Anda di halaman 1dari 8

Ruam campak biasanya muncul di belakang telinga, sekitar kepala, dan leher.

Pada akhirnya, ruam merah ini akan menyebar ke


seluruh tubuh. Virus campak juga dapat menyerang paru-paru dan sistem saraf.

Dari jenis virus yang menyebabkan campak, ada 3 jenis campak yang bisa menyerang bayi. Campak apa saja itu? 

1. Campak bayi atau roseola infantum. Penyakit ini terjadi melalui virus yang menular melalui udara. Karena tanda-tandanya
yang hampir sama, roseola infantum sering disalahartikan sebagai campak (rubeola) atau campak Jerman
(rubella). Roseola infantum  biasanya menular pada bayi berusia antara 6-12 bulan. Sedangkan campak dan campak
Jerman lebih mungkin terjadi pada balita yang lebih besar. Mama tak perlu khawatir, roseola infantum tidaklah berbahaya
selama ditangani dengan benar.
2. Campak rubeola. Virus rubeola ditularkan langsung melalui udara atau melalui sentuhan langsung dengan cairan dari
tubuh orang yang terinfeksi. Virus rubeola  bisa hidup di udara hingga dua jam. Jadi bisa saja, si Kecil tertular saat berada
di ruangan yang sama meskipun penderitanya sudah tidak ada di sana. Gejalanya seperti pilek dan batuk, kemudian suhu
tubuh anak akan naik ke 40°C sekitar 10-12 hari setelah terinfeksi virus. Mata anak juga akan sensitif terhadap cahaya
terang. Ruam merah akan muncul 15 hari kemudian, dimulai dari belakang telinga, leher, hingga menyebar ke seluruh
tubuh.
3. Campak Jerman (rubella). Sama seperti rubeola, rubella juga ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh batuk
ataupun bersin dari penderita. Gejala rubella cenderung lebih ringan, hingga susah dikenali. Biasanya virus rubella baru
akan berkembang 2-3 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang perlu diperhatikan adalah demam, nyeri otot, muncul ruam
merah dari wajah kemudian menyebar ke tubuh, dan kelenjar getah bening membengkak. Biasanya, rubella  menyerang
anak yang sudah lebih besar, ataupun orang dewasa.
4. -Dampak yang ditimbulkan penyakit campak dan rubella ternyata tidak tanggung-tangung, selain bisa menimbulkan cacat
permanen, biaya pengobatan penyakit menular melalui napas pada saat batuk dan bersin  ini bisa mencapai ratusan juta
rupiah, juga membuat kaum perempuan trauma untuk punya anak lagi.
5. Dokter Spesialis Anak, Sukartini menjelaskan, orang (anak-anak dan orang dewasa) yang belum divaksin MR (Measles
Rubella) adalah orang yang beresiko tinggi tertular campak dan rubella. Bahaya dari campak adalah menyebabkan
kompolkasi serius, seperti; diare, radang paru, radang otak, kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian.
6. Sedangkan rubella biasanya berupa penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menulari ibu hamil pada trimester pertama
atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan yang dikenal dengan
sebutan Sindroma Rubella Kongenital  yang meliputi kelainan pada jantung, kerusakan jaringan otak, mata, ketulian dan
keterlambatan tumbuh kembang.

Gejala Campak
Gejala awal penyakit campak terjadi 1 – 2 minggu setelah tertular virus berupa :

 Mata merah, bengkak & sensitif terhadap cahaya


 Tanda menyerupai pilek (sakit tenggorokan, batuk kering & hidung beringus)
 Bercak kecil putih keabu-abuan di mulut & tenggorokan
 Demam tinggi
 Lemas letih, tidak nafsu makan
 Tidak bersemangat & kehilangan selera makan
 Diare & muntah
Ruam campak muncul paling lambat empat hari setelah gejala pertama muncul, dan bertahan sekitar tujuh hari. Awalnya akan
muncul dari belakang telinga, kemudian menyebar ke kepala dan leher, hingga akhirnya ke seluruh tubuh

Pengobatan Campak
Terdapat beberapa cara yang bisa membantu kekebalan tubuh melawan virus campak, di antaranya :

1. Berikan banyak air minum (cairan) pada anak untuk menghindari dehidrasi
2. Mengendalikan demam dan mengurangi rasa sakit
3. Dokter mungkin memberikan terapi tambahan berupa vitamin A dan antibiotik
4. Tutup jendela dengan tirai atau mengganti lampu redup saat malam hari karena mata penderita campak lebih sensitif
terhadap cahaya
5. Mandikan bayi dan anak kecil dengan air hangat

Komplikasi Campak
Waspadai kemungkinan munculnya gejala serius berupa :

 Merasa mengantuk (cenderung tidur)


 Gejala dehidrasi (mulut kering / frekuensi pipis berkurang)
 Batuk darah
 Kejang-kejang
 Sesak napas
 Kejang-kejang akibat demam
Kondisi tersebut menandai komplikasi campak seperti radang pada telinga, infeksi saluran napas dan paru (bronchitis / pneumonia),
radang selaput otak (meningitis), hingga infeksi otak (ensefalitis).

Pengobatan Campak
Terdapat beberapa cara yang bisa membantu kekebalan tubuh melawan virus campak, di antaranya :

1. Berikan banyak air minum (cairan) pada anak untuk menghindari dehidrasi
2. Mengendalikan demam dan mengurangi rasa sakit
3. Dokter mungkin memberikan terapi tambahan berupa vitamin A dan antibiotik
4. Tutup jendela dengan tirai atau mengganti lampu redup saat malam hari karena mata penderita campak lebih sensitif
terhadap cahaya
5. Mandikan bayi dan anak kecil dengan air hangat

Komplikasi Campak
Waspadai kemungkinan munculnya gejala serius berupa :

 Merasa mengantuk (cenderung tidur)


 Gejala dehidrasi (mulut kering / frekuensi pipis berkurang)
 Batuk darah
 Kejang-kejang
 Sesak napas
 Kejang-kejang akibat demam
Kondisi tersebut menandai komplikasi campak seperti radang pada telinga, infeksi saluran napas dan paru (bronchitis / pneumonia),
radang selaput otak (meningitis), hingga infeksi otak (ensefalitis).

Pencegahan Campak
Imunisasi campak diberikan ketika usia 9 bulan, lalu diulang pada 18 bulan dan 6 tahun. Atau dapat diberikan vaksinasi MMR yaitu
vaksin gabungan untuk campak, gondongan, dan campak Jerman. Vaksinasi MMR diberikan dua kali, ketika anak berusia 12 bulan
dan 5 tahun. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak mengenai jadwal imunisasi. Berikut ini adalah tips pola makanan yang
dianjurkan untuk penderita campak:

Banyak minum air putih hangat untuk mencegah dehidrasi


Kebutuhan cairan juga dapat dicukupi dengan banyak mengonsumsi banyak jus buah-buahan segar
Makan makanan dengan gizi seimbang untuk mempercepat proses penyembuhan
Hindari makanan yang berminyak dan daging yang mengandung banyak lemak
Batasi konsumsi minuman soft drinks dan minuman yang mengandung kafein
Konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A
Konsumsi suplemen yang mengandung Zinc untuk membantu meningkatkan imunitas tubuh
Meskipun orang dewasa juga sangat mungkin terkena campak, akan tetapi kasus campak lebih sering terjadi pada anak-anak.
Khusus untuk anak yang mengalami campak, berikut ini ada beberapa pantangan penyakit campak pada anak yang perlu dihindari:

7. Hindari kontak dengan orang lain


Menghindari kontak dengan orang lain, terutama dengan anak lainnya yang rentan, karena dapat berisiko menularkan penyakit ini.

8. Hindari mandi air dingin


Pantangan penyakit campak pada anak selanjutnya adalah hindari air dingin. Usahakan mandi menggunakan air hangat terutama
apabila demam pada anak belum kunjung turun.

9. Hindari minum susu


Sebaiknya susu dihindari saat anak mengalami campak. Namun, pengecualian pada penderita dalam tahap pemulihan.

Kenapa harus menghindari susu? Susu dapat meningkatkan cairan lendir pada saluran pernapasan. Ini dapat menyebabkan sulit
bernapas, flu, batuk. Sebagai penggantinya, anak Anda bisa diberi jus buah yang tidak diberi pemanis tambahan atau gula.
10. Tetap di rumah
Saat anak mengalami campak sebaiknya dirumah saja, jangan dibawa keluar karena selain untuk menjaga kebersihan juga untuk
menghindari penularan pada orang lain. Dan hindari pula terkena paparan cahaya yang terlalu silau.

Kenali Gejala Campak


Gejala campak tidak langsung muncul begitu virus berhasil menginfeksi tubuh, melainkan beberapa hari setelahnya (sekitar 1-2
minggu). Sakit campak ditandai oleh sejumlah ciri atau gejala awal yang meliputi:

Demam tinggi, dapat mencapai >40 derajat celcius


Flu (bersin, batuk)
Mata memerah dan berair
Mata sensitif terhadap paparan cahaya
Nafsu makan menurun
Nyeri pada otot dan persendian
Terasa lesu dan mudah lelah
Setelah gejala awal, maka yang terjadi selanjutnya adalah gejala lanjutan, berupa:Muncul bintik putih pada mulut dan tenggorokan,
yang disebut sebagai Koplik spot, merupakan tanda khas penyakit ini.

Apa Manfaat Vaksin BCG

Menurut WHO, tuberkulosis lebih banyak menewaskan orang dewasa berusia antara 15 dan 59 tahun dibanding penyakit lain. Di
Indonesia, setidaknya 840.000 orang menderita tuberkulosis pada 2018. Data itu menunjukkan perlunya imunisasi dengan vaksin
BCG untuk masyarakat.

Manfaat utama vaksin BCG adalah mengurangi hingga mencegah risiko terjangkit kuman penyebab tuberkulosis. Penyakit
tuberkulosis yang parah, salah satunya meningitis tuberkulosis, juga bisa dicegah hingga 70 persen. Menurut penelitian, imunisasi
vaksin BCG ini lebih efektif dalam melaksanakan fungsinya bila diberikan pada bayi.

 Kapan Imunisasi BCG Dapat Diberikan?

Pemberian vaksin BCG merupakan bagian dari program imunisasi WHO sejak 1960-an. Vaksin BCG terbuat dari kuman
Mycobacterium tuberculosis yang dilemahkan. Menurut panduan Kementerian Kesehatan, vaksin BCG diberikan bagi anak berusia
satu bulan. Vaksin ini kerap dibarengi dengan imunisasi polio 1.

Efektivitas vaksin ini telah terbukti pada bayi, tapi hasilnya pada anak remaja hingga dewasa lebih bervariasi. Secara umum, hanya
anak bayi yang disarankan mendapat vaksin BCG. Pertimbangan khusus pemberian imunisasi BCG berlaku bagi anak yang lebih
besar yang berisiko tertular tuberkulosis.

 Pemberian vaksin BCG mesti ditunda dalam beberapa kondisi tertentu, misalnya:

 Berat badan bayi kurang dari 2,5 kilo atau dalam kondisi tidak sehat
 Anak lahir dari ibu yang positif HIV, sementara hasil tes HIV bayi belum keluar
 Sudah mendapat vaksin lain dalam empat pekan terakhir
 Sedang sakit demam atau sakit parah lainnya 

Berapa Kali Imunisasi BCG Diberikan?

Seseorang hanya memerlukan satu kali imunisasi BCG sepanjang hidupnya saat bayi. Namun ada kemungkinan seseorang
mendapat vaksin BCG lebih dari sekali dalam situasi khusus. Misalnya tenaga medis yang kerap menangani kasus kesehatan yang
membutuhkan obat-obatan yang resistan terhadap tuberkulosis.

Tapi ada juga kelompok orang yang tidak boleh menerima imunisasi BCG. Di antaranya:

 Pernah atau sedang mengidap tuberkulosis


 Sedang hamil
 Dalam pengobatan kanker atau kondisi lain yang membuat sistem imun tubuh lemah
 Positif HIV
 Hasil tes kulit tuberkulin positif

Efek Samping Vaksin BCG


Imunisasi BCG diberikan dengan terlebih dahulu dilakukan tes kulit tuberkulin atau tes Mantoux. Hasil tes yang positif menandakan
adanya kekebalan tubuh terhadap tuberkulosis. Dalam hal ini, vaksin BCG tidak disarankan lantaran manfaatnya hampir tak ada. Di
sisi lain, terdapat risiko munculnya efek samping.

Efek samping vaksin BCG secara umum jarang terjadi. Efek samping itu antara lain demam yang berlangsung sementara serta
pembengkakan kelenjar di leher atau ketiak. Tak diperlukan obat apa pun untuk meredakan efek samping itu karena akan pulih
dengan sendirinya.

munisasi vaksin BCG diberikan dengan suntikan ke bagian atas lengan kiri. Pada bekas kulit yang disuntik biasanya muncul
benjolan kecil dan memerah. Dari situ juga akan muncul bisul kecil dengan ukuran kurang dari satu sentimeter selama beberapa
pekan yang kemudian mengecil dan sembuh sendiri.

Untuk menekan risiko munculnya efek samping imunisasi vaksin BCG, lakukan hal berikut ini:

 Jaga kebersihan bagian yang disuntik


 Pakai air hangat dan bersih saat hendak membersihkan bagian itu
 Hindari penggunaan salep, krim, atau obat antiseptik
 Bekas suntikan tak boleh diplester, melainkan harus dijaga selalu kering
 Bila perlu, gunakan perban yang kering dengan plester untuk menjaganya tetap menempel pada kulit

munisasi BCG untuk Mencegah Penyakit Tuberkulosis


Imunisasi BCG terbuat dari bakteri Tuberkulosis yang telah dilemahkan sehingga tidak akan menyebabkan penerima vaksin
menderita penyakit tuberkulosis atau TB. Bakteri yang digunakan untuk menghasilkan vaksin BCG biasanya
adalah Mycobacterium bovis.
Pemberian vaksin BCG akan memicu sistem imun untuk menghasilkan sel-sel penghasil antibodi agar bisa melindungi tubuh dari
bakteri tuberkulosis. Imunisasi BCG berperan penting dalam mencegah terjaidnya tuberkulosis berat, termasuk meningitis TB pada
anak.
Tuberkulosis tidak hanya berisiko menyebabkan infeksi paru-paru, tapi juga dapat menyerang bagian tubuh lain, seperti sendi,
tulang, selaput otak (meningen), kulit, kelenjar getah bening, dan ginjal.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang berbahaya dan mudah menular melalui cipratan air liur (droplet). Ketika pasien TB batuk
atau bersin, kuman penyebab TB menyebar dan menular ke orang lain yang menghirup droplet tersebut.
Meski hampir serupa dengan cara penyebaran pilek atau flu, tuberkulosis umumnya memerlukan waktu kontak lebih lama sebelum
seseorang dapat tertular.
Oleh karena itu, anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB memiliki peluang lebih tinggi untuk tertular penyakit
TB, terlebih jika pasien tidak mendapatkan pengobatan TB atau tidak berobat hingga tuntas.

Difteri  merupakan jenis penyakit yang dapat menular, penyakit difteri menyebabkan saluran pernapasan bagian atas
terinfeksi. Ada beberapa kejadian ditemukan yang lebih parah, dimana difteri menginfeksi kulit dan selaput lendir.
Gejala difteri bisa terciri dari terbentuknya lapisan pada selaput lendir yang terdapat disaluran pernapasan.  Gejala
penyakit difteri lainnya yaitu adanya masalah pada sistem saraf dan bagian otot jantung.
Gejala awal difteri   pada anak biasanya suhu tubuh anak panas, sesak nafas, tenggorokan terasa sakit dan jika dilihat
lebih jelas ada selaput asing dibagian tenggorokan yang warnanya keputihan.
Inilah tanda dan gejala difteri pada anak:
Anak dalam kondisi demam disertai menggigil
. Lemah dan tidak bersemangat
. Sulitnya bernafas
. Kelenjar limfa di leher membengkak
. Selalu keluar lendir di hidung, kadang ada darah pada lendirnya
. Merasa sakit ditenggorokan
. Disekitar tenggorokan dan amandel ditutup lapisan (membran) asing
Apabila gejala tersebut anda temui, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Penyakit difteri pada anak bisa
semakin parah jika ketahanan tubuh anak anda melemah. Yang paling terlihat cirinya adalah kesulitan saat bernafas.
Penyebab penyakit difteri pada anak
Penyakit difteri disebabkan adanya bakteri Corynebacterium diphteriae, bakteri ini cukup kuat karena mampu bertahan
dilingkungan yang beku maupun kering dan bakteri ini hanya mati pada suhu minimal sekitar 60 derajat celcius. Tetapi
ada beberapa hal yang bisa menyebabkan anak terkena difteri, diantaranya:
. Lingkungan yang tidak sehat dan klinis
 Imunisasi anak tidak diberikan secara lengkap
. Ketika mengalami gejala tidak segera dilakukan pemeriksaan, sehingga penanganannya terlambat.
Pencegahan penularan penyakit difteri
. Jaga selalu kesehatan tubuh anak dengan aktifitas olahraga
. Jauhi anak dari penderita difteri
Jaga selalu kebersihan lingkungan anak
. Pastikan anak disiplin dalam kebersihan
. Makan makanan yang sehat dan bergizi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu tertular bakteri dari orang lain dan karier difteri. Karier difteri adalah seseorang
yang sehat, tidak mengalami gejala penyakit difteri, tetapi hasil tes swab hidung menunjukkan positif adanya kuman difteri. Orang
dengan karier difteri dapat disembuhkan dengan cara minum obat eritsomisin 4x1 selama 7 hari, serta dapat berkonsultasi pada
petugas kesehatan apakah perlu mendapatan tambahan imunisasi
Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini meliputi:
 Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
 Demam dan menggigil.
 Sakit tenggorokan dan suara serak.
 Sulit bernapas atau napas yang cepat.
 Pembengkakan kelenjar limfa pada leher.
 Lemas dan lelah.
 Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang berdarah.
Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan bisul. Bisul-bisul tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi
biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di atas. Penyakit ini harus diobati
secepatnya untuk mencegah komplikasi.
Penularan Difteri
Penyakit Difteri terkenal sebagai penyakit menular yang berbahaya. Lalu bagaimana cara penularannya? Penyakit Difteri dapat
menular melalui percikan ludah dari orang yang membawa bakteri ke orang lain yang sehat. Namun penyakit ini juga dapat
ditularkan melalui benda atau makanan yang telah terkontaminasi dengan bakteri tersebut. Cara lain penularan penyakit difteri
adalah dengan melakukan kontak intim.
Penyebaran bakteri difteri dapat terjadi dengan mudah dan yang utama adalah melalui udara saat seorang penderita bersin atau
batuk. Selain itu, ada beberapa metode penularan lain yang perlu diwaspadai. Antara lain melalui:
 Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
 Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di
lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
 Kontak langsung dengan hewan-hewan yang sudah terinfeksi, misalnya sapi.
 Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
 Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
Bakteri difteri akan memproduksi toksin yang akan membunuh sel-sel dalam tenggorokan. Sel-sel yang mati tersebutlah yang akan
membentuk membran abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, toksin juga dapat menyebar lewat darah dan menyerang jantung
serta sistem saraf.
Orang yang sudah menerima vaksinasi masih bisa terinfeksi penyakit ini. Namun mereka biasanya tidak menunjukkan gejala saat
sedang terinfeksi. Tetapi Anda harus tetap waspada karena mereka juga dapat menularkan difteri.

Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang
bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, dan pada sebagian kasus menyebabkan kematian. Sejak
awal tahun 2014, WHO (World Health Organization) telah menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang bebas dari
penyakit ini berkat program vaksinasi polio yang luas.
Gejala Penyakit Polio
Kebanyakan penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan
sedikit gejala atau bahkan tidak sama sekali, dan tidak membuat mereka menjadi sakit.
Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu polio non-paralisis, polio paralisis, dan sindrom pasca-polio.
Polio non-paralisis
Polio non-paralisis adalah tipe polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejalanya tergolong ringan. Berikut ini adalah gejala
polio non-paralisis yang umumnya berlangsung antara satu hingga sepuluh hari.
 Muntah
 Lemah otot
 Demam
 Meningitis
 Merasa letih
 Sakit tenggorokan
 Sakit kepala
 Kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku dan sakit
Polio paralisis
Polio paralisis adalah tipe polio yang paling parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Polio paralisis bisa dibagi berdasarkan
bagian tubuh yang terjangkit, seperti batang otak, saraf tulang belakang, atau keduanya.
Gejala awal polio paralisis sering kali sama dengan polio non-paralisis, seperti sakit kepala dan demam. Namun biasanya dalam
jangka waktu sepekan, gejala polio paralisis akan muncul, di antaranya sakit atau lemah otot yang serius, kaki dan lengan terasa
terkulai atau lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan dengan sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah
terinfeksi dan kadang-kadang kelumpuhan hanya terjadi pada salah satu sisi tubuh. Saluran pernapasan mungkin bisa terhambat
atau tidak berfungsi, sehingga membutuhkan penanganan medis darurat.
Sindrom pasca-polio
Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang rata-rata 30-40 tahun sebelumnya pernah menderita penyakit polio.
Gejala yang sering terjadi di antaranya:
 Sulit bernapas atau menelan.
 Sulit berkonsentrasi atau mengingat.
 Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit.
 Depresi atau mudah berubah suasana hati.
 Gangguan tidur dengan kesulitan bernapas.
 Mudah lelah.
 Massa otot tubuh menurun.
Kondisi yang Bisa Menyebabkan Polio
Penyakit polio disebabkan oleh virus yang umumnya masuk melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan tinja dan
virus polio. Sama halnya seperti cacar, polio hanya menjangkiti manusia. Dalam tubuh manusia, virus polio menjangkiti
tenggorokan dan usus. Selain melalui kotoran, virus polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang keluar saat penderitanya
batuk atau bersin.
Imunisasi atau pemberian vaksin polio dapat meminimalisasi terjangkit virus polio. Anak-anak, wanita hamil dan orang yang sistem
kekebalan tubuhnya lemah, sangat rentan terkena virus polio jika di daerah mereka tidak terdapat program imunisasi atau tidak
memiliki sistem sanitasi yang bersih dan baik.
Orang-orang yang belum divaksinasi akan memiliki tingkat risiko terjangkit polio yang tinggi jika melakukan atau mengalami hal-hal
seperti berikut ini.
 Tinggal serumah dengan penderita polio.
 Sistem kekebalan tubuh yang menurun.
 Bepergian ke daerah di mana polio masih kerap terjadi.
 Telah melakukan operasi pengangkatan amandel.
Mencegah Tertular Penyakit Polio
Polio dapat dicegah dengan vaksinasi yang bisa memberikan kekebalan terhadap penyakit polio seumur hidup, terutama pada
anak-anak. Anak-anak harus diberikan empat dosis vaksin polio tidak aktif, yaitu pada saat mereka berusia 2 bulan, 4 bulan, 6
bulan, dan antara 1.5-2 tahun.

Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan. Sebagian besar ibu dengan HbeAg ( salah satu bentuk
antigen yang menandakan adanya replikasi atau perbanyakan virus hepatitis b secara aktif) positif akan menularkan infeksi VBH
vertikal kepada bayi yang dilahirkannya. Sedangkan ibu dengan anti-Hbe (salah satu bentuk antibodi untuk melawan virus yang
sedang bereplikasi) positif tidak akan menularkannya. Untuk mengurangi risiko penularan perinatal, maka pada ibu dengan hepatitis
b akut dan aktif lebih baik disarankan persalinan dengan operasi sectio ceasaria. Penularan virus hepatitis B pada bayi yang lahir
dengan operasi sectio caesaria  elektif (direncanakan) memiliki persentase yang lebih rendah yaitu 1,4%, jika dibandingkan dengan
persalinan pervaginam (persalinan normal) yaitu 3,4% atau operasi sectio caesaria  darurat yaitu 4,2%.
Penularan post natal terjadi setelah bayi lahir misalnya melalui ASI yang diduga tercemar oleh virus hepatitis B yang masuk ke
dalam tubuh bayi melalui luka kecil di dalam mulut bayi. Untuk mencegah infeksi tersebut maka bayi perlu dilakukan vaksinasi. Dan
apabila bayi sudah diduga terpapar virus hepatitis B atau ibu memiliki HbeAg positif, maka bayi juga dianjurkan untuk diberikan
imunoglobulin (HBIG). Tidak ada masalah untuk menyusui bayi jika bayi sudah mendapatkan vaksinasi. Setelah divaksinasi, maka
tubuh bayi akan membentuk antibodi sehingga mampu melawan virus hepatitis B yang masuk dari ibu.
Infeksi akut virus hepatitis B pada ibu hamil tidak dikaitkan dengan peningkatan mortalitas (kematian) dan teratogensitas
(kecacatan) pada janin. Namun, apabila anak tersebut lahir dan tertular secara vertikal dari ibu dengan HBsAg (+) selama tahun
pertama kehidupannya, 90% nya akan berkembang menjadi hepatitis B kronis dan anak akan menjadi carrier. Sedangkan anak-
anak yang terinfeksi sebelum usia 6 tahun, 30% sampai 50% nya akan berkembang menjadi infeksi kronis. Dan berdasarkan data
statistik, 25% anak tersebut akan meninggal karena kanker hati. Maka pencegahan penularan secara vertikal merupakan salah satu
aspek yang paling penting dalam memutus rantai penularan Hepatitis B dan kanker hati.
Segera setelah lahir atau kurang dari 12 jam setelah lahir, bayi harus segera mendapatkan vaksinasi hepatitis B. Vaksinasi hepatitis
B dilakukan secara intramuskular (disuntikan di otot) di bagian paha kiri lateral (bagian luar). Vaksin hepatitis B diulangi saat bayi
berusia 1-2 bulan dan saat usia 6 bulan, setelah bayi berusia 10 tahun ke atas dapat diberikan booster vaksin hepatitis B. Untuk
bayi yang perlu mendapatkan imunoglobulis hepatitis B atau HBIG harus segera diberikan sebelum bayi berusia satu minggu. HBIG
disuntikkan di paha kanan bagian lateral.
Penyebab bayi dapat terinfeksi hepatitis B adalah karena penularan vertikal dari ibu yang memiliki hepatitis B positif. Pada bayi-bayi
dengan ibu yang memiliki hepatitis B positif, perlu dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg  berkala pada usia 7 bulan atau satu
bulan setelah pemberian vaksin hepatitis B ketiga. Bila pada usia 7 bulan anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang antiHBs
danHBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun. Namun, bila pada usia 7 bulan dalam pemeriksaan didapatkan anti HBs negative dan
HBs Agpositif, maka dilakukan pemeriksaan 6 bulan kemudian dan bila hasilnya masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis.
Bayi dikatakan non responder apabila setelah pemberian vaksin tambahan namun anti HBs dan HbsAgnya tetap negatif.

Hepatitis mengacu pada peradangan hati. Meskipun ada beberapa alasan yang menyebabkan kerusakan hati dan menyebabkan
hepatitis, infeksi virus adalah penyebab hepatitis yang paling umum.
Tidak seperti orang dewasa, anak-anak memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah, sehingga membuat mereka rentan terhadap
virus.
Ada lima jenis virus hepatitis: A, B, C, D dan E. Sementara hepatitis D dan E tidak begitu umum, orang dewasa dan anak-anak
sering terinfeksi hepatitis A, B atau C. Hepatitis A adalah versi yang kurang parah. Hepatitis C dan D termasuk dalam bentuk
hepatitis yang lebih parah.
Hepatitis B juga dikenal sebagai hepatitis serum. Hepatitis B dapat menimbulkan masalah hati kronis seperti sirosis hati, kanker
hati, dan kemungkinan gagal hati, sehingga memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan anak.
Gejala
Anak-anak di bawah 5 tahun jarang mengalami gejala hepatitis B. Anak-anak di atas 5 tahun dapat menunjukkan gejala selama 3
hingga 4 bulan setelah terkena virus. Gejala utamanya adalah:

 Tanda-tanda penyakit kuning seperti kulit dan bagian putih mata menguning,


 urine berwarna gelap,
 demam,
 kelelahan ekstrim,
 nyeri otot dan sendi,
 mual dan muntah,
 kehilangan selera makan,
 sakit perut.
Hepatitis B ditemukan dalam darah atau cairan tubuh orang yang terinfeksi seperti air mata, air liur dan air mani. Tidak seperti
hepatitis A, virus ini tidak ada dalam kotoran orang yang terinfeksi. Beberapa hal berikut dapat menjadi penyebab anak tertular
penyakit ini:

 Anak dapat terinfeksi ketika pembawa penyakit ini menggaruk hingga kulit terkelupas.
 Berbagi barang pribadi, seperti sikat gigi, dengan seseorang yang memiliki virus.
 Virus berpindah dari ibu ke bayi yang baru lahir jika ibu membawa virus pada saat persalinan.
 Tertular melalui jarum suntik.
Berita baiknya adalah walaupun sangat berbahaya, hepatitis B dapat dicegah dengan mengambil beberapa langkah hati-hati,
seperti:

 Semua ibu hamil harus diskrining untuk HBV. Jika hepatitis B akut atau kronis didiagnosis, ada beberapa langkah yang
diambil untuk menjaga agar infeksi tidak menular ke bayi selama persalinan.
 Bayi baru lahir harus mendapatkan vaksin hepatitis B pertama mereka dan satu suntikan imunoglobulin (IG) dalam 12 jam
pertama.
 Bayi tersebut harus menyelesaikan semua vaksin hepatitis B sesuai petunjuk selama enam bulan pertama.
 Kadang-kadang, ibu hamil dapat diberikan obat untuk menurunkan tingkat HBV dalam darah mereka.
 Orangtua harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga anak-anak mereka dari kontak langsung dengan darah dan
cairan tubuh orang yang terinfeksi.
 Anak-anak tidak boleh berbagi sikat gigi atau barang pribadi lainnya yang memiliki kemungkinan terinfeksi.
 Selalu pastikan bahwa anak mendapatkan jarum suntik yang baru.
 Vaksin hepatitis.
Hepatitis D (juga disebut delta) atau HDV adalah penyakit hati serius yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Anak-anak
yang mengalami infeksi hepatitis B kronis berisiko tertular HDV. Penyakit ini memiliki gejala yang mirip dengan hepatitis B serta
ditularkan melalui kontak dan cairan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai