Anda di halaman 1dari 20

IDENTIFIKASI FASIES KARBONAT FORMASI BATURAJA, CEKUNGAN

SUMATERA SELATAN, BERDASARKAN DATA SUMUR


Muhammad Farhan Shidqi F1*, Fahmi Bajry2
1
Geological Engineering Department of UPN”Veteran” Yogyakarta/SWK Street 104, Depok, Sleman,
DIY
2
PT. Pertamina EP,Gedung Standart Chartered lt 23, Kuningan, Jakarta Selatan
*Corresponding Author: shidqi.farhan@yahoo.com

ABSTRAK. Daerah Telitian secara geografis terletak di Desa Ramba, Babat Jaya, Kecamatan Babat
Supat, Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatra Selatan yang termasuk kedalam Sub Cekungan
Palembang Utara, Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan salah satu cekungan yang
ekonomis di Indonesia. Salah satu lapangan yang masih produksi yaitu Lapangan Halim yang
memiliki reservoir berupa batugamping dan terdiri atas lima sumur berupa satu sumur injeksi dan
empat sumur produksi dengan ketebalan rata-rata 52 m. Batugamping tersebut merupakan
batugamping Formasi Baturaja yang memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis litofasies, asosiasi fasies, lingkungan diagenesa, dan
lingkungan pengendapan batugamping Formasi Baturaja. Untuk mengidentifikasinya dapat
mengintegrasikan data sumur berupa data core, mud log, wireline log, dan sayatan petrografi.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat empat asosias fasies yaitu Asosiasi Fasies Mixed Coral Skeletal
Packestone-Rudstone yang terdiri atas litofasies Neomorphosed Bioclastic Packestone, Dolomotised
Bioclastic Wackestone-Packestone, Dolomitised Coral Floatstone-Rudstone, Dolomitised Intraclast
Floatstone. Asosiasi Fasies Platy Coral Floatstone-Rudstone yang terdiri atas litofasies Argillaceous
Platy Coral Floatstone, Argillaceous Platy Coral Rudstone, Neomorphosed intraclast Rudstone,
Neomorphosed intraclast Floatstone-Rudstone, Algal Bindstone, dan Dolomitised Coral Framestone.
Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone yang terdiri atas litofasies Neomorphosed Coralline Rudstone,
Bioclastic Coralline Rudstone, dan Bioclastic Coralline Inraclast Rudstone. Asosiasi Fasies Mudstone
yang terdiri atas litofasies Mudstone. Dari keempat asosiasi fasies tersebut dapat dinterpretasikan
lingkungan pengendapan Formasi Baturaja yaitu Back Reef dengan terdapatnya Asosiasi Fasies
Mixed Coral-Skeletal Packestone-Rudstone dan Fasies Mudstone yang diendapkan dengan energi
sedang - rendah. Endapan Reef Front memiliki ciri endapan yaitu Asosiasi Fasies Platy Coral
Floatstone-Rudstone yang diendapkan dengan energi tinggi dan terendapkan pada bidang miring
(slope) hingga 15 0 dan sistem pengendapan berupa gravitasional. Endapan Fore Reef memiliki ciri
endapan yaitu Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone. Lingkungan diagenesis diinterpretasikan
berdasarkan porositas terbentuk dan terubah yaitu Meteoric Zone, Marine Zone, dan Subsurface Zone
(Burial Diagenesis).
Kata kunci: Litofasies, Asosiasi Fasies, Formasi Baturaja, Lingkungan Pengendapan, Lingkungan
Diagenesis

I. PENDAHULUAN

Batugamping adalah batuan sedimen yang umum dan tersebar luas yang
terbentuk di lingkungan laut dangkal. Sebagian besar kalsium karbonat yang membentuk
batugamping berasal dari sumber biologis seperti intvertebrata, moluska, hingga partikel
kalsit yang sangat halus dan aragonite yang terbentuk oleh alga. Akumulasi sedimen di
lingkungan pembentuk karbonat sebagian besar dikendalikan oleh faktor-faktor yang

11
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
mempengaruhi kelimpahan organisme di dalamnya seperti salinitas air, kedalaman,
suhu, ketersediaan nutrisi, dan pasokan bahan klastik terrigenous (Nichols, 2009).
Batugamping merupakan salah satu reservoir yang bernilai ekonomis. Lapangan “Halim”
merupakan salah satu lapangan yang termasuk kedalam wilayah kerja PT Pertamina EP
yang memiliki cadangan hidrokarbon yang besar dan ekonomis di Cekungan Sumatra
Selatan. Salah satu reservoir tersebut yaitu Formasi Baturaja. Formasi Baturaja memiliki
litologi berupa Batugamping dengan kandungan carbonate bank local yang tersingkap
ditinggian diatas basement. Terbagi kedalam dua fasies yaitu Platform yang
mengandung glauconitic packstone-wackestone dan lapisan tipis shale. Fasies Reef bulid-
ups yang mengandung skeletal packstones dan coral-algal boundstone (Barber dkk,
2005). Karakteristik batugamping yang berada di daerah telitian termasuk unik dengan
tingkat heterogenitas yang tinggi seiring dengan perubahan lingkungan pengendapan
secara signifikan dalam rentang waktu yang relatif cepat.

II. GEOLOGI REGIONAL

1. Fisiografi Cekungan Sumatra Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier


berarah barat laut– tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah
barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara
yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua
Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan
Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatra Tengah (Blake 1989). Pada umumnya,
Cekungan Sumatra Selatan ini terbagi menjadi Sub- Cekungan Jambi dan Sub-Cekungan
Palembang (Gambar 3.1) . Sub-Cekungan Palembang dibagi menjadi Sub-Cekungan
Palembang Utara, Sub-Cekungan Palembang Tengah, dan Sub-Cekungan Palembang
Selatan. Sub-Cekungan Jambi memiliki arah timurlaut (NE)-barat baratdaya (SW),
sedangkan Sub-Cekungan Palembang berarah baratlaut (NNW)-tenggara (SSE). Sub-sub
cekungan tersebut sebagian besar dibatasi oleh sesar-sesar utama yang memiliki akar
yang dalam dan berhubungan langsung dengan batuan dasar. Sesar yang paling
menonjol adalah Sesar Lematang dan Sesar Muaratembesi.

2. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan

Pada dasarnya stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan terdiri dari satu siklus besar
sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada
akhir siklusnya. (Gambar 3.2.)
a. Batuan Dasar

Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks paleozoikum dan batuan
Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar yang
paling tua, terdeformasi paling lemah, dianggap bagian dari lempeng-mikro Malaka,
mendasari bagian utara dan timur cekungan. Morfologi batuan dasar ini dianggap
mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala
inversi/pensesaran mendatar pada Plio-Pleistosen, karbondioksida lokal yang tinggi yang
mengandung hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar
(Ginger & Fielding, 2005).

b. Formasi Lahat

Formasi Lahat diperkirakan berumur Oligosen Awal (Sardjito dkk, 1991). Formasi
ini merupakan batuan sedimen pertama yang diendapkan pada cekungan Sumatra
Selatan. Pembentukannya hanya terdapat pada bagian terdalam dari cekungan dan
diendapkan secara tidak selaras. Pengendapannya terdapat dalam lingkungan
darat/aluvial-fluvial sampai dengan lacustrine.

c. Formasi Talangakar

Formasi Talang Akar diperkirakan berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.
Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan kemungkinan paraconformable di atas
Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai atau anggota Basal Telisa/Formasi
Baturaja. Formasi Talang Akar pada Cekungan Sumatra Selatan terdiri dari batulanau,
batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga
transisi.

d. Formasi Baturaja

Formasi Baturaja diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar pada
kala Miosen Awal. Formasi ini tersebar luas terdiri dari karbonat platforms dengan
ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa karbonat build-up dan reef dengan ketebalan
60-120 m. Didalam batuan karbonatnya terdapat shale dan calcareous shale yang
diendapkan pada laut dalam dan berkembang di daerah platform dan tinggian (Bishop,
2001).

e. Formasi Gumai

Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja pada kala
Oligosen sampai dengan tengah Miosen. Formasi ini tersusun oleh fosilliferous marine
shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic (Bishop, 2001). Bagian
bawah formasi ini terdiri dari serpih yang mengandung calcareous shale dengan sisipan
batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan
antara batupasir dan shale. Ketebalan Formasi Gumai ini diperkirakan 2700 m di tengah-
tengah cekungan. Sedangkan pada batas cekungan dan pada saat melewati tinggian
ketebalannya cenderung tipis.

f. Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari pengendapan
Formasi Gumai pada kala tengah miosen (Bishop, 2001). Pengendapan pada fase regresi
ini terjadi pada lingkungan neritik hingga shallow marine, yang berubah menjadi
lingkungan delta plain dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama.
Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus,
batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di
bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.

g. Formasi Muara Enim

Formasi ini diendapkan pada kala akhir Miosen sampai Pliosen dan merupakan
siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal sampai continental sands, delta
dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan siklus
pertama (Formasi Air Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan
akumulasi lapisan batubara yang tebal.

h. Formasi Kasai

Formasi ini diendapkan pada kala Pliosen sampai dengan Pleistosen.


Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit Barisan dan
pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan pelipatan yang terjadi di
cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda awal dari pengangkatan terakhir
Pegunungan Barisan yang dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini dengan
Formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan.
Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya kenampakan
produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental dan lempung serta
material piroklastik.

III. METODE PENELITIAN


Metodologi penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan data sumur berupa
data wireline log, data core, data mud log, dan data sayatan petrografi. Hasil integrasi data
tersebut dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap analisis, dan tahap
akhir penyelesaian. Metodologi penelitian dapat dilihat pada (Gambar 2.1)
IV. HASIL

1. Geologi Daerah Telitian

Stratigrafi daerah penelitian (Gambar 4.1) ditentukan berdasarkan hasil Analisis


Mud Log pada Sumur HLM 138 serta data core pada Sumur HLM 053. Umur ditentukan
berdasarkan penulis terdahulu karena pada Sumur HLM 053 tidak memiliki data
Biostratigrafi. Daerah penelitian terdiri dari Satuan Batupasir, Satuan Batugamping , dan
Satuan Batulempung jika diurutkan dari tua hingga muda. Formasi tertua pada daerah
telitian yaitu Formasi Talang Akar (Oligosen Akhir-Miosen Awal) yang memiliki Satuan
Batupasir yang terdiri dari Batupasir, Batulempung, dan Batulanau. Didominasi oleh
batupasir berwarna abu-abu terang – abu-abu, ukuran butir pasir sangat halus - pasir
halus, sub angular - sub-rounded, mengandung karbonatan. Batulempung berwarna
cokelat-cokelat terang, dan batulanau berwarna abu-abu terang – abu-abu dan sedikit
mengandung material pasiran. Diatasnya terendapkan Formasi Baturaja (Miosen Awal)
yang memiliki satuan batugamping terdiri dari Batugamping Autocthonous berupa
Wackestone, Packestone, Wakcstone-Packestone, Floatstone, Rudstone, dan Floatstone-
Rudstone. Memiliki porositas berupa vuggy, fracture, intercrystalline, mouldic, dan
Intragranular. Pada bagian bawah Formasi ini terdapat litologi berupa Bioclastic
Mudstone yang lebih banyak mengandung lempung didalamnya. Formasi termuda pada
daerah telitian yaitu Formasi Gumai (Miosen Awal-Miosen Tengah) terdiri satuan batuan
batulempung tebal yang terdiri dari litologi berupa Batulempung berwarna abu-abu
terang – abu-abu, mengandung glaukonit, dan tidak karbonatan. Batupasir berwarna
terang, ukuran butir pasir sangat halus – pasir halus, sub-rounded – sub-angular,
mengandung karbonatan, dan fosil foram. Batulanau berwarna abu-abu terang – abu-abu,
mengandung glaukonit, dan tidak karbonatan.

2. Analisis Litofasies

a. Litofasies Bioclastic Wackestone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.2.) pada Sumur HLM-043 di kedalaman


846.68 m. Litofasies bioclastic mudstone memiliki ukuran butir 0.6 mm – 0.7 mm , terpilah
buruk, mud supported, tingkat abrasi sedang-tinggi, komposisi : semen 6%, replacement
68% (Foto A, F-H 4-6), visible porosity 1.25%, partikel 21.5%, lempung 3.5%, tipe porositas
berupa disolusi dan fracture (Foto B, A-F 5, J-K 4-5)

b. Litofasies Neomorphosed Bioclastic Packestone

Berdasarkan sayatan Petrografi (Gambar 4.3.) pada Sumur HLM-043 di kedalaman


812.36 m. Litofasies bioclastic packestone memiliki ukuran butir 0.7 mm – 0.8 mm,
terpilah buruk, grain supported, tingkat abrasi sedang-tinggi, komposisi : semen 14%,
replacement 44% (Foto A, A-D 2-7), visible porosity 17%, partikel 25%, tipe porositas
berupa disolusi, intragranular, vugs (Foto A, J-K 4-5, K-M 2-3), mouldic, intercrystalline,
dan fracture (Foto B, A-F 4, H-M 4-7)

c. Litofasies Dolomitised Bioclastic Wackestone-Packestone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.4.) pada Sumur HLM-043 di kedalaman


820.41 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 2.8 mm, terpilah buruk, mud-grain
supported, tingkat abrasi tinggi, komposisi : semen 3.75%, replacement 58.5%(Foto B, A-D
1-10), lempung 2.25%, visible porosity 1.76%, partikel 33.75% (Foto A, C-J 4-7), tipe
porositas berupa disolusi dan fracture.

d. Litofasies Dolomitised Intraclast Floatstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.5.) pada Sumur HLM-053 di kedalaman


825 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 7.5 mm, terpilah buruk, mud-grain supported,
tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : semen 3%, matriks 5%, replacement 33.25%,
visible porosity 18.5%, partikel 37.25% (Foto A, E-P 2-9), lempung 3%, tipe porositas
berupa vugs (Foto B, A-J 7-9), micro-intercrystalline, fracture, intragranular, mouldic.

e. Litofasies Argillaceous Platy Coral Floatstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.6.) pada Sumur HLM-059 di kedalaman


813.05 m. Litofasies ini memiliki matriks berupa wackestone-packestone, mud supported,
tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : matriks 25%, semen 9%, replacement 22.75%,
visible porosity 5.5%, partikel 35.75% (Foto A, D-F 3, Foto B, A-K 1-5), lempung 4%, tipe
porositas berupa micro fractures, mouldic, framework.

f. Litofasies Neomorphosed Intraclast Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.7.) pada Sumur HLM-043 di kedalaman


831.8 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 8 mm, terpilah buruk, grain supported,
tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : semen 4%, replacement 24% (Foto A, F-K 2-
4), visible porosity 9%, partikel 59.5%, lempung 3.5%, tipe porositas berupa disolusi (Foto
B, D 4-5), intragranular, intercrystalline, fracture.

g. Litofasies Argillaceous Platy Coral Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.8.) pada Sumur HLM-059 di kedalaman


838.4 m. Litofasies ini memiliki matriks berupa wackestone-packestone, grain supported,
sortasi buruk, tingkat abrasi kecil-menengah, komposisi : matriks 20.5%, semen 12.75%
(Foto B, A-P, 4-8), replacement 6.25%, visible porosity 4.5%, partikel 53% (Foto A, A-P 4-
10), lempung 3%, tipe porositas berupa cug, fracture, mold, micro-intercrystalline.

h. Litofasies Neomorphosed Coralline Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.9.) pada Sumur HLM-043 di kedalaman


826.7 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 12 mm, terpilah buruk, grain supported,
tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : semen 4.5%, replacement 32.5%, visible
porosity 2%, partikel 56.75% (Foto B, A-G 3-10, H-P, 1-8), lempung 4.25%, tipe porositas
berupa disolusi, intercrystalline, vugs, intragranular, fracture, dan terdapat struktur
stylolite (Foto A, A-F 3-5)

i. Litofasies Bioclastic Coralline Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.10.) pada Sumur HLM-059 di


kedalaman 832.41 m. Litofasies ini memiliki matriks berupa packestone, grain supported,
terpilah buruk, tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : matriks 11%, semen 3.5%,
replacement 19.75% (Foto A, A-M, 1-8), visible porosity 19.5%, partikel 46.25%, lempung
0%, tipe porositas berupa vugs, fracture (Foto B, J-L 1-10) , mouldic, micro-
intercrystalline.

j. Litofasies Bioclastic Coralline Intraclast Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.11.) pada Sumur HLM-059 di


kedalaman 827.19 m. Litofasies ini memiliki matriks berupa packestone, grain supported,
terpilah buruk, tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : matriks 14.75%, semen 4.75%,
replacement 19.75%, visible porosity 11.75%, partikel 49% (Foto B, A-D 3-8), lempung 0%,
tipe porositas berupa fracture (Foto A, A-K 6-10), mouldic, intraparticle, vug.

k. Litofasies Neomorphosed Intraclast Floatstone-Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.12.) pada Sumur HLM-053 di


kedalaman 817.15 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 15 mm, terpilah buruk, mud-
grain supported, tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : matriks 10%, semen 4.75%,
replacement 30.25% (Foto A, Garis Merah), visible porosity 5.25%, partikel 48.75% (Foto
A, Garis Kuning), lempung 1%, terdapat struktur stylolite, tipe porositas berupa fracture
(Foto B), micro-intercrystalline, intragranular.

l. Litofasies Dolomitised Coral Floatstone-Rudstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.13.) pada Sumur HLM-053 di


kedalaman 828.5 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 3.2 mm, terpilah buruk,
mud>grain supported, tingkat abrasi menengah-tinggi, komposisi : matriks 5%, semen
4.75%, replacement 25.25%, visible porosity 22.25%, partikel 39.5% (Foto A, A-F 1-10),
lempung 3.25%, terdapat struktur stylolite, tipe porositas berupa intragranular, vug (Foto
B), micro-intercrystalline, fracture, mouldic.

m. Litofasies Algal Bindstone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.14.) pada Sumur HLM-053 di


kedalaman 819.74 m. Litofasies ini memiliki ukuran butir 6 mm, terpilah buruk, mud-
grain supported, tingkat abrasi rendah-menengah, komposisi : matriks 25%, semen
15.75%, replacement 18% (Foto B), visible porosity 6%, partikel 35.25% (Foto A), lempung
0%, tipe porositas berupa micro-intercrystalline, fracture, vug, mouldic.

n. Litofasies Dolomitised Coral Framestone

Berdasarkan sayatan petrografi (Gambar 4.15.) pada Sumur HLM-053 di


kedalaman 823.12 m. Litofasies ini memiliki matriks berupa neomorphosed wackestone,
ukuran butir 15 mm, sortasi buruk, mud supported, tingkat abrasi menengah-tinggi,
komposisi : matriks 5%, semen 5%, replacement 23.5%, visible porosity 19.75%, partikel
44.75%, lempung 2%, tipe porositas berupa intragranular, micro-intercrystalline, vug,
fracture (Foto A)

o. Litofasies Mudstone

Berdasarkan deskripsi core didapatkan litofasies mudstone pada sumur HLM-053.


Terlihat kenampakan litologi mudstone, mud supported, terpilah buruk, visible porosity
kecil, tipe porositas berupa fracture yang tertutup.

3. Analisis Asosiasi Fasies

Penentuan asosiasi fasies didasarkan atas kesamaan ciri litologi yang berkembang
pada Formasi Baturaja ini. Asosiasi Fasies tersebut dibagi menjadi kedalam empat
asosiasi fasies yaitu : Mixed Coral-Skeletal Packestone-Rudstone, Platy Coral Floatstone-
Rudstone, Massive Coral Rudstone, dan Mudstone.

a. Asosiasi Fasies Mixed Coral-Skeletal Packestone-Rudstone

Pada asosiasi fasies ini dicirikan oleh beberapa litofasies, antara lain litofasies
Neomorphosed Bioclastic Packestone, Dolomotised Bioclastic Wackestone-Packestone, Dolomitised
Coral Floatstone-Rudstone, Dolomitised Intraclast Floatstone.

b. Asosiasi Fasies Platy Coral Floatstone-Rudstone

Pada asosiasi fasies ini dicirikan oleh beberapa litofasies, antara lain Argillaceous
Platy Coral Floatstone, Argillaceous Platy Coral Rudstone, Neomorphosed intraclast Rudstone,
Neomorphosed intraclast Floatstone-Rudstone, Algal Bindstone, dan Dolomitised Coral
Framestone.

c. Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone

Pada asosiasi fasies ini dicirkan oleh beberapa litofasies, antara lain Neomorphosed
Coralline Rudstone, Bioclastic Coralline Rudstone, dan Bioclastic Coralline Inraclast Rudstone.

d. Asosiasi Fasies Mudstone

Dicirikan dengan litofasies Mudstone


4. Analisis Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan dari Formasi Baturaja ini dapat diinterpretasikan


berdasarkan asosiasi fasies yang ada yaitu berupa lingkungan Back Reef, Reef Front, dan
Fore Reef . Ketiga lingkungan pengendapan ini berdasarkan model James, 1983. Ciri
endapan lingkungan Back Reef yaitu terdapatnya Asosiasi Fasies Mixed Coral-Skeletal
Packestone-Rudstone dan Fasies Mudstone yang diendapkan dengan energi sedang -
rendah. Endapan Reef Front memiliki ciri endapan yaitu Asosiasi Fasies Platy Coral
Floatstone-Rudstone yang diendapkan dengan energi tinggi dan terendapkan pada
bidang miring (slope) hingga 15 derajat dan sistem pengendapan berupa gravitasional.
Endapan Fore Reef memiliki ciri endapan yaitu Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone.
(Gambar 4.16)

5. Analisis Lingkungan Diagenesis

Berdasarkan data sayatan petrografi Formasi Baturaja pada lima sumur telitian,
lingkungan diagenesis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Analisis Lingkungan Diagenesis Karbonat Baturaja pada Sumur HLM-043

Berdasarkan parameter pengamatan sayatan tipis. Sumur HLM-043 termasuk kedalam


lingkungan Meteoric Zone pada bagian atas dan lingkungan Subsurface Zone pada bagian
bawah.

Lingkungan Diagenesis berupa Meteoric Zone dicirikan dengan banyaknya


kenampakkan disolusi seperti laminasi micrite dan porositas sekunder berupa vuggy.
Pada zona ini menunjukkan kenampakkan porositas berupa intragranular dan vuggy
dengan intensitas yang tinggi. Proses presipitasi yang tinggi menghasilkan dominan
neomorfisme pada bagian atas dan tengah. Pada sumur HLM-043, Meteoric Zone
terdapat pada kedalaman 809.379 – 845 mMD.

Lingkungan Diagenesis berupa Subsurface Zone dicirikan dengan adanya proses


kompaksi yang mengakibatkan terbentuknya stylolite-stylolite akibat pressure
overburden. Terbentuknya porositas berupa Intercrystalline diakibatkan adanya interaksi
yang tinggi antara fluida meteoric dengan fluida marine sehingga terjadi proses
rekristalisasi dari mineral-mineral karbonat. Akibat terbentuknya rekristalisasi dari
mineral-mineral karbonat yang tidak stabil berupa aragonite berubah menjadi mineral
yang stabil seperti dolomite. Subsurface Zone ini terdapat pada kedalaman 845 – 856
mMD.

b. Analisis Lingkungan Diagenesis Karbonat Baturaja pada Sumur HLM-053

Berdasarkan parameter pengamatan sayatan tipis, Sumur HLM-053 termasuk kedalam


lingkungan Meteoric Zone pada bagian atas dan lingkungan Subsurface Zone pada
bagian tengah dan bawah.
Lingkungan Diagenesis berupa Meteoric Zone dicirikan dengan banyaknya
kenampakkan disolusi seperti laminasi micrite dan porositas sekunder berupa vuggy.
Pada zona ini diisi oleh mineral-mineral karbonat yag belum terubah seperti kalsit. Proses
disolusi yang tinggi mengakibatkan terbentuknya porositas sekunder. Meteoric Zone
terdapat pada kedalaman 809.379 – 823 mMD.

Lingkungan Diagenesis berupa Subsurface Zone dicirikan dengan adanya proses


kompaksi yang mengakibatkan terbentuknya stylolite-stylolite akibat pressure
overburden. Terbentuknya porositas berupa Intercrystalline diakibatkan adanya interaksi
yang tinggi antara fluida meteoric dengan fluida marine sehingga terjadi proses
rekristalisasi dari mineral-mineral karbonat. Proses yang paling mendominasi untuk
terbentuknya lingkungan Subsurface Zone pada Sumur HLM-053 ialah proses
penggantian mineral karbonat utama berupa kalsit menjadi dolomit, proses ini dapat
disebut dolomitisasi. Subsurface Zone ini terdapat pada kedalaman 823 – 855.5 mMD.

c. Analisis Lingkungan Diagenesis Karbonat Baturaja pada Sumur HLM-059

Berdasarkan parameter pengamatan sayatan tipis, Sumur HLM-059 termasuk kedalam


lingkungan Meteoric Zone pada kesuluruhan interval. Penciri lingkungan Meteoric Zone
banyak terdapat porositas sekunder akibat proses disolusi atau pelarutan yang mayoritas
membentuk porositas seperti vuggy, mouldic, intragranular, dan micro-fracture.
Pelarutan tersebut kemungkinan besar berasal dari mineral utama karbonat berupa kalsit.
Meteoric Zone terdapat pada kedalaman 804.894 – 854.5 mMD.

V. KESIMPULAN

1. Hasil Analisis Asosiasi Fasies, Formasi Baturaja Terbagi atas empat Asosiasi Fasies,
yaitu : Asosiasi Fasies Mixed Coral-Skeletal Packestone-Rudstone , dicirikan oleh
beberapa litofasies, antara lain litofasies Neomorphosed Bioclastic Packestone,
Dolomotised Bioclastic Wackestone-Packestone, Dolomitised Coral Floatstone-
Rudstone, Dolomitised Intraclast Floatstone. Asosiasi Fasies Platy Coral Floatstone-
Rudstone dicirikan oleh beberapa litofasies, antara lain Argillaceous Platy Coral
Floatstone, Argillaceous Platy Coral Rudstone, Neomorphosed intraclast Rudstone,
Neomorphosed intraclast Floatstone-Rudstone, Algal Bindstone, dan Dolomitised
Coral Framestone. Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone dicirkan oleh beberapa
litofasies, antara lain Neomorphosed Coralline Rudstone, Bioclastic Coralline
Rudstone, dan Bioclastic Coralline Inraclast Rudstone. Asosiasi Fasies Mudstone
dicirikan dengan litofasies Mudstone

2. Hasil Analisis Lingkungan Pengendapan Formasi Baturaja berupa Back Reef yaitu
terdapatnya Asosiasi Fasies Mixed Coral-Skeletal Packestone-Rudstone dan Fasies
Mudstone yang diendapkan dengan energi sedang - rendah. Endapan Reef Front

20
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
memiliki ciri endapan yaitu Asosiasi Fasies Platy Coral Floatstone-Rudstone yang
diendapkan dengan energi tinggi dan terendapkan pada bidang miring (slope) hingga
15 derajat dan sistem pengendapan berupa gravitasional. Endapan Fore Reef memiliki
ciri endapan yaitu Asosiasi Fasies Massive Coral Rudstone.

3. Hasil Analisis Lingkungan Diagenesis Formasi Baturaja berupa Lingkungan Meteoric


Zone , Marine Zone, dan Subsurface Zone

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat sehat walafiat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. PT
Pertamina EP sebagai lembaga yang menyediakan tempat bernaung dalam menjalankan
karya ilmiah ini. Mas Fahmi sebagai pembimbing saya di PT Pertamina EP dan Bapak Ir
Teguh Jatmiko, MT serta Bapak Ir. Bambang Triwibowo, MT selaku pembimbing saya di
kampus yang telah memberikan waktu dan tenaga sehingga karya ilmiah ini dapat
terselesaikan

DAFTAR PUSTAKA

Barber, A.J., Crow, M.J., dan Milsom, J.S. 2005. Sumatra : Geology, Resources and Tectonic

Evolution. Geology Society Memoir No.31, London: The Geological Society

Bishop, Michele G. 2000. South Sumatra Basin Province, Indonesia : The Lahat/Talangakar

Cenozoic Total Petroleum System: Colorado, U.S. Geological Survey, 22p.

de Coster, G. L., 1974, The geology of the Central and South Sumatra Basins: Proceedings
Indonesian Petroleum Association Third Annual Convention, June, 1974, p. 77-
110.

Dunham, R.J., 1962., Classification of Carbonate Rocks According To Depositional


Texture. Prosiding Association and the Society of Economic Paleotologists and
Mineralogists, hal. 108-121, Denver, Colorado.

Ginger, D. dan Fielding, K., 2005, The Petroleum Systems and Future Potential of South
Sumatra Basin, Proceeding, Indonesian Petroleum Assciation, Thirtieth Annual
Conventional & Exhibition

Heidrik, T.L., Aulia, K. 1993. A Structural and Tectonic Model of The Coastal Plains Block,
Central Sumatra Basin, Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association,
Twenty Second Annual Convention

21
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
James, P. A., et al., 1983, Reef Environtment. In: Carbonate Depositional Environtment,
The American Association of Petroleum Geologist Memoir 33, Tulsa, p. 345 – 462.

Koesoemadinata, R.P. 1978, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Bandung:ITB

Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy 2nd Edition. UK: Willey-Blackwell
Gambar 3.1. Pembagian Cekungan Sumatra Selatan (Bishop et al, 2001)
Gambar 2.1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Ginger and FIeldings, 2005)

Gambar 4.1. Stratigrafi Daerah Penelitian (Penulis, 2019)


Gambar 4.2. Litofasies Bioclastic Wackestone

Gambar 4.3. Litofasies Neomorphosed Bioclastic Packestone

Gambar 4.4. litofasies Dolomitised Boclastic Wackestone-Packestone


Gambar 4.5. litofasies Dolomitised Intraclast Floatstone

Gambar 4.6. litofasies Argillaceous Platy Coral Floatstone

Gambar 4.7. litofasies Neomorphosed Intraclast Rudstone

27
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 4.8. litofasies Argill. Platy Coral Rudstone

Gambar 4.9. litofasies Neomorphosed Coralline Rudstone

Gambar 4.10. litofasies Bioclastic Coralline Rudstone


Gambar 4.11. litofasies Bioclastic Coralline Intraclast Rudstone

Gambar 4.12. litofasies Neomorphosed Intraclast Floatstone-Rudstone

Gambar 4.13. litofasies Dolomitised Coral Floatstone-Rudstone


Gambar 4.14. litofasies Algal Bindstone

Gambar 4.15. litofasies Dolomitised Coral Framestone

Gambar 4.16. Interpretasi Lingkungan Pengendapan

30
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

Anda mungkin juga menyukai