Anda di halaman 1dari 30

1.

Konsep Dasar Penyakit GEA


1. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi
pada bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare
dan muntah.(How, C. 2011 dalam Wedayanti 2017). Diare adalah
buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek
atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu
lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam) (Dennis L et al,2016).
Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak dengan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan
berlangsung kurang dari 14 hari.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,
2017)
2. Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada
Negara berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat
higenitas dan sanitasi lebih baik.(How, C, 2011) Menurut data dari
World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 1,87 juta
orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di
seluruh dunia.(Anon, 2017) Secara global, diperkirakan terdapat
179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa tiap
tahunnya dengan angka pasien yang dirawat inap sebanyak 500.000
dan lebih dari 5000 pasien mengalami kematian. 3 Di amerika serikat
setidaknya 8.000.000 dari pasien gastroenteritis akut yang berobat ke
dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit menurut
data dari The American Journal of Gastroenterology.(Bresee, 2012)
Sedangkan menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari
gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih
menjadi peringkat pertama sebagai penyakit rawat inap di Indonesia,
sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality
Rate) sebesar 1,92%.(Depkes, 2012)
Data Kementrian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan, jumlah
kasus diare yang ditangani instansi kesehatan di Indonesia menurun
tiap tahunnya. Pada tahun 2016 penderita diare di Indonesia yang
ditangani sebanyak 46,4% dari jumlah penderita diare keseluruhan
yang tercatat berjumlah 6.897.463 orang.(6) Pada tahun 2015, jumlah
kasus yang ditangani 4.017.861 orang, sedangkan pada tahun 2014
jumlah penangan kasus diare oleh instansi kesehatan adalah 8.490.976
orang.
3. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor,
menurut dari World Gastroenterology Organisation, ada beberapa
agen yang bisa menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen
infeksi dan non-infeksi. Menurut (Breese,J 2012 dalam Wedayanti ,
2017) Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi,
sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari
gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara
lain :
a) Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat
inap di rumah sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di
dunia tiap tahunnya, biasanya diare akibat rotavirus derat
keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan
menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat
gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi
virus ini.
b) Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Nor
walk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yan
g sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merup
akan penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan
menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan seri
ng menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapovi
ruses umumnya menginfeksi anak – anak dan merupakan infe
ksi virus tersering kedua selain Rotavirus.
c) Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit
pada sistem respiratori. adenovirus merupakan family dari Ad
enoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter
70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Ma
stadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus.
b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis ak
ut bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic
Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beb
erapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah:
a) Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling seri
ng terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakt
eri jenis ini tidak menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya ad
alah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

b) Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berh
ubungan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat
masakan yang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala diar
e yang sangat cair dan menimbulkan disentri.
c) Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia
dan tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya ad
alah:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
d) Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi p
athogen pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 y
ang dapat menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya
yang paling sering adalah muntah tidak dengan panas dan feses
yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi d
engan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18
jam dari timbulnya gejala awal.
e) Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme.
Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang me
nstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilka
n. Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual, muntah dan di
are berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus.

c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Ent
amoeba histolytica, and Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jeni
s protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan
dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasu
s juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, An
giostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menye
babkan gastroenteritis akut.
2. Faktor Non Infeksi
Menurut Adiwijono (2014) dalam Wedayanti (2017) yang
menyebabkan diare dengan faktor non infeksi yaitu:
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti :
a) Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
b) Lemak : Rantai panjang trigliserida
c) Asam amino
d) Protein
e) Vitamin dan mineral
b. Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobuline
mia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose k
ronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination.
c. Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masi
h kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
d. Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-
Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimb
ulkan gastroenteritis akut.

4. Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen
infeksi yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama
adalah faktor agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna
antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan
lingkungan mikroflora usus. (Adiwijono, 2014 dan How C, 2011)
Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik d
engan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cho
lerae Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.c
holerae Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus h
alus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menye
babkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di nukleotid pada di
nding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik
monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif
anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarb
onat, kation, natrium dan kalium.(Adiwijono, 2014 dalam
Wedayanti ,2017)
B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inf
lammatory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasi
ve E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tip
e C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering menyeb
abkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S ch
oleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G.
lamblia.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian entero
sit, dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan abs
orbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perleka
tan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedala
m sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi. Tahap berik
utnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-
α, dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel
miofibroblas. IL- 8 adalah molekul kemostatik yang akan mengaktif
kan sistim fagositosis setempat dan merangsang sel-sel fagositosis l
ainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilep
as oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus (kemotakti
k peptida) dalam konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, mak
a neutrofil akan bergerak menembus epitel dan membentuk abses kr
ipta, dan melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin, leuko
trin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagos
it akan merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf us
us.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai k
erusakan brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai
ulserasi. Invasi mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara l
angsung akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cac
ing akan mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang dise
rtai pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk melawan cacing. Selama
terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi silang reseptor
antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator inflam
asi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotri
n.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakib
atkan kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keada
an di atas sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan mel
epas kandungan (matriks) metaloprotein dan akan menyerang mem
brane basalis dan kandungan molekul interstitial, dengan akibat aka
n terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodel
ing matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi atro
pi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia
yang tidak teratur di usus besar (kolon). (Adiwijono, 2014 dalam
Wedayanti ,2017)
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudim
enter dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kol
on. Sel sel imatur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absor
bsi dan hanya mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrola
se peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme Na-coupled sug
ar atau mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau ta
k terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel- sel kri
pta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan mempe
rtahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-).
Pada saat yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari
sel-sel inflamatori di lamina propia akan merangsang sekresi kripta
hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel permukaan yang imatur. Kerusak
an immune mediated vascular mungkin menyebabkan kebocoran pr
otein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudas
i dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi.
dari salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mu
al (93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) u
mumnya merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebany
akan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai b
erat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, ata
u perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaa
n. Gejala pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan r
inorea, dilaporkan sekitar 10%. (Amin, 2015)
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang
mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare
sekretorik (watery diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah,
dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai atau tanpa
nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala
diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau
minurnan yang terkontaminasi.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,
2017)
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas
berkurang yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat
kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik
yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis
karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri at
as: rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi si
mptomatik, dan memberikan terapi definitif.(Adiwijono, 2014 dalam
Wedayanti ,2017)
1. Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan
rehidrasi, dimana lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi
kehilangan cairan (dengan penghitungan secara kasar dengan
perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien
diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan
dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar
dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:(Barr, w. and
smith, a. 2017)
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila
tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam
1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran
cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit)
harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan
air. (Barr, w. and smith, 2017)
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai denga
n jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan keada
an klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam
untuk mencapai kondisi rehidrasi.Adiwijono, 2014 dan Anggie 2017)
Tabel 1. Skor Daldiyono
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau kom 2
a
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan Cairan = S kor


x 10% x kgBB x 1 liter

15
c. Rute Pemberian Cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na
bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga
digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.
Adiwijono 2014 dalam Wedayanti 2017)
2. Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah
benar-benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian
antiemetik, karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan
kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada
diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada
kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat
maupun loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-
obat tersebut dapat dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat
dikombinasi dengan pemberian obat antimikrobial.Adiwijono 2014
dalam Wedayanti 2017
3. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada
diare akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian antibiotik.(Anggie, 2017)
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien
immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris,
tetapi antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman.(Anggie, 2017)
Tabel 2. Terapi Antibiotik Empiris

Organisme Antibiotik Pilihan Antibiotik Pilihan Kedua


Pertama
Campylobacter Ciprofloxacin 500mg 2 kali s Azithromycin 500mg oral
ehari, 3-5 hari 2 kali sehari
Erytromycin 500mg oral 2
kali sehari, 5 hari
Shigella atau Salmo Ciprofloxacin 500mg 2 kali s Ceftriaxone 1gram IM/IV se
nela spp. ehari, 3-5 hari hari
TMP-SMX DS oral 2 kali
sehari, 3 hari
Vibrio Cholera Tetracycline 500mg oral 4 ka Resisten tetracycline Ciprofl
li sehari, 3 hari Doxycycline oxacin 1gram oral 1 kali
300mg oral, dosis tunggai Erythromycin 250mg oral
4 kali sehari, 3 hari

Traveler’s diarrhea Ciprofloxacin 500mg 2 kali TMP-SMX DS oral 2 kali


Sehari sehari, 3 hari
Clostridium Metronidazole 250-500mg 4 Vancomycin 125mg 4 kali
difficile kali sehari, 7-14 hari, oral sehari, 7-14 hari
atau IV

Tabel 3. Pemberian Antibiotik pada Diare Akut1


Indikasi Pemberian Pilihan Antibiotik
Antibiotik
Demam (suhu oral > 38,5oC), feses Quinolone 3-5 hari, cotrimoksazole 3-5 h
disertai darah, leukosit, laktoferin, h ari
emoccult,
sindrom disentri
Traveler’s diarrhea Quinolone 1-5 hari
Diare persisten (kemungkinan Metronidazole 3 x 500 mg selama 7 hari
Giardiasis)
Shigellosis Cotrimoksazole selama 3 hari
Quinolone selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis Chloramphenicol/cotrimoksazole/quinol
one
selama 7 hari
Campylobacteriosis Erythromycin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai febrile disentry
ETEC Terapi sebagai traveler’s diarrhea
Pemberian Antibiotik pada Diare Akut
EIEC Terapi sebagai shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non-kolera Terapi sebagai febrile disentry
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile disentry
Yersiniosis Umumnya dapat diterapi sebagai febrile disentr
y.
Pada kasus berat: Ceftriaxone IV 1 gram/6 jam
selama 5 hari.
Intestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5-10 hari + peng
obatan kista untuk mencegah relaps. Diiodo
hydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau
paromomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau immunocompromised:
Paromomycin 3 x 500 mg selama 7 hari
Isosporisosis Cotrimoksazole 2 x 160/800 selama 7 hari

7. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan
komplikasi utama, terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare
akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi secara mendadak
sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui
feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolic.
(Anggie, 2017)
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis,
syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis
tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.Haemolityc
Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC.
Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi
hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.
(Anggie, 2017)
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi
akut, merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi
C. jejuni; 20-40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik
dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab
sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis pasca- infeksi
dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.(Anggie,
2017)
8. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis
diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada
anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada
infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan
sindrom uremik .(Anggie, 2017)
2. Konsep Asuhan Keperawatan Teori Pada Klien GEA
1. Pengkajian
1. Data demografi klien
Data demografi ini meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tan
ggal MRS, terapi atau operasi yang pernah dilakukan, dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan utama MRS (Masuk Rumah Sakit)
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan perh
atian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, puru
len). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk
kencing berkurang, rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebi
h sugestif penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakte
ri. Gejala lebih menunjukkan invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, te
nesmus, dan feses berdarah.(Barr, W, 2017)
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengalami keluhan badan panas, mual muntah lebih dari 1 kali,
penuruanan nafsu makan , penurunan BB, diare, nyeri abdomen
Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran
mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terd
apat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup ra
dang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%. (Barr, W, 2017)
c. Upaya yang telah dilakukan
Biasanya untuk menangani masalah pada keluhan utama, keluarga atau terdekat
klien memberikan obat-obat tertentu atau pertolongan peratama seperti oralit, k
ompres, dan lain-lain untuk penanganan pertamanya.
d. Terapi/operasi yang telah dilakukan
klien sewaktu hidupnya pernah atau tidaknya menjalani terapi atau operasi sebe
lumnya
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Bagaimana kesehatan klien sebelumnya, klien apakah pernah mengalami penya
kit atau ada riwayat penyakit yang lain dan jika ada, biasanya pergi berobat ke
mana.
b. Riwayat penyakit sekarang
Diare bisa disebabkan oleh Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu
untuk mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, pen
ghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah s
akit berada pada risiko tinggi penyakit diare menular. Wanita hamil memiliki 1
2 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama yang mengkonsumsi olahan
daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit terdahulu dan penggun
aan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare akut.(Barr,
W, 2017)
c. Riwayat penyakit keluarga
Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara anggota keluarganya ada
yang mengalami penyakit yang sama
d. Genogram
Merupakan gambaran dari 3 generasi klien yang pernah atau tidaknya mengalam
i penyakit GEA
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi - manajemen kesehatan :
Menggambarkan persepsi pemeliharaan dan penanganan kesehatan, persepsi ter
hadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tuj
uan, pengetahuan tentang praktek kesehatan
b. Pola nutrisi – metabolic
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan elektrolit, nafsu makan, pola m
akan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah
kebutuhan jumlah, zat gizi, masalah.penyembuhan kulit, makanan kesukaan
c. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan defekasi,
ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oligori, disuri, dll), penggunaan
kateter, frekuensi, defekasi dan miksi. Karakteistik urin dan feses, pola input cai
ran, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, pengeluaran keringat berlebih
d. Pola latihan – aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirluasi.pentingny
a latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhu
bungan satu sama lain.
0=mandiri
1=dengan alat bantu
2=dibantu orang lain
3=dibantu orang dan alat
4=tergantung dalam melakukan ADL
Kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedala
man nafas, bunyi nafas riwayat, penyakit paru
e. Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.pola persepsi sensori meliputi pengka
jian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terh
adap tubuh. Pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien
terhadap peristiwa yang telah lama terjadi dana tau baru terjadi dan kemampuan
orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang atau benda yang lain), t
ingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk men
gikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilang
an bagian tubuh, atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gan
gguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri) dan penciuman
f. Pola istirahat tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, jumah jam tidur pada siang dan malam, ins
omnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
g. Pola konsep diri – persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan ko
nsep diri, antara lain: gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri, dan ideal di
ri. Adanya kecemasan, ketakutan, atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terh
adap diri, kontak mata, aktif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, meras
a tak berdaya, gugup atau rileks.
h. Pola peran dan hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota ke
luarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal punya ru
mah/tidak, tingkah laku pasif atau agresif terhadap orang lain
i. Pola reproduksi/seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual ataudirasakan dengan seks
ualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat menstruasi, pemeriksaan ma
mae sendiri, riwayat penyakit hubungan sex dan pemeriksaan genital

j. Pola pertahanan diri (koping toleransi stress)


Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan system p
endukung, penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan orang terd
ekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyak
it terhadap tingkat stress
k. Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual, men
erangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dianut da
n konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budayanya, beragi dengan o
rang lain, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama saki
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan secara umum dari klien dengan Gastroenteritis belum ada dehidrasi kea
daan umum yang baik.pada dehidrasi cukup keadaan nya cukup. Dehidrasi berat
keadaan buruk.
Kesadaran belum ada dehidrasi (sadar atau terjaga, sadar pada diri sendiri), dehi
drasi sedang (tingkat kesadaran letragi), dehidrasi berat (tingkat kesadaran obtud
ansi dan dapat juga masuk ke keadaan stupor (Barr W, 2017)
b. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Pengkajian Tanda-tanda vital sebelum pasien sakit ( berdasarkan wawancara pad
a klien atau catatan kesehatan sebelumnya) dan tanda-tanda vital saat pengkajian.
Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler
yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnor
mal seperti penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membant
u dalam mengidentifikasi dehidrasi. (Barr,w 2017)
6. Pemeriksaan Review Of System
a. Review Of System
a) Sistem Persyarafan/Neurologik
Pada sistem persyarafan tidak ditemukan adanya gangguan.
b) Sistem penginderaan
Penglihatan
Biasanya mata cekung, penglihatan masih berfungsi dengan baik.
Pendengaran
Pada sistem pendengaran tidak ditemukan adanya gangguan pendengaran.
Penciuman
Pada system penciuman tidak ditemukan gangguan
c) Sistem Pernafasan
Pada pernafasan klien gastroenteritis dengan belum adanya dehidrasi
maksimal batas normal yaitu 24 x/menit. Namun pada klien gastroenteritis d
engan dehidrasi berat pernafasanya mengalami penurunan dari ambang nor
mal kurang dari 24 x/menit.
d) Kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan tekanan darah me
nurun, tachikardi
e) Pencernaan
Mukosa mulut kering, distensi abdomen, nafsu makan menurun, mu
al muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,
minum sedikit atau kelihatan tidak bisa minum. Terdapat bunyi tympani (ke
mbung), umumnya ada nyeri tekan bagian perut bawah yaitu bagian usus da
n dapat terjadi kejang perut, dan bising usus lebih dari 30 x/menit. Pada anu
s terjadi iritasi, kemerahan pada daerah sekitarnya.Pemeriksaan rektal dapat
membantu dalam menilai adanya darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses.2
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kuran
g, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.Dehidrasi Sedang (hilang
cairan 5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau
syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10
BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai ko
ma), otot otot kaku, sianosis.(Adiwijono,2014)
f) Endokrin
Pada klien gastroenteritis dengan riwayat penyakit DM akan terjadi
gangguan endokrin, yaitu ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang c
ukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia dengan opti
mal.
g) Sistem Urogenital
Apakah terdapat perubahan frekuensi kencing, nyeri saat kencing, ke
ncing berdarah, kencing pada malam hari?
b) Integumen
Biasanya warna kulit pucat, turgor menurun, suhu meningkat > 37,5 o
C, akral dingin, capillary refill time memajang > 2 dtk, kemerahan pada dae
rah perianal.
c) Muskuloskeletal
Pada sistem muskuloskeletal sering di dapatkan adanya kelemahan.
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan kesei
mbangan asam basa (pernafasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen protozoa (Giardia, E. histolytica).
Feses:
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pa
da inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha p
ada jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut
karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan
sampai pada terapi definitif. (Adiwijono 2014, dalam Wedayanti 2017)
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI :
Pemeriksaan radiologis, seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya, biasanya
tidak membantu evaluasi diare akut infeksi.(Farthing,2013 dalam Lukma, 2015)
8. TINDAKAN DAN TERAPI
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektr
olit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus dilakukan
pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat membahayakan
jiwa yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri
dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorid
a, dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dala
m paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial t
idak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ send
ok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. D
ua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus
minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika t
erapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin n
ormal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah. Sta
tus hidrasi harus dipantau dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, per
napasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah
ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin..(Farthing,2013 dalam Lukman, 2015)
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kondisi klinis terkait dengan diagnose medis dengan GEA maka
didapatkan diagnosis keperawatan yaitu
1. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan mu
al muntah, turgor kulit menurun , membrane mukosa kering, TD menurun
2. Defisit Nutrisi berhubungan degan keketidak mampuan mengabsorbsi nutrie
nt ditandai dengan BB menurun, bising usus hperaktif, diare, nafsu makan me
nurun
3. Diare berhubungan dengan Inflamasi gastritis ditandai dengan Defekasi lebih
dari tiga kali dalam 24 jam, Feses lembek atau cair
3. Intervensi Keperawatan
Sesuai dengan SIKI:
1. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan mua
l muntah, turgor kulit menurun , membrane mukosa kering, TD menurun
SLKI SIKI
Setelah dilakukan Tindak Manajemen Hipovolemia
an keperawatan..x..jam, di (I.03116 hal 184)
harapkan kebutuhan caira Tindakan
n klien terpenuhi. Observasi
KH :  Periksa tanda dan gejala hypovolemia
 Monitor intake dan output cairan
Status Cairan (L.03028)
Terapeutik

1. Kekuatan nadi menin  Hitung kebutuhan cairan

gkat (5)  Berikan posisi modified trendeleburg


2. Turgor kulit baik.(5)  Berikan asupan cairan oral
3. Output urin balance Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis Nacl,
RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (msialnya
glukosa 2,5%,, Nacl 0,4%
 Kolaborasi pembrian cairan koloid (misalbumin, pla
smanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah

2. Defisit Nutrisi berhubungan degan keketidak mampuan mengabsorbsi nutrient ditan


dai dengan BB menurun, bising usus hperaktif, diare, nafsu makan menurun

SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindaka Manajemen Nutrisi
n keperawatan ..x..jam, di (I.03119 hal 200)
harapkan kebutuhan nutri Observasi
si klien adekuat. 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intolerasni makann
KH :
Status Nutrisi (L03030) 3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Berat badan stabil atau m
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
eningkat.(5)
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
Diare menurun(5)
8. monitor hasil laboratorium monitor berat badan
Nafsu makan mneingkat Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan , jika perlu Fas
silitasi menentukan pedoman diet
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesua
i
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konsti
pasi
4. Berikan makana tinggi kalori dan tinggi protrein
5. Berikan suplemen makanan jika perlu
6. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogas
tric
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medical sebelum makan misal
nya pereda nyeri, antiemetic jika perllu
2. Kolaborasi pembrian dengan ahli gizi untuk menentu
kan jumlah kalori

3. Diare berhubungan dengan Inflamasi gastritis ditandai dengan Defekasi lebih dari t
iga kali dalam 24 jam, Feses lembek atau cair
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tinda Manajemen Diare
kan keperawatan ..x..ja (I.03101 hal 164)
m, diharapkan diare tid Observasi
ak ada atau berkurang.
1. Identifikasi penyebab diare
KH : 2. Monitor jumlah penluran diare
3. monitor tanda dan gejala hypovolemia
Fungsi Gastroentestinal
Terapeutik
(L.03019)
1. Berikan asupan cairan oral (mis larutan garm gula, orali
-Frekuensi defekasi me
t,
mbaik
2. Pasang jalur intravena
-Peristaltic membaik
3. Berikan cairan iv
-Kontrol pengeluaran fe
Edukasi
ses, meningkat
1.Berikan makanan posi sedang kecil secara bertahap
-Konsistensi fese memb
Kolaborasi
aik
1.Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
2.Kolaborasi pemberian anstispamodix

3.Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

4. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


tindakan keperawatan. Dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Observasi
Aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan merupa
kan petunjuk / perintah dari petugas kesehatan.

b. Delegatif
Tindakan keperawatan atas instruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan yan
g berwenang.
c. Kolaboratif
Tindakan keperawatan dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan atas
keputusan bersama.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan,
diantaranya :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah di validasi.
b. Ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat da
n efisien pada saturasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dari respon pasien.

Pada tahap implementasi merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervens
i yang telah dibuat untuk mengetahui masalah kesehatan dan perawatan yang muncul p
ada pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan sebagai keputusan dari efektivitas asuhan keperawatan,


yang diberikan perawat kepada klien sesuai respon yang diberikan klien. Evalu
asi ada 2 macam, yaitu :

1. Evaluasi Formatif
Dilakukan segera pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan berpat
okan pada respon klien.
2. Evaluasi Sumatif
Adalah rekapitulasi dari kesimpulan melalui observasi dan analisa status keseha
tan berdasarkan jumlah waktu yang ditentukan pada tujuan intervensi.
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan kep
erawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder, 2011). Pera
wat melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan ter
dapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A.(2007) yaitu:
a. Tujuan tercapai Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yg sesuai d
engan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehin
gga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
c. Tujuan tidak tercapai Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke ara
h kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan
Selain itu tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam ren
cana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan, jika klien telah mencapai tujuan ya
ng di tetapkan.
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan, jika klien mengalami kesulitan d
alam mencapai tujuan.
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan, jika klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan.
Evaluasi keperawatan disusun menggunakan format SOAP yaitu :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluar
ga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penga
matan yang obyektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa.

DAFTAR PUSTAKA

Aggie Bak, Amalia Tsiami and Carolynn Greene. 2017. Methods of Assessm
ent of Hydration Status and their Usefulness in Detecting Dehydration in the Elderl
y Current Research in Nutrition and Food Science :ISSN: 0973-4929, Vol. 05, No. 0
(2) 2017
Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Educati
on. 2015;42(7):504-8
Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S. 2013. Characteris
ing the aetiology of severe acute gastroenteritis among patients visiting a hospital i
n Qatar using real-time polymerase chain reaction. BMC Infectious Diseases, 13(1).
Anggraeni Beti Dwi Lestari, Bambang Sarwono, Adi Isworo.2020, penilaia
n status hidrasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol 11, No, 1, Juni 2020, pp;
13- 17 p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563 DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.196

Anon, (2017). [online] Available at: (http://www.who.int/child-adolescent- h


ealth/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf) A manual for physicians and other se
nior health workers [Accessed 7 Dec. 2020].

Barr, w. and smith, a. 2017. [online] Available at: http://Acute Diarrhea in


Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence
Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed )7 Dec. 2020]

Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberha
rd, M., Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. 2012. The Etiology of Severe
Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the United
States. Journal of Infectious Diseases, 205(9), pp.1374-1381.

Depkes RI., 2012. Angka Kejadian Gastroenteritis Masih Tinggi. http://ww


w.depkes.go.id/index.php [Accessed 07 Dec. 2020 ]

Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harris
on's Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill.

Hasyim.2018.Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Pada Tn.A Di Ruang Ina


p Puskesmas Kambang. KTI:Stikes Perintis Padang

Lukman , Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut . Departemen Ilmu Penyakit Dal


am Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, Indonesia.Contiuning Medical Education :CDK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015

Muhammad Sobri Maulana. 2017. Probiotik sebagai Pencegahan Reinfeksi


Pasien dengan Antibiotic Associated Diarrhea. Profesi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia :CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2
020
Nurul Aini Suria Saputri , Tri Nugraha Susilawati, Vitri Widyaningsih.2019.
Relative Efficacy of Probiotics Compared with Oral Rehydration solution for Diarr
hea Treatment in Children under Five Years Old: a Meta-Analysis from Developing
Countries Indonesian Journal of Medicine (2019), 4(4): 354-363 https://doi.org/10.
26911/theijmed.2019.04.04.08

Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. 2016. ACG Clinical Guideline:


Diagnosis, Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. The
American Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.

Adiwijono. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai