Nim : 201901P009
Semester :5 B1 / Sore
‘Aul menurut bahasa mengandung banyak pengertian, diantaranya termakna dhalim dan
menyeleweng, sebagaimana difirman Allah di dalam Al-Qur’an Surah an-Nisa’ ayat 3 yang
artinya : yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya pengertiannya mereka
berbuat dzalim dan menyeleweng.
‘Aul adalah : keadaan berlebihnya saham-saham para ahli warits terhadap angka asal
masalah, sehingga apabila harta pusaka itu dipilih-pilih atau dipecah-pecah sejumlah angka asal
masalah pasti tidak cukup untuk memenuhi saham-saham dzawil furudh. Oleh karena itu
terpaksa asal masalahnya ditambah, sehingga seluruh golongan ash-habul furudh, mendapat
kebagian warisan. Dengan demikian kekurangannya dipikul oleh semua ahli waris tanpa
menghalangi seorangpun dari warisan.
‘Aul terjadi saat makin banyaknya ashabul al-furud sehingga harta yang dibagikan habis.
Padahal masih ada diantara para ahli waris yang belum menerima bagian. Dalam keadaan
tersebut kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya sehingga seluruh harta waris
dapat mencukupi jumlah ashabul furud yang ada, meskipun bagian mereka menjadi berkurang.
Cara menyelesaikan masalah aul, yakni dalam hal jumlah saham-saham ash-habul furudh
melebihi asal masalah, maka untuk memenuhi saham-saham mereka itu secara sempurna tidak
mencukupi, untuk itu asal masalah harus dengan saham-saham para ahli warits, dan sebagai
akibatnya nilai masing-masing saham berkurang besarnya.
Beberapa cara yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan masalah ‘aul diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Setelah diketahui bagian masing-masing ash habul furudh hendaklah dicari asal
masalahnya, kemudian dicari saham-saham dari masing-masing ash habul furudh itu
dari angka asal masalah, lalu saham-saham keseluruhannya itu dijumlah, maka asal
masalah yang semula ditasbihkan dengan menambahkan angka tertentu sehingga
besarnya sama dengan jumlah saham-saham para ahli waris, dengan kata lain, asal
masalah baru dipakai ialah jumlah saham-saham yang seharusnya diterima oleh para
ahli waris. Cara inilah yang lazim ditempuh oleh para ahli faraidh pada umumnya.
2. Jumlah sisa kurang dari harta yang terbagi ditanggung oleh ash habul furudh secara
seimbang dengan jalan mengurangi penerimaan masing-masing sesuai dengan
perbandingan besar kecilnya saham.
3. Mengadakan perbandingan saham-saham ash habul furudh yang satu dengan yang
lain, kemudian saham-saham mereka dijumlah. Jumlah ini dipergunakan untuk
membagi harta pusaka, kemudian bertitik tolak pada pembagian ini dapat diketahui
nilai tiap-tiap bagian, dengan demikian dapat ditetapkan bagian yang seharusnya
diterima oleh masing-masing ahli warits.
Seorang wanita meninggal dunia dengan meninggalkan warits seorang ayah, ibu, seorang anak
perempuan, dan seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, maka asal masalahnya diambil dari
enam, dan jumlah sahamnya adalah enam, maka dalam masalah ini tidak terjadi ‘aul, karena
sahamnya sesuai dengan asal masalahnya.
Adapun contoh ‘aul masalah dua belas adalah sebagai berikut di bawah ini:
Seorang laki-laki meninggal dunia meninggalkan ahli warits istri, dua orang saudara perempuan
sekandung dan seorang ibu maka bagian masing-masing ahli warits adalah sebagai berikut:
Asal masalahnya ‘Aul dari (2) menjadi (13) yang dua belas dibuang di tetapkan tiga belas
sebagai asal masalahnya.
Radd berarti mengembalikan sisa harta warisan kepada ashabul furud menurut bagian yang di
tentukan mereka ketika tidak adanya ashib nasabi (Ashobah nasabiyah). Dari definisi di atas
dapat di simpulkan bahwa syarat dalam radd adalah tidak adanya ashib nasabi, karena dia yang
akan mendapatkan sisa dari warisan yang telah di bagikan kepada ashabul furud .
Rukun Radd:
1) Anak perempuan
5) Ibu.
6) Nenek
( Dalam hal ini suami atau istri tidak mendapat bagian lagi)
Contoh:
Seorang meninggal ahli waris terdiri dari suami dan ibu. Harta peninggalan 60.000.00o.
Sisa RP. 10.000.000. diraddkan (ditambahkan ) untuk Ibu. Karena hanya ibu yang berhak
mendapatkan tambahan.