Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :
LAPORAN PENDAHULUAN
O le h Yuni Afrida
NPM 21260129
↑ Produksi HCL di
lambung
Mual
Nyeri Perubahan pada
Ketidakseimban kesehatan
gan nutrisi
kurang dari Muntah
kebutuhan Nyeri epigastrium b/d iritasi Defisit pengetahuan
pd mukosa lambung
Kekurangan volume
cairan
D. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
1) Nyeri epigastrum terlokalisasi
2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
3) Nyeri saat lapar
4) Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
1) Mudah kenyang
2) Perut cepat terasa penuh saat makan
3) Mual
4) Muntah
5) Upper abdominal boating
6) Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et
al, 2011).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan
dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya
pada sindrom dyspepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala
dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk
memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain
pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG,
dan lain-lain.
1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya.
2) Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda
3) Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya
normal atau sangat tidak spesifik.
F. Penatalaksanaan
Menurut PGI dan KSHPI (2014), tata laksana dyspepsia dimulai dengan usaha untuk
identifikasi patofiologi dan factor penyebab sebanyak mungkin. Terapi dyspepsia
sudah dapat dimulai berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi)
dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi.
1. Dyspepsia belum diinventigasi
Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi empirik
selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp.
Untuk daerah dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor risiko tinggi,
pemeriksaan Hp harus dilakukan lebih awal.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI
misalnya omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor
Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana
pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien
sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-
regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih
baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.
Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat
diterapkan pada pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya.
Test and treat dilakukan pada:
1) Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap
perubahan gaya hidup, antasida, pemberian PPI tunggal selama 2-4 minggu dan
tanpa tanda bahaya.
2) Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum pernah
diperiksa.
3) Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus
gastroduodenal.
4) Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura trombositopenik
idiopatik dan defisiensi vitamin B12.
Test and treat tidak dilakukan pada:
1) Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)
2) Anak-anak dengan dispepsia fungsional
2. Dipsepsia yang telah diiventigasi
Pasien-pasien dispepsia dengan tanda bahaya tidak diberikan terapi empirik,
melainkan harus dilakukan investigasi terlebih dahulu dengan endoskopi dengan
atau tanpa pemeriksaan histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia
fungsional. Setelah investigasi, tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa pada
beberapa kasus dispepsia ditemukan GERD sebagai kelainannya.
1) Dypsepsia organic
Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil endoskopi, terapi
dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Kelainan yang termasuk ke
dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis, gastritis hemoragik,
duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan. Pada ulkus
peptikum (ulkus gaster dan/ atau ulkus duodenum), obat yang diberikan antara
lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
2) Dypsepsia fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan mukosa, terapi
dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada. Penggunaan
prokinetik seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid, itoprid dan lain
sebagainya dapat memberikan perbaikan gejala pada beberapa pasien dengan
dispepsia fungsional. Hal ini terkait dengan perlambatan pengosongan lambung
sebagai salah satu patofisiologi dispepsia fungsional. Kewaspadaan harus
diterapkan pada penggunaan cisaprid oleh karena potensi komplikasi
kardiovaskular. Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada
pasien dengan dispepsia fungsional masih terbatas. Dalam sebuah studi di
Jepang baru-baru ini menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan pada pasien
dispepsia fungsional yang mendapatkan agonis 5-HT1 dibandingkan plasebo. Di
sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan serotonin dan norepinerfrin tidak
menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding placebo Gangguan psikologis,
gangguan tidur, dan sensitivitas reseptor serotonin sentral mungkin merupakan
faktor penting dalam respon terhadap terapi antidepresan pada pasien dispepsia
fungsional.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba) (Mansjoer,2011).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan
lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa
keluhan lainnya.
IDENTITAS
1. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
PENGKAJIAN
Alasan utama datang ke rumah sakit
Keluhan utama (saat pengkajian)
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat pengobatan dan alergi
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
2. Data sistemik
a. Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu,
peraba, dan lain-lain
b. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya,
dan lain-lain.
c. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki,
akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-
lain.
i. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
j. Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika
urinaria.
3. Data penunjang
4. Terapi yang diberikan
5. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
a. Psikologi
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
Cara mengatasi perasaan tersebut
Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
Jika rencana ini tidak terselesaikan
Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
b. Sosial
Aktivitas atau peran klien di masyarakat
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
Cara mengatasinya
Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
c. Budaya
Budaya yang diikuti oleh klien
Aktivitas budaya tersebut
Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
Cara mengatasi keberatan tersebut
d. Spiritual
Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai dengan wajah
tampak kesakitan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan masukan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan berat badan menurun
3. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
C. Intervensi