DISUSUN OLEH :
1.1.Latar Belakang
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini
menyerang tanpa disadari oleh penderitanya.Katarak terjadi secara perlahan - lahan.
Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali
lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan
masalah kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi
yang dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada
2020 jumlah penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa.
Prediksi tersebut menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi
mereka yang telah berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula
resiko kesehatan mata. WHO memiliki catatan mengejutkan mengenai kondisi kebutaan
didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada
di negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di
Asia Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut Spesialis Mata dari RS Pondok
Indah Dr Ratna Sitompul SpM, tingginya angka kebutaan di Indonesiadisebabkan usia
harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat. “karena beberapa penyakit mata
disebabkan proses penuaan. “Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia tua,
semakin banyak pula penduduk yang berpotensi mengalami penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah katarak
(0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan
mata yang terjadi karena perubahan lensa mata yang keruh.Dalam keadaan normal
jernih dan tembus cahaya.Selama ini katarak banyak diderita mereka yang berusia
tua.Karena itu, penyakit ini sering diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat
berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang
Indonesia mengalami kebutaan karena katarak dan rata - rata diderita yang berusia 40 -
55 tahun.
Penderita rata - rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara
mereka tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena
proses degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data
statistik lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55
persen orang berusia 75 - 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak
(Irawan, 2008).
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk melakukan pengkajian Pada Ny.V dengan Gangguan Sistem Persepsi
Sensori : Katarak
2. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.V dengan Gangguan
Sistem Persepsi Sensori : Katarak
3. Untuk menyusun rencana tindakan pada Ny.V dengan Gangguan Sistem
Persepsi Sensori : Katarak
4. Untuk melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada Ny.V dengan
Gangguan Sistem Persepsi Sensori : Katarak
5. Untuk mengevaluasi hasiltindakan keperawatan pada Ny.V dengan Gangguan
Sistem Persepsi Sensori : Katarak
2.1 Katarak
2.1.1 Defenisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya
(Ilyas, 2008).Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang di proyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan secara bertahap (Istiqomah, 2003)
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan yang
terjadi pada semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun. (Muttaqin, 2008).
Gangguan koagulasi
penerimaan
sensori/status mengabutkan pandangan
organ indera
penglihatan
KATARAK
2.1.5 Manifestasi Klinis Katarak
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.Biasanya pasien
Nyeri
mengalami penurunan ketajaman penglihatan
Post op dan silau serta gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan. Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan
tampak kekuningan, abu - abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun - tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan (Suddarth, 2001).
2.1.6 Komplikasi
Adapun komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien yang mengalami
penyakit katarak adalah sebagai berikut :
1. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea,
sehingga menimbulkan reaksi radang / alergi.
2. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga
mengganggu aliran cairan bilik mata depan (Istiqomah, 2003).
2. Batas Karakteristik
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai
59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun Depkes, membagi
lansia sebagai berikut :
a) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa
vibrilitas
b) Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c) Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium
15
menua (aging process) merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang.
Menurut Paris Constantinides, 1994 Menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil)
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan
terhadap injury (termasuk infeksi) tidak seperti pada saat
kelahirannya,
b) Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang
mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaraingan lain sehingga
tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit.
c) Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa
penampilan seseotang mulai menurun. Pada setiap orang,
fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Namun
umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada
umur 20–
d) 30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan
berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
4. Perubahan Fisik
a) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih
besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan,
lambat dalam respon waktu untuk meraksi, mengecilnya
saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis,
atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum
karena meningkatnya keratin
c) Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan
hlangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk
16
speris, lensa keruh, meningkatny ambang pengamatan
sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
d) Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku
, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap
tahun setelah berumur 20 tahun sehingga
menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
f) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan
gizi buruk, indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput
lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian
hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
g) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR
menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi
melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika
urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat
retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas
55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput
lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
h) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan
basal
17
metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti :
progesteron, estrogen dan testosteron.
i) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi
kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal.
Kuku menjadi keras dan rapuh.
j) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan
makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang
yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut
dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban
bergerak. otot kam dan tremor.
5. Perubahan Fisiologis
a) Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali
kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat
pendidikan atau pengetahuan serta situasi lingkungan.
Intelegensi diduga secara umum makin mundur terutama faktor
penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih
terekam baik kejadian masa lalu.
b) Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam
akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena
tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk
mandiri serta cenderung bersifat entrovert.
18
6. Masalah-masalah yang lazim terjadi pada lansia
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan
sangat beragam, tergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupan
nya dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan
dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan
bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa pensiun dengan
menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat untuk
memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak
pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman
yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah atau
bermain domino di klub pria lanjut usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu
membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
a. Minat
Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah
dalam kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut usia.
Lazimnya minat dalam aktifitas fisik cendrung menurun dengan
bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut
jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak
dapat diragukan bahwa hal hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosial.
b. Isolasi dan Kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut
usia terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang
mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin
menurunnya kualitas organ indera yang mengakibatkan
ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya.
Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa terputus dari
hubungan dengan orang-orang lain.
19
Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih
parah lagi adalah perubahan sosial, terutama mengendornya
ikatan kekeluargaan. Bila orang usia lanjut tinggal bersama
sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran
terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi
orang lanjut usia menjadi terisolasi dalam arti kata yang
sebenarnya, karena ia hidup sendiri.
Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan
perasaan dengan akal melemah dan orang cendrung kurang
dapat mengekang dari dalam prilakunya. Frustasi kecil yang
pada tahap usia yang lebih muda tidak menimbulkan masalah,
pada tahap ini membangkitkan luapan emosi dan mereka
mungkin bereaksi dengan ledakan amarah atau sangat
tersinggung terhadap peristiwa-peristiwa
20
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak
adalah :
b. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia (Katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi
pada umumnya pada usia lanjut dan Pada pasien dengan katarak
konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun,
sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40
tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah
30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia >
40 tahun), jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar
matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau
yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar
radioaktif/sinar-X, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
1) Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala
utama katarak).
2) Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
3) Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.
4) Perubahan daya lihat warna.
5) Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar
sangat menyilaukan mata.
6) Lampu dan matahari sangat mengganggu.
7) Sering meminta ganti resep kaca mata.
8) Lihat ganda.
21
9) Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
10) Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien
seperti :
1) DM
2) Hipertensi
3) Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
e. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan
aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan.
f. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan
penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di
sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala
tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu
pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras
dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri
tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan
sakit kepala.
h. Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan
22
sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid /
toksisitas fenotiazin.
i. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati
adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan
(penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya
dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat
dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati
lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak
bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang
bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
j. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin terganggu
dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke
retina ayau jalan optic.
2) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina,
dan mikroaneurisme.
3) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik/infeksi.
4) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan
untuk memastikan aterosklerosis.
5) Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control
diabetes.
23
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operatif
1) Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan
penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara
terapeutik dibatasi.
2) Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur
3) Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang
prosedur tindakan pembedahan
3. Perencanaan
a. Pre-Operatif
1) Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan
penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara
terapeutik dibatasi.
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam
diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam
batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
a) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
b) Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi
Mandiri
a) Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua
mata terlibat.
b) Orientasikan klien tehadap lingkungan.
c) Observasi tanda-tanda disorientasi.
d) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan
menyentuh.
24
e) Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang
tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan
perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
f) Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil
dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Rasional
a) Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi
sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
b) Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan,
menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
c) Terbangun dalam lingkungan yang tidak di kenal dan
mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan
kebingungan terhadap orang tua .
d) Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan
menurunkan bingung.
e) Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan
resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
f) Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan
memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
25
a) Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang
nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
b) Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke
sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
c) Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba,
menggaruk mata, membongkok.
d) Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus
bila sembuh dengan anastesi.
e) Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh,
bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan
relaksasi.
f) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
g) Observasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil
berbentuk buah pir.
Kolaborasi:
a) Berikan obat sesuai indikasi: Antiemetic, contoh
proklorperazin (Compazine), Asetazolami
Rasional : Membantu mengurangi rasa takut dan
meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
3) Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang
prosedur tindakan pembedahan.Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 2x24 jam diaharapkan kecemasan px berkurang
dengan criteria hasil:
a) Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa
cemas/takutnya.
b) Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan
kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat
diatasi.
c) Pasien dapat mengungkapkan pemahaman mengenai
informasi pembedahan yang diterima.
26
d) Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda-
tanda verbal dan nonverbal.
e) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran
dan perasaan takutnya.
f) Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
g) Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi,
harapan dan akibatnya.
h) Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap
melakukan prosedur tindakan
i) Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap
ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.
Rasional
a) Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima oleh individu.
b) Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
c) Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat
kecemasan.
d) Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka
mengurangi kecemasan dan kooperatif.
e) Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.
f) Mengurangi perasaan takut dan cemas.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan
terhadap pasien yang mengalami katarak disesuaikan dengan
intervensi yang telah dirancang atau disusun sebelumnya.
27
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita katarak
adalah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada intervensi.
Evaluasi ini berdasarkan pada hasil yang di harapkan atau perubahan
yang terjadi.
28
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.V
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KATARAK
DI PANTI SOSIAL SENTANI .
A. Pengkajian
Tanggal /jam MRS :18 Desember 2021 / 10:00 WIT
Ruang : Bangsal Wanita
No Register : 192021
Tgl /pengkajian : 19 Desember 2021
Diagnosa Keperawatan : Katarak
1. Indentitas
Nama : Ny.V
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SMA
Suku / bangsa : Toraja
Status : Sudah Menikah
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn.J
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kloofkam
Hubungan dengan Klien : Anak
29
B. Keluhan utama :
1. Keluhan Utama saat MRS : Penglihatan kabur seperti ada kabut pada mata kanan
dan kiri
2. Keluhan Utama saat pengkajian : Penglihatan kabur seperti ada kabut pada mata
kanan dan kiri
F. Genogram
Genogram:
Keterangan :
30
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Meninggal
: Tinggal serumah
31
1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan :
Pasien mengatakan pada saat sakitnya parah langsung dibawa ke Rumah Sakit
4. Pola aktivitas
32
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Mobilitas Rutin Mandiri Dibantu
Waktu Senggang Menonton TV Beristirahat
Mandi Mandiri Dibantu
Berpakaian Mandiri Dibantu
Berhias Mandiri Dibantu
Toileting Mandiri Dibantu
Makan Minum Mandiri Dibantu
Tingkat Ketergantungan Mandiri Dibantu
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
33
8. Pola hubungan-peran
Hubungan pasien dengan anak serta isterinya baik
I. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
2. Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala simetris, kulit kepala bersih tidak ada lesi dan masa
Rambut beruban, distribusinya merata
Palpasi
Tidak ada massa
34
Tidak ada nyeri tekan
3. Mata
Inspeksi
Kelopak mata tampak simetris
Konyungtiva anemis
Sclera warna putih
Pupil miosis, tampak kabut berwarna putih pada kedua pupil
Ketajaman mata 3/3
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
terdapat tekanan intra okuler ( TIO ) pada kedua mata
4. Telinga
Inspeksi dan Palpasi
Pinna tampak simetris, tidak terdapat lesi dan massa
Tragus tidak terdapat nyeri tekan
Lubang telinga terdapat serumen, tidak terdapat peradangan atau pendarahan
Fungsi pendengaran baik
5. Hidung
Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi dan massa
Tidak ada secret
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada 8 sinus
6. Mulut
Inspeksi dan palpasi
35
Bentuk simetris, tidak ada lesi dan massa
tampak bersih
terdapat sedikit karies gigi
Tidak ada nyeri tekan
7. Leher
Inspeksi
Bentuk tampak simetris, tidak lesi dan masa
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
8. Thoraks /Dada
Inspeksi
Bentuk dada simetris, normal chest
Ekspansi dada kanan dan kiri simetris
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Vocal fremitus teraba simetris
Perkusi
Bunyi perkusi sonor
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler
9. Jantung
Inspeksi
Bentuk dada simetris
Denyut apeks tidak terlihat
36
Palpasi
Denyut apeks teraba
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
Bunyi perkusi jantung redup
Auskultasi
Bunyi Jantung 1 (LUB) :
Katub Mitral (ICS 5 linea media clavikularis sinistra)
Katub Trikuspidalis (ICS 4 linea media clavikularis sinistra)
10. Abdomen
Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi dan masa
Auskultasi
Peristaltik usus : 12x/menit
Perkusi
Perkusi hepar : Pekak
Perkusi gaster : Timpani
Perkusi lien : Timpani
Palpasi
Palpasi hepar : Teraba dan tidak ada nyeri tekan
Palpasi Lien : Teraba dan tidak ada nyeri tekan
Palpasi Ginjal : Teraba dan tidak ada nyeri tekan
Kandung kemih : Tidak terdapat distensi urin
37
11. Ekstremitas
Inspeksi dan Palpasi
Atas kekuatan otot tangan kanan dan kiri 5, tidak terdapat edema pada tangan
bagian kanan dan kiri pasien, serta terpasang infus pada tangan kiri.
5 5
5 5
b) Optik (Sensorik) : Pasien kurang dapat membedakan warna biru dan ungu
serta penglihatan kabur
38
f) Abdusen (Motorik) : Pasien dapat menggerakkan bola mata ke kiri dan ke
kanan.
l) Hipoglossus (Motorik) : Pada saat bicara lidah pasien bergerak sesuai dengan
kata yang dikeluarkan.
39
MINI MENTAL STATE EXAM (MMSE)
(Menguji Aspek2 Kognitif dari Fungsi Mental)
Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimum
Orientasi
5 (tahun)(musim)(tanggal) (bulan apa sekarang?)
5 Dimana kita: (Negara ) (provinsi) (Kota)
(Rumah sakit) (lantai)
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek :
1 detik utk mengatakan masing2, Beri 1 poin
utk setiap jawaban yg benar
Mengingat
3 Meminta utk mengulang ketiga objek diatas
Berikan 1 poin utk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2poin)
Mengulang hal berikut: tidak ada jika, dan atau
tetapi (1poin)
Nilai Total
Ket: Nilai maksimal 30, Nilai 21 atau < indikasi
adanya kerusakan kognitif yg memerlukan penyelidikan lanjut
1. Pengkajian Gerontik SPMSQ ( Short Portable Mental Status Quistionare)
Merupakan instrumen pengkajian sederhana yg digunakan utk menilai fungsi
intelektual/mental dari lansia.
40
Format :
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONAIRE
( SPMSQ )
Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia
Skore no Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini ?
41
Compos mentis 4
Apatis 3
Confise/ Sopor 2
Coma 1
3 Aktivitas:
Ambulan 4
Ambulan dengan bantuan 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
4 Mobilitas:
Bergerak bebas 4
Sedikit bergerak 3
Sangat terbatas 2
Tidak bisa bergerak 1
5 Inkontinensia:
Tidak ada 4
Kadang-kadang 3
Sering inkontinensia alvi 2
Inkontinensia alvi dan urine 1
Skore 20 : normal
Skore 15-19 : kerusakan ringan
Skore 10-14 : ,, sedang
Skore 4-9 : ,, berat
3. Instrumen Pengkajian ADL dgn Indeks Barthel (IB) dan Indeks KatZ
1) Indeks Barthel (IB)
IB merupakan suatu instrumen pengkajian yg berfungsi mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta
dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan
42
fungsional bagi pasien2 yg mengalami g3 keseimbangan menggunakan
10 indikator yaitu:
43
2= Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0=tergantung bantuan orang lain
1=membutuhkan bantuan, tapi dpt melakukan beberapa
hal sendiri
2=mandiri
8 Tranfer 0=tidak mampu
1=butuh bantuan utk bisa duduk(2 orang)
2=bentuan kecil(1 orang)
3=mandiri
9 Mobilitas 0=immobile(tdk mampu)
1=menggunakan kursi roda
2=berjalan dgn bantuan 1 orang
3=mandiri( meskipun menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
10 Naik turun tangga 0=tidak mampu
1=membutuhkan bantuan
2=mandiri
44
b. Kontinen(bak/bab), c. Berpindah,. d.Kekamar kecil,
e. Mandi dan f. berpakaian (Maryam,R,Siti,dkk,2011)
45
Bergantung : bantuan mandi lebih dari 1 bgn tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, serta tdk mandi sendiri
2. Berpakaian
Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancingi atau mengikat pakaian
Bergantung : tidak dpt memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
3. Kekamar kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genetalia sendiri
Bergantung: menerima bantuan utk masuk kekamar kecil dan
menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri:berpindah ke dan dari tempat tidur utk duduk,bangkit dari kursi
sendiri.
Bergantung : bantuan dlm naik dan turun dari tempat tidur atau kursi, tdk
melakukan satu, lebih berpindah.
5. Kontinen
Mandiri: BAK/BAB seluruh dikontrol sendiri
Bergantung: Inkontinensia partial/lokal, penggunaan kateter, pispot,
enema dan pembalut (pampers)
6. Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bantuan: bantuan dlm hal mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tdk makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT)
46
Tabel Modifikasi Indeks Katz (Maryam,R,Siti, 2011)
47
keluarga dlm hal penggunaan uang, aktivitas sosial yg dilakukan
dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan
17 Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan keagamaan, sosial,
rekreasi, olahraga dan menyalurkan hobi
Ket: Analisa Hasil: 13- 17 : mandiri
0 - 16 : ketergantungan
No Pengkajian Nilai
skala
1 Apakah Jatuh: Riwayat jatuh 3 bulan terakhir Tidak: 0
Ya : 25
2 Apakah lansia memiliki penyakit > 1 penyakit Tidak:0
Ya :25
3 Alat bantu jalan + berpegangan pada benda: Tidak : 0
- Bedrest/ dibantu perawat……………………………………… 15
- Kruk/ tongkat,berpegangan pada benda-benda disekitar( kursi,
lemari, meja, tembok dll)
…………………………………………………………………………… 30
4 Apakah terpasang infus Tidak :0
Ya :
20
5 Gaya berjalan
- Normal………………………………………………………… 0
- Bedrest/ immobile ( tidak dapat bergerak sendiri, lemah (tidak
bertenaga)…………………. 10
- Gangguan / tidak normal ( pincang/diseret) 20
6 Lansia:
- Menyadari dirinya…………………………………………. 0
- Mengalami keterbatasan daya ingat……………… 15
48
Jumlah :
Keterangan:
- Resiko Rendah : 0-24
- Resiko Tinggi : >24
K. Pemeriksaan Laboratorium
N JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI
O NORMAL
L. Terapi
Nama obat Metode dosis Jam pemberian
pemberian
M. Klasifikasi Data
49
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan : Pasien tampak :
- Penglihatan kabur seperti ada kabut Keadaan umum : Sakit sedang
pada mata kanan dan kiri Kesadaran : Composmentis GCS :
- merasa silau apabila melihat 15
cahaya serta mata berair BB sebelum sakit : 65 kg
TB : 165 cm
BB saat ini : 65 kg
BB ideal : 58,5 kg
Status Gizi : 23,9 Kg/m2 (Normal)
Status Hidrasi : Normal
Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 86 x/mnt
RR : 22 x/mnt
SB : 36,50C
spO2 : 98%
- Konyungtiva anemis, HB : 9,40 gr/dl
- tampak kabut berwarna putih pada
kedua pupil
- Ketajaman mata 3/3
N. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
1. DS : pasien Perubahan kimia dalam Gangguan sensori-
mengatakan protein perseptual:
- Penglihatan kabur seperti penglihatan
ada kabut pada mata kanan Koagulasi
dan kiri
50
- merasa silau apabila
melihat cahaya serta Mengabutkan pandangan
mata berair
DO : tampak kabut Gangguan penerimaan
berwarna putih pada kedua sensori/status organ
pupil
- Ketajaman mata 3/3 Menurunnya ketajaman
penglihatan
- terdapat tekanan intra
okuler ( TIO ) pada
Gangguan persepsi sensori-
kedua mata
perseptual penglihatan
51
mengatakan ingin katarak
cepat sembuh.
DO : -Pasien tampak Kurang pengetahuan tentang
cemas penyakitnya
Gelisah
Ansietas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
52
RENCANA KEPERAWATAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
PADA NY.V DENGAN DIAGNOSA KATARAK
DI PANTI SOSIAL SENTANI
53
kabut pada mata memungkinkan, penderita H/ tampak terlihat tampak berair
kanan dan kiri dengan kriteria barang kebutuhan
- merasa silau hasil: pasien mudah di
apabila melihat 1. Menunjukkan jangkau A:
cahaya serta mata penurunan 3. Mengurangi Masalah
berair gejala sensori kebisingan tidak
DO : tampak kabut yang berlebihan 3. Kurangi kebisingan 3. Memberikan H/ Ruangan tampak teratasi
berwarna putih 2. kenyamanan 12:10 hening
pada kedua pupil Meningkatkan WIT P:
- Ketajaman ketajaman 4. Memberikan periode Lanjutkan
mata 3/3 penglihatan istirahat yang tidak intervensi 6
3. Mengenal 4. Berikan periode 4. Memenuhi kebutuhan terganggu min 2-4 jam dan7
- terdapat gangguan istirahat yang tidak istirahat 12:15 H/ kebutuhan istirahat
tekanan intra sensori dan terganggu min 2-4 WIT pasien terpenuhi
okuler ( TIO ) berkompensasi jam
pada kedua terhadap 5. Memberi penjelasan
mata perubahan secara sederhana dan
4. 5. Beri penjelasan 5. Menambah jelas tentang informasi
Mengidentifikas secara sederhana dan pengetahuan 12:20 yang dibutuhkan oleh
54
i bahaya jelas tentang WIT pasien
lingkungan informasi yang R/ pasien dapat
dibutuhkan oleh memahami penyebab
pasien terjadinya katarak
6. Mendorong pasien
untuk melakukan
6. Dorong pasien 6. Mencegah terjadinya kegiatan sederhana
untuk melakukan kerusakan saraf sesuai dengan
kegiatan sederhana 12:25 kemampuan
sesuai dengan WIT R/ pasien tampak
kemampuan sesekali berjalan dengan
dibantu
7. Mengkolaborasi
dengan medis dalam
pemberian terapi
7. Kolaborasi dengan 7. Membantu proses H/ Pemberian obat
medis dalam penyembuhan Asam mefenamat
pemberian terapi 12:30 3x500mg
55
WIT
1. Membantu
Setelah pemenuhan kebutuhan
dilakukan pasien sesuai
tindakan 1. Bantu pemenuhan 1. Agar kebutuhan pasien kemampuan pasien
2. Resiko jatuh keperawatan kebutuhan pasien terpenuhi R/ pasien tampak
b/d Gangguan
selama 1X24 sesuai kemampuan 12:03 dibantu dalam
penglihatan
(katarak) jam diharapkan klien WIT pemenuhan kebutuhan
DS : pasien
tidak terjadi sehari-hari S:
mengatakan
cedera aktifitas pasien
- Penglihatan
Dengan kriteria 2. Agar mengurangi 2. Melibatkan keluarga mengatakan
kabur seperti ada
hasil: faktor terjadinya resiko untuk mendukung lebih
kabut pada mata
1. Tidak ada jatuh kebutuhan pasien berhati-hati
kanan dan kiri
kelelahan 2. Libatkan keluarga R/ pasien tampak dalam
- merasa silau
,berdebar-debar untuk mendukung dibantu dalam berjalan
apabila melihat
saat aktivitas kebutuhan pasien pemenuhan kebutuhan sehingga
cahaya serta mata
2. RR: (16- 3. Faktor nutrisi berperan sehari-hari aktivitasnya
berair
20)x/menit penting dalam pemenuhan 12:07 sebagian
56
DO : tampak kabut 3. Nd : (60- kebutuhan hidup sehari- WIT 3. Menjelaskan dibantu
berwarna putih 100)x/menit hari pentingnya nutrisi yang
pada kedua pupil 4. TD: (100- adekuat
- Ketajaman 140)/(60-90) 3. Jelaskan R/ pasien dapat
mata 3/3 mmHg pentingnya nutrisi memahami pentingnya O:
yang adekuat 4. Mencegah terjadinya pemenuhan nutrisi yang pasien
- terdapat kekakuan pada sendi dan adekuat tampak
tekanan intra otot 12:12 lemah
okuler ( TIO ) WIT
pada kedua A:
mata 4. Merencanakan Masalah
5. Agar waktu untuk bersama pasien untuk teratasi
istirahat terpenuhi melakukan aktifitas
4. Rencanakan secara bertahap P:
bersama pasien untuk H/ pasien tampak Hentikan
melakukan aktifitas sesekali berjalan dengan intervensi
secara bertahap dibantu
5. Memotivasi pasien
untuk meningkatkan A:
57
12:17 waktu istirahat Masalah
5. Motivasi pasien WIT teratasi
untuk meningkatkan H/ kebutuhan istirhat
waktu istirahat pasien terpenuhi dengan P:
baik Hentikan
intervensi
12:22
1. Agar pasien dapat WIT
memperoleh
informasi yang
sesuai fakta
3. Ansietas b/d
stress situasional
akibat prosedur
1. Memberikan
Setelah informasi faktual
DS : pasien meliputi dignosa,
dilakukan
mengataka prognosis, dan terapi
tindakan sesuai kondisi pasien
n ingin 2. Pendampingan R/ pasien dapat
keperawatan 1. Berikan informasi
cepat bertujuan agar pasien
faktual meliputi memahami penyebab
selama 1x24 tidak merasa sendiri
sembuh. dignosa,
58
DO : -Pasien jam diharapkan prognosis, dan sehingga terjadinya katarak
terapi sesuai menimbulkan
tampak cemas Ansietas pasien
kondisi pasien ketakutan
berkurang
2. Mendampingi pasien
Dengn kriteria 12:25 untuk mengurangi
ketakutan pasien
hasil: 3. Respon kecemasan WIT
H/ pasien selalu
digunakan untuk
1. Kecemasan ditemani keluarganya
mengetahui adanya
berkurang perubahan emosi
3. Mengkaji respon
pada pasien
2. Dapat kecemasan verbal
2. Dampingi pasien
maupun non verbal
menjelaskan untuk mengurangi
pasien
ketakutan pasien
tentang H/ pasien mengatakan
merasa nyaman
penyakit,penata
laksaan,dan
prognosa 4. Terapi non
farmakologis 4. Memberikan terapi
penyakit 3. Kaji respon digunakan untuk S:
kecemasan verbal nonfarmakologis untuk
membuat pasien 12:27 pasien mengatakan
maupun non nyaman sekaligus mengurangi ansietas merasa tenang dan
verbal pasien mengurangi WIT
pasien nyaman
kecemasan yang
dialami pasien H/ pasien mengatakan
merasa tenang dan
nyaman
59
4. Berikan terapi 12:30
nonfarmakologis
WIT O:
untuk mengurangi
ansietas klien Pasien tampak rileks
12:32 A:
WIT Masalah
teratasi
P:
Hentikan
intervensi
60
61
CATATAN PERKEMBANGAN HARI PERTAMA
Nama : Ny.V Tgl pengkajian : 20 Desember 2021
Diagnosa : Katarak
09:15 WIT P:
Lanjutkan
intervensi 7
I:
7. Mengkolaborasi
dengan medis
dalam pemberian
terapi
09:20
62
E:
S:
Pasien mengatakan
masih merasakan
gangguan pada
penglihatan
O:
-Terdapat selaput
putih pada pupil dan
tampak berair
- Pasien tampak
dibantu saat
berjalan
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
63
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dalam melakukan “Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada Ny. V dengan masalah keperawatan katarak
di Panti Sosial Sentani, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Selama dalam tahap pengkajian, penulis tidak mengalami kesulitan
dan hambatan dalam pengumpulan data dan informasi yang
dibutuhkan oleh penulis. Hal ini dikarenakan adanya kerjasama yang
baik dari klien, orang terdekat dan tim medis lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan pasien yang di sertai dengan tindakan
keperawatan.dalam tinjauan teoritis penulis menemukan 4 diagnosa
keperawatan, sedangkan dalam tinjauan kasus penulis hanya
mengangkat 3 diagnosa keperawatan.Karena selama tahap pengkajian
penulis tidak menemukan semua persamaan antara diagnosa dari
tinjauan kasus dengan tinjauan teoritis.Karena itu tidak dialami
sepenuhnya oleh pasien yang di kaji oleh penulis.
3. Intervensi
Pada tahap intervensi penulis menetapkan beberapa rencana tindakan
yang sesuai dengan masalah - masalah yang dihadapi oleh pasien.
Dalam melakukan perencanaan ini penulis tidak menemukan
hambatan dan kesulitan dikarenakan semua rencana tindakan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang telah disesuaikan. Dan
perencanaan ini dibuat berdasarkan keadaan dan kondisi pasien.
4. Implementasi
Setelah menyusun beberapa rencana keperawatan kemudian penulis
melanjutkan kepada tindakan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang disesuaikan dengan perencanaan yang
berarti.Karena rencana tindakan yang dibuat dapat dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan. Hal ini dapat terlaksana dengan baik dikarenakan
adanya kerjasama yang baik antara perawat, orang terdekat klien, dan
tim medis lainnya.
64
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Dalam
tahap ini penulis mendapatkan hasil dari pengamatan masalah pasien
dan mendapat respon dari orang - orang disekitar pasien.Pasien
terhadap tindakan keperawatan yang di berikan.Meskipun tidak semua
masalah dapat teratasi namun asuhan keperawatan yang diberikan telah
banyak membantu dalam mengatasi masalah pasien.
5.2. Saran
1. Kepada pasien dianjurkan untuk tetap mempertahankan kebersihan
dirinya. Dan kepada penanggung jawab panti jompo khususnya di
sentani disarankan untuk terus memperhatikan kondisi klien baik itu
pola makannya, pola istirahatnya, dan sebagainya.
2. Kepada perawat yang ada di Sosial Lanjut Usia Wilayah Sentani.
Disarankan untuk lebih teliti dan lebih memperhatikan kondisi pasien.
Serta selalu memantau kondisi pasien. Terutama dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan diharapkan adanya kecermatan dan ketelitian
terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Kepada institusi, di harapkan laporan kasus ini dapat bermanfaat dan
dapat menambah referensi buku - buku terbaru tentang askep katarak.
DAFTAR PUSTAKA
65
Muttaqin, 2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan
Aplikasi. Salemba Medika ; Jakarta
Nursalam, 2001.Proses & Dokumentasi Keperawatan . Salemba Medika :
Jakarta
Tamsuri, 2008.Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal
Bedah.EGC : Jakarta
http://www.suaramedia.com/kesehatan/penyakit-katarak-menyerang-
anamuda.html
66