1. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan
muntah.(How, C. 2011 dalam Wedayanti 2017). Diare adalah buang air
besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga
kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair (kandungan
air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau
200ml/24jam) (Dennis L et al,2016). Gastroenteritis akut adalah diare
dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari
disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.(Adiwijono,
2014 dalam Wedayanti ,2017)
2. Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada
Negara berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas
dan sanitasi lebih baik.(How, C, 2011) Menurut data dari World Health
Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 1,87 juta orang meninggal
akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di seluruh dunia.(Anon, 2017)
Secara global, diperkirakan terdapat 179.000.000 insiden gastroenteritis akut
pada orang dewasa tiap tahunnya dengan angka pasien yang dirawat inap
sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000 pasien mengalami kematian. 3 Di
amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari pasien gastroenteritis akut yang
berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit
menurut data dari The American Journal of Gastroenterology.(Bresee, 2012)
Sedangkan menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari
gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih
menjadi peringkat pertama sebagai penyakit rawat inap di Indonesia,
sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate)
sebesar 1,92%.(Depkes, 2012)
Data Kementrian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan, jumlah
kasus diare yang ditangani instansi kesehatan di Indonesia menurun tiap
tahunnya. Pada tahun 2016 penderita diare di Indonesia yang ditangani
sebanyak 46,4% dari jumlah penderita diare keseluruhan yang tercatat
berjumlah 6.897.463 orang.(6) Pada tahun 2015, jumlah kasus yang
ditangani 4.017.861 orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penangan
kasus diare oleh instansi kesehatan adalah 8.490.976 orang.
3. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut
dari World Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa
menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-
infeksi. Menurut (Breese,J 2012 dalam Wedayanti ,2017) Lebih dari 90 %
diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab
lain yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari
gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara
lain :
a) Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di
rumah sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap
tahunnya, biasanya diare akibat rotavirus derat keparahannya diatas
rerata diare pada umumnya dan menyebabkan dehidrasi. Pada anak-
anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur
tersering dari infeksi virus ini.
b) Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-
like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang d
isebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab uta
ma terbanyak diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta ka
sus per tahun. Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenter
itis pada orang dewasa dan sering menimbulkan wabah dan menginf
eksi semua umur. Sapoviruses umumnya menginfeksi anak – anak d
an merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus.
c) Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada
sistem respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae
dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentu
k icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadeno
virus, Atadenovirus, dan Siadenovirus.
b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bak
teri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia
coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang
dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah:
a) Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering ter
dapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini t
idak menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
b) Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubun
gan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan y
ang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat ca
ir dan menimbulkan disentri.
c) Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan ti
ngkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
d) Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathog
en pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling seri
ng adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya
sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebab
kan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari timbulnya gejala awal.
e) Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Bebera
pa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi se
kresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut
gejalanya dapat berupa mual, muntah dan diare berair dan terkadang
disentri pada beberapa kasus.
c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, GiardiaL Entamoeba histolytica, and
Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatla
h jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler dan gejalanya
sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cac
ing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma Manso
ni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
2. Faktor Non Infeksi
Menurut Adiwijono (2014) dalam Wedayanti (2017) yang
menyebabkan diare dengan faktor non infeksi yaitu:
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti :
a) Karbohidrat: Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
b) Lemak : Rantai panjang trigliserida
c) Asam amino
d) Protein
e) Vitamin dan mineral
b. Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobuli
nemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kr
onik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination.
c. Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan ma
sih kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
d. Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zolling
er-Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimb
ulkan gastroenteritis akut.
4. Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen
infeksi yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah
faktor agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang
dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau
lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas
usus, imunitas, dan lingkungan mikroflora usus. (Adiwijono, 2014 dan How
C, 2011) Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan
konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduk
si enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterot
oxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluar
kan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah dipr
oduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotin
amid adenin di nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan k
adar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang meny
ebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti ole
h air, ion bikarbonat, kation, natrium dan kalium.(Adiwijono, 2014 dalam
Wedayanti ,2017)
B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflamm
atory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (E
IEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebab
kan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diare
nya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B,
Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang seri
ng yaitu E. histolitika dan G. lamblia.(Adiwijono, 2014 dalam
Wedayanti ,2017)
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, de
ngan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan s
ekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel
epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada I
BD mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin
antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin seperti interleukin 8
(IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL- 8 adalah molekul kemos
tatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat dan merangsang
sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik
(IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus (kem
otaktik peptida) dalam konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, mak
a neutrofil akan bergerak menembus epitel dan membentuk abses kripta,
dan melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin, leukotrin, platel
et actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangs
ang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus.(Adiwijono, 2014
dalam Wedayanti ,2017)
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusa
kan brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. In
vasi mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung akan me
rusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatka
n enteritis inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE d
an IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, m
aka akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi
pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prost
aglandin, dan lekotrin.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit polim
orfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan kerus
akan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epit
el, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan (matri
ks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan kandungan
molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel
dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakiba
tkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan reg
enerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar (kolon). (Adiwijono,
2014 dalam Wedayanti ,2017)
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter
dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel i
matur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya me
ngandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida, berkurangn
ya tidak terdapat mekanisme Na-coupled sugar atau mekanisme transport
asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport abso
rbsi NaCl. Sebaliknya sel- sel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau
sel-sel permukaan mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl-
(mungkin HCO3-). Pada saat yang sama dengan dilepaskannya mediator i
nflamasi dari sel-sel inflamatori di lamina propia akan merangsang sekres
i kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel permukaan yang imatur. Kerus
akan immune mediated vascular mungkin menyebabkan kebocoran protei
n dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudasi dari kap
iler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari s
alah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), m
untah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupak
an gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu te
rdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa
yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat p
ada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup radan
g tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%. (Amin, 2015)
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang
mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik
(watery diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa
demam yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut,
dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul
dalam beberapa jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi.
(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu
tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang
pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan
asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan
kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas
dingin dan kadang sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: re
hidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik,
dan memberikan terapi definitif.(Adiwijono, 2014 dalam Wedayanti ,2017)
1. Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi,
dimana lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan
cairan (dengan penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat
badan normal pasien dan berat badan saat pasien diare) harus ditangani
pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk
pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:(Barr, w. and smith, a. 2017)
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya
lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam
1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran
cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit)
harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan
air. (Barr, w. and smith, 2017)
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai den
gan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari bada
n dapat dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan kea
daan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 ja
m untuk mencapai kondisi rehidrasi.Adiwijono, 2014 dan Anggie
2017)
Tabel 1. Skor Daldiyono
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau kom 2
a
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
15
c. Rute Pemberian Cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na
bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan
untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial. Adiwijono 2014
dalam Wedayanti 2017)
2. Terapi Simtomatik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-
benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya. Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian
antiemetik, karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang
pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut
yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat
dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam
waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat dipertimbang
dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan pemberian obat
antimikrobial.Adiwijono 2014 dalam Wedayanti 2017
3. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik.(Anggie, 2017)
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada
diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi antibiotic spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.(Anggie, 2017)
Tabel 2. Terapi Antibiotik Empiris
0=mandiri
1=dengan alat bantu
2=dibantu orang lain
3=dibantu orang dan alat
4=tergantung dalam melakukan ADL
Kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman n
afas, bunyi nafas riwayat, penyakit paru
e. Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.pola persepsi sensori meliputi pengkajian f
ungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh
Pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap peristi
wa yang telah lama terjadi dana tau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhad
ap waktu, tempat, dan nama (orang atau benda yang lain), tingkat pendidikan, persepsi
nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, p
emakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh, atau fungsinya, tingkat
kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sens
ori (nyeri) dan penciuman
f. Pola istirahat tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, jumah jam tidur pada siang dan malam, insomni
a atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
g. Pola konsep diri – persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep
diri, antara lain: gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri, dan ideal diri. Adanya
kecemasan, ketakutan, atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak
mata, aktif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup at
au rileks.
h. Pola peran dan hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarg
a dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal punya rumah/tidak, t
ingkah laku pasif atau agresif terhadap orang lain
i. Pola reproduksi/seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual ataudirasakan dengan seksualitas.
Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat menstruasi, pemeriksaan mamae sendiri,
riwayat penyakit hubungan sex dan pemeriksaan genital
SLKI SIKI
Setelah dilakukan Tindak Manajemen Hipovolemia
an keperawatan..x..jam, di (I.03116 hal 184)
harapkan kebutuhan caira Tindakan
n klien terpenuhi. Observasi
Periksa tanda dan gejala hypovolemia
KH :
Monitor intake dan output cairan
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindaka Manajemen Nutrisi
n keperawatan ..x..jam, di (I.03119 hal 200)
harapkan kebutuhan nutri Observasi
si klien adekuat. 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intolerasni makann
KH :
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Status Nutrisi (L03030)
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Berat badan stabil atau m 6. Monitor asupan makanan
eningkat.(5) 7. Monitor berat badan
8. monitor hasil laboratorium monitor berat badan
Diare menurun(5)
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan , jika perlu Fass
Nafsu makan mneingkat
ilitasi menentukan pedoman diet
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstip
asi
4. Berikan makana tinggi kalori dan tinggi protrein
5. Berikan suplemen makanan jika perlu
6. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogast
ric
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medical sebelum makan misaln
ya pereda nyeri, antiemetic jika perllu
2. Kolaborasi pembrian dengan ahli gizi untuk menentuk
an jumlah kalori
1. Diare berhubungan dengan Inflamasi gastritis ditandai dengan Defekasi lebih dari tiga ka
li dalam 24 jam, Feses lembek atau cair
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tinda Manajemen Diare
kan keperawatan ..x..ja (I.03101 hal 164)
m, diharapkan diare tid Observasi
ak ada atau berkurang. 1. Identifikasi penyebab diare
2. Monitor jumlah penluran diare
KH :
3. monitor tanda dan gejala hypovolemia
Terapeutik
Fungsi Gastroentestinal
1. Berikan asupan cairan oral (mis larutan garm gula, oralit,
(L.03019)
2. Pasang jalur intravena
-Frekuensi defekasi me
3. Berikan cairan iv
mbaik
Edukasi
-Peristaltic membaik
1.Berikan makanan posi sedang kecil secara bertahap
-Kontrol pengeluaran fe
Kolaborasi
ses, meningkat
1.Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
-Konsistensi fese memb
2.Kolaborasi pemberian anstispamodix
aik
4. Implementasi
a. Observasi
Aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan merupakan pe
tunjuk / perintah dari petugas kesehatan.
b. Delegatif
Tindakan keperawatan atas instruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan yang ber
wenang.
c. Kolaboratif
Tindakan keperawatan dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan atas keput
usan bersama.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan, diant
aranya :
Pada tahap implementasi merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yan
g telah dibuat untuk mengetahui masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.
5. Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Dilakukan segera pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan berpatokan
pada respon klien.
2. Evaluasi Sumatif
Adalah rekapitulasi dari kesimpulan melalui observasi dan analisa status kesehatan be
rdasarkan jumlah waktu yang ditentukan pada tujuan intervensi.
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawa
tan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder, 2011). Perawat melaksa
nakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan terdapat 3 kemungki
nan hasil, menurut Hidayat, A.(2007) yaitu:
a. Tujuan tercapai Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yg sesuai dengan
kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga m
asih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
c. Tujuan tidak tercapai Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah kem
ajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan
Selain itu tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang, sehi
ngga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan, jika klien telah mencapai tujuan yang di t
etapkan.
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan, jika klien mengalami kesulitan dalam
mencapai tujuan.
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan, jika klien memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai tujuan.
Evaluasi keperawatan disusun menggunakan format SOAP yaitu :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga sete
lah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang obyektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa.
DAFTAR PUSTAKA
Aggie Bak, Amalia Tsiami and Carolynn Greene. 2017. Methods of Assessment of
Hydration Status and their Usefulness in Detecting Dehydration in the Elderly Current Re
search in Nutrition and Food Science :ISSN: 0973-4929, Vol. 05, No. 0(2) 2017
Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 20
15;42(7):504-8
Barr, w. and smith, a. 2017. [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family
Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed )7 Dec. 2020]
Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard, M.,
Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. 2012. The Etiology of Severe
Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the United State
s. Journal of Infectious Diseases, 205(9), pp.1374-1381.
Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harrison's
Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill.
Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. 2016. ACG Clinical Guideline: Diagnosis,
Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. The American Journal
of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.
Adiwijono. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id
LAPORAN PENDAHULUAN
VIANA RETILIANI
NPM 21260131
(……………………………………….) (…………………………………………)
TAHUN 2021-2022