet Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan gaya hidup sehat
dan/atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat
memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang dianjurkan
antara lain:

(1) Rendah garam

Diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem
renninangiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah
asupan natrium yang dianjurkan 50-mmol atau setara dengan 3-6gram garam
per hari.

(2) Diet tinggi kalium

Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya


belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat pada dinding
vaskular.
(3) Diet kaya buah dan sayur.

(4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b) Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan berat badan
mengurangi tekanan darah kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung
dan volume sekuncup.pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas
behubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi,
penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan
darah. Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat
badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khususnya
karena obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala
gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.

c) Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk


menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Olahraga isotonic
dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi
katakolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam
satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga
meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya arteriosklerosis
akibat hipertensi.

d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi


efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Menurut (Wijaya & Putri, 2013) yang harus dikaji pada klien hipertensi
adalah :
a. Data biografi : Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, nama
penanggung jawab dan catatan kedatangan.
b. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama :Alasan utama pasien datang ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan.25
2) Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan pasien yang dirasakan saat melakukan
pengkajian.
3) Riwayat kesehatan terdahulu : Biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit
yang sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya dilakukan pengkajian tentang
riwayat minum obat klien.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang
menderita riwayat penyakit yang sama.
c. Data fisiologis, respirasi, nutrisi/cairan, eliminasi, aktifitas/istirahat, neurosensori,
reproduksi/seksualitas, psikologi, perilaku, relasional dan lingkungan. Pada klien
dengan ketidakpatuhan dalam katagori perilaku, sub katagori penyuluhan dan
pembelajaran perawat harus mengkaji data tanda dan gejala mayor dan minor yaitu
: Tanda dan gejala mayor
1) Subyektif :
(a) Mengungkapkan minat dalam belajar
(b) Menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic
(c) Menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topic
2) Obyektif
(a) Perilaku sesuai dengan pengetahuan

2. Diagnosa kperawatan
1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2) Penururnan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
3) Defiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi dan implementasi

a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
Intervensi:
i. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
ii. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek
dari vasokontriksi.
iii. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan
kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru
sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
iv. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
v. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
vi. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
vii. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
viii. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang
dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola
hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan
teratur) pola hidup penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal
klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan
prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi
J. DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. (2012). Medikal Bedah. DIVA Press.

Buss, J.S & Labus, D. (2013). Buku Saku Patofisiologi menjadi sangat mudah (2nd
ed.). EGC.

Junaidi, I. (2010). Hipertensi pengenalan, pencegahan, dan pengobatan. PT Bhuana


Ilmu Populer.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertention. J Majority, 4(5), 10–19.

Wulandari, S. (2011). Cara jitu Mengatasi Hipertensi (Andi (ed.)).

Infodatin Lansia, K. K. R. (2014). situasi dan analisis Lanjut Usia. Kementrian


Kesehatan RI

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai