Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI


(BBLR, HIPERBILIRUBIN, ASPIKSIA)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing:
Ns. Dwi Retno Wulan, M.Kep.,Sp.Kep.An

Disusun Oleh:
Kelompok 11

Desy Novianti 32722001D19021

Fitri Sri Nuraeni 32722001D19035

Puspa Widianti 32722001D19081

Siti Maemunah 32722001D19103

Ujang Ruli 32722001D19115

Kelas:
2A D3 Keperawatan
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu
dengan pertolongan-Nya.

Salawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi


besar Muhammad SAW. ucapan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-
Nya, baik itu secara sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Anak.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kami mohon maaf apabila ada
terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada


dosen yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Sukabumi, 18 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Tujuan ....................................................................................................
C. Manfaat Makalah ...................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. BBLR........................................................................................................
B. Hiperbilirubin...........................................................................................
C. Aspiksia.....................................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan BBLR........................................................


B. Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin ...........................................
C. Konsep Asuhan Keperawatan Aspiksia ....................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat waktu lahir, tubuh bayi baru lahir berpindah dari ketergantungan
total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit ini dikenal
sebagai periode transisi-periode yang dimulai ketika bayi keluar dari tubuh ibu
dan berlanjut selama beberapa organ, misalnya paru-paru, mengalami
perubahan yang pesat sehingga selesai dengan sempurna dalam beberapa hari
setelah lahir. Sistem organ yang lain, seperti sistem hepatik, memerlukan
waktu lebih lama untuk berubah ke fungsi ekstrauteri.

Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah masa
neonatus (bayi baru lahir 0-28 hari). Komplikasi yang menjadi penyebab
kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi.Bayi
baru lahir sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme yang terpapar atau
terkontaminasi selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat
setelah lahir. Untuk tidak menambah resiko infeksi maka sebelum manangani
bayi baru lahir, pastikan penolong persalinan dan pemberi asuhan bayi baru
lahir telah melakukan upaya pencegahan infeksi (Depkes RI, 2008; h. 124).

Menurut WHO (World Health Organization) pada 2013, hampir 1 juta


bayi baru lahir meninggal pada hari mereka dilahirkan (16%) penyebabnya
adalah asfiksia dari semua kematian balita dan lebih dari sepertiga dari semua
kematian neonatal. Sebanyak 2 juta bayi baru lahir meninggal dalam tujuh hari
pertama setelah melahirkan, yang mewakili 73% dari semua kematian
neonatal. Antara tahun 1990 dan 2013, 86 juta bayi baru lahir yang lahir di
seluruh dunia meninggal dalam pertama 28 hari hidup mereka.
2

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
bayi resiko tinggi (BBLR, Hiperbilirubin, Aspiksia)
2. Tujuan Khusus
a) Agar mampu mengetaui dan mempelajari tentang BBL beserta
konsep asuhan keperawatannya.
b) Agar mampu mengetaui dan mempelajari tentang Hiperbilirubin
beserta konsep asuhan keperawatannya.
c) Agar mampu mengetaui dan mempelajari tentang Aspiksia beserta
konsep asuhan keperawatannya.
C. Manfaat Makalah
1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep asuhan
keperawatan pada bayi resiko tinggi (BBLR, Hiperbilirubin, Aspiksia)
2. Sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
bayi resiko tinggi (BBLR, Hiperbilirubin, Aspiksia), sehingga dapat
meningkatkan perkembangan, baik secara teori maupun praktik
keperawatan.
3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. BBLR
1. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir
kurang dari 2500 gram yang merupakan hasil dari kelahiran prematur
(sebelum 37 minggu usia kehamilan). Bayi dengan berat badan lahir
rendah sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas,
sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif
serta penyakit kronis di kemudian hari (WHO, 2004). Bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar
dikarenakan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat
kali lipat lebih tinggi dari kematian neonatal dari pada bayi yang berat
badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009). Bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari
2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat
terjadi pada bayi kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan)
atau pada usia cukup bulan (intrauterine growth retriction) (Wong,
2008).
Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bayi berat badan lahir
rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

2. Klasifikasi BBLR
a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :
 Prematuritas murni
4

Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu


dan berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut
neonates kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

 Baby small for gestational age (SGA)


Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA
terdiri dari tiga jenis.
a. Simetris (intrauterus for gestational age)
Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka
waktu yang lama.
b. Asimetris (intrauterus growth retardation)
Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.
c. Dismaturitas
Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk masa gestasi, dan si bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri, serta merupakan bayi kecil untuk
masa kehamilan.

b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :


 Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi
yang berat badannya kurang dari 2500 gram, tanpa
memperhatikan usia gestasi.
 Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan
bayi yang berat badannya kurang dari 1000 gram.
 Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan
bayi yang berat badannya kurang dari 1500 gram.
 Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi
yang berat badannya 1501 sampai 2500 gram.
 Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi
yang berat badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90
pada kurva pertumbuhan intrauterin.
5

 Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia


gestasinya merupakan bayi yang laju pertumbuhan
intrauterinnya lambat dan yang berat badan lahirnya kurang
dari persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
 Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada
bayi yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi
(terkadang digunakan istilah pengganti yang lebih deskritif
untuk bayi kecil untuk usia gestasinya)
 Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang
berat badan lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva
pertumbuhan intrauterin.

3. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
 Penyakit
 Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia,
infeksi kandung kemih.
 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi, HIV/AIDS, penyakit jantung.
 Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol

 Ibu
 Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan
pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang
dari 1 tahun).
 Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
6

 Keadaan sosial ekonomi


 Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi
rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan
pengawasan antenatal yang kurang.
 Aktivitas fisik yang berlebihan.

b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion,
plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain:
tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat
beracun.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah
(Mitayani, 2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45
cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari
33cm
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat
sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering mendapatkan serangan apnea.
7

g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan


menelan belum sempurna.

5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan
yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan
dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38
minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan
yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai
makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa
hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan
kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik
sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian
janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
8

secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi


BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah
(Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi
baru lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi)
ke paru-paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan
kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum
yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar
glukosa dibawah 40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada
BBLR, karena cadangan glukosa rendah ,terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran
surfaktan belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps.
Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam
alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk
pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi
baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
9

7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL),
Ht (normal: 33 -38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres
pernafasan bila ada.
Rentang nilai normal: 1)
1. pH : 7,35-7,45
2. TCO2 : 23-27 mmol/L
3. PCO2 : 35-45 mmHg
4. PO2 : 80-100 mmHg
5. Saturasi O2 : 95 % atau lebih
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter):
Trombositopenia mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan
menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi
pada kesehatan dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu
mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha bernafas, makan atau
mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Posisi telungkup merupakan
10

posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm dan BBLR yang dapat
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi
makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit
bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai
postur berbaring miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi
preterm dan BBLR tidak disukai, karena tampaknya mereka
kehilangan keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi
vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan
mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat
mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi
dan abduksi bahu, peningkatan ekstensi leher dan peningkatan
ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung melengkung.
Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi
telungkup (Wong, 2008).

b. Minimal handling
1. Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan
bantuan ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat
mencapai dan mempertahankan respirasi. Bayi dengan
penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan
dan penyakit bayi.
2. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah
pemberian kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi.
Bayi BBLR memiliki masa otot yang lebih kecil dan deposit
lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,
kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek
11

yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir
mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang
dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya
efek stres dingin.
3. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk
mencegah terkena penyakit. Lingkungan perilindungan dalam
inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti
merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang
ditularkan melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara
langsung berhubungan dengan jumlah personel dan peralatan
yang berkontak langsung dengan bayi.
4. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk
asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang
adekuat sangat penting pada bayi preterm, karena kandungan
air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan
dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan
permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis
terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang
sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap
kehilangan cairan.
5. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi
BBLR, tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti
makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan
metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi
bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral
atau dengan kombinasi keduanya. Kebutuhan bayi untuk
12

tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus dipenuhi dalam


keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada
sejak sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum
terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi,
dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara
medis) dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti
hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR
dan preterm yang terganggu memerlukan metode alternatif, air
steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan
terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR
dan toleransi terhadap pemberian makan sebelum dan
ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai asupan kalori yang
memuaskan dapat tercapai.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)


Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru Perawatan
metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara
perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi
BBLR. Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak
kedinginan yang membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan
dapat mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR
belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan
lemak dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi
BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi
karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung
kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi,
ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.
1. Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR
13

Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR


(Perinansia, 2008).
 Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi
menempel pada kulit ibu.
 Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
 Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher
sampai punggung bayi.
 Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan)
atau kaos dalam (laki-laki) selama PMK.
 Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-
jari lainnya, agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak
menutupi saluran napas ketika bayi berada pada posisi
tegak.
 tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara
kulit dada ibu dan bayi seluasluasnya
 Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya
ibu memakai baju yang longgar dan berkancing depan.
 Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas
dengan baik.
 Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi
hangat, memakai popok dan memakai kaus kaki.
 Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga
(ayah nenek, dll), dapat juga menolong melakukan kontak
kulit langsung ibu dengan bayi dalam posisi kanguru

d. Perawatan pada inkubator


Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu
lingkungan yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang
normal dan dapat mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya
terdapat dua macam inkubator yaitu inkubator tertutup dan
inkubator terbuka (Hidayat, 2005)
14

1. Perawatan bayi dalam inkubator tertutup


a. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila
dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka
inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen
harus selalu disediakan.
b. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui
hidung.
c. Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai
pakaian) untuk memudahkan observasi.
d. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan
kondisi tubuh.
e. Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat
kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.

2. Perawatan bayi dalam inkubator terbuka


a. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat
pemberian perawatan pada bayi.
b. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan
keseimbangan suhu normal dan kehangatan.
c. Membungkus dengan selimut hangat.
d. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk
mencegah aliran udara.
e. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang
melalui kepala.
f. Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat
badan sesuai dengan ketentuan.
15

B. HIPERBILIRUBIN
1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam


darah. (Wong, 2003 : 432) Peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada kulit,
sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang


kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143) Menurut
Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas)


yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk
transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik
untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

Perbandingan jenis-jenis utama hiperbilirubinemia tak terkonjugasi


(Wong, 2003 : 432) :

Ikterik
Ikterik berhubungan Penyakit
Ikterik ASI
fisiologis dengan hemolitik
menyusui ASI
Penyeba Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
b hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
16

bilirubin dari dikonsumsi menjadi Hati tidak mampu


hemolisis oleh bayi bentuk lemak mengkonjugasi
SDM sebelum ASI yang dapat dan
terbentuk larut, yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat Fototerapi menentukan Pra natal-transfusi
untuk bilirubin penyebab; bila (janin)
18-20 mg/dl kadar bilirubin Pencegahan
menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
17

pemberian ASI
tanpa
gangguan

2. Anatomi Fisiologi

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai


sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus
gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain
dalam tubuh untuk keperluan metabolik.

Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan


metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan
empedu yang memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta
penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan
limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam
empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara
waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan
untuk proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan
mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum (usus). (Brunner
Suddart, 2001 : 1150).

3. Etiologi

Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena;


polycethemia, issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia : salisilat,
18

kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,


cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi,
masalah metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan


hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh


lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus
berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

5. Patofisiologi

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
19

beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata


tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

6. Klasifikasi

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.


Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri)
20

- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Kadar Bilirubin Serum berkala.


- Darah tepi lengkap.
- Golongan darah ibu dan bayi.
- Test Coombs.
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi
Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak
jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg
%, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y
dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka


pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan darah tepi.


- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
21

- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.


- Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.
- Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan Bilirubin berkala.


- Pemeriksaan darah tepi.
- Skrining Enzim G6PD.
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :

1) penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan


darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2) kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3) hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4) infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit
karena toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5) kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
22

6) obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :


sulfonamid, salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7) Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

C. ASPIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta
sering berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder).
(Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat
disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.
(Fauziah dan Sudarti , 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan
dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. Patofisiologi asfiksia
23

Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah
ke dalam paru meningkat secara memadai. Bila janin kekurangan O₂
dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium
dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah
bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak
dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012)

3. Tanda dan gejala asfiksia


Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni
& Sudarti (2012). antara lain :
- Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung.
- Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
- Tangisan lemah atau merintih
24

- Warna kulit pucat atau biru


- Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
- Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100
kali per menit.

Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti
dan Fauziah 2012) antara lain :

- Pernapasan cuping hidung


- Pernapasan cepat
- Nadi cepat
- Sianosis
- Nilai APGAR kurang dari 6

4. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
a. Virgorous baby (Asfiksia ringan)
Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak
memerlukan tindakan istimewa.
b. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang)
APGAR score 4-6
c. Severe asphyksia (asfiksia berat)
APGAR score 0-3

5. Komplikasi asfiksia
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di
tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara
lain: perdarahan otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia,
kejang sampai koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013)
25

6. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti
dan Fauziah, 2013 ) yaitu :
- Pemeriksaan analisa gas darah
- Pemeriksaan elektrolit darah
- Berat badan bayi
- Penilaiaan APGAR Score
- Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

7. Penatalaksanaan asfiksia
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
- Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa
steril
- Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
- Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki,
mengelus-elus dada, perut dan punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan
resusitasi mouth to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan
asfiksia dengan cara : membungkus bayi dengan kain
hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan
memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10)
lakukan perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi,
perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan
adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian
26

kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda


pengenalbayi.
27
28

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan BBRL


a. Pengkajian
1. Pengkajian umum
 Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
 Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
 Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat
istirahat, kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
 Observasi adanya deformitas yang tampak.
 Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk,
hipotonia, tidak responsive, dan apnea.
2. Pengkajian respirasi
 Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi,
slang dada, atau devisiasi lainnya.
 Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping
hidung atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
 Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
 Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi,
mengi, suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting),
berkurangnya masukan udara, dan kesamaan suara napas.
 Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
3. Pengkajian kardiovaskuler
 Tentukan denyut jantung dan iramanya.
 Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
29

 Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum


intensity/ PMI), titik ketika bunyi denyut jantung paling keras
terdengar dan teraba (perubahan PMI menunjukkan adanya
pergeseran imediastinum).
 Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi
atau hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan
bercakbercak.
 Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
 Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang
dipakai.
4. Pengkajian gastrointestinal
 Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding
abdomen, tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status
umbilicus.
 Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan
dengan pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika
makanan keluar, jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan
tipe penghisap, dan haluaran (warna, konsistensi, pH).
 Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan). d.
Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya
darah.
 Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian genitourinaria
 Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
 Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH,
temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring
kecukupan hidrasi).
 Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam
mengkaji hidrasi).
30

6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
 Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas
terhadap rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
 Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
 Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar,
tonick neck, palmar).
 Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
 Tentukan suhu kulit dan aksilar.
 Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
 Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah,
tanda iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama
dimana peralatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan
dengan kulit. Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai
(missal plester, povidone-jodine).
 Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik,
terkelupas dan lain-lain.
 Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat
pada bayi dengan BBLR (NANDA, 2011):
1) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan imaturitas
fungsi paru dan neuromuscular
2) Tidak efektifnya thermoregulasi (hipertermi) berhubungan
dengan imaturitas kontrol dan pengatur suhu
3) Risiko infeksi berhubungan dengan masih rendahnya sistem
imun
31

4) Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan imaturitas sistem gastrointestinal, tidak
adekuatnya reflex hisap.

c. Intervensi
 Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan imaturitas
fungsi paru dan neuromuscular
- Observasi pola nafas, frekuensi , kedalaman, irama pernafasan,
(rasional : mengetahui adanya perubahan pola nafas )
- Tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi
(Rasional : mencegah penyempitan jalan nafas dan
menurunkan episode apnea )
- Observasi tanda-tanda distres pernapasan : stridor, sianosis,
pernapasan cuping hidung, retraksi, takipnea. Apnea
(Rasional : mengetahui adanya tanda tanda distress pernapasan)
- Berikan terapi oksigen
(Rasional : mempertahankan oksigen dalam jaringan)
- Observasi dan kaji respon bayi terhadap terapi oksigenasi
(Rasional : mengetahui respon pasien terhadap oksigenasi)

 Tidak efektifnya thermoregulasi (hipertermi) berhubungan


dengan imaturitas kontrol dan pengatur suhu
- Observasi tanda tanda vital
(Rasional : mengetahui kehilangan panas dan hipertermi)
- Atur kontrol suhu udara sesuai kebutuhan
(Rasional : mempertahankan suhu kulit dalam rentang ternal
yang dapat diterima )
- Lakukan kompres hangat
(Rasional : menurunkan suhu tubuh )
- Ganti pakaian setiap basah
(Rasional : menghindari kehilangan panas)
32

- Kolaborasi obat penurun panas


(Rasional : menurunkan suhu)

 Resiko infeksi berhubungan dengan masih rendahnya sistem


imun
- Kaji tanda tanda infeksi (panas, bengkak, kemerahan/ruam
pada kulit)
(Rasional : mengetahui tanda tanda awal infeksi untuk
menentukan tindakan yang tepat )
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
(Rasional : meminimalkan pemajanan pada organisme infektif)
- Pastikan bahwa semua alat yang kontak dengan bayi sudah
bersih atau steril
(Rasional : mencegah infeksi nosokomial)
- Berikan antibiotik sesuai program
(Rasional : membunuh bakteri)

 Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan imaturitas sistem gastrointestinal, tidak
adekuatnya reflex hisap.
- Pertahankan cairan atau nutrisi parenteral sesuai instruksi
(Rasional : membantu pemenuhan nutrisi)
- Kaji reflex menelan dan menghisap bayi
(Rasional : mengetahui kesiapan bayi menerima nutrisi)
- Timbang berat badan tiap hari
(Rasional : mengetahui apakah bayi mengalami penurunan dan
peningkatan nutrisi)
- Gunakan pemberian makan orogastrik bila reflex hisap atau
menelan bayi lemah
33

(Rasional : membantu asupan nutrisi tetap adekuat)


- Latihan minum menggunakan spin
(Rasional : melatih reflex hisap )

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran
ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
34

f. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia
gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

2. Diagnosis Keperawatan
a) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
b) Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
c) Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
d) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
35

pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber


informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan
konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.

3. Intervensi
a) Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan
dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis,
hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi
cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP

TINDAKAN / INTERVENSI

1) Mandiri
- Perhatikan kelompok dan golongan darah ibu / bayi
- Tinjau catatan intrapartum terhadap faktor risiko yang khusus, seperti
berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses
metabolic abnormal, cedera vascular, sirkulasi abnormal, sepsis, atau
polisitemia.
- Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi
terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang
berlebihan.
- Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan
terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau asidosis.
- Pertahankan bayi tetap hangat dan kering; pantau kulit dan suhu inti
dengan sering.
36

- Mulai pemberian makan oral awal dalam 4 sampai 6 jam setelah


kelahiran, khususnya bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda –
tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar Dextrostix, sesuai indikasi.
- Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan
hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.
- Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan sclera dan mukosa oral,
kulit menguning segera setelah pemutihan, dan bagian tubuh tertentu
terlibat. Kaji mukosa oral, bagian posterior dari palatum keras, dan
kantung konjungtiva pada bayi baru lahir yang berkulit gelap.
- Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis)
- Gunakan meter ikterik transkutaneus
- Kaji bayi terhadap kemajuan tanda – tanda dan perubahan perilaku ;
Tahap I meliputi neurodepresan (mis, letargi, hipotonia, atau penurunan
/ tadak adanya reflex). Tahap II meliputi neurohiperefleksia (mis,
kedutan, kacau mental, opistotonus, atau demam). Tahap III ditandai
dengan adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi gejala sisa seperti
palsi serebral atau retardasi mental.
- Evaluasi bayi terhadap pucat, edema atau hepatomegali.
2) Kolaborasi
- Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
- Bilirubin direk dan indirek.
- Tes Coombs darah tali pusat direk / indirek.
- Kekuatan kombinasi karbondioksida (CO2)
- Jumlah retikulosit dan smear perifer
- Hb / Ht
- Protein serum total
- Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin – albumin
- Mulai fototerapi per protokol, dengan menggunakan bola lampu
fluoresen yang di tempatkan di atas bayi atau bile blanket (kecuali
untuk bayi baru lahir dengan penyakit Rh). (Rujuk pada DK: cedera,
37

risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi; cedera, resiko


tinggi terhadap komplikasi tranfusi tukar).
- Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu ibu
sesuai kebutuhan dengan pemompa payudara dan memulai lagi
menyusui.
- Berikan agens induksi enzim (fenobarbital, etanol) bila di butuhkan.
- Bantu dengan persiapan dan pemberian tanfusi tukar. Gunakan
golongan darah yang sama dengan bayi, tetapi darah Rh negative atau
golongan O negative, bila hasil tes Coombs direk pada serum tali pusat
lebih besar dari 3,5 mg/dl pada minggu pertama kehidupan, kadar
bilirubin serum yang tidak terkonjugasi lebih besar dari 20 mg/dl pada
48 jam pertama kehidupan, atau Hb lebih rendah dari 12 g/dl pada
kelahiran bayi dengan hidrops fetalis.(rujuk pada DK: cedera, resiko
tinggi terhadap komplikasi tranfusi tukar).

b) Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi


berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
Kriteria hasil :
BBL akan :
- mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas
normal.
- Bebas dari cedera kulit/ jaringan.
- Mendemonstrasika pola interaksi yang di harapkan.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI

1) Mandiri
- Perhatikan adanya/ perkembangan bilier atau obstruksi usus.
- Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen (sinar putih atau biru)
dengan menggunakan fotometer.
38

- Dokumentasikan tipe lampu fluoresen, jumlah jam total sejak bola


lampu di tempatkan, dan pengukuran jarak antara permukaan lampu
dan bayi.
- Berikan tameng untuk menutup mata; inspeksi mata setiap 2 jam bila
tameng di lepaskan untuk pemberian makan. Sering pantau posisi
tameng.
- Tutup testis dan penis bayi pria
- Pasang lapisan Plexigas diantara bayi dan sinar
- Pantau kulit neonatus dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering
sampai stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.
- Ubah posisi bayi setiap 2 jam.
- Pantau masukan dan haluaran cairan; timbang berat badan bayi dua
kali sehari. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (misal, penurunan
haluaran urin, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor
buruk, dan mata cekung). Tingkatkan masukan cairan per oral
sedikitnya 25%.
- Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urin.
- Dengan hati-hati cuci area perianal setelah setiap defekasi; inspeksi
kulit terhadap kemungkinan iritasi atau kerusakan.
- Bawa bayi pada orang tua untuk pemberian makan. Anjurkan
menggosok, menimang, kontak mata, dan bicara pada bayi selama
pemberian makan. Anjurkan orangtua untuk berinteraksi dengan bayi
dalam ruang perawatan diantara pemberian makan.
- Perhatikan perubahan perilaku atau tanda-tanda penyimpangan kondisi
(mis, letargi, hipotonia, hipertonisitas, atau tanda-tanda
eksrapiramidal).
- Evaluasi penampilan kulit dan urin, perhatikan warna hitam
kecoklatan.
2) Kolaborasi
- Pantau pemeriksaan labotarium sesuai indikasi:
39

- Kadar bilirubin setiap 12 jam


- Kadar Hb
- Trombosit dan sel darah putih (SDP)

c) Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar berhubungan


dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
Kriteria hasil :
Bayi baru lahir akan:
- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI

1) Mandiri
- Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfusi bila vena
umbilikal digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian saline
selama 30-60 menit sebelum prosedur.
- Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur, atau aspirat isi
lambung.
- Jamin ketersediaan alat resusitatif.
- Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama, dan setelah prosedur.
Tempatkan bayi dibawah penyebar hangat deengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum pengifusan dengan menepatkan didalam
inkubator, hangatkan baskom birisi air, atau penghangat darah.
- Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatikan
golongan darah dan faktor Rh darah untuk ditukar. (Darah tukar akan
sama golongannya dengan darah bayi, tetapi darah Rh-negatif atau
golongan O-negatif yang telah dicocokan silang dengan darah ibu
sebelumnya).
40

- Jamin kesegaran darah (tidak lebih dari 2 hari usianya). Darah yang
diberi heparin lebih disukai.
- Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekuensi
pernapasan/kemudahan sebelum, selama transfusi. Lakukan
penghisapan bila diperlukan.
- Dengan hati-hati dokumentasikan kejadian selama transfusi,
pencatatan jumlah daraah yang diambil dan diinjeksikan (biasanya 7-
20 ml sekaligus).
- Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit (mis; gugup,
aktivitas kejang, dan apnea; hiperrefleksia; bradikardia; atau diare).
- Kaji bayi terhadap perdarahan berlebihan dari lokasi I.V. setelah
transfusi.
2) Kolaborasi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
- Kadar Hb atau Ht sebelum dan setelah transfusi.
- Kadar bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4
sampai 8 jam.
- Protein serum total.
- Kalsium dan kalium serum.
- Glukosa
- Kadar pH serum
- Berikan albumin sebelum transfusi bila diindikasikan.
- Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
- Kalsium glukonat 5 %.
- Natrium bikarbonat.
- Protamin sulfat.

d) Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi, prognosis,


dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan,
kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi dibuktikan
41

dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta informasi,


ketidaktepatan mengikuti instruksi.
Kriteria hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.
- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat.

TINDAKAN/INTERVENSI

1) Mandiri :
- Berikan informasi tentang tipe-tipe ikterik dan faktor-faktor
patofisiologis dan implikasi masa datang dari hiperbilirubinemia.
Anjurkan untuk mengajukan pertanyaan; tegaskan atau perjelas
informasi sesuai kebutuhan.
- Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar
bilirubin (mis, mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang
atau perubahan perilaku), khususnya bila bayi dipulangkan dini.
Berikan nomor telepon darurat 24 jam dan nama orang yang akan
dihubungi kepada orang tua, dan tekankan pentingnya melaporkan
peningkatan ikterik.
- Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologis ringan
atau sedang, termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan
langsung pada sinar matahari, dan program tindak lanjut tes serum.
- Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui
penggunaan pompa payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila
ikterik memerlukan pemutusan menyusui.
- Diskusikan kebutuhan terhadap imun globulin Rh (Rh-Ig) dalam 72
jam setelah kelahiran untuk ibu yang Rh-negatif dengan bayi/janin
Rh-positif dan yang belum disensitisasi.
- Kaji situasi keluarga dan sisitem pendukung. Berikan orang tua
penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan
teknik dan potensial masalah.
42

- Berikan rujukan yang tepat untuk program fototerapi di rumah bila


perlu.
- Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum
pada fasilitas laboratorium.
- Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari
hiperbilirubinnemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan
intervensi dini.
4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan


yang telah disusun.

5. Evaluasi
a. Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
b. Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
c. Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
d. Pengetahuan klien bertambah.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Aspiksia


a. Pengkajian
Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong, 2008 meliputi :
1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
anak keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada
umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
2. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak
adalah sesak napas.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan
apakah spontan, prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi
4. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia
membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum
43

sempurna, selain itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi


pneumoni.
Pola eliminasi : umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena
organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan
diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama
saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi
sesak napas.

5. Pemeriksaan fisik :
a. Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara
periodik, adanya tanda distres :warna buruk, mulut terbuka,
kepala terangguk angguk, meringis, alis berkerut.
b. Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung),
kesimetrisan, adanya insisi, selang dada, penggunaan otot
aksesoris : pernapasan cuping hidung, atau substernal,
interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan
keteraturan pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi
napas : stridor, krekels, mengi, bunyi menurun basah,
mengorok, keseimbangan bunyi napas

6. Data penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah : darah rutin.
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal 15-
19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct
(normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih
rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
44

Trombosit pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung turun


karena sering terjadi hipoglikemi.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir dengan
asfiksia (Wong, 2008) adalah :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang
imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
3. Risiko tinggi infeksi berhungngan dengan pertahanan imunologi
yang kurang
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi)
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas dan atau penyakit.
5. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume berhubungan
dengan karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau
imaturitas atau penyakit.

c. Perencanaan keperawatan
Intervensi yang ditetapkan pada bayi baru lahir dengan asfiksia (Wong,
2008) adalah :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan
Tujuan : pasien akan memperlihatkan parameter oksigen yang
adekuat
Hasil yang diharapkan :
a. Jalan napas tetap paten
b. Pernapasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO₂
yang adekuat
c. Frekuensi dan pola napas dalam batas normal
45

d. Oksigen jaringan adekuat

Intervensi :

a. Atur posisi untuk pertukaran udara yang optimal (posisikan


terlentang dengan leher sedikit ekstensi. R/ untuk mencegah
penyempitan jalan napas
b. Hindari hiperekstensi leher. R/ akan mengurangi diameter
trakea
c. Observasi adanya tanda gawat napas (pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, takpnea, apnea, grunting,
sianosis, saturasi oksigen yang rendah.
d. Lakukan pengisapan. R/ untuk menghilangkan mukus yang
terakumulasi dari nasofaring, trakea.
e. Gunakan posisi semi-telungkup atau miring. R/ untuk
mencegah aspirasi pada bayi dengan mukus berlebihan atau
yang sedang diberi makan.
f. Pertahankan suhu lingkungan yang netral. R/ untuk menghemat
penggunaan O₂.

2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang


imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
Tujuan : pasien mempertahankan suhu tubuh yang normal
Hasil yang diharapkan : Suhu aksila bayi tetap dalan rentang
normal

Intervensi :
a. Tempatkan bayi didalam inkubator, atau penghangat radian
atau pakaian hangat dalam keranjang terbuka. R/ untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi
46

b. Pantau suhu aksila pada bayi yang tidak stabil dan kontrol suhu
udara. R/untuk mempertahankan suhu kulit dalam rentang
ternal yang dapat diterima
c. Gunakan pelindung panas plastik bila tepat. R/ untuk
menurunkan kehilangan panas
d. Pantau tanda-tanda hipertermia mis, kemerahan, ruam,
diaforesis (jarang)

3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi


yang kurang
Tujuan : pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial
Hasil yang diharapkan :bayi tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi nosokomial

Intervensi :
a. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan
sebelum dan sesudah mengurus bayi. R/ untuk meminimalkan
pemajanan pada organisme infektif
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan bayi sudah bersih dan
steril 3
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan
institusional
d. Instruksikan pekerja perawat kesehatan dan orang tua dalam
prosedur kontrol infeksi
e. Beri antibiotik sesuai instruksi

4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi)


berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas dan atau penyakit
47

Tujuan : pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat, dengan


masukan kalori untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif, dan menunjukkan penambahan berat badan yang tepat
Hasil yang diharapkan :
- Bayi mendapat kalori dan nutrisi esensial yang adekuat
- Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang mantap (kira
kira 20 sampai 30 gr/hari) pada saat fase pasca akut penyakit.

Intervensi :
a. Pertahankan cairan parenteral atau nutrisi parenteral sesuai
instruksi
b. Pantau adaya tanda-tanda intoleransi terhadap terapi parenteral
total, terutama protein dan glukosa
c. Kaji kesiapan bayi untuk menyusu pada payudara ibu
khususnya kemampuan untuk mengkoordinasikan menelan dan
pernapas
d. Susukan bayi pada payudara ibu jika pengisapan kuat

5. Risiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan


berhubungan dengan karakteristik fisiologis imatur dari bayi
preterm dan atau imaturitas atau penyakit
Tujuan : pasien menunjukkan status hidrasi adekuat
Hasil yang diharapkan : bayi menunjukkan bukti homeostasis

Intervensi :
a. Pantau dengan ketat cairan dan elektrolit dengan terapi yang
meningkatkan kehilangan air tak kasat mata
b. Pastikan masukan cairan oral/parenteral yang adekuat
c. Kaji status hidrasi (mis, turgor kulit, tekanan darah, edema,
berat badan, membran mukosa, berat jenis urine, elektrolit,
fontaneil)
48

d. Atur cairan parenteral dengan kertat


e. Hindari pemberian cairan hipertonik (mis, obat tidak
diencerkan, infus glukosa terkonsetrasi)
f. Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium untuk bukti
dehidrasi

d. Pelaksanaan Keperawatan
Tahap ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e. Evaluasi keperawatan
Tahap ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaanya sudah berhasil
dicapai.
49

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
Semoga dengan pembuatan makalah ini, makalah ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya dan dapat di gunakan sebagai pedoman
pembelajaran.
50

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai