Anda di halaman 1dari 8

STUDI PENGGUNAAN INDIKATOR X-GAL DALAM KLONING GEN PADA

Escherichia coli DH5α (Study of X-gal indicator uses on gene cloning in


Escherichia coli DH5α)

Heri Satria
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar Lampung
email : satria_chemistry@unila.ac.id

Abstrak

‘Genetika Engineering’ atau dikenal sebagai rekombinasi DNA dapat didefinisikan sebagai upaya
manipulasi yang dilakukan antar species untuk tujuan analisis genetika atau perbaikan strain.
Teknik kloning dengan menggunakan bakteri sebagai inang merupakan teknik yang banyak
digunakan. Teknik ini memerlukan upaya penseleksian koloni untuk mengetahui sel yang
membawa gen yang disisipkan yang merupakan target yang dikehendaki. Penggunaan indikator
merupakan salah satu upaya untuk memilih sel yang membawa sisipan gen. Dalam penelitian ini
telah dipelajari penggunaan indikator X-gal (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-galacto-pyranoside
atau BCIG) untuk menseleksi koloni E. coli DH5α yang digunakan sebagai inang dalam kloning gen.
Indikator ini dapat menjelaskan proses insertion inactivation melalui mekanisme alpa
komplementasi. DNA yang disisipkan berasal dari Actinomycetes yang dipotong menggunakan
enzim Sau3A1 untuk memperoleh potongan DNA dengan ukuran 4-10 kb. DNA ini disisipkan
kedalam pBluescript KS II (+) sebagai vektor. Potongan DNA disambungkan ke dalam vektor
dengan menggunakan enzim T4 Ligase pada suhu 16oC. Hasil rekombinasi ditransformasikan
kedalam E. coli DH5α kompeten melalui mekanisme heat shock. Untuk mengurangi jumlah
koloni digunakan media seleksi (Luria Betani/LB) yang mengandung antibiotik ampisilin yang
ditambahkan induser IPTG. Dua jenis koloni yang tumbuh pada media tersebut yaitu koloni yang
berwarna biru yang tidak membawa gen yang diklonkan dan koloni yang berwarna putih yang
diharapkan membawa gen yang diklonkan. Verifikasi dilakukan dengan mengisolasi kembali
vektor dari tiga koloni yang berwarna putih dan satu koloni yang berwarna biru sebagai kontrol
negatif, lalu dilakukan pemotongan dengan menggunakan enzim EcoR1. Dari hasil verifikasi
diperoleh bahwa ketiga koloni yang berwarna putih membawa sisipan DNA dengan ukuran
masing-masing sekitar 6 kb, 8 kb, dan 8 kb.

Kata kunci: kloning, indikator X-gal, alpa komplementasi, E. coli DH5α

PENDAHULUAN

Teknologi rekombinasi DNA berkembang setelah tahun 1970-an seiring dengan kemajuan yang
pesat di bidang biologi molekular, enzimologi, dan genetika molekuler dari virus dan plasmid.
Kemajuan di bidang tersebut memungkinkan untuk menjalankan prosedur pemindahan sekuen
DNA dari satu organisme ke organisme lainnya sehingga peristilahannya sering mengarah kepada
kloning gen (Glick dan Pasternak 1989).
Di dalam biologi sel istilah kloning memiliki dua pengertian yaitu penggandaan sekuen
tertentu dari DNA sehingga menghasilkan DNA yang identik, dan pengisolasian sekuen tertentu
dari DNA suatu organisme atau sel untuk diper-banyak pada organisme atau sel yang berbeda
(Alberts et al. 2002).

Metode kloning umumnya mengikuti lima tahap (Nelson dan Cox 2005) meliputi (1) pemotongan
DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease yang memiliki situs pemotongan
tertentu (2) memilih DNA vektor yang memiliki kemampuan bereplikasi secara otonom seperti
yang dimiliki oleh virus dan plasmid (3) menggabungkan secara kovalen potongan DNA dengan
DNA vektor menggunakan enzim ligase sehingga

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009


A-62

menghasilkan DNA rekombinan (4) memasukkan DNA rekombinan tersebut ke dalam sel inang
yang memiliki enzim-enzim yang dibutuhkan DNA rekombinan untuk bereplikasi (5) menyeleksi
sel inang yang mengandung DNA rekombinan.
Tiga metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi klon yang mengandung gen yang
diinginkan (Glick dan Pasternak 1989) meliputi (1) Hibridisasi DNA, keberadaan gen dilacak
dengan menggunakan pelacak sehingga akan terbentuk ikatan hidrogen antara pasangan basa
yang sesuai dari utas tunggal gen dan utas tunggal DNA pelacak (2) Immunologi assay, jika DNA
klon diekspresikan pada sel inang menghasilkan protein, keberadaan protein tersebut dapat
dideteksi dengan antibodi primer. Untuk lebih spesifik ditambahkan antibodi sekunder yang
biasanya berupa enzim yang dapat mengubah substrat menjadi produk yang berwarna, sehingga
klon yang positif mengandung gen yang diinginkan akan menghasilkan warna pada media (3)
aktivitas protein, jika gen target dapat menghasilkan protein enzim maka pemilihan klon dapat
dilakukan dengan menggunakan aktivitas enzim untuk mengkatalis substrat menjadi produk pada
media. Jika protein enzim yang dihasilkan penting untuk pertumbuhan sel inangnya maka sel
inang memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media minimum yang hanya mengandung
substrat untuk enzim yang dihasilkan tersebut.
Melihat teknologi rekombinasi yang dikembangkan saat ini tiga hal yang menjadi fokus
penseleksian klon yaitu DNA target, vektor, dan sel inang. DNA target dapat diisolasi dari
berbagai sumber. Pada era terakhir sumber DNA yang berasal dari bakteri banyak menjadi pusat
perhatian karena banyak sekali gen-gen fungsional yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
kehidupan manusia. Plasmid merupakan vektor yang banyak digunakan sejak awal teknologi
kloning dikembangkan. Salah satu plasmid yang dapat digunakan sebagai vektor dalam
rekombinasi DNA adalah pBluescript II KS (+). Plasmid ini disebut juga phagemid karena
membawa dan menggunakan ori dari utas tunggal bakteriofag berfilamen (M13 atau f1)
(Sambrook dan Russell 2001). Ukuran plasmid pBluescript II KS (+) adalah sekitar 3 kb,
membawa gen resitensi terhadap antibiotik ampisilin dan gen reporter lacZ. Pada lacZnya
terdapat polylinker ekstensif dengan 21 situs pengenalan enzim restriksi endonuklease yang unik.
Pada bagian ujung polylinker terdapat T7 dan T3 promotor RNA polimerase yang terletak pada
bagian N terminal gen lacZ dan dapat digunakan untuk mensintesis RNA secara in vitro. Gambar
1 menunjukkan peta pBluescript II KS (+). Jika plasmid ini ditransformasikan pada sel E. coli
DH5α kompeten dan ditumbuhkan pada media yang mengandung X-gal maka koloni yang tumbuh
akan berwarna biru. Hal ini disebabkan oleh bergabungnya protein subunit α yang dihasilkan
plasmid dan subunit ω yang dihasilkan sel E. coli DH5α. Gabungan dua subunit ini menghasilkan
protein β-galaktosidase aktif yang mampu memecah ikatan pada X-gal menghasilkan senyawa
berwarna biru. Bila daerah polylinker tersisipi oleh DNA insert maka koloninya akan berwarna
putih (Anonim 2003).

Gambar 1 Struktur pBluescript II KS (+) (Anonim 2003 dalam www.stratagene.com)


Galur E. coli DH5α merupakan salah satu galur E. coli yang banyak digunakan dalam teknologi
rekombinasi DNA. Beberapa gen pada galur E. coli ini sudah mengalami mutasi dari galur aslinya
sehingga menguntungkan bila dipakai sebagai inang pada rekombinasi DNA (Woodcock et al.
1989).

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009


A-63

Gen yang dimanfaatkan untuk enseleksi klon rekombinan yang diintroduksikan ke dalam sel
inang E. coli DH5α adalah gen lacZ∆M15. Gen ini merupakan produk mutasi dari gen lacZ.
Protein β-galak-tosidase merupakan produk dari gen lacZ yang terdiri atas subunit α dan subunit
ω. Gen lacZ∆M15 hanya menghasilkan subunit ω (Yannisch-Perron et al. 1985). Jika plasmid
yang membawa gen yang dapat menghasilkan subunit α dari protein β-galaktosidase dimasukkan
ke dalam galur E. coli ini, maka akan terbentuk protein β-galaktosidase yang memiliki aktivitas
menguraikan senyawa X-gal (5-bromo-4-kloro-3-indolil-β-D-galaktosida) menjadi senyawa 5-
bromo-4-kloro-3-indolil yang berwarna biru dan D-galaktosa.
Keberadaan gen lacZ∆M15 pada E. coli galur ini dapat dimanfaatkan untuk menyeleksi koloni
yang membawa dan yang tidak membawa plasmid rekombinan. DNA akan disisipkan di Multiple
Cloning Site (MCS) yang merupakan bagian dari gen lacZ pada plasmid. Jika plasmid tidak
tersisipi maka subunit α dapat dihasilkan sehingga dapat bergabung dengan subunit ω yang
dihasilkan inang. Gabungan kedua subunit protein tersebut akan menghasilkan protein β-
galaktosidase aktif yang dapat menghasilkan koloni berwarna biru jika terdapat senyawa X-gal
pada media. Tetapi jika plasmid tersisipi maka subunit α tidak akan dihasilkan sehingga
walaupun terdapat senyawa X-gal pada media tumbuhnya koloni tetap akan berwarna putih
(Sambrook dan Russell 2001).

Gambar 2 Aktivitas β-galtosidase yang dapat dimanfaatkan untuk menseleksi klon karena dapat
menghasilkan warna biru (senyawa 1) dan akan semakin jelas jika terjadi akumulasi dan
interaksi antar molekul (senyawa 2) (Joung et al. 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan indikator X-gal (5-bromo-4-chloro-3-


indolyl-β-D-galactopyranoside atau BCIG) untuk menseleksi koloni E. coli DH5α yang digunakan
sebagai inang dalam kloning gen.

METODE PENELITIAN

ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (ISO LAB, Germany),
inkubator bergoyang (GFL 3031, Germany), laminar air flow (Esco, Singapore), sentrifuge (Mikro
22R Hettich, Germany dan Himac Centrifuge CR2092 Hitachi, Japan), inkubator (Memert,
Germany), analytical balance (Precisa XR 305A, Switzerland), microwave oven (National NN-
5557WF, Indonesia), elektroforesis sistem (Mupid, Japan), Chemi-Doc EQ (Biorad, USA), UV-Vis
spektrofotometer (SmartSpeck Biorad, USA), UV-Vis spektrofotometer (Hitachi, Japan), slow
speed rotomix (Thermolyne, USA) dan pipet mikro (Gilson, France).
Isolat bakteri Actinomycetes berasal dari jerami yang berasal dari Metro Lampung, E.
coli DH5α yang digunakan merupakan koleksi Laboratoium BIORIN PPSHB IPB, dan plasmid yang
digunakan sebagai vektor adalah pBluescript II KS(+) (Stratagene, USA) koleksi dari Laboratorium
Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika
Pertanian Bogor. Semua bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro-analisis (p.a.) kecuali
jika disebut khusus.

PROSEDUR KERJA

Pembuatan Pustaka Genom


DNA genom hasil isolasi dipotong secara parsial menggunakan enzim Sau3A1 (Sigma,
Germany). Ke dalam tabung mikro secara berurutan ditambahkan 39 µl ddH2O, 5 µl bufer 10X,
5 µl DNA, dan 1 µl enzim Sau3A1. Larutan ini diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 menit.
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009
A-64

Reaksi dihentikan dengan menambahkan blue juice atau diinkubasi pada suhu 65 oC selama 5
menit. DNA hasil pemotongan dielektroforesis dengan menggunakan 0,8% agarosa dalam 1X TAE
bufer. Fragmen DNA berukuran 4–10 kb dipotong dari gel dan dipindahkan ke tabung mikro.
Selanjutnya DNA diisolasi kembali dengan menggunakan glass bead (Geneclean BIO101, USA).
Sebanyak 3 kali volume 6M NaI ditambahkan ke potongan gel yang diperoleh, lalu tabung
dibolak-balikkan sambil diinkubasi pada suhu 55 oC hingga seluruh gel larut. Ke dalam larutan
tersebut ditambahkan 7 µl suspensi glass bead dan diinkubasi pada suhu ruang sambil dibolak-
balik, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 30 detik, supernatannya
dibuang dan endapannya diresuspensikan dalam 500 µl larutan pencuci (larutan stok terdiri atas
20mM Tris-HCl pH 7.4, 1mM EDTA, 100mM NaCl; ketika akan digunakan 14 ml larutan stok
pencuci dilarutkan dalam 140 ml dH2O steril dan 155 ml etanol absolut), pencucian pelet
diulang sebanyak 3 kali. Tabung kembali disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 30
detik untuk mendapatkan endapan. Kemudian endapan dilarutkan dalam 20 µl ddH2O steril dan
diinkubasi pada suhu 55-60 oC selama 30 menit. Setelah itu tabung disentrifugasi dengan
kecepatan 8000 rpm selama 3 menit, supernatan yang berisi DNA dipindahkan ke tabung baru
dan disimpan pada suhu 4 oC untuk penggunaan selanjutnya.
Vektor pBluescript II KS (+) dipotong dengan enzim BamHI. Ke dalam tabung mikro secara
berurutan ditambahkan 43 µl ddH2O, 5 µl bufer 10X, 1 µl vektor, dan 1 µl BamH1 lalu diinkubasi
pada suhu 37 oC selama satu malam. Reaksi dihentikan dengan penambahan blue juice atau
diinkubasi pada suhu 65 oC selama 10 menit.

Ligasi. Sebanyak 3 µl ddH2O, 3 µl (60 ng) fragmen DNA, 1 µl (50 ng) vektor pBluescript II KS (+)
yang telah dipotong dengan BamH1, dan 2 µl bufer ligasi 5X dicampur dalam 0,5 ml tabung mikro
lalu dipanaskan pada suhu 45 oC selama 5 menit. Sebanyak 1 µl T4 DNA ligase (invitrogen)
ditambahkan dan kemudian diinkubasikan pada suhu 16 oC selama 16-24 jam.
Pembuatan Bakteri Kompeten. E. coli DH5α dikulturkan dalam 20 ml media LB cair pada suhu
37 oC selama 16-18 jam. Setelah itu sebanyak 0,5 ml biakan tersebut disubkultur pada 25 ml
media LB cair lalu diinkubasi dan diagitasi menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan
130 rpm pada suhu 37 oC sampai diperoleh kerapatan optik mendekati 0,4 pada panjang
gelombang 600nm (kerapatan sel ~108 cfu/ml). Selanjutnya kultur bakteri diinkubasi di atas es
selama 10 menit dan dipindahkan sebanyak 1500 µl kedalam tabung mikro dan disentrifugasi
dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 oC selama 10 menit. Filtrat dibuang dan pelet
dikeringkan dengan membalikkan tabung di atas kertas tisu hingga semua media cair keluar.
Pelet yang diperoleh diresuspensikan dalam 1 ml 0,1M CaCl2 dingin dan dibiarkan di dalam es
selama 10 menit. Setelah itu campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4
o
C selama 10 menit. Filtrat dibuang dan pelet dikeringkan dengan membalikkan tabung di atas
kertas tisu hingga semua media cair keluar. Pelet yang diperoleh kemudian diresuspensikan
dalam 100 µl 0,1M CaCl2 dingin dan selanjutnya disimpan di dalam es selama 10 menit sehingga
didapatkan bakteri yang kompeten (Sambrook dan Russell 2001).

Proses Transformasi. Sebanyak 10-50 ng plasmid rekombinan (volumenya kurang dari 10 µl)
dicampurkan dengan 100 µl bakteri kompeten dan diinkubasikan dalam es selama 30-60 menit.
Selanjutnya terhadap campuran tersebut dilakukan heat shock pada suhu 42 oC selama 90 detik
dan kemudian segera diinkubasi ke dalam es selama 1-2 menit. Sebanyak 400 µl media LB cair
ditambahkan ke dalam bakteri trans-forman lalu diinkubasikan dengan agitasi pada suhu 37 oC
selama 45 menit pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 200 rpm untuk memulihkan
kondisi sel bakteri.

Seleksi transforman. Untuk menyeleksi keberhasilan proses transformasi ke media agar-agar LB


ditambahkan 0,1 M IPTG (0,5 µl / ml) dan 2% X-Gal (40 µg / ml). Bakteri transforman disebar di
atas media agar-agar LB dan diinkubasi selama 16-18 jam pada suhu 37 oC. Kontrol positif dibuat
dengan menyebar bakteri transforman pada media agar-agar LB yang diberi suplemen antibiotik
ampisilin sedangkan kontrol pertumbuhan bakteri transforman pada media agar-agar LB dibuat
dengan menyebar bakteri pada media agar-agar LB tanpa antibiotik.

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009


A-65

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karena besarnya ukuran DNA genom Actinomycetes maka dalam penelitian ini dilakukan kloning
shotgun. DNA genom dipotong secara parsial menggunakan enzim Sau3A1 kemudian diligasikan
pada vektor pBluescript II KS (+) yang telah dilinierkan dengan enzim BamH1 dan
ditransformasikan pada E. coli DH5α sebagai inang.
Enzim Sau3A1 mengenali sekuen 4 pasang basa 5’-↓GATC-3’. Ukuran DNA genom pada
kisaran 4-10 kb diperoleh dari digesti DNA genom menggunakan enzim Sau3A1 dengan
konsentrasi 0,2 U/µl selama 5 menit pada suhu 37 oC. Penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi
atau waktu inkubasi yang lebih dari 5 menit lebih banyak menghasilkan potongan DNA berukuran
di bawah 3 kb. Pemotongan DNA genom menghasilkan ujung 5’ yang kohesif (5’ over hangs) yang
siap diligasikan dengan ujung 3’ kohesif dari vektor.
Untuk menyiapkan DNA berukuran 4-10 kb, DNA pada gel agarosa dipotong pada ukuran
tersebut (Gambar 3). Pemotongan dilakukan dengan bantuan penanda 1 kb DNA ladder. DNA
pada gel yang telah dipotong diisolasi kembali dengan menggunakan glass bead. Prinsip teknik
isolasi ini adalah mengikatkan molekul DNA yang bermuatan negatif dengan komplek silika yang
bermuatan positif secara ionik dan kemudian DNA dilarutkan dengan air bidestilata pada suhu
55-60 oC. Dengan menggunakan metode ini didapatkan recovery perolehan DNA sebesar 79,62%
(Gambar 3) dengan konsentrasi 412,89 ng/µl dari konsentrasi DNA genom awall 518,59 ng/µl.
Kemurnian DNA yang diperoleh juga cukup tinggi karena rasio λ260 : λ280 sebesar 1,98.

a M 1 2 M b M 1

10 kb
4 kb
3 kb
10 kb

4 kb

Gambar 3 Isolasi DNA insert 4-10 kb dari DNA genom Actinomycetes a. M : 1 kb DNA ladder, 1 dan 2 :
Hasil pemotongan parsial DNA genom dengan Sau3A1. b. M : 1 kb DNA ladder, 1 : DNA
genom hasil isolasi dari potongan gel agarose dengan menggunakan glass bead.

Untuk mengkonstruksi plasmid yang membawa gen yang menyandikan enzim xilanolitik
digunakan pBluescript II KS(+) yang telah dipotong dengan enzim restriksi BamH1. Enzim ini
mengenali sekuen 6 pasang basa 5’-G↓ATCC-3’ sehingga pemotongannya menghasilkan ujung 3’
yang kohesif (3’ over hangs) yang siap diligasikan dengan ujung 5’ DNA yang akan disisipkan.
Dengan demikian situs restriksi BamH1 pada daerah MCS akan hilang karena sekuen 5’-GATCC-3’
tidak dihasilkan kembali setelah ligasi.

Karena hasil pemotongan pBluescript II KS(+) dan DNA genom S. costari-canus 45I-3 merupakan
ujung kohesif, maka dengan penyimpanan pada suhu 4 oC akan memungkinkan terjadinya ligasi
antar molekul sendiri (self ligation). Untuk mengatasi hal tersebut larutan DNA dipanaskan pada
suhu 45 oC selama 5 menit sebelum larutan DNA ditambahkan enzim ligase (George 2001).
Ligasi dilakukan menggunakan enzim T4 DNA ligase dengan konsentrasi 3 U/µl pada suhu
16 oC. Perbandingan volume vektor dan sisipan DNA adalah 3 : 1, dimana DNA sisipan yang
digunakan sebanyak 437,04 ng (volume 3 µl) sedangkan DNA vektor yang digunakan sebanyak
58,27 ng (volume 1 µl). Untuk menjamin keberhasilan ligasi reaksi dibiarkan selama 1 malam.
Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009
A-66

Plasmid yang telah dikonstruksi ditransformasikan kedalam sel E. coli DH5α kompeten
dengan melakukan heat shock pada suhu 42 oC. Membran E. coli DH5α yang permeabilitasnya
dikondisikan dengan konsentrasi Ca2+ (dari CaCl2) akan membuka dan plasmid yang telah
dikonstruksi diharapkan dapat masuk ke dalam sel (Snyder dan Champness 2003).

Seleksi Klon Rekombinan


Seleksi transforman dilakukan pada media agar-agar LB yang mengandung ampisilin 150
µg/ml dan X-gal 40 µg/ml. Dengan adanya antibiotik ampisilin sel yang tidak mengandung
plasmid yang ditransformasikan tidak akan tumbuh karena tidak memiliki gen penyandi resistensi
terhadap ampisilin.
Sel yang mengandung plasmid yang membawa sisipan DNA akan berwarna putih pada
media karena gen lacZ pada plasmid tidak dapat mengekspresikan protein subunit α dari β-
galaktosidase. Sedangkan sel yang mengandung plasmid yang tidak membawa sisipan DNA akan
berwarna biru. Hal ini disebabkan oleh ekspresi gen lacZ yang dibawa oleh plasmid
menghasilkan protein subunit α dari β-galaktosidase Subunit α yang dihasilkan akan bergabung
dengan subunit ω dari sel inang sehingga menjadi bentuk aktif dari protein β-galaktosidase yang
akan menguraikan X-gal menjadi komponennya yaitu 5-bromo-4-kloro-3-indolil dan D-galaktosa.
Penumpukan senyawa 5-bromo-4-kloro-3-indolil yang tidak larut ini akan menghasilkan warna
biru pada media (Sambrook dan Russell 2001). Hasil pertumbuhan bakteri yang
ditransformasikan pada media LB yang ditambahkan ampisilin dan X-gal dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Seleksi transforman pada media LA yang disuplementasi dengan ampisilindan X-gal.

Verifiksi Klon Rekombinan


Koloni yang ditumbuhkan pada media LB yang mengandung ampisilin, IPTG, dan X-gal
dipilih secara acak untuk tiga koloni berwarna putih dan satu koloni berwarna biru. Koloni ini
selanjutnya diperbanyak dengan menggunakan media LB cair yang disuplementasi dengan
ampisilin, setelah masa eksponensial sel dipanen dan dilakukan isolasi plasmid rekombinan.
Untuk mengetahui ukuran plasmid pada masing-masing koloni dilakukan pemotongan plasmid
menggunakan EcoR1.
Hasil pemotongan menunjukkan koloni putih W1 memiliki sisipan DNA genom berukuran
sekitar 8 kb koloni putih W2 memiliki sisipan DNA genom berukuran sekitar 6 kb, dan koloni putih
W2 memiliki sisipan DNA genom berukuran sekitar 8 kb. Sedangkan koloni biru tidak memiliki
sisipan DNA genom karena ukuran yang diperoleh setelah pemotongan berkisar 3 kb sama dengan
ukuran plasmid yang digunakan. Hasil elektroforesis untuk verifikasi koloni dapat dilihat pada
Gambar 5.

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009


A-67

M W1 W2 W3 M B

6,0 kb

3,0 kb

2,0 kb
3,0 kb

Gambar 5 Hasil elektroforesis plasmid dari koloni W1,W2, W3 sebagai koloni positif, dan koloni B
sebagai koloni negatif

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelirian ini dapat di simpulkan dua hal yaitu :

1. Indikator X-gal (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-beta-D-galactopyranoside) dapat


digunakan untuk menseleksi E. coli DH5α yang membawa plasmid rekombinan yang
berasal dari pBluescript II KS (+)
2. Klon yang berwarna putih terbukti membawa sisipan DNA masing-masing untuk
koloni W1 berukuran sekitar 8 kb, koloni W2 berukuran sekitar 6 kb, dan koloni W3
berukuran sekitar 8 kb. Sedangkan koloni yang berwarna biru terbukti tidak
membawa sisipan DNA

Untuk menyempurnakan penelitian ini selanjutnya disarankan untuk memperhatikan konsistensi


klon yang diperoleh untuk beberapa generasi berkaitan dengan ekspresi klon dengan
menggunakan sistem seleksi koloni menggunakan seleksi biru putih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. pBluescript® II Phagemid Vectors: Instruction Manual.


http://www.stratagene.com/.../[bluescript.pdf] [12 Juli 2007]

Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of Cell.
4th ed. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.../www.garlandscience.com [10 Mei 2007]

George SP. 2001. Molecular and Biochemical Aspects of Extremophilic Actinomycete [Thesis].
India: Division of Biochemical Sciences National Chemical Laboratory Pune.

Glick BR, Pasternak JJ. 1989. Molecular Biotechnology Principles and Application of
Recombinant DNA. Washington: ASM Press.

Joung J, Ramm E, Pabo C (2000). "A bacterial two-hybrid selection system for studying
protein-DNA and protein-protein interactions". Proc Natl Acad Sci USA 13:7382–7387

Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular Cloning a Laboratory Manual. 3rd ed. New York: Cold
Spring Harbor Laboratory Press.

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009


A-68

Snyder L, Champness W. 2003. Molecular Genetics of Bacteria. 2nd ed. Washington: ASM Press.

Woodcock DM, Crowther PJ, Doherty J, Jefferson S, DeCruz E, Noyer-Weidner M, Smith SS,
Michael MZ, Graham MW. 1989. Quantitative evaluation of Escherichia coli host strains for
tolerance to cytosine methylation in plasmid and phage recombinants. Nucleid Acid Research
17:3469-3478

Yanisch-Perron C, Vieira J, Messing J. 1985. Improved M13 phage cloning vector and host strains:
nucleotide sequences of the M13mp18 and pUC19 vectors. Gene 33:13-19

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

Anda mungkin juga menyukai