Anda di halaman 1dari 10

2.

Alur

Alur dapat dipahami sebagai rangkaian peristiwa yang bersebab-akibat. Peristiwa dapat berwujud
aksi tokoh atau sesuatu yang lain yang sering juga ditimpakan kepada tokoh. Alur cerita tidak lain
adalah kisah tentang tokoh, terutama tokoh utama. Tokoh adalah pelaku dan penderita peristiwa,
dan pengurutan peristiwa-peristiwa inilah yang kemudian membentuk alur. Alur adalah perjalanan
hidup tokoh cerita yang telah dikreasikan sedemikian rupa sehingga tampak menarik serta mampu
memancing munculnya daya suspense dan surprise. Dengan demikian, keterkaitan antara alur cerita
dan tokoh sedemikian eratnya, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hubungan antara
alur dan tokoh bagaikan sekeping mata uang yang terdiri atas dua sisi, kehadiran yang satu mesti
juga berarti yang satunya lagi.

Alur dalam cerita fiksi, juga unsur intrinsik yang lain, dibangun lewat kata-kata, dan hanya kata-kata,
yang dalam cerita anak lazim diperkuat dan dikonkretkan lewat gambar-gambar ilustrasi. Dalam
komik yang media representasinya terdiri atas panel-panel gambar dan kata-kata, alur juga dibangun
dan dikembangkan lewat kedua sarana tersebut. Bahkan, unsur gambar dalam komik terlihat lebih
dominan dalam pengembangan alur cerita. Artinya, perkembangan alur lebih banyak ditampilkan
lewat gambar-gambar yang berurutan, atau sebaliknya urutan gambar itulah yang memperlihatkan
bagaimana sebuah alur dalam cerita komik dikembangkan. Ada banyak panel gambar aksi yang
sudah dapat ditafsirkan alur ceritanya walau hampir-hampir tanpa kata-kata.

Peralihan Gambar. Karena dibangun lewat media gambar, perkembangan alur cerita komik dapat
diamati secara visual. Berdasarkan pencermatan terhadap urutan gambar itu kita dapat menafsirkan
hubungan makna yang terbangun, dan artinya adalah pemahaman alur cerita. Dengan demikian,
urutan gambar yang secara konkret terlihat dalam peralihan dari panel gambar sebelum ke
sesudahnya memegang peran penting dalam rangka mengembangkan alur cerita. Hal itu berarti jika
kita ingin memahami alur cerita sebuah komik, kajian terhadap urutan panel gambar-gambar yang
bersangkutan,bagaimana model peralihan antarpanel gambar itu, menjadi prasyarat yang mesti
dilakukan.

Komik menampilkan gambar-gambar yang berurutan dan akibat adanya "kontrak rahasia dan diam-
diam" antara pencipta dan pembaca gambar-gambar itu menjadi nyata dan bermakna. Persoalan
yang kemudian muncul dan perlu dicermati adalah bagaimanakah sebenarnya panel-panel gambar
itu diurutkan, atau dialihkan dari gambar sebelum ke sesudahnya sehingga mampu menarik
perhatian dan tetap membuka peluang untuk di-closure.Apakah pengurutan panel gambar itu
dilakukan secara asal ataukah dengan pola atau cara tertentu. Jika ada pola atau teknik pengurutan
yang dimaksud, bagaimanakah pola atau teknik pengurutan gambar-gambar itu? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut pencermatan terhadap urutan gambar-gambar komik perlu dilakukan.

Sehubungan dengan hal tersebut, secara teoretis McCloud(2002:70-72) mengemukakan ada enam
cara untuk mengalihkan gambar-gambar dari sebelum ke sesudahnya. Keenam cara peralihan yang
dimaksud adalah: (a) waktu ke waktu, (b) aksi ke aksi, (c) subjek ke subjek, (d) adegan ke adegan, (e)
aspek ke aspek, dan (f) non sequitur. Cara-cara peralihan tersebut sudah menunjukkan bagaimana
pengurutan dari panel-panel gambar komik. Peralihan dari waktu ke waktu misalnya, menunjukkan
bahwa panel-panel gambar diurutkan berdasarkan urutan waktu, panel gambar sebelumnya diikuti
panel gambar sesudahnya yang secara waktu memang terjadi sesudahnya. Misalnya, waktu
perjalanan matahari dari terbit hingga terbenam.Peralihan dari aksi ke aksi menunjukkan bahwa
pengurutan panel gambar-gambar itu berdasarkan aksi, aksi-aksi sesudahnya merupakan kelanjutan
dari aksi sebelumnya. Demikian seterusnya dengan cara peralihan yang lain.
Kelima cara peralihan panel gambar yang pertama menunjukkan ada hubungan yang logis di antara
berbagai gambar yang diurutkan walau derajat kejelasannya tidak sama. Namun, cara peralihan yang
terakhir, yaitu non sequitur, menunjukkan bahwa peralihan antargambar itu tidak memiliki
hubungan kelogisan, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. Hal itu itu tidak sepenuhnya
benar. Bagaimanapun, terhadap adanya panel-panel gambar yang sengaja diurutkan, walau tidak
memiliki hubungan yang logis, pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan. Bagaimana cara
menemukan pesan tersembunyi tersebut dalam banyak hal tergantung pada kemampuan pembaca
dalam melakukan closure.

Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan adalah apakah keenam cara peralihan panel-panel
gambar tersebut kesemuanya dapat ditemukan

dalam komik, dan cara yang mana yang paling banyak dipergunakan? Untuk menjawab pertanyaan
itu perlu dilakukan pencermatan terhadap buku-buku komik yang dimaksud, misalnya dengan
mengkaji koik-komik pengarang tertentu, komik-komik dari negara tertentu yang membanjir ke
Indonesia, dan kemudian dapat juga diperbandingkan cara peralihan di antara komik yang dikaji itu.
Cara-cara peralihan tersebut dapat dipandang sebagai alat untuk mengurai dan memahami misteri
dan/atau seni dalam penceritaan komik. Pengkajian terhadap hal tersebut mirip dengan pengkajian
alur dalam cerita fiksi.

Pertama, panel-panel gambar dalam sebuah komik tersebut perlu dihitung jumlah keseluruhannya
dan kemudian dianalisis bagaimana cara peralihan dari satu panel gambar ke panel gambar
selanjutnya, yaitu apakah masuk kategori peralihan waktu ke waktu (cara ke-1), aksi ke aksi (ke-2),
subjek ke subjek (ke-3), adegan ke adegan (ke-4), aspek ke aspek (ke-5), atau non sequitur (ke-6).
Cara demikian dilakukan oleh McCloud (2002:75-77)untuk menganalisis berbagai komik dari
berbagai negara. Analisis terhadap berbagai komik Amerika yang diambil secara acak misalnya,
menunjukkan bahwa cara peralihan yang paling banyak dipergunakan oleh komikus adalah peralihan
aksi ke aksi (ke-2), subjek ke subjek (ke-3), dan adegan ke adegan (ke-4). Besarnya perbandingan
ketiga cara tersebut untuk komik-komik karya Jack Kirby misalnya, adalah 65%: 20%: 15%. Ternyata
perbandingan yang kurang lebih sama juga ditemukan dalam komik-komik yang dari Eropa seperti
Tintin (Herge). Untuk komik-komik Jepang, perbandingan frekuensi penggunaan ketiga cara tersebut
juga masih mirip, namun juga ditemukan penggunaan cara peralihan ke-1 dan ke-5 walau hanya
dengan frekuensi yang rendah.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa komik merupakan sebuah cerita yang terdiri atas rangkaian
peristiwa yang saling berkaitan. Dengan demikian, komik sebagai media cerita yang menempatkan
cara peralihan aksi ke aksi, subjek ke subjek, dan adegan ke adegan dapat dipahami. Ketiga cara
peralihan tersebut menempatkan berbagai hal yang terjadi ke dalam urutan yang pasti dan efisien.
Dominannya cara peralihan aksi ke aksi menunjukkan bahwa komik yang bersangkutan lebih
menekankan aksi tokoh daripada aspek yang lain,dan cara itu lebih efisien untuk menyampaikan
cerita. Prinsip efisiensi gambar dan kata dalam komik adalah hal yang penting, yaitu dengan sedikit
gambar dan kata tetapi sudah “berbicara" banyak.

Konflik. Betapapun penting dan dominannya aspek gambar dalam komik, kata-kata tetap saja
diperlukan untuk memperjelas dan memperkuat apa yang ditampilkan lewat gambar yang dalam hal
ini adalah perkembangan alur cerita. Perkembangan alur cerita secara lebih pasti dapat dipahami
oleh pembaca anak jika terdapat unsur bahasa yang jelas menunjukkannya. Sarana bahasa itu pula
yang dapat secara lebih jelas menunjukkan unsur konflik yang menjadi jiwa dalam pengembangan
dan perkembangan alur cerita komik. Jadi, sebagaimana halnya cerita fiksi, alur cerita komik juga
mengandalkan pada kehadiran konflik.
Konflik amat menentukan perkembangan alur cerita komik terutama pada komik petualangan,
perjuangan, atau fantasi yang menghadirkan dua kelompok tokoh, yaitu tokoh baik dan jahat. Di
pihak lain, pada komik humor, konflik juga dibutuhkan, tetapi tuntutannya tidak seketat dalam
komik petualangan dan perjuangan itu. Bahkan, dalam komik-komik humor,hubungan antarepisode
sering tidak tampak, hubungan yang ada lebih disebabkan oleh munculnya tokoh-tokoh yang sama,
dan bukan oleh hubungan sebab-akibat. Komik Crayon Shinchan itu pun sebenarnya dapat
dikelompokkan dalam kategori ini. Hal itu berbeda dengan komik semacam Dragon Ball dan Kung Fu
Boy misalnya, yang mempertemukan tokoh-tokoh baik dan jahat yang sarat kepentingan. Maka,
dalam komik Dragon Ball,aspek konflik menjadi amat penting karena menjadi perekat berbagai
peristiwa yang dikisahkan dan gambar yang ditampilkan, dan itu artinya adalah mendukung
pengembangan alur cerita.

Konflik dapat dibedakan ke dalam konflik internal dan eksternal. Namun, dalam komik anak
tampaknya konflik eksternal yang lebih banyak dijadikan motif untuk pengembangan alur. Hal itu
barangkali disebabkan konflik eksternal lebih mudah dipahami oleh pembaca anak daripada konflik
internal yang lebih banyak “bermain” di dalam diri seseorang. Selain itu, untuk memperoleh
kehebatan cerita yang berdaya suspense tinggi, yang mencekam dan menegangkan, konflik eksternal
yang melibatkan pertentangan antara tokoh berkarakter baik dan jahat, tampaknya lebih
menjanjikan. Unsur suspense yang dibangun lewat tokoh-tokoh hebat yang saling bertentangan,
konflik yang semakin seru, perkelahian seru yang secara konkret diwujudkan dalam gambar-gambar
aksi luar biasa dengan sedikit “kata" tiruan bunyi nonverbal, seperti “weeess,wuuutt, pranggg",akan
mempercepat alur cerita dan sekaligus mencekam pembaca. Kesemuanya itu merupakan “modal

dasar” yang mesti dipertahankan agar anak-anak mau kembali ke komik yag

bersangkutan pada seri-seri berikutnya.

3.Tema dan Moral

Aspek tema dan moral dalam komik, juga dalam berbagai bacaan cerita fiksi, merupakan aspek isi
yang ingin disampaikan kepada pembaca.Jika aspek tema dan moral dipandang sebagai sesuatu yang
ingin disampaikan, aspek-aspek yang lain seperti gambar, bahasa, alur, dan pelukisan tokoh sebagai
aspek bentuk dan sarana untuk menyampaikan unsur “sesuatu” tersebut. Bacaan apa pun yang
ditulis orang, fiksi ataupun komik misalnya, mesti mengemban misi sebagai sarana untuk
menyampaikan moral, ajaran, atau sesuatu yang berkonotasi positif. Apalagi jika bacaan itu sengaja
dikonsumsikan kepada anak-anak yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan untuk mencapai
kedewasaan dan kepribadian yang diharapkan. Maka, kehadiran aspek moral menjadi sesuatu yang
mau tidak mau harus terpenuhi.

Aspek tema dan moral dalam pembicaraan ini sengaja digabungkan untuk mempermudah dan
menyingkat pembicaraan karena keduanya sama-sama dapat dipandang sebagai unsur isi yang
sengaja ingin disampaikan. Selain itu, dalam banyak kasus untuk bacaan anak, aspek tema dapat
sekaligus dipandang sebagai moral sebagaimana terlihat pada pembicaraan genre lain sebelumnya.

Penikmatan terhadap suatu bacaan cerita, komik termasuk di dalamnya, selalu saja meninggalkan
pertanyaan dan/atau permenungan: apa yang sebenarnya ingin disampaikan, manfaat apa yang
dapat dipetik, atau berbagai pertanyaan lain yang pada intinya mempertanyakan kualitas isi.
Persoalan tersebut menjadi lebih serius jika bacaan itu untuk konsumsi anak-anak yang masih polos
dan dapat “dibentuk” seperti maunya kita. Sebagai bacaan masyarakat selama ini komik sering
dicurigai tidak memberikan “ajaran” yang baik, maka tidak sedikit orang tua yang diam-diam tidak
menyetujui anak-anaknya membaca komik. Dilihat dari sudut pandang pendidikan, selain kualitas isi,
komik dipandang tidak baik, misalnya menyebabkan anak menjadi malas membaca buku yang
banyak tulisannya karena terbiasa membaca tulisan singkat dan “hanya" melihat gambar-gambar
saja.

Bahwa komik itu kurang mendapat perhatian dan respek dari kalangan terpelajar serta dianggap
sebagai bacaan anak-anak dan masyarakat kelas

bawah telah dikemukakan oleh Rudlphe Topffer pada tahun 1845(McCloud, 2002:2001). Selain itu,
walau diremehkan oleh para kritikus dan tidak diperhatikan oleh kaum terpelajar, cerita bergambar
komik memiliki pengaruh yang besar setiap waktu, bahkan mungkin melebihi literatur
tertulis.Bahkan, ada fakta yang menunjukkan bahwa lebih dari 90% pelajar adalah pembaca komik
(Franz & Meir, 1994:67). Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa komik merupakan salah satu
bacaan yang paling disukai oleh anak-anak dan pelajar, bahkan mungkin juga mahasiswa sebagai
bentuk “nostalgia"-nya pada masa lalu. Hal itu sekaligus menyiratkan pesan bahwa, bagaimanapun,
suka atau tidak suka, komik memunyai pengaruh yang besar terhadap anak-anak dan pembaca pada
umumnya.

Komik Crayon Shinchan (Yoshito Usui), misalnya disikapi secara kontroversial. Sebagian orang
menganggapnya sebagai bacaan yang negatif yang dapat berdampak kurang baik bagi anak-anak,
dan sebagian yang lain menganggap baik-baik saja. Tokoh Sinchan, si bocah yang bernama asli
Nohara Shinosuke itu, yang berkarakter mbeling, usil, nakal, dan cenderung seenak sendiri itu
dipandang sebagai contoh sikap dan perilaku yang tidak mendidik, tidak memberikan contoh yang
baik bagi anak. Di pihak lain yang berpandangan sebaliknya, Shinchan itu merupakan gambaran anak
yang kritis, suka mengkritisi orang tua dan orang lain, dan itu dapat dipandang sebagai salah satu
kritik yang berguna bagi orang tua untuk lebih bersikap dan bertindak secara lebih bijak.

Tulisan ini tidak akan berpolemik tentang hal tersebut. Namun, melihat fakta bahwa sebagian besar
anak dan pelajar menyukainya, itu harus dipandang sebagai “modal dasar” bahwa sebenarnya anak-
anak mau membaca jika bacaan yang dihadapinya menarik menurut ukurannya. Imbauan yang lebih
bijak barangkali justru ditujukan kepada komikus atau penulis bacaan anak yang lain untuk ikut
berperan serta dan secara bertanggung jawab membuat komik dan bacaan yang layak-baik untuk
konsumsi anak. Komik-komik yang dinilai kurang baik dari segi isi dan dianggap berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku anak sebenarnya masih dapat dipertanyakan: apakah benar bahwa sikap
dan perilaku anak yang kurang baik itu semata-mata disebabkan oleh komik yang dibacanya saja?
Yang jelas sebagaimana halnya bacaan sastra yang lain, komik juga membantu anak untuk
mengembangkan imajinasi serta menyadari dan memahami adanya berbagai fakta kehidupan.

Selain itu, komik dapat menampilkan isi yang amat bervariasi, mulai dari cerita lucu, petualangan,
fantasi, sampai dengan cerita horor, sejarah, biograf, sampai dengan pengetahuan ilmiah
sebagaimana telah disinggung di atas dan beberapa contoh yang ditunjukkan di bawah. Dari segi ini
dapat dikatakan bahwa komik merupakan media representasi yang multiguna, praktis, dan efisien.
Berbagai tulisan mengenai berbagai persoalan baik yang berupa cerita fiksi maupun nonfiksi yang
telah ditulis dalam bentuk buku-tulisan,ternyata juga dapat dikomikkan. Buku-buku komik biografis
tokoh-tokoh terkenal di dunia kiranya dapat dijadikan contoh di sini.

Aspek Isi Komik. Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah menyangkut kandungan isi apa saja
yang disampaikan berbagai komik anak itu. Sebagaimana halnya cerita fiksi, komik pun dapat
menyangkut berbagai persoalan kehidupan karena fiksi dan komik, dengan sedikit disederhanakan
perbedaannya, pada hakikatnya hanya berbeda media representasinya saja. Apa yang dapat
disampaikan lewat fiksi juga dapat dihadirkan lewat komik, demikian juga sebaliknya, masing-masing
dengan kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, aspek tema dan moral yang diungkapkan
lewat fiksi juga dapat dihadirkan lewat komik.

Kandungan unsur tema dan moral dalam komik anak dapat bermacam-macam, namun pada
umumnya menyangkut kategori tema dan moral umum yang berupa hubungan manusia dengan
manusia lain, hubungan manusia dengan lingkungan dan alam, serta hubungan manusia dengan
Tuhan. Tiap kategori hubungan tersebut dapat dirinci ke dalam berbagai tema dan moral yang lebih
konkret dan spesifik yang secara nyata dapat ditemukan dalam cerita komik. Selain itu, perlu juga
dicatat bahwa dalam tiap buku komik dapat ditafsirkan memiliki lebih dari satu tema dan sejumlah
moral, dan bahkan tiap pembaca dapat menafsirkan sendiri yang kemungkinan berbeda dengan
penafsiran pembaca yang lain.

Tema dan moral yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia yang lain, hubungan
antarsesama, atau hubungan sosial dapat pula dikelompokkan ke dalam sejumlah kategori, misalnya
hubungan kekeluargaan, pertemanan, kesejawatan, atau wujud-wujud yang lain yang bersifat
positif. Namun, ada pula hubungan pertentangan, permusuhan, atau wujud hubungan-hubungan
yang lain yang bersifat negatif yang mencerminkan adanya tarik-menarik kepentingan. Namun,
sebenarnya pada hubungan yang negatif

pun pasti ada segi-segi positifnya. Tema perjuangan yang menempatkan pertentangan antara pihak
yang baik dan yang jahat, walau terkandung dua macam hubungan, yaitu hubungan positif (misalnya
hubungan perkawanan untuk sama-sama membasmi kejahatan) dan negatif (pertentangan dan
permusuhan yang ingin saling menghancurkan), tetap saja menawarkan sisi-sisi positif. Sesuatu yang
baik justru akan semakin terlihat baik jika berada dalam pertentangannya dengan yang jahat. Tema
dan moral selalu dalam pengertian positif.

Adanya kedua kelompok hubungan antarmanusia tersebut, yaitu yang dalam konotasi baik dan
sebaliknya, mencerminkan realitas kehidupan yang senyatanya sepanjang sejarah kehidupan
manusia. Justru karena adanya hubungan yang bermacam-macam itu konflik dan alur dapat
dikembangkan secara lebih menarik. Antara tema, alur, dan tokoh cerita,masing-masing dengan
tambahan label “utama”, memiliki hubungan yang erat untuk secara bersama membentuk satu
kesatuan cerita yang padu.

Pada umumnya komik menampilkan tema dan moral, atau sub-subtema dan sub-submoral,yang
berkaitan dengan masalah hubungan sosial tersebut, baik komik-komik yang berasal dari Jepang,
India, maupun dari Barat yang membanjiri pembaca-penggemar di Indonesia. Kita sebut saja
misalnya komik Crayon Shinchan, Kapten Tsubasa, Dragon Ball, Kung Fu Boy,Shiva,Asterix, Mickey
Mouse,Superman,Batman, dan lain-lain termasuk cerita komik yang dimuat dalam berbagai majalah
anak seperti Donald Bebek, Bobo, Kids Fantasi,Majalah Peraga Pendidikan Taman Kanak-kanak, dan
lain-lain baik yang merupakan komik bersambung maupun jenis komik strip yang selesai pada tiap
satu penerbitan. Untuk menemukan tema-tema dan moral secara spesifik dan konkret tentulah kita
perlu mencermati cerita-cerita komik yang bersangkutan.

4.Gambar dan Bahasa

Aspek gambar dan bahasa merupakan unsur komik yang secara nyata dapat ditatap karena
keduanya merupakan media representasi komik itu sendiri. Pada gambar dan bahasa inilah juga
terkandung berbagai unsur komik yang lain seperti disebut di atas. Maka, dari segi ini aspek gambar
dan bahasa dapat dipandang sebagai unsur bentuk, yaitu yang dipergunakan untuk mewadahi
unsur-unsur yang lain terutama unsur isi. Dengan sedikit mengesampingkan berbagai unsur telah
dibicarakan sebelumnya, dalam banyak hal kedua unsur ini menentukan kadar kemenarikan sebuah
karya komik, dan itu haruslah dipahami bahwa keduanya menjadi amat penting. Selain itu, kedua
aspek itu harus dipahami sebagai satu kesatuan.

Baik aspek gambar maupun bahasa dalam komik tampil dengan ciri khasnya sendiri yang
membedakannya dengan gambar dan bahasa yang lain. Gambar komik menjadi khas karena
tampilannya terhadap suatu subjek, misalnya gambar manusia, binatang, atau makhluk yang
memiliki ciri human, lucu, aneh, sering tidak proporsional, dan lain-lain. Demikian juga tampilan
untuk gambar-gambar aksi yang sering terlihat mencerminkan gerakan tertentu, atau gambar-
gambar yang mewakili latar dan suasana tertentu. Gambar-gambar itu sendiri mungkin ditampilkan
secara lebar, menyeluruh,utuh,setengah menyeluruh atau utuh, besar, atau detail secara bervariasi
tergantung pada fokus tiap adegan. Gambar-gambar komik yang baik sebenarnya sudah dapat
“berbicara” sendiri lewat kerja closure yang dilakukan pembaca.

Panel-panel gambar komik akan lebih komunikatif setelah dipadukan dengan unsur bahasa karena
pada kenyataannya tidak semua gagasan dapat diungkapkan secara jelas lewat gambar.
Pengungkapan peristiwa dan objek tertentu sering lebih efektif dan/atau hanya dapat diungkapkan
lewat bahasa, misalnya kata-kata pembicaraan dan pikiran tokoh. Maka, dibuatlah balon-balon
bicara serta pikiran dan perasaan untuk menampung pembicaraan serta pikiran dan perasaan tokoh
lewat berbagai variasi yang memperindah gambar. Karena hanya ditampung lewat balon-balon kecil,
kata-kata yang dipergunakan harus sedikit, efisien, tetapi yang dipertimbangkan efektif. Kondisi yang
demikian inilah antara lain yang memengaruhi kekhasan bahasa komik.

Aspek bahasa dalam komik paling tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam bentuk, yaitu
bentuk narasi (tidak langsung), kata-kata dan pikiran tokoh (langsung), dan “kata-kata” tiruan bunyi.
Bentuk pertama dan ketiga tidak banyak dipergunakan karena gagasan untuk itu lebih banyak
diungkapkan lewat gambar. Namun, adakalanya komikus “terpaksa" juga menuliskan kata-kata
narasi, walau juga mesti pendek, untuk memudahkan peng-closure-an antargambar. Misalnya, kata-
kata semacam:“Sementara itu...”, “Terjadi perubahan yang mengejutkan! Yamucha sama sekali tak

bisa apa-apa menghadapi Chen”, “Tak ada yang memperkirakan keadaan ini” (Dragon Ball), dan lain-
lain. Di pihak lain, “kata-kata” yang sebenarnya bukan bahasa,melainkan sekadar tiruan bunyi, lazim
dipakai untuk menyertai gambar-gambar aksi. Misalnya, “kata-kata” semacam “Wuueess, duesshh,
jreenngg, blaaarr, prangg, rrrrr, bruaakk,...” yang banyak dijumpai dalam adegan perkelahian. Kata-
kata untuk kedua kategori tersebut biasanya tidak ditempatkan di balon kata, tetapi masih di dalam
panel gambar.

Kata-kata yang berwujud balon bicara dan pikiran pada hakikatnya tidak berbeda halnya dengan
kata-kata atau dialog dalam drama. Pada prinsipnya, para tokoh dibiarkan berbicara sendiri untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bahasa yang singkat. Namun, “dialog” yang terjadi
dalam komik tentu saja disajikan dalam bentuk yang berbeda dengan di dalam drama karena dalam
drama, boleh dikatakan, hampir semua bentuk representasinya adalah lambang verbal. Bentuk
bahasa bicara dan pikiran yang dipergunakan dalam komik, dalam banyak hal, mencerminkan situasi
penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam kehidupan nyata. Kata-kata yang dipergunakan
bervariasi, ada yang halus, kasar, dan campur aduk. Banyak bahasa yang kesemuanya tergantung
situasi bicara dan pikiran dan tokoh yang bersangkutan. Maka, tidak mengherankan jika kata-kata
yang muncul adalah kata-kata sehari-hari, termasuk di dalamnya adanya makian-makian kotor.

C.MACAM KOMIK
Sama halnya dengan berbagai genre sastra anak yang lain, komik juga dapat dibedakan ke dalam
beberapa kategori tergantung dari mana sudut pandang dibedakan. Dilihat dari segi bentuk
penampilan atau kemasan, komik dapat dibedakan ke dalam komik strip (comic strip), komik buku
(comic books), dan novel grafik (graphic novels) (Rahardian, komikindonesia. com). Rahardian
mengemukakan bahwa komik-komik jenis inilah yang berkembang dalam industri komik dewasa ini.
Di pihak lain, dilihat dari segi isi,Herald Vogel (Franz & Meier, 1994:58) mengemukakan bahwa komik
dapat dibedakan ke dalam komik humor, komik petualangan, komik fantasi, komik sejarah, dan
komik nyata (klasik). Selain itu, dari sudut ini dapat pula ditambahkan adanya komik biografi dan
komik ilmiah sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Dilihat dari segi pembaca yang dituju,
secara garis

besar komik dapat dibedakan ke dalam kelompok komik anak dan komik dewasa. Beberapa di antara
jenis komik tersebut di bawah ini dibicarakan secara selintas.

Komik Strip dan Komik Buku. Komik strip adalah komik yang hanya terdiri dari beberapa panel
gambar saja, namun dilihat dari segi isi ia telah mengungkapkan sebuah gagasan yang utuh. Tentu
saja karena gambarnya hanya sedikit, gagasan yang disampaikan juga tidak banyak dan lazimnya
hanya melibatkan satu fokus pembicaraan, seperti misalnya tanggapan terhadap berbagai peristiwa
dan isu-isu mutakhir. Komik strip secara mudah ditemukan dalam berbagai majalah anak dan juga
surat kabar. Majalah-majalah anak yang dicontohkan, seperti Bobo, Kids Fantasi, dan Majalah Peraga
Pendidikan Taman Kanak-Kanak secara konstan memuat komik strip dengan judul yang kurang lebih
ajek. Artinya, rubrik dan judul tetap, tetapi cerita berbeda dari satu penerbitan ke penerbitan
selanjutnya.

Misalnya, komik yang rubrik atau judul (tetapi judul khusus tiap edisi berbeda)“Cergam
Bobo”,“Cerita dari Negeri Seberang", “Paman Kikuk”,

dan “Bona,Gajah Kecil Berbelalai Panjang”(Bobo)2,“Serial Jodi" dan "Komik Legenda"(Kids


Fantasi),“Paman Ceking" dan “Adi Gembrot" (Majalah Peraga Pendidikan Taman Kanak-Kanak),dan
lain-lain.Adakalanya judul-judul komik tertentu dibuat bersambung jika belum selesai dalam satu
penerbitan, atau juga dimuat komik-komik lain yang tidak tetap.Komik strip anak tersebut mirip
dengan komik yang secara konstan muncul di Kompas edisi Minggu dengan judul “Panji Koming”,
“Sukribo”, dan “Kartun Benny & Mice" untuk dewasa. Di Kompas Minggu pun secara rutin dimuat
komik strip anak di bawah judul “Pintar Bersama Cero” (dengan judul yang berbeda tiap terbit),
“Giga”, “Monika”, dan “Nelson”. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa komik strip amat mudah
ditemukan dan sekaligus memperlihatkan betapa populernya komik.

Komik buku atau buku komik, di pihak lain, adalah komik yang dikemas dalam bentuk buku dan satu
buku biasanya menampilkan sebuah cerita yang utuh. Komik-komik buku tersebut biasanya berseri,
dan satu judul buku komik sering muncul berpuluh seri dan seperti tidak ada habisnya. Komik-komik
tersebut ada yang memang menampilkan cerita yang berkelanjutan, tetapi ada juga yang tidak.
Maksudnya, antara komik seri sebelum dan sesudahnya tidak ada kaitan peristiwa dan konflik yang
bersebab-akibat, sedang yang menghubungkan buku tiap seri itu adalah tokoh-tokoh ceritanya.
Contoh komik itu adalah komik-komik seperti Kung Fu Boy (Takeshi Maekawa), Dragon Ball (Akira
Toriyama),Crayon Sinchan (Yoshito Usui),Doraemon (Kanjiro Kobayashi), Kisah Petualangan Asterix
(Gascinny), dan lain-lain.

Komik Humor dan Komik Petualangan. Komik humor dan petualangan adalah komik yang termasuk
banyak digemari oleh anak-anak. Komik humor adalah komik yang secara isi menampilkan sesuatu
yang lucu yang mengundang pembaca untuk tertawa menikmatinya. Aspek kelucuan atau humor
dapat diperoleh lewat berbagai cara baik lewat gambar maupun lewat kata-kata. Komik humor
biasanya menampilkan gambar-gambar yang lucu baik dilihat dari segi potongan, ukuran
tubuh,tampang,proporsionalitas

bagian-bagian tubuh, maupun bentuk bagian-bagian tubuh itu sendiri yang sering aneh. Keanehan
dan kelucuan itu terutama jika dibandingkan dengan keadaan fisik dengan tokoh, misalnya manusia,
nyata.

Aspek kelucuan gambar juga diperoleh aksi dan tingkah laku tokoh cerita yang sering aneh, konyol,
dan mengundang rasa geli dan tawa.Misalnya,tokoh binatang dapat bertingkah laku bagaikan
manusia seperti kera berpakaian dan naik sepeda, gajah (Bona) bermain ski air, para kelinci (Bobo)
berkeluarga dan diberi nama layaknya manusia, tingkah laku para anggota keluarga kelinci, binatang-
binatang dapat bersahabat dengan manusia, membantu dan menolong manusia, dan lain-lain yang
mustahil terjadi di dunia nyata. Selain lewat bentuk gambar, aspek kelucuan juga ditampilkan
bahasa, lewat balon-balon bicara dan pikiran. Para binatang yang digambar aneh dan bertingkah
laku layaknya manusia itu sudah mengundang kelucuan serta masih diperkuat dengan dapat
berkata-kata dan kata-katanya itu sendiri juga sering lucu. Namun, justru dari hal-hal yang lucu dan
aneh itulah pembaca anak menjadi tertarik dan menyenanginya.

Komik humor dapat berwujud komik strip dan komik buku. Komik-komik strip yang dimuat majalah
Bobo yang menampilkan serial tokoh Bobo (“Cergam Bobo”) dan Bona (“Bona Gajah Kecil Berbelalai
Panjang"),Donald Bebek, dan lain-lain yang sejenis yang menampilkan tokoh-tokoh binatang yang
lucu dapat dikelompokkan ke dalam komik humor. Komik humor yang berwujud buku komik
misalnya adalah Doraemon dan Crayon Shinchan.

Komik petualangan di pihak lain, adalah komik yang menampilkan cerita petualangan tokoh-tokoh
cerita dalam rangka mencari, mengejar, membela, memperjuangkan, atau aksi-aksi yang lain. Komik
petualangan biasanya penuh dengan aksi, perkelahian, dan daya suspense-nya tinggi. Dalam derajat
tertentu komik jenis ini dapat disebut sebagai komik aksi. Komik menampilkan dua kelompok tokoh,
lazimnya kelompok baik dan jahat, yang berseberangan memperebutkan sesuatu atau
mempertahankan prinsip masing-masing. Maka, terjadilah perkelahian yang seru, dan hampir
dipastikan kelompok baik mesti memenangkan perkelahian itu walau semula agak kewalahan. Justru
di sinilah letak moral pokok cerita komik itu, yaitu bahwa bagaimanapun juga pihak yang baik pasti
memenangkan pertentangan, dan tokoh-tokoh itu banyak didominasi oleh anak-anak.

Komik petualangan pada umumnya berwujud buku dan berseri yang tiada habis-habisnya. Komik
strip jarang dipakai untuk mengisahkan aksi dan petualangan seperti ini karena bentuknya yang
pendek sehingga tidak memungkinkan untuk menuangkan cerita yang panjang. Namun demikian,
dalam majalah-majalah juga dapat ditemukan komik petualangan yang dikisahkan secara
bersambung, dan jika kisah disatukan akan menjadi sebuah buku yang berseri juga. Contoh komik
jenis ini misalnya adalah Kung Fu Boy(Takeshi Maekawa), Dragon Ball (Akira Toriyama),Kisah
Petualangan Asterix (Gascinny), Batman, Superman, dan lain-lain.

Komik Biografi dan Komik Ilmiah. Dilihat dari segi kandungan isi yang disampaikan ada komik yang
berupa biografi dan ilmiah. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, genre komik dapat
dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai hal, baik yang bersifat karya kreatif-fiktif maupun
karya ilmiah, yang juga dipergunakan oleh genre lain. Komik biografi dimaksudkan sebagai kisah
hidup seorang tokoh sejarah yang ditampilkan dalam bentuk komik. Biografi tokoh yang
bersangkutan biasanya telah ditulis dalam bentuk buku biografi yang semata-mata mempergunakan
lambang verbal.Kalaupun ada unsur gambar dalam buku biografi, ia sekadar berfungsi memberikan
gambaran konkret dan memperjelas apa yang diuraikan secara verbal sehingga kemasan buku
menjadi lebih menarik.

Selain untuk bacaan orang dewasa, buku-buku biografi yang ditulis secara verbal kini telah banyak
yang dikonsumsikan kepada anak, dan tentu saja dengan penyesuaian terhadap kemampuan anak.
Dengan tampilnya biografi dalam genre yang lain, dalam kemasan lain, yang dalam hal ini adalah
komik, tentunya dapat diharapkan anak menjadi lebih tertarik membaca dan memperoleh
kesempatan untuk mengenal tokoh-tokoh dunia itu. Pengenalan anak-anak kepada tokoh-tokoh
tersebut selain sebagai bacaan sehat, juga diharapkan mampu membangkitkan motivasi untuk
belajar lebih baik misalnya untuk mengikuti jejak para tokoh dunia itu. Hal itu penting dalam rangka
pengembangan kepribadian anak yang sedang “sibuk” mencari bentuk. Komik biografi tokoh dunia
yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo
ada 25 orang tokoh.Tokoh-tokoh itu antara lain adalah Sidharta Gautama, Christopher Columbus,
Isaac Newton,Napoleon Bonaparte,Ludwig van Beethoven,Alfred Bernard Nobel, Thomas Edison,
Mahatma Gandhi, Albert Einstein, dan lain-lain.

Komik biografi mesti berkaitan dengan aspek lain sesuai dengan ketokohan tokoh yang dikomikkan,
misalnya aspek ilmiah, sejarah, seni, religius, dan lain-lain. Jika komik biografi itu mengangkat tokoh
Albert Einstein, Isaac Newton, dan Thomas Edison misalnya, ia mau tidak mau mesti berkaitan
dengan benda atau temuan ilmiah yang ditemukan oleh tokoh-tokoh tersebut. Di pihak lain, jika
komik itu mengangkat tokoh Napoleon Bonaparte, Christopher Columbus, dan Mahatma Gandhi, isi
komik itu juga akan bersangkut-paut dengan sejarah. Demikian juga halnya dengan tokoh-tokoh
yang lain. Namun, komik sebagai salah satu bacaan anak tentunya tidak akan mengungkapkan secara
konseptual hal-hal yang berbau ilmiah, seni,atau sejarah tersebut, tetapi lebih ditekankan pada
sosok ketokohan tokoh-tokoh yang bersangkutan. Dengan demikian, membaca komik biografi pun
tidak berbeda halnya dengan membaca komik cerita.

Buku Seri Penemuan sebagaimana telah dibicarakan pada bab sebelumnya tampaknya dapat
dikategorikan sebagai komik ilmiah walau sebenarnya campuran antara narasi dan komik. Jika pada
komik biografi tekanannya ada pada ketokohan tokoh penemunya, pada komik ilmiah tekañan ada
pada proses penemuan dan barang temuannya. Contoh buku campuran narasi dan komik dalam Seri
Penemuan yang dimaksud antara lain adalah Penemuan Telepon, Penemuan Televisi, Penemuan
Pesawat Terbang, Penemuan Mobil, Penemuan Film, Penemuan Es Krim, dan lain-lain. Komik-komik
Seri Penemuan tersebut juga dimuat secara bersambung dalam majalah anak Kids Fantasi, namun
dengan kemasan yang benar-benar bergaya komik. Buku tentang komik yang ditulis dengan
kemasan komik Understanding Comics(Scott McCloud) yang dirujuk pada tulisan ini tampaknya
dapat dikategorikan sebagai komik ilmiah murni karena lebih banyak berisi uraian konseptual dan
tanpa unsur biografi tokoh.

Komik strip yang secara rutin muncul di Kompas Minggu yang berjudul “Pintar Bersama Cero”,
dengan tokoh utama si bocah Cero yang tiap terbit menampilkan subjudul yang berbeda-beda, juga
dapat dikategorikan sebagai komik ilmiah. Walau pendek, komik ini menampilkan cerita, kemudian
“uraian ilmiah”, dan diakhiri dengan promosi produk yang mensponsorinya. Misalnya, ketika komik
itu menampilkan judul “Pakaian untuk Bepergian"3, di dalamnya diuraikan perlunya memakai kaus
warna putih dan jangan hitam karena warna hitam akan lebih banyak menyerap panas. Namun,
secara keseluruhan komik ini terasa sebagai cerita. Unsur cerita ilmiah yang ditampilkan juga relatif
sederhana dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang memang perlu diketahui bukan saja
oleh anak, melainkan juga orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai