Anda di halaman 1dari 16

Telah Disetujui Preseptor Klinik Telah Disetujui Preseptor Akademi k

Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPEPSIA

STASE KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

LAPORAN PENDAHULUAN

O le h Yuni Afrida
NPM 21260129

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TA. 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Dyspepsia berasal dari bahasa Yunani, Dys berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan (Arsyad dkk,2018). Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan.
Dyspepsia adalah suatu penyakit saluran cerna yang disertai dengan nyeri ulu
hati (epigastrium), mual, muntah, kembung, rasa penuh atau rasa cepat kenyang dan
sendawa. Dyspepsia sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, keluhan ini
sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut
dari waktu-kewaktu (Kapita Selekta Kedokteran,2011).
Menurut PGI (Perkumpulan Gastroentrologi Indonesia) dan KSHPI
(Kelompok Studi Helicobacter Pylori Indonesia) (2014), dyspepsia merupakan rasa
tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman
tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium,
rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna bagian
atas, mual, muntah dan sendawa.
B. Klasifikasi
Dyspepsia terbagi 2 yaitu:
1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus
peptikum), gastritis, stomach cancer, Gastro-Esophageal reflux disease,
hiperacidity.
2. Dyspepsia non organik, atau dyspepsia fungsional, atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluran pencernaan) (Mansjoer,2011).
C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan dyspepsia adalah :
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa
penuh atau bersendawa terus.
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs (NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).
6. Pola makan Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila
tidak sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan
pekerjaan yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang
jauh dan persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk
menunda makan
7. Faktor stres erat kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Pada
waktu stres akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu
sekresinya. Proses ini memicu terjadinya penyakit psychosomatik dengan gejala
dispepsia seperti mual, muntah, diare, pusing, nyeri otot.
DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stress Kopi & alkohol

Respon mukosa lambung


Perangsangan saraf
simpatis NV
(Nervus Vagus)

vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)

↑ Produksi HCL di
lambung

HCL kontak dengan


mukosa gaster Ansietas

Mual
Nyeri Perubahan pada
Ketidakseimban kesehatan
gan nutrisi
kurang dari Muntah
kebutuhan Nyeri epigastrium b/d iritasi Defisit pengetahuan
pd mukosa lambung

Kekurangan volume
cairan
D. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
1) Nyeri epigastrum terlokalisasi
2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
3) Nyeri saat lapar
4) Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
1) Mudah kenyang
2) Perut cepat terasa penuh saat makan
3) Mual
4) Muntah
5) Upper abdominal boating
6) Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et
al, 2011).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan
dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dyspepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala
dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk
memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain.
1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya.
2) Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda
3) Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
F. Penatalaksanaan
Menurut PGI dan KSHPI (2014), tata laksana dyspepsia dimulai dengan usaha untuk
identifikasi patofiologi dan factor penyebab sebanyak mungkin. Terapi dyspepsia
sudah dapat dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi)
dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi.
1. Dyspepsia belum diinventigasi
Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi empirik
selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp.
Untuk daerah dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor risiko tinggi,
pemeriksaan Hp harus dilakukan lebih awal.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI
misalnya omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor
Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana
pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien
sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-
regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih
baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.
Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat
diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya.
Test and treat dilakukan pada:
1) Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap
perubahan gaya hidup, antasida, pemberian PPI tunggal selama 2-4 minggu dan
tanpa tanda bahaya.
2) Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum pernah
diperiksa.
3) Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus
gastroduodenal.
4) Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura trombositopenik
idiopatik dan defisiensi vitamin B12.
Test and treat tidak dilakukan pada:
1) Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)
2) Anak-anak dengan dispepsia fungsional
2. Dipsepsia yang telah diiventigasi
Pasien-pasien dispepsia dengan tanda bahaya tidak diberikan terapi empirik,
melainkan harus dilakukan investigasi terlebih dahulu dengan endoskopi dengan
atau tanpa pemeriksaan histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia
fungsional. Setelah investigasi, tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa pada
beberapa kasus dispepsia ditemukan GERD sebagai kelainannya.
1) Dypsepsia organic
Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil endoskopi, terapi
dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Kelainan yang termasuk ke
dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis, gastritis hemoragik,
duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan. Pada ulkus
peptikum (ulkus gaster dan/ atau ulkus duodenum), obat yang diberikan antara
lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
2) Dypsepsia fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan mukosa, terapi
dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada. Penggunaan
prokinetik seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid, itoprid dan lain
sebagainya dapat memberikan perbaikan gejala pada beberapa pasien dengan
dispepsia fungsional. Hal ini terkait dengan perlambatan pengosongan lambung
sebagai salah satu patofisiologi dispepsia fungsional. Kewaspadaan harus
diterapkan pada penggunaan cisaprid oleh karena potensi komplikasi
kardiovaskular. Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada
pasien dengan dispepsia fungsional masih terbatas. Dalam sebuah studi di
Jepang baru-baru ini menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan pada pasien
dispepsia fungsional yang mendapatkan agonis 5-HT1 dibandingkan plasebo. Di
sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan serotonin dan norepinerfrin tidak
menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding placebo Gangguan psikologis,
gangguan tidur, dan sensitivitas reseptor serotonin sentral mungkin merupakan
faktor penting dalam respon terhadap terapi antidepresan pada pasien dispepsia
fungsional.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba) (Mansjoer,2011).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan
lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa
keluhan lainnya.

IDENTITAS
1. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.

PENGKAJIAN
 Alasan utama datang ke rumah sakit
 Keluhan utama (saat pengkajian)
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat pengobatan dan alergi
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
2. Data sistemik
a. Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu,
peraba, dan lain-lain
b. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya,
dan lain-lain.
c. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki,
akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-
lain.
i. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
j. Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika
urinaria.
3. Data penunjang
4. Terapi yang diberikan
5. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
a. Psikologi
 Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
 Cara mengatasi perasaan tersebut
 Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
 Jika rencana ini tidak terselesaikan
 Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
b. Sosial
 Aktivitas atau peran klien di masyarakat
 Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
 Cara mengatasinya
 Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
c. Budaya
 Budaya yang diikuti oleh klien
 Aktivitas budaya tersebut
 Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
 Cara mengatasi keberatan tersebut
d. Spiritual
 Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
 Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
 Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
 Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
 Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
 Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai dengan wajah
tampak kesakitan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan masukan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan berat badan menurun
3. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
C. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan keperawatan selama x24 jam
1) Indetifikasi lokasi, karakteristik,
dengan iritasi diharapkan tingkat nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
mukosa lambung Menurun :
nyeri
ditandai dengan 1) Kemampuan menuntaskan
2) Indetifikasi skala nyeri
wajah tampak aktivitas meningkat
3) Indetifikasirespon nyeri non verbal
kesakitan 2) Keluhan nyeri menurun
4) Indetifikasi identivikasi factor yang
3) Meringis menurun
memperberat dan memperingan nyeri
4) Sikap protektif menurun
5) Indetifikasi pengaruh budaya
5) Gelisah menurun
terhadap respon nyeri
6) Kesulitan tidur menurun
6) Indetifikasi pengaruh nyeri
7) Menarik diri menurun
terhadapkualitas hidup
8) Berfokus pada diri sendiri
7) Monitor keberhasilan terapi
menurun
komplementer yang sudah diberikan
9) Pupil dillatasi
8) Monitor efek samping penggunaan
10) Muntah menurun
analgentik
11) Mual menurun
Terapeutik
12) Tekanan darah membaik
1) Berikan teknik non farmakologis
13) Frekuensi nadi membaik
untuk mengurangi rasa nyeri (mis
14) Nafsu makan membaik
TENS, hipnosis, akkupressure, terapi
15) Pola tidur membaik
musik, dll)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
No Diagnosa SLKI SIKI
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika
perlu

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Observasi


berhubungan keperawatan selama x24 jam, status 1) Identifikasi status nutrisi
dengan masukan nutrisi membaik : 2) Identifikasi alergi dan intoleransi
nutrisi yang tidak 1) Porsi makan yang dihabiskan makanan
adekuat ditandai meningkat 3) Identifikasi makanan disukai
dengan berat badan2) Kekuatan otot pengunyah 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan
menurun meningkat jenis nutrient
3) Kekuatan otot menelan 5) Identifikasi perlunya penggunaan
meningkat selang nasogatrik
4) Pengetahuan tentang pilihan 6) Monitor asupan makanan
makanan sehat meningkat 7) Monitor berat badan
5) Pengetahuan tentang pilihan 8) Monitor hasil pemeriksaan
minuman sehat meningkat laboratorium
6) Pengetahuan tentang standar Terapeutik
asupan nutrisi yang tepat 1) Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
No Diagnosa SLKI SIKI
7) Penyiapan dan penyimpanan 3) Sajikan makanan secara menarik dan
makanan yang aman meningkat suhu yang sesuai
8) Penyiapan dan penyimpanan 4) Berikan makanan tinggi serat untuk
minuman yang aman meningkat mencegah konstipasi
9) Sikap terhadap makanan atau 5) Berikan makanan tinggi protein dan
minuman sesuai dengan tujuan tinggi kalori
kesehatan 6) Berikan suplemen makan, jika perlu
10) Perasaan cepat kenyang 7) Hentikan pemberian makan melalui
menurun selang nasogatrik jika asupan oral
11) Nyeri abdomen menurun dapat ditoleransi
12) Berat badan membaik Edukasi
13) Indeks masa tubuh membaik 1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
14) Frekuensi makan membaik 2) Ajarkan diet yang diprogramkan
15) Nafsu makan membaik Kolaborasi
16) Bising usus membaik 1) Kolaborasi pemberian medikasi
17) Membrane mukosa membaik sebelum makan, jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

3. Deficit Setelah dilakukan asuhan Observasi


pengetahuan keperawatan selama x24 jam,
1) Identifikasi kesiapan dan
berhubungan tingkat pengetahuan meningkat :
kemampuan menerima informasi
dengan kurang
1) Perilaku sesuai anjuran 2) Identiikasi factor-faktor yang dapat
terpaparnya
meningkat meningkatkan dan menurunkan
informasi ditandai
2) Verbalisasi minat dalam belajar motivasi perilaku hidup bersih dan
dengan
meningkat sehat
menunjukan
3) Kemampuan menjelaskan
perilaku tidak
pengetahuan tentang suatu topic
sesuai anjuran
meningkat
No Diagnosa SLKI SIKI
4) Perilaku sesuai dengan Terapeutik
pengetahuan meningkat
1) Sediakan materi dan media
5) Pertanyaan tentang masalah
pendidikan kesehatan
yang dihadapi menurun
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan
6) Persepsi yang keliru terhadap
sesuai kesepakatan
masalah menurun
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
7) Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat menurun Edukasi
8) Perilaku membaik
1) Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad dkk. 2018. HUBUNGAN SINDROMA DISPEPSIA DENGAN PRESTASI BELAJAR


PADA SISWA KELAS XI SMAN 4 BANDA ACEH. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Biomedis 4(1) : 36-42, Pebruari 2018
Brunner dan Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Mansjoer, A, et al. 2011. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta: Medika aeusculapeus
PGI dan KSHPI. 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi
Helicobacter Pylori. Jakarta: PGI dan KSHPI
PPNI . 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai