Anda di halaman 1dari 54

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM KENAIKAN HARGA BARANG


KEBUTUHAN POKOK DITENGAH PANDEMI COVID-19 DI
KOTA BAUBAU
(Studi Di Pasar Wameo Kota Baubau)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada program
studi ilmu hukum fakultas hukum universitas dayanu ikhsanuddin

Oleh :

DIJE AMBARA
NPM : 16510011

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Dengan ini menerangkan bahwa Skripsi dari Mahasiswa :

Nama : Dije Ambara

Nomor Pokok Mahasiswa : 16510011

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Skripsi :Tinjauan Hukum Kenaikan Harga Barang


Kebutuhan Pokok Ditengah Pandemi Covid 19 Di
Kota Baubau (Studi Di Pasar Wameo Kota
Baubau).

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II serta

dinyatakan memenuhi syarat untuk menempuh ujian Skripsi.

Baubau, 1 Juni 2021

Pembimbing I Pembimbing II

H. Muhammad Syarifuddin,SH.,MH Rachmat Taibu, SH., MH


NIDN: 0931126109 NIDN: 092419828202

i
PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Dengan ini menerangkan bahwa Skripsi dari Mahasiswa :

Nama : Dije Ambara

Nomor Pokok Mahasiswa : 16510011

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Skripsi :Tinjauan Hukum Kenaikan Harga Barang


Kebutuhan Pokok Ditengah Pandemi Covid 19 Di
Kota Baubau (Studi Di Pasar Wameo Kota
Baubau).

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II serta

dinyatakan memenuhi syarat untuk menempuh ujian Skripsi.

Baubau, 1 Juni 2021

Mengetahui:

Dekan Fakultas Hukum


Universitas Dayanu Ikhsanuddin

DARMAWAN WIRIDIN, SH., MH


NIDN: 0931128203

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan

Karunia – Nya yang pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini,

dengan Judul “Tinjauan Hukum Kenaikan Harga Barang Kebutuhan Pokok

Ditengah Pandemi Covid 19 Di Kota Baubau (Studi Di Pasar Wameo Kota

Baubau)”, akan tetapi peneliti sadari meskipun banyak masukan, arahan,

bimbingan yang diberikan Bapak Dosen Pembimbing sebagai upaya

penyempurnaan dalam penyusunan Skripsi ini, namun peneliti rasakan bahwa

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Hal ini

merupakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman peneliti, dan bukan

merupakan suatu kesengajaan.

Dalam Kesempatan ini secara khusus, Orang Tuaku, Bapak dan Ibu terima

kasihku atas cinta kalian selama ini yang telah memberikan kasih sayang,

perhatian, serta pengorbanan pada penulis selama berjuang. Dalam proses

penyusunan skripsi ini, segala hambatan dan keresahan yang menyertainya dapat

teratasi berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak.

Sehingga dalam kesempatan yang baik ini serta penuh rasa hormat yang tinggi

penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar – besarnya, kepada yang

terhormat :

1. Bapak Ir. La Ode Muhammad Sjamsul Qamar, MT , selaku Rektor

Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau.

iii
2. Bapak Darmawan Wiridin, SH., MH, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau.

3. Bapak Hendrik Ruben Gelong, SH., MH, selaku Kepala Program Studi

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Dayanu Ikhsanuddin.

4. Bapak H. Muhammad Syarifuddin, SH., MH dan bapak Rachmat

Taibu, SH., MH selaku komisi pembimbing yang sangat berjasa dalam

memberikan arahan, bimbingan dan saran-saran selama perkuliahan

maupun penyusunan skripsi ini.

5. Bapak La Ode Muskur, SH.,MH, selaku Penguji.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum serta seluruh Staf Fakultas Hukum

Universitas Dayanu Ikhsanuddin.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu kelancaran dan keberhasilan penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

Akhirnya besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat bernilai strategis dan

bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan menggunakannya untuk

kepentingan dan kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

serta merupakan pemenuhan kewajiban tugas akhir pada Fakultas hukum

Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau guna meraih gelar Sarjana Hukum.

Baubau, 1 Juni 2021

Penulis

Dije Ambara

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

ABSTRAK..................................................................................................................... vii

ABSTRACT.................................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 4

1.3. Tujuan Penelitian 5

1.4. Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal 6

2.2. Pemerintah Daerah dalam Penanganan COVID-19 12

2.3. Aspek Penetapan Kenaikan Harga Barang 17

2.3.1. Kenaikan Harga dari Aspek Hukum Dagang 18

2.3.2. Kenaikan Harga dari Aspek Hukum Persaingan Usaha

19

2.3.3. Kenaikan Harga dari Aspek Hukum Perlindungan

Konsumen............................................................................... 21

2.4. Kerangka Pikir 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian......................................................................................... 24

v
3.2. Jenis dan Sumber Data............................................................................... 24

3.3. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 24

3.4. Analisis Data.............................................................................................. 25

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Penyebab Kenaikan Barang Kebutuhan Pokok Ditengah


Pandemi Covid-19 di Kota Baubau................................................... 26
4.2. Upaya Pemerintah Daerah Kota Baubau
dalam menanggulangi naiknya harga barang kebutuhan pokok
ditengah Pandemi Covid-19 .............................................................. 33

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan........................................................................................ 40
5.2 Saran................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA

vi
ABSTRAK

Dije Ambara. NIM : 16510011. 2019. Tinjauan Hukum Kenaikan Harga


Barang Kebutuhan Pokok Ditengah Pandemi Covid-19 Di Kota Baubau (Studi Di
Pasar Wameo Kota Baubau). Pembimbing I : H. Muhammad Syarifuddin, SH,
MH, Pembimbing II : Rachmat Taibu, SH, MH. Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Dayanu Ikhsanuddin. Baubau.

Tujuan Utama dari Penelitian Ini adalah (1) Guna mengetahui setiap
sebab kenaikan barang kebutuhan pokok ditengah Pandemi Covid-19 di Kota
Baubau; (2) 2. Guna mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
Kota Baubau dalam menanggulangi naiknya harga barang kebutuhan pokok
ditengah PandemiCovid-19. Metode Penelitian ini dengan menetapkan Lokasi
penelitian di Kota Baubau (Studi Di Pasar Wameo Kota Baubau). Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara (interview).
Teknik analisis data dilakukan secara secara kualitatif dan dideskripsikan dengan
jalan menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang berhubungan dengan
masalah yang ditentukan.

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa : (1) perilaku


kepanikan yang terlalu berlebihan atau panic buying merambah di masyarakat
Kota Baubau ketika adanya pandemic corona tidak dapat dibenarkan dalam dalam
kondisi apapun. Karena berdampak pada ketidakmerataan distribusi bahan pokok
dan bahan kebersihan lainnya; (2) Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam
menekan naiknya harga barang kebutuhan pokok adalah memaksimalkan
kordinasi dengan pemerintah daerah ditingkat provinsi dengan Koordinasi antar
instansi, Kementrian perdagangan, TPID, Satgas Pangan dan pemerintah daerah
Kab/Kota Se-Sultra, serta OPD terkait dan pelaku usaha, juga kordinasi berupa
fasilitasi dengan BUMN seperti Bulog dan pelaku usaha, Koordinasi dengan
instansi terkait mengenai kelancaran distribusi dari setiap bahan pokok di pasar
Wameo, Penguatan Regulasi, yang antara lain seperti Harga acuan dan
Pendaftaran Pelaku Usaha Bahan Pokok.

Kata Kunci: Tinjauan Hukum, Harga Barang Kebutuhan Pokok, Pandemi


Covid-19 .

vii
ABSTRACT

Dije Ambara. NIM : 16510011. 2019. Legal Review on Increase in Prices


of Basic Necessities Amid the Covid-19 Pandemic in Baubau City (Study at
Wameo Market in Baubau City). Supervisor I: H. Muhammad Syarifuddin, SH,
MH, Supervisor II: Rachmat Taibu, SH, MH. Law Studies Program, Faculty of
Law, University of Dayanu Ikhsanuddin. Baubau.

The main objectives of this research are (1) to find out every reason for the
increase in necessities during the Covid-19 pandemic in Baubau City; (2) 2. To
find out the efforts made by the Baubau City Regional Government in tackling the
rising prices of basic goods amid the Covid-19 Pandemic. This research method is
to determine the research location in Baubau City (Study at Wameo Market,
Baubau City). Data collection techniques are carried out by literature studies and
interviews (interviews). The data analysis technique was carried out qualitatively
and described by way of outlining and describing problems related to the specified
problem.

Based on the results of the analysis, it can be concluded that: (1) excessive
panic behavior or panic buying penetrated the people of Baubau City during the
corona pandemic cannot be justified under any circumstances. Because it has an
impact on the uneven distribution of basic materials and other cleaning materials;
(2) The Baubau City Regional Government in suppressing the rising prices of
basic goods is to maximize coordination with regional governments at the
provincial level with coordination between agencies, the Ministry of Trade, TPID,
Food Task Force and Regency/City regional governments throughout Southeast
Sulawesi, as well as related OPDs and business actors. , also coordination in the
form of facilitation with SOEs such as Bulog and business actors, Coordination
with relevant agencies regarding the smooth distribution of each staple in the
Wameo market, Strengthening Regulations, which include reference prices and
Registration of Basic Material Business Actors.

Key Words: Legal Review, Prices of Basic Necessities, Covid-19 Pandemic

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2019 akhir, Dunia internasional menghadapi serangkaian

permasalahan yang di akibatkan oleh Pandemi COVID-19 yang berimplikasi pada

skala besar terhadap pembangunan ekonomi. Indonesia tidak terkecuali yang

terkena dampak signifikan dari persoalan pandemic yang disebutkan di atas, baik

secara domestic sampai dilevel ekonomi menengah ke bawah. Ancaman dari

pandemi ini sangatlah dirasakan oleh kita semua dengan di awali dengan

banyaknya kegiatan produksi yang terpaksa diberhentikan sehingga membuat

aktifitas ekonomi pada pasar, baik pasar modern juga pasar tradisional, sampai

ditingkat melemahnya daya konsumsi masyarakat terhadap komoditas produk

yang disediakan oleh pasar.

Menurut laporan Organisation for Economic Co-operation and

Development (OECD), bahwa pandemic ini akan berimplikasi terhadap ancaman

krisis ekonomi. Jika hal ini berlangsung berkepanjangan akan terjadi penurunan

atas pengeluaran konsumen terhadap pasar, apalagi Indonesia didominasi oleh

ketersediaan pasar-pasar tradisional yang didalamnya memiliki banyak

keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang hari ini bisa kita

anggap sebagai titik sentral pembangunan ekonomi secara nasional. Pada sudut

pandang konsumsi dan daya beli masyarakat, pandemi ini menyebabkan banyak

tenaga kerja berkurang atau bahkan kehilangan pendapatannya sehingga

1
berpengaruh pada tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat terutama mereka

yang ada dalam kategori pekerja informal dan pekerja harian.

Kota Baubau adalah adalah salah satu kota yang memiliki letak strategis

dalam cakupan wilayah di Sulawesi Tenggara yang juga terkena dampak dari

Pandemi COVID-19. Keberadaannya yang menopang lalu lintas perdagangan

terhadap beberapa wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Buton Selatan,

Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton dan Kabupaten Wakatobi

menjadikan Kota Baubau sebagai titik penting dalam kelangsungan pelaku-pelaku

UMKM. Sebagai kota yang menjadi pusat persinggahan dari beberapa wilayah

yang telah disebutkan di atas menjadikan kota Baubau sebagai penyedia pasar

yang menguntungkan bagi setiap konsumen, terlebih lagi adanya Pasar

Tradisional Wameo yang kian tahun akan dipoles menjadi pasar modern, hal ini

sudah menjadi komitmen Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam upaya

pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis potensi keunggulan lokal (A.S.

Tamrin, 2019:279).

Berbagai Upaya dalam penanganan dampak COVID-19 juga menjadi

prioritas utama bagi Pemerintah Daerah Kota Baubau, disadari bahwa dampak

Pandemi tersebut menyebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi hingga

mengakibatkan penurunan atas penerimaan Pendapatan Asli Daerah karena

dominan dalam penerimaan yang dimaksud adalah terdapat pada komponen

retribusi daerah. Sektor pendapatan Kota Baubau tahun ini mengalami penurunan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merosot hingga Rp 102,32 miliar.

2
Hal itu terungkap dalam pidato pengantar Wali Kota Baubau atas raperda

APBD Perubahan 2020. Dalam laporannya disebut, jika sektor PAD menurun

karena adanya pandemi Covid-19. Kondisi pandemi Covid-19 telah berdampak

pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan menurunnya penerimaan

pendapatan daerah. Di tengah sektor PAD yang sedang merosot, sementara

belanja untuk penanganan Covid-19 meningkat. Hal tersebut memang merupakan

skenario dalam upaya penananganan Covid-19, Pemerintah Kota Baubau

melakukan refokusing anggaran. Selain PAD, dana perimbangan pada rancangan

perubahan APBD 2020 juga dilaporkan menurun. Nilai penurunannya berada di

angka 9,11 persen atau 649,54 miliar.

Hal yang juga menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kota Baubau adalah

bagaimana menjaga stabilitas dari aktifitas pada pasar itu sendiri, kurangnya

aktifitas ditengah pandemic bisa menjadi pemicu dari berbagai masalah yang akan

terjadi di Pasar. Salah satunya adalah kenaikan harga barang yang dilakukan

secara sepihak oleh pasar yang apabila tidak diawasi oleh Pemerintah Daerah itu

sendiri.

Penetapan harga pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

faktor internal dan faktor eksternal, sebut saja faktor eksternal kenaikan harga

barang yang terjadi di pasar Tradisional Wameo ditengah pandemic Covid-19 ini

diakibatkan lemahnya daya beli konsumen yang dikarenakan berbagai kebijakan

pemerintah salah satunya adalah Social Distancing (jaga jarak) yang difokuskan

pada fasilitas public seperti PasarWameo. Keadaan tersebut menjadikan suasana

pasar yang idealnya ramai menjadi sunyi, tentu hal tersebut berlaku pada para

3
pedagang yang akan kesulitan mendapatkan pembelinya, juga sebaliknya para

pembeli akan kesulitan mendapatkan beberapa pedagang yang mengakibatkan

kelangkaan barang, karena memiliki kekhawatiran yang sama terhadap bahaya

pandemic ini. Kesulitan ini kemudian akan beresiko pada pendapatan para

pedagang yang juga menjadi penopang hidup mereka sehari-hari, untuk itu tidak

sedikit para pedagang kemudian memanfaatkan kondisi tersebut sehingga

menaikan harga suatu barang ditengah Pandemi Covid-19.

Pada dasarnya ketentuan untuk menaikan harga barang di pasaran adalah

suatu kondisi yang lumrah mempertimbangkan kondisi pasar itu sendiri selagi

tidak melangar ketentuan yang berlaku, akan tetapi dibutuhkan peran pemerintah

daerah itu sendiri dalam melakukan pengawasan sehingga tidak terjadi hal-hal

yang tidak diinginkan ditengah Pandemi yang merugikan kita semua, seperti

pengawasan dari praktik monopoli harga yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

tidak bertanggung jawab. Berangkat dari uraian permasalahan di atas maka

peneliti mengangkat judul penelitian tentang Tinjauan Hukum Kenaikan Harga

Barang Kebutuhan Pokok Ditengah Pandemi Covid 19 Di Kota Baubau (studi

di Pasar Wameo Kota Baubau.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan beberapa

permasalahan, antara lain sebagai berikut :

1. Apa yang menyebabkan kenaikan barang kebutuhan pokok ditengah

Pandemi Covid-19 di Kota Baubau ?

4
2. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam menanggulangi

naiknya harga barang kebutuhan pokok ditengah PandemiCovid-19 ?

1.3. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas sehingga menjadikan

penelitian ini bertujuan antara lain sebagai berikut :

1. Guna mengetahui setiap sebab kenaikan barang kebutuhan pokok ditengah

Pandemi Covid-19 di Kota Baubau.

2. Guna mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota

Baubau dalam menanggulangi naiknya harga barang kebutuhan pokok

ditengah PandemiCovid-19.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoretis bagi setiap mahasiswa

fakultas hukum dalam pengembangan keilmuan di bidang hukum perdata

khususnya persoalan-persoalan terkait kenaikan harga barang kebutuhan

pokok yang terjadi ditengah Pandemi Covid-19.

2. Penelitian ini dapat bermanfaat secara praktis bagi Pemerintah Daerah

Kota Baubau dalam menambah kecakapannya sehingga dapat

menyelesaikan setiap kelemahan-kelemahan yang dihadapi selama

berlangsungnya Pandemi Covid-19 ditengah berlangsungnya aktifitas

ekonomi di Pasar.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta

untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah

pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap

kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang

bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi

sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).

Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal

dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan

kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses. Yaitu proses yang

mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri

alternatif, perbaikan kaasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk

dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru , alih ilmu pengetahuan, dan

pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ekonomi

daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang

kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untu mencapai tujuan tesebut.

6
Pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara berama-sama mengambil

inisiatif pembangunan daerah.

Ada 4 (empat) peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam

proses pembangunan ekonomi daerah (H. Fendy Djohar .S, 2017:5-6) yaitu

sebagai entrepreneur, koordinator, fasilitator, dan stimulator bagi lahirnya

inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.

1. Entrepreneur : Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah

bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah

daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMD).Aset-aset

pemerintah daerah harus dapat dikelolah dengan lebih baik sehingg secara

ekonomis menguntungkan.

2. Koordinator : Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator

untuk menetapkan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan

di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi

bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam proses

pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi, misalnya tingkat

kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya. Dalam

perannya sebagai koordinator, pemerintah daerah juga bisa melibatkan

lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam

penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana- rencana, dan strategi-

strategi.

3. Fasilitator : Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui

perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya mayarakat) di

7
daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur

perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.

4. Stimulator : Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan

pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan

mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut

dan menjaga agarperusahaan-perusahaan yang telah ada tetap berada di

daerah tesebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain:

pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri, pembuatan

outlets untuk produk- produk industri kecil, membantu industri-industr

kecil melakukan pameran.

Blakely and Bradshaw, (1990) berpendapat bahwa Pembangunan Ekonomi

Lokal adalah dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk

mendorong, merangsang, memelihara aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan

pekerjaan. Selanjutnya menurut A.H.J. Helming sebagaimana dikutip (Dayat NS

Wiranta, 2015:39) ,Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses dimana

kemitraan yang mampan antara pemerintahan daerah, kelompok berbasis

masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan

lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah

tertentu. Lebih lanjut (Dayat NS, 2015:39-40), Adapun kriteria ekonomi local

menurut Blakely adalah:

1) “Bahan baku dan sumber daya local

2) Dapat digerakan oleh penduduk lokal/ sesuai dengan kemampuan

penduduk (SDM) local

8
3) Pengusaha dan tenaga kerja dominan adalah tenaga kerja local

4) Melibatkan sebagian besar penduduk local

5) Skala pelayanan kecil ditunjukkan oleh jumlah investasi dan jumlah

tenaga kerja

6) Terdapat organisasi/ kelompok kegiatan ekonomi

7) Terdapat keterkaitan dengan kegiatan ekonomi lain

8) Memunculkan wiraswasta baru”.

Pembangunan ekonomi lokal merupakan usaha untuk penguatan

daya saing ekonomi lokal guna pengembangan ekonomi daerah, yang

dalam prosesnya pemerintah lokal dan organisasi berbasis masyarakat

harus terlibat dalam mendorong, merangsang atau memelihara aktivitas

masyarakat atas penciptaan lapangan kerja, sebagai solusi dalam

pemulihan dan pengembangan perekomian nasional, terutama dalam

pendayagunaan potensi ekonomi dimasing-masing daerah dengan berbasis

pad sumber daya yang dimiliki oleh masyarakatnya masing-masing. Fokus

Pembangunan Ekonomi Lokal adalah :

1) Peningkatan kandungan local

2) Pelibatan stakeholders secara substansial dalam suatu kemitraan strategis

3) Peningkatan ketahanan kemandirian ekonomi

4) Pembangunan berkelanjutan

5) Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal.

6) Pengembangan usaha kecil dan menengah

7) Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif

9
8) Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas SDM

9) Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan

antar daerah.

10) Pengurangan dampak negatif kegiatan ekonomi terhadap lingkungan.

Strategi pembangunan dengan basis lokal inisiatif, dan belajar dari kasus

gagal atau sukses di daerah lain, merupakan langkah penting untuk mencari

peranan-peranan yang dapat menjembatani antara kasus sukses dengan berbagai

lembaga lain yang kemudian dapat merelipkasi kasus sukses atau belajar dari

kasus gagal dari daerah lain. Berdasarkan enam pilar sumber perubahan dalam

pembangunan ekonomi lokal (Birokrasi, Swasta, LSM, Militer dan Kepolisian,

Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang, Parpol), maka Birokrasi adalah sebagai

aktor utama memimpin perubahan, sedangkan sektor swasta sebagai motor

penggerak perekonomian.

Birokrasi Lokal Sebagai Aktor Utama dalam Memimpin Perubahan.

Dalam proses perubahan ini diperlukan kemampuan pemerintah lokal dalam

mengelola proses perubahan yang terus menerus sehingga berhasil mencapai

tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Dalam

hubungan itu, pemerintah lokal disemua tingkatan, harus mampu menjalankan

fungsi pemerintah sebagai aktor dalam perubahan, mampu membangun sistem

manajemen dalam menerapkan prinsip pemerintahan lokal yang bersih dan efektif

(Good and Efective Governance) dan memobilisasi semua pihak yang terkait

dengan pembangunan daerah.

10
Peran birokrasi sebagai executor, pembuat kebijakan dan fasilitator dengan

pembaharuan cara pandang pada sistem yang berubah saat ini, menjadikannya

Leader of Change dalam melanjutkan proses pelaksanaan desentralisasi. Peran

birokrasi ini terutama dalam melakukan transpormasi ekonomi dari masyarakat

miskin kearah masyarakat yang berpendapatan tinggi, untuk ini diperlukan

pemimpin yang memiliki komitmen kuat. Pemerintahan nasional dan lokal

seharus menjadi pemimpin lokal yang berperanan menentukan dan mengarahkan

perubahan atau Leader of Change. Dalam konteks desentralisasi, kepemimpinan

gubernur, bupati/ wali kota mampu dan dapat membuat, mengarahkan perubahan

dalam perbaikan kesejahteraan daerah bersangkutan.

Peran pemerintah daerah juga sangat perlu diinisiasi melalui intrumen

keperdataan sebagai sarana pemafaatan sector swasta, sebagaimana yang

dikatakan dalam memperlancar tindakan atau perbuatan pemerintahan

(Aminuddin Ilmar, 2014:210). Pemerintah daerah seharusnya lebih mengandalkan

sektor swasta sebagai motor penggerak ekonomi lokal, maka tugas pokok

pemerintah daerah adalah:

a) Menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, seperti mempermudah

perizinan usaha dan law enforcement terhadap peraturan yang dibuat.

b) Secara aktif mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang baru melalui

berbagai kegiatan investasi dan perdagangan yang masih harus

ditumbuhkan sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

11
c) Membangun infrastruktur yang dapat menjangkau kantong-kantong

produksi dan penduduk agar mobilitas tenaga kerja, infut dan modal

semakin dapat ditingkatkan.

d) Menciptakan lembaga keuangan yang relevan terhadap kebutuhan dari

sektor swasta yang sedang dibangun.

2.2. Pemerintah Daerah dalam Penanganan Covid-19

Busrizalti (H.M Busrizalti, 2013:71) menyatakan dengan adanya otonomi

daerah memungkinkan hadirnya local wisdom tiap- tiap daerah dapat berlangsung

sebagaimana mestinya sesuai dengan keinginan masyarakat. Dengan adanya

otonomi daerah memungkinkan daerah bersangkutan mengaktualisasikan semua

potensi terbaik yang ada secara optimal. Sehingga untuk mewujudkannya, berlaku

suatu proposisi yakni semua permasalahan sepatutnya diberikan kepada

pemerintah daerah untuk dikenali, dirumuskan, dan dicari solusinya, kecuali untuk

permasalahan-permasalahan yang memang mustahil diselesaikan oleh daerah itu

dalam sudut pandang keutuhan suatu nation state (negara bangsa). Dan bukan

sebaliknya, yakni proposisi bahwa segala permasalahan pada pokoknya mesti

diserahkan pada pemerintah pusat, kecuali untuk permasalahan tertentu yang telah

bisa ditangani oleh pemerintah daerah.

Oleh karena itu, istilah ini kerap pula diartikan sebagai suatu kewenangan

dalam penentuan kesejahteraan sendiri serta menatanya demi meraih pencapaian

kolektif. Menata dan mengelola wilayah yang dimilikinya menjadi suatu asas

utama (Agus Dwiyanto, 2003:71). Mahfud MD menyatakan otonomi daerah

sebagai keleluasaan dalam mengelola wilayah sendiri dengan tidak meniadakan

12
posisinya sebagai petugas dari pusat guna mengimplementasikan tugas yang

didelegasikan padanya. sehingga, upaya menciptakan suatu kesetimbangan perlu

dikaji pada suasana relasi kewenangan pusat dan lokal. Maksudnya, sebagai organ

daerah untuk menjalankan fungsi-fungsi mandiri serta sebagai perwakilan pusat

dalam menjalankan tugas pemerintah Republik Indonesia di daerah (Diyar

Ginanjar,2020:56).

Otonomi daerah berperan pula sebagai tatanan demokrasi terkait

bagaimana menjalankan suatu negara kesatuan. Kemandirian daerah ini berperan

dalam perikehidupan berdemokrasi, di mana rakyat melalui wakilnya dapat ikut

serta dalam jalannya pemerintahan, yakni berdasar atas sistem pemerintahan yang

desentralisasi. Rakyat dapat mengelola daerah mereka sendiri dalam rangka

menyelenggarakan otonomi daerah.

Pasca ditetapkannya COVID-19 sebagai pandemi global yang

mempengaruhi aspek kesehatan masyarakat, ternyata juga berpengaruh dan

meluas ke aspek-aspek lain. Di Indonesia sendiri kemudian berdampak pada aspek

pemerintahan, yakni hubungan pusat dan daerah atas penanggulangan COVID-19

dalam konteks aspek layanan medis yang diberikan kewenangan

penyelenggaraannya di daerah. Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah

ketika kasus pertama terjadi, namun payung hukum dianggap belum lengkap dan

komprehensif untuk menjadi senjata pemerintah daerah dalam upaya

penanggulangan COVID-19. Walaupun dianggap terlambat sejak kasus pertama

yang terjadi di Indonesia, akhirnya beberapa produk hukum dari pemerintah pusat

diterbitkan pada waktu yang bersamaan pada 31 Maret 2020 sebagai bukti

13
komitmen negara yang memprioritaskan kebijakan penanganan kesehatan di atas

kepentingan politik dan ekonomi yakni:

1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020

tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan

untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial

Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19);dan

3) Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat Corona Virus 2019 (COVID-19).

Peran pemerintah daerah amat sentral dalam upaya pengendalian

penyebaran pandemi COVID-19 dengan kaitannya dengan kewenangan

daerah. Berlandaskan norma hukum yang digunakan sebagai landasan

kewenangan daerah yakni daerah dapat melaksanakan kewenangan

sebesar-besarnya ,selain hal yang berkaitan dengan suatu tugas eksekutif

yang oleh regulasi ditetapkan sebagai tangung jawab pusat. Dengan kata

lain, penyelenggaraan pemerintah di level lokal tetap harus bersandar pada

regulasi yang dibentuk pusat. Merujuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Pasal 22 terdapat kewajiban daerah, jika dikaitkan dengan

penanganan COVID-19 ada pada Pasal 22 huruf a dan f disebutkan :

“Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban


melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

14
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.”

Upaya penanganan penyebaran pandemi COVID-19 jika merujuk

pada payung regulasi yang digunakan dalam penanganan COVID-19

yakni:

1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Permasalahan di level daerah adalah Pemerintah daerah belum dibekali

cukup kewenangan dalam penanganan COVID-19 meski pemerintah pusat telah

mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Pemerintah yakni opsi Pembatasan

Sosial Berskala Besar. Sehingga variasi kebijakan masing- masing pemerintah

daerah berbeda-beda. Regulasi tersebut tidak menegaskan upaya penegakan

hukum yang spesifik, substansinya hanya mengulang kebijakan pembatasan

sosial. Semestinya Peraturan Pemerintah menjelaskan lebih spesifik dan

operasional terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar sehingga tidak terjadi

kegamangan bagi Pemerintah daerah serta Pemerintah daerah dalam hal ini tidak

menafsirkan sendiri Peraturan Pemerintah yang ada terkait Pembatasan Sosial

Berskala Besar. Contohnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020

tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pasal 4 ayat (1) huruf a “Pembatasan

Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja”,

pada pasal ini tidak menjelaskan lebih operasional istilah “libur”. Libur dimaknai

15
dengan “bebas dari bekerja dan masuk sekolah”. Alih-alih libur, pemerintah pusat

memberlakukan program belajar , bekerja dari kediaman masing- masing sebagai

opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar. Sedangkan peliburan tempat kerja pada

nyatanya tidak efektif bagi para pekerja informal harian dan Usaha Menengah

Koperasi dan Mikro (UMKM).

Berdasarkan analisa yang diterbitkan oleh Disaster Management Research

Unit CSIS Indonesia (M.H.Abiyan D, 2020:3-4), Posisi pemerintah daerah seperti

memakan buah simalakama. Hal ini dikarenakan oleh kerancuan pendekatan

penanganan COVID-19 di Indonesia. Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 7

Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease

(COVID-19), setidaknya terdapat empat Undang-Undang (UU) yang dijadikan

rujukan penerbitan yaitu UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit

Menular, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan.

Sejatinya, keempat undang-undang ini mengadopsi pendekatan yang relatif

berbeda di mana tiga UU pertama menekankan model penanganan berjenjang atau

desentralisasi, sementara UU terakhir menggarisbawahi peran pemerintah pusat

yang dominan. Merujuk pada ketiga UU pertama, pemerintah daerah justru

memiliki kekuatan politik-hukum utama untuk melakukan tindakan

penanggulangan seperlunya manakala terdapat tersangka wabah di

wilayahnya,menetapkan status darurat bencana sesuai cakupan skala

administratifnya,serta menyampaikan secara berkala jenis dan persebaran

16
penyakit yang berpotensi menular dalam waktu singkat beserta daerah sumber

penularannya.

Terlepas dari meningkatnya kebutuhan (demand) akan peran daerah dalam

penanganan COVID-19 di Indonesia beberapa waktu ke depan, yang jauh lebih

penting untuk dipastikan adalah kapasitas tiap daerah seiring dengan

meningkatnya penyebaran ini. Mengingat bahwa COVID-19 belum ditemukan

obat penawarnya, maka elemen utama yang perlu dijamin adalah ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan rujukan setidak-tidaknya di tingkat provinsi, serta

ketersediaan anggaran di tingkat provinsi dalam penanganan COVID-19 baik itu

untuk memberikan insentif bagi tenaga medis, melakukan pengadaan alat

kesehatan yang dibutuhkan, ataupun membangun sarana prasarana darurat.

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan wilayah yang secara individual

akan paling rentan terdampak mengingat tidak hanya jumlah pasien potensial

yang tinggi dan rumah sakit rujukan terbatas, namun juga provinsi ini tidak

didukung oleh kapasitas anggaran yang cukup. Oleh karenanya, dukungan dari

pemerintah pusat setidak-tidaknya perlu dipersiapkan khususnya untuk

membangun sarana dan prasarana pelayanan darurat. Hal lain yang juga tidak

kalah penting dilakukan adalah mendorong agar terutama daerah-daerah seperti

Kota Baubau yang masih mempertahankan status siaga darurat untuk segera

meningkatkan status penanganan COVID-19 dalam rangka mewaspadai risiko

perubahan drastis ini.

2.3. Aspek Penetapan Kenaikan Harga Barang

17
Pada dasarnya gambaran sederhana tentang harga merupakan suatu

komponen penting yang berpengaruh terhadap laba/keuntungan produsen

(pelaku usaha) dalam menjual barang dan/jasa. Di sisi lain, harga juga

menjadi pertimbangan konsumen sebelum membeli barang dan/jasa yang

dibutuhkannya. Tinggi atau rendahnya suatu harga ditetapkan berdasarkan

beberapa faktor seperti: permintaan, biaya, pemasaran, dan sebagainya.

2.3.1. Kenaikan Harga Barang Dari Aspek Hukum Dagang

Dalam aspek formil tentu ada regulasi yang mengatur tentang itu,

sehingga dalam keadaan apapun Negara selalu hadir dalam mengakomodir

kepentingan semua pihak sesuai dengan amanah konstitusi dalam frasa

'memajukan kesejahteraan umum', dengan maksud untuk mengatur tatanan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara secara aman dan tentram

dengan cara memberdayakan kearifan lokal yang ada didaerah tersebut

sebagai manisfestasi dari kemauan politik (Political will) Negara Kesatuan

Republik Indonesia. setiap intrumen atau regulasi tersebut akan selalu

hadir sebagai penuntun dan penunjuk arah bagi penyelenggaraan kegaiatan

ekonomi dalam hal penetapan harga yang terjadi (Syamsuddin Pasamai,

2014:212-213).

Hukum dagang ini menjadi salah satu hukum yang masuk kedalam

kategori hukum perdata, lebih tepatnya yaitu hukum perikatan. Alasanya

yaitu karena hukum dagang ini memiliki kerikatan dengan tindakan

manusia dalam urusan dagang. Aspek formil yang diuraikan di atas tentu

saja mencakup dasar dari Hukum dagang itu sendiri. Achmad Iksan

18
mendefinisikan Hukum Dagang sebagai (lalalaila.com, di akses pada

tanggal 11 Januari 2021):

“Hukum dagang merupakan sebuah pengaturan masalah


perdagangan yang timbul dari tingkat laku manusia dalam
perdagangan disuatu perekonomian.”

Penetapan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi tujuan

pemasaran perusahaan, strategi bauran pemasaran, biaya, dan metode

penetapan harga. Sedangkan faktor eksternal meliputi sifat pasar dan

permintaan, persaingan, dan elemen lingkungan yang lain

(hukumonline.com, Diakses pada tanggal 4 Januari 2021).

2.3.2. Kenaikan Harga Barang dari Aspek Hukum Persaingan Usaha

Pada hakikatnya, keberadaan hukum persaingan usaha adalah

mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat dan

efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha

melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para pesaingnya.

Keberadaan Undang-undang Persaingan Usaha yang berasaskan demokrasi

ekonomi juga harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan masyarakat, sehingga undang-undang

tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam

mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia (Susanti Adi

Nugroho, 2012:4).

Pelaku usaha juga harus cukup cermat terhadap segala bentuk

risiko yang mungkin akan terjadi dalam menjalankan usahanya. Seperti,

19
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama

melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat.

Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan

atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan. Ada

beberapa ketentuan terkait harga dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat yang perlu diketahui sebagai berikut:

1. Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa

yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar

bersangkutan yang sama.

Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi:

a) suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

b) suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan

pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda

dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan

atau jasa yang sama.

3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang

dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

20
4. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau

jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau

jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada

harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan

memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan

kepentingan umum dengan tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan

melindungi konsumen; menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui

terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian

kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang; mencegah praktek-

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan

pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan

usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai

salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.3.3. Kenaikan Harga Barang dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen

Selain dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, ketentuan

mengenai harga juga diatur dalam Undang-UndangNomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha dalam hal penjualan

yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang

mengelabui/menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif

21
barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. Jadi, larangan yang diatur

adalah menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum

melakukan obral. Pelaku usaha yang melanggar tersebut di pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Pada dasarnya mengenai perilaku menaikkan harga menjadi sangat tinggi

oleh pelaku usaha secara eksplisit tidak diatur sebagai hal yang dilarang

dalam melakukan usaha. Yang dilarang adalah antara pelaku usaha yang

satu dengan yang lainnya melakukan perjanjian harga atau menaikkan

harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan

dua bidang yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada intinya hukum

perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang

menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Definisi hukum konsumen dan

hukum perlindungan konsumen diberikan secara komprehensif oleh Bapak

Az. Nasution (2006:20-21), yaitu :

“Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum


konsumen. Definisi hukum konsumen adalah sebagai keseluruhan
asas dan kaidah yang mnegatur hubungan dan masalah penyediaan
dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan
penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.”

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan

untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya

perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang

mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi

22
persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Di

samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam

pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha

kecil dan mencegah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan

penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan

dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa

pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan

perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun

manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan

Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara

Undang-Undang Dasar 1945

2.4. Kerangka Pikir

Kenaikan Harga Barang Kebutuhan


Pokok Akibat Pandemi Covid-19

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah.

Penyebab dari kenaikan harga Upaya pemerintah dalam


barang kebutuhan pokok menanggulangi kenaikan harga
23 barang kebutuhan pookok
24
BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dimaksud adalah suatu tempat atau wilayah dimana

penelitian tersebut akan dilaksanakan. Berdasarkan judul “Tinjauan Hukum

Kenaikan Harga Barang Kebutuhan Pokok Ditengah Pandemi Covid 19 Di Kota

Baubau (Studi Di Pasar Wameo Kota Baubau)”, maka peneliti menetapkan lokasi

penelitian di Pasar Wameo Kota Baubau serta beberapa Instansi terkait dalam

penanggulangan masalah yang diteliti.

1.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain berupa: Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari perundang-undangan,

tulisan atau makalah-makalah, buku-buku, dan dokumen atau arsip serta bahan

lain yang berhubungan dan menunjang dalam penulisan ini.

1.3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun yang peneliti lakukan untuk memperoleh dan mengumpulkan data

adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka yaitu: Pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai

literatur, baik buku artikel,laporan penelitian maupun materi kuliah yang

diperoleh serta sumber bacaan lain yang relevan dengan masalah.

2. Interview (wawancara) yaitu : Teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dan obyek

24
penelitian, serta meminta data-data kepada pihak yang terkait dengan

penulisan ini.

1.4. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh sebagaimana disebutkan di atas, agar menjadi sebuah

karya ilmiah yang terpadu dan sistematis, dihubungkan dengan teori kemudian

dianalisis secara kualitatif dan dideskripsikan dengan jalan menguraikan dan

menggambarkan permasalahan yang berhubungan dengan masalah ini. Proses

Analisis data dalam penelitian kualitatif ini bahwasanya dimulai dengan menelaah

seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,

pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi,

dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Melalui keseluruhan kegiatan

analisis data tersebut diarahkan untuk mempersiapkan upaya menemukan

penyelesaian yuridik (S. Irianto dan Shidarta, 2009:143), tentunya dalam hal ini

terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

25
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Sebab kenaikan barang kebutuhan pokok ditengah Pandemi Covid-19 di

Kota Baubau

Pandemi Corona mulai mewabah sejak dikonfirmasinya dua kasus pertama

positif di Indonesia. Rasa kekhawatiran dan takut tertular virus tersebut mulai

dirasakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat kota Baubau. Rasa

kekhawatiran ini menjadikan perilaku masyarakat berubah dari kebiasaannya.

Tindakan untuk menjaga diri dan upaya memenuhi kebutuhan menjadi salah satu

perilaku yang berubah. Salah satu perilaku yang berubah adalah membeli dan

memborong kebutuhan dan sembako lebih dari yang dikonsumsi setiap harinya.

Pembelian yang berlebihan dalam satu waktu di tengah wabahnya Virus Corona

bisa saja didasari oleh kecemasan yang tinggi. Dalam ekonomi, perilaku orang

yang memburu suatu barang khususnya barang-barang yang dianggap urgen oleh

semua orang tentunya akan mempengaruhi sisi permintaan karena kelangkaan

barang tersebut. Sebagaimana berlakunya hukum penawaran dan permintaan: jika

terjadi permintaan tinggi karena jumlah barang yang sedikit, maka berpotensi

harga barang terbut dapat melonjak naik.

Jika sebagian besar masyarakat melalukan pembelian barang secara

berlebihan di saat bersamaan, maka dapat menyebabkan stok barang mendadak

menipis hingga menjadi langka untuk periode waktu tertentu. Hal ini tentunya

dapat langsung berdampak buruk bagi masyarakat lainnya. Kondisi ini tentu dapat

dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi keuntungan

26
pribadi semata. Hal semacam ini tentunya akan merugikan banyak orang yang

lebih membutuhkan dan berdampak pada ketidakseimbangan pasar. Fenomena

merabaknya tindakan kepanikan dimasa pandemi ini ternyata menyebabkan

kelangkaan barang yang diakibatkan dengan adanya lonjakan permintaan dalam

waktu singkat. Secara jelas, hal ini dapat mengganggu distribusi pangan yang

sebenarnya dapat dikendalikan sejak awal Pandemi.

Kekhawatiran kita ditengah kondisi kepanikan jika kepanikan terus

berlanjut, maka masyarakat akan terus melakukan tindakan kepanikan tersebut

dalam hal memenuhi kebutuhannya dan terjebak pada informasi yang

menyesatkan. Terlebih lagi, jika tidak ada perana pemerintah dalam

menanggulangi dan menghambat perilaku masyarakat di luar batas. Mak bencana

Pandemi tidak saja bukan hanya menjadi ancaman pada kesehatan, juga menjadi

bencan dalam kesejahteraan masyarakat.

Tindakan penimbunan terhadap barang-barang tertentu yang dilakukan

dengan sengaj meskipun digunakan demi penyelamatan dan keuntungan diri

sendiri dalam pandangan falsafah masyarakat Baubau (Buton) sangat tidak

mencermnkan bhinci-bhinciki kuli. Dimana penimbunan ini diupayakan untuk

mendapatkan keuntunga semata sehingga dapat merugikan dan membahayakan

orang lain. Mesipun secara motif, untu kebutuhan sehari-hari tanpa dijual

kembali, tentunya hal ini akan berpengaruh pada pasokan barang yang tidak

masimal di pasar wameo khususnya. Dan lebih parah lagi jika kepentingan

penimbunan barang tersebu secara tidak langsung merebut hak orang kain yang

lebih membutuhkan seperti masker yan dibutuhkan oleh pihak medis.

27
Menurut amatan peneliti, sebab utama kenaikan harga barang pokok di

Kota Baubau adalah fenomena Panic Buying. Tindakan Panic Buying jika dikaji

dalam sosiologi dapat digolongkan pada perilaku koletif yang muncul tiba-tiba,

secara spontan, dan diluar kebiasaan sebagai respon cepat terhadap setau perilaku

maupun keadaan (Bahri, 2014). Beberapa Keadaan yang bisa memnuculkan

tindakan panic buying diantaranya adalah karena konflik manusia, bencana alam,

dan wabah atau Pandemi. Maka dapat dikatakan bahwa tindakan Panic Buying

pada Pandemi Corona saat ini merupakan perilaku masyarakat yang terjadi secara

tiba-tiba dan tidak dapat dikontrol.

Panic Buying adalah perilaku Penimbunan barang yang dilakukan oleh

konsumen atau masyarakat ketika situasi dipandang gawat atau darurat sebagai

upaya menjaga stok kebutuhan pokok. Perilaku ini kerap muncul sebagai bentuk

persiapan menghadapi bencana atau wabah, sehingga masyarakat berasumsi

bahwa adanya kekhawatiran jika tidak membeli dalam jumlah banyak, maka stok

barang tersebut akan habis, atau harga barang akan semakin mahal. Dalam hal ini

karena penyebaran virus corona tidak sudah sampai pada skala zona merah,

sehingga kepanikan msayarakat Baubau semakin merebak membuat harga

sejumlah komoditi kebutuhan pokok dipasar tradisional mengalami kenikan

drastis, terlebih semenjak kebijakan pemerintah telah memberlakukan perumahan

para pekerja yang ada di seluruh Indonesia. Dan hal ini dipengaruhi adanya isu

wabah viorus corona. Penting bagi pemerintah daerah Kota Baubau untuk

melakukan penjaringan atas potensi kenaikan harga barang-barang tersebut yang

28
secara tersirat kemudian diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020

Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang

Penetapan dan Penyimpanan BarangKebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Sehingga meskipun keadaan masyarakat dalam kepanikan, Pemerintah Kota

Baubau tetap dapat mengendalikan harga sehingga tidak dimanfaatkan secara

berlebihan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Adapun beberapa penyebab masyarakat melakukan tindakan Panic Buying

ditengah Pandemi Corona, antara lain:

1. Tindakan Panic Buying bisa dipengaruhi orang lain karena adanya transfer

dan perilaku meniru dan mengamati orang lain untuk melakukan hal yang

sama.

2. Tindakan Panic Buying untuk menghindari resiko, baik dari sisi

ketersediaan, keamanan, dan sisi finansial. Karena sebagian besar

masyarakat beranggapan untuk dapat menekan resiko jika sudah

mendapatkan barang dalam jumlah banyak.

3. Tindakan Panic Buying dilakukan untuk memberikan rasa ketenangan

pada diri pelakunya akibat kecemasan karena keadaan yang tidak menentu.

4. Tindakan Panic Buying bisa dipengaruhi karena didasari oleh

ketidakpastian keadaan yang dihadapi.

Secara implisit, tindakan Panic Buying dapat direflesikan pada sebuah

kecemasan dan ketakutan individu akibat sebuah ancaman. Tindakan Panic

Buying dalam sisi psikologi juga berhubungan dimensi interpersonal. Konflik

psikologis, stress, rasa takut, cemas, dan khawatir (tidak aman), dan perasaan

29
tidak tenang menjadi pemicu paling utama. Pada dimensi lingkungan juga

menjadi faktor masyarakat melalukan tindakan Panic Buying. Kurangnya

Ketersediaan barang dan informasi yang bersumber dari masyarakat dan media

massa yang terkadang dapat mengakibatkan masyarakat berperilaku demikian.

Selain itu, ancaman yang nyata seperti pandemi juga menjadi peran penting yang

menyebabkan pola perilaku kognitif masyarakat dapat berubah.

Maraknya tindakan Panic Buying menjadi salah satu respon cepat

masyarakat dengan adanya wabah Pandemi Corona. Informasi yang kurang tepat

yang beredar di media social menjadikan masyarakat diliputi ketakutan dan

berlomba-lomba mencari rasa aman. Tindakan Panic Buying menjadi langkah

utama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan memunculkan perilaku

boros. Perilaku boros ditandai dengan tindakan pembelian tanpa perencanaan

untuk memenuhi hasrat keinginan dan bukan pada kebutuhan. Sedangkan

kebutuhan yang harus diutamakan harus sesuai dengan kebermanfaatan.

Pada sisi ekonomi, secara jelas perilaku Panic Buying akan mengakibatkan

peningkatan cepat pada volume pembelian yang menyebabkan kenaikan harga

secara signifikan. Dalam konteks ekonomi, tindakan Panic Buying juga akan

mengurangi penawaran dan mengakibatkan penawaran meningkat. Panic Buying

juga disandingkan dengan ketidakmerataan informasi dan respon keserakahan

akan suatu barang karena takut barang itu habis atau harga barang itu semakin

naik. Walaupun di masa pandemi, masyarakat diperbolehkan untuk melakukan

persiapan dalam keadaan genting. Secara bijak, pemerintah menyarankan bagi

30
masyarakat untuk lebih bijak dalam melakukan belanja untuk ketersediaan barang

tetap stabil dan dinikmati oleh orang banyak.

Untuk itu, masyrakat dihimbau untuk tetap tenang dalam menghadapi

panic buying, diantaranya ialah:

a. Membatasi penjualan barang, missal setiap orag hanya diperbolehkan

membeli dalam jumlah tertentu dalam waktu tertentu (perhari atau

perminggu)

b. Membuat aturan prioritas bagi orang-orang yang membutuhkan misalkan

APD dan masker untuk tenaga medis.

c. Pemerintah bekerjasama dengan masyarakat dalam mengendalikan dan

mengontrol distribusi barang secara merata dan tepat sasaran

d. Menyediakan pembelian daring dengan menerapkan jumlah barang dan

prioritas kebutuhan

e. Menyebarkan informasi yang positif, jelas, dan transparan akan

ketersediaan barang

f. Menekan penyebaran informasi yang menyesatkan (Hoaks) menerapkan

besaran harga lebih mahal jika konsumen membeli barang dari jumlah

yang diperlukan

g. Serta ikut berperan aktif dalam kegiatan sosial dan penggalangan dana

bagi masyarakat yang terdampak pandemi.

Untuk mengantisipasi dan memitigasi tindakan Panic Buying lebih sering

lagi, Maka diperlukan informasi yang jelas dan sumber dari pihak-pihak yang

berwenang. Hal ini diupayakan untuk meredam tekanan psikologis masyarakat

31
agar tidak bertindak gegabah dan di luar perencanaan. Langkah Konkret yang

dapat diupayakan juga bisa dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan donasi

dan pembagian masker gratis bagi masyarakat. Dengan menyikapi fenomena

Pandemi Corona, tidak selayaknya memanfaatkan keadaan untuk kepentingan

pribadi. Sanksi tegas pun dapat diberlakukan bagi masyarakat jika tetap

melakukan kegiatan Panic Buying. Maka diharapkan peran Pemerintah dan

Masyarakat sangat penting dalam menghadapi krisis ekonomi pada saat ini.

Terlebih lagi jika masyarakat sadar untuk selalau mementingkan kepentingan

bersama demi terciptanya rasa aman dan nyaman di lingkungan keluarga, sosial

dan masyarakat. Beberapa komponen kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan

harga antara lain adalah gula, bawang putih, bawang merah, telur, daging dan

beberapa bahan pokok lainnya. Tidak hanya pasar-pasar tradisional yang

mengalami kenaikan harga, barang sembako pun juga semestinya. Dikarenakan

stok-stok bahan pokok yang sedikit atau terbatas dan itu mengalami harga jual

menjadi tinggi, maka hukum pasar akan berlaku, karena dengan barang yang

sedikit dan harga akan bergerak naik. Untuk mengantisipasi hal tersebut saat ini

pemerintah sudah mengeluarkan kebijaka membuka kran impor, dimana kebijakan

ini akan dilakukan hingga masa produksi petani-petani sudah bisa berjalan dengan

lancar kembali.

Dampak pandemic ini sangatlah dirasakan oleh masyarakat kota Baubau

yang masih dominan beraktifitas jual beli di pasar tradisional seperi pasar Wameo.

Tahun 2020 adalah saat yang sangat dirasakan oleh masyarakat karena Setiap

bulan perubahan harga sembako tentunya sangat fluktustif dimana fluktustif ini

32
dipengaruhi dengan banyak dan kurangnya ketersediaan pangan. Sehingga harga

pangan tersebut bisa dikatakan ada yang murah dan ada juga yang mahal. Namun

sejak awal tahun 2021 pemerintah, dalam hal ini adalah pemerintah Kota Baubau

berhasil mengupayakan kestabilan harga kebutuhan pokok ditengah pandemic

covid 19 sehingga dapat kita rasakan hari ini, terlebih menjelang ramadhan

seluruh harga kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan harga.

Upaya pemerintah dalam menekan potensi kenaikan harga sangatlah patut

diapresiasi, karena ini berhubungan langsung dengan capaikan kerja keras dari

pemerintah kota Baubau dalam menanggulangi penyebaran covid 19 yang secara

tegas menerapkan protocol kesehatan bagi setiap pelaku ekonomi di pasar

Wameo. Upaya tersebut kemudian secara massif dilakukan dengan melibatkan

semua pihak-pihak berkepentingan dalam hal ini adalah komunikasi aktif dari

pihak pemda, kepolisian, TNI, dan juga LSM , serta organisasi-organisasi

kepemudaan yang ada di Kota Baubau.

4.2. Upaya Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam menanggulangi naiknya

harga barang kebutuhan pokok ditengah Pandemi Covid-19

Pemerintah bertugas mengatur dan mengawasi proses distribusi barang

secara maksimal agar terhindar dari kelangkaan barang serta masyarakat diberikan

edukasi secara bertahap dalam memanfaatkan bahan pokok yang tersedia dengan

normal dan wajar. Jika hal ini dapat dicapai, maka situasi kondusif ditengah

pandemi ini dapat tercapai secara maksimal. Sikap tolong menolong, empati dan

tenggang rasa sangatlah diperlukan baik dari sisi individu maupun bersama

33
dengan masyarakat lainnya sebagai wujud kepedulian sosial dan mendorong

ghirah kebersamaan antar sesama umat manusia.

Pada dasarnya sebelum melakukan langkah-langkah yang dapat

meperngaruhi kondisi pasar secara signifikan tentu harus ada fakta dilapangan

yang akan dijadikan pertibangan objektif guna kedepan dijadikan sebagai bahan

utama melahirkan kebijakan yang sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi

pandemic dan imbasnya tehdap kenaikan harga barang dipasar Wameo Kota

Baubau dapat digambarkan langsung dari hasil wawancara (Tanggal 1 April 2021)

bersama Bapak Elman seorang pedagang bahan pokok di Pasar Wameo :

“Selama masa pandemic covid-19, aktifitas di pasar Wameo masih tetap


jalan tetapi pengunjungnya sudah berkurang, meskipun pemenuhan
kebutuhan barang untuk sembako masih tetap lancar. Dari amatan
narasumber bahwa untuk kenaikan harga bahan pokok di pasar Wameo
hampir tidak ada dikarenakan hampir tidak adanya pembeli semasa
pandemic. Dalam hal menjalankan protocol kesehatan, setiap orang yang
beraktifitas di pasar sudah sangat patuh”.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota

Baubau dalam menekan naiknya harga barang kebutuhan pokok berdasarkan data

yang dihimpun dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Baubau adalah

memaksimalkan kordinasi dengan pemerintah daerah ditingkat provinsi sebagai

upaya untuk lebih memaksimalkan kinerja dalam menjaga stabilitas harga dan

ketersediaan bahan pokok adalah :

1. Koordinasi antar instansi, yang antara lain :

a. Berkordinasi secara penuh dengan Kementrian perdagangan, TPID

(Tim Pengendalian Inflasi Daerah), Satgas Pangan dan pemerintah

34
daerah Kab/Kota Se-Sultra, serta OPD terkait dan pelaku usaha.

Hal ini perlu dilakukan dengan maksimal mengingat Kota Baubau

adalah sentral wilayah konsumtif tertinggi sehingga menarik

potensi perdagangan yang menopang beberapa daerah disekitarnya.

b. Melakukan kordinasi berupa fasilitasi dengan BUMN seperti

Bulog dan pelaku usaha.

c. Koordinasi dengan instansi terkait mengenai kelancaran distribusi

dari setiap bahan pokok yang beredar di pasar, khususnya pasar

wameo.

2. Penguatan Regulasi yang telah dituangkan dalam ketentuan UU

Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 26 ayat (3)

mengamanatkan bahwa “dalam menjamin pasokan dan stabilisasi

harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, menteri

menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistic serta

ekspor dan impor”, yang antara lain :

a. Harga acuan dan HET (Harga Eceran Tertinggi) beras, Gula Pasir,

Minyak Goreng dan Daging beku.

b. Pendaftaran Pelaku Usaha Bahan Pokok.

3. Pemantauan dan pengawasan, yang dilakukan dengan pantauan

terhadap harga dan stok bahan pokok oleh tim TPID (Tim

Pengendalian Inflasi Daerah) dan satgas pangan Provinsi di Pasar

tradisional Wameo, pelaku usaha bahan pokok, bulog dan ritel modern.

35
4. Upaya khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Baubau

adalah dengan melakukan kegiatan pasar murah yang melibatkan

distributor bahan pokok, OPD terkait, Bulog dan Ritel modern

Upaya tersebut dilakukan oleh pemerintah kota Baubau mengingat

pengendalian harga adalah bagian menjaga kestabilan ekonomi masyarakat Kota

Baubau yang cukup tinggi daya konsumtifnya. Sangat disadari bahwa kondisis

pasar tardisional wameo sangatlah ramai mengingat kapasitas pasar yang besar

sehingga memungkinkan banyak para pedagang untuk melakukan aktifitas

penjualan, jumlah tersebut pastilah berbanding lurus dengan jumlah para

pengunjung atau konsumen. Dalam kondisi normal pasar wameo adalah salah satu

tujuan utama bagi masyarakat kota Baubau secara umum karena banyaknya

jumlah kebutuhan pokok yang bisa tersedia dan dijangkau oleh masyarakat, akan

tetapi dalam kondisi pandemic yang kita alami hari adalah menjadikan masyarakat

merasa cemas dengan adanya informasi penularan penyakit.

Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh peneliti terkait beberapa

kenaikan harga barang bahan pokok sebenarnya tidak mengalami kenaikan yang

cukup signifikan, akan tetapi ini tetap menjadi acuan terhadap fakta terjadinya

keniakan harga dimasa pandemic covid-19. Adapun beberapa bahan pokok yang

mengalami kenaikan berdarkan Laporan Perkembangan Harga Barang Kebutuhan

Pokok dan Strategis Lainya Bulan Maret Minggu ke-empat tanggal 30 Maret

2021, dapat dilihat dalam grafik dibawah ini :

36
100,000
90,000
80,000
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
Gula Merah Minyak Goreng Kemasan Tepung Bumbu Dapur

Minggu sebelum PSBB Minggu Setelah PSBB

1. Harga gula merah yang mengalami persentasi kenaikan harga sebesar

25.0% yang disebabkan banyaknya permintaan pasar menjelang hari-

hari besar keagamaan.

2. Beberapa harga minyak goreng kemasan 5 liter seperti Bimoli, sania

dan Fortune mengalami kenaikan ditingkat distributor harga sebesar

1.4% sampai 2.7% sehingga para pedagang ikut menyesuaikan

kenaikan harga.

3. Beberapa merk tepung seperti KOmpas dan Rose Brand mengalami

kenaikan harga dengan persentase 9.1% sampai 18.2% karena

banyaknya permintaan konsumen memasuki bulan Ramadhan. Dll.

4. Bumbu dapur seperti merica dan ketumbar mengalami kenaikan harga

perkilo dengan persentase sampai dengan 12.5% karena jumlah

permintaan yang tinggi.

37
5. …….Beberapa barang yang mengalami kenaikan harga selanjutnya

dapat dilihat dalam lampiran hasil penelitian ini.

Ditengah kondisi pandemic hari ini yang oleh sebagian masyakat dianggap

sudah “longgar”, menjadikan pasar tradisional wameo kemudian kembali padat

pengunjung. Kendati demikian, pemerintah kota Baubau tetap melakukan upaya

tegas dalam penanggulangan covid 19 sehingga tidak ada lagi keterangan zona

merah seperti yang terjadi pada tahun 2020 lalu. Ketegasan pemerintah Kota

Baubau bisa dilihat dalam Peraturan Wali Kota Baubau Nomor 35 Tahun 2020

tentang Percepatan Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),

dimana sekalipun aktifitas pasar telah kembali pada kondisi normal, masyarakat

masih tetap diminta untuk menjalankan protocol kesehatan yang telah ditentukan.

Berikut hasil wawancara (Tanggal 1 April 2021) dengan Kepala Dinas Perdagangan

dan Perindustrian Kota Baubau Bapak La Ode Ali Hasan :

“Langkah yang dilakukan pemerintah daerah terhadap protokol keshetan


antara lain, melakukan anjuran pemerintah terkait dengan protokol
kesehatan, untuk itu penjual diaharapkan menjaga jarak, kemudian semua
pembeli dan penjual wajib menggunakan masker dan rajin mencuci tangan
sebelum kepasar dan sepulang dari aktifitas di pasar. anjuran ini
sebenarnya tidak hanya dilakukan di pasar Wameo, tetapi diseluruh pasar
yang ada di Kota Baubau demi terciptanya tindakan penanganan yang
maksimal dan demi keselamatan warga Kota Baubau.”

Pengendalian harga bahan pokok di pasar wameo pada dasarnya tidak

harus menjadi tanggung jawab pemerintah sendiri, melainkan dibutuhkan peran

aktif dari para pelaku usaha dalam melakukan sinergitas kepada pemerintah

38
daerah dalam menjaga kestabilan harga sehingga terciptanya pasar yang kondusif.

Adapun dukungan pelaku usaha yang diperlukan adalah :

1. Menjaga harga pada tingkat wajar sesuai dengan harga acuan yang

ditetapkan oleh pemerintah.

2. Tidak melakukan penimbunan barang dalam rangka spekulasi

3. Melakukan antisipasi pasokan menjelang puasa-lebaran baik dari sisi

jumlah maupun ketetapan waktu pendistribusian barang ke gudang dan

pasar.

4. Merealisasikan penugasan untuk pemenuhan pasokan yang diberikan

pemerintah/Kementrian Perdagangan.

Pentinganya sinergitas yang diuraikan di atas menjadi salah satu item yang

sangat penting bagi kita untuk keluar dari jalan panjang yang menguji moralitas

kita sebagai manusia. Seiring waktu, maka informasi yang tepat dan transparan

sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam mengakses informasi terkait

perkembangan Pandemi. Selebihnya dalam nalurinya pun masyarakat selalu

dituntut untuk bersyukur akan segala situasi yang dihadapi. Semakin masyarakat

mampu bersyukur maka keinginan untuk mengkonsumsi semakin rendah.

Berdasarka pandangan penulis pun perilaku konsumsi memiliki tujuan untuk

mencapai aspek materi dan aspek spiritual dalam konsumsi. Ketercapaian kedua

aspek ini menyeimbangkan antara kepentingan bersama di setiap barang

konsumsi, akan menjadikan kehidupan dalam diri menjadi lebih dan semakin

optimis.

39
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Adapun sebab dari kenaikan harga barang berdasarkan hasil penelitian ini

adalah perilaku kepanikan yang terlalu berlebihan yang disebut juga panic

buying. Tindakan Panic Buying yang sedang merambah di masyarakat

Kota Baubau ketika adanya pandemic corona tidak dapat dibenarkan

dalam dalam kondisi apapun. Meskipun dalam motif untuk berjaga-jaga

dan membuat rasa aman bagi konsumen. Karena secara langsung tindakan

Panic Buying ini berdampak pada ketidakmerataan distribusi bahan pokok

dan bahan kebersihan lainnya. Panic Buying juga dapat meningkatkan

persaingan yang curang demi keuntungan pribadi dan mengabaikan

kebutuhan masyarakat. alasan yang juga menyebabkan kenaikan harga

barang adalah mis-informasi yang menyebabkan ketimpangan antara

jumlah konsumen dan penjual. kenaikan harga bisa tejadi ketika jumlah

konsumen lebih dominan ketimbang jumlah pedagang yang ada di pasar

Wameo.

2. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota

Baubau dalam menekan naiknya harga barang kebutuhan pokok adalah

memaksimalkan kordinasi dengan pemerintah daerah ditingkat provinsi

sebagai upaya untuk lebih memaksimalkan kinerja dalam menjaga

stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok adalah Koordinasi antar

instansi, Kementrian perdagangan, TPID, Satgas Pangan dan pemerintah

40
daerah Kab/Kota Se-Sultra, serta OPD terkait dan pelaku usaha,

Melakukan kordinasi berupa fasilitasi dengan BUMN seperti Bulog dan

pelaku usaha, Koordinasi dengan instansi terkait mengenai kelancaran

distribusi dari setiap bahan pokok yang beredar di pasar, khususnya pasar

Wameo, Penguatan Regulasi, yang antara lain seperti Harga acuan dan

Pendaftaran Pelaku Usaha Bahan Pokok.

5.2 Saran

1. Pemerintah Daerah Kota Baubau harus lebih rutin melakukan sosialiasi

terhadap setiap informasi yang menunjang ditengah pancemi covid-19 agar

tidak ada lagi mis informasi ditengah masyarakat yang bisa berkaibat pada

kondisi social dan ekonominya. Kepentingan ini harus diwujudkan agar

menjaga kestabilan perokonomian masyarakat kota Baubau yang sangat

konsumtif serta menjaga iklim pergangan sehingga para pedagang masih

bisa tetap mendapatkan kesejahteraannya di tengah pandemic covid-19.

2. Pemerintah Daerah Kota Baubau harus lebih masif bertugas mengatur dan

mengawasi proses distribusi barang secara maksimal agar terhindar dari

kelangkaan barang serta masyarakat diberikan edukasi secara bertahap

dalam memanfaatkan bahan pokok yang tersedia dengan normal dan

wajar. Jika hal ini dapat dicapai, maka situasi kondusif ditengah pandemi

ini dapat tercapai secara maksimal. Sikap tolong menolong, empati dan

tenggang rasa sangatlah diperlukan baik dari sisi individu maupun

bersama dengan masyarakat lainnya sebagai wujud kepedulian sosial dan

mendorong nilai kebersamaan antar sesama umat manusia yang

41
dilandaskan pada jargon kerja pemerintah yaitu Polima : Po bhinci-

bhinciki kuli, po maa-maasiaka, po pia-piara, po angka-angkataka, dan po

maa-maasiaka.

42
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agus Dwiyanto,dkk. Reformasi:Tata Pemerintah dan Otonomi Daerah, Cetakan


Pertama. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah
Mada. 2003. Yogyakarta
Aminuddin Ilmar. Hukum Tata Pemerintahan. Prenadamedia Group. 2014.
Jakarta.

Andi Bahri. Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Studi
Islamika, Vol. 11, No. 2. 2014.

Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar. Diadit Media.


2006. Jakarta

Dayat NS Wiranta. Penguatan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendorong


Pertumbuhan Ekonomi Lokal : Peluang dan Tantangan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Jurnal Lingkar Widyaiswara : Pusat Kajian
da Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Lembaga Administrasi Negara
Vol.2 No.3. 2015. Jatinangor.

Diyar Ginanjar. Peran Pemerintah Daerah Pada Penanganan Covid-19. Jurnal


Politik Pemerintahan Dharma Praja IPDN Vol.13. No.1. 2020. Jatinangor.

H. Fendy Djohar, S. Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.


Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah Vol. 19 No.3. 2017.
Manado
H.M.Busrizalti. Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Cetakan
Pertama.Total Media. 2013. Yogyakarta.
M.H. Abiyan Dzakwan. Memetakan Kesiapan Pemerintah Daerah dalam
Menangani COVID-19. Centre for Strategic and International Studies
(CSIS). 2020. Jakarta.
Sarbinnor Karim. Pemimpin Merakyat yang Memimpin Dengan Hati. Indomedia
Global. 2019. Jakarta Selatan.
Sulistyowati Irianto dan Shidarta. Metode Penelitian Hukum : Kontelasi dan
Refleksi. Yayasan Obor Indonesia. 2009. Jakarta.
Susanti Adi Nugroho. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan
Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Kencana Prenadamedia Group. 2012.
Jakarta

1
Syamsuddin Pasamai. Sosiologi dan Sosiologi Hukum : Suatu Pengetahuan
Praktis dan Terapan. Arus Timur. 2014. Makassar.
Website

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58e0c696c0373/hukumnya-
jika-pelaku-usaha-menetapkan-harga-barang-jasa-yang-sangat-tinggi/.
Diakses Pada Tanggal 04 Januari 2021.

https://lalalaila.com/hukum-dagang/. Diakses Pada Tanggal 11 Januari 2021.

Regulasi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan


Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan
BarangKebutuhan Pokok dan Barang Penting

Anda mungkin juga menyukai