Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah pertanahan merupakan salah satu sektor pembangunanyang memerlukan penanganan


yang amat serius dan ekstra hati-hati dari pemerintah. Diperlukannya ekstra kehati-hatian ini
karena tanah merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat, khususnya masyarakat
yang menggantungkan hidup pada tanah. Sebab posisi pemerintah dalam menangani
permasalahan pertanahan dihadapkan pada masalah yang serba sulit. Pada sisi sebagai
pemerintah, mempunyai kewajiban untuk melindungi, mengatur ketertiban dan kesejahteraan
masyarakat, dan pada sisi lain, tuntutan akselarasi pembangunan ekonomi yang harus dipacu
yang pada akhirnya membutuhkan tanah sebagai tempat pijakan segala aktivitas ekonomi
tersebut.1

Sejak bergulirnya era reformasi pada tahun 1998 yang ditandai dengan tumbangnya rezim Orde
Baru, maka sejumlahpekerjaanrumahdisegalabidang pembangunan, termasuk bidang pertanahan
perlu dilakukan penataan kembali. Setahun setelah munculnya era reformasi terse
but, maka Indonesia melaksanakan pemilihan umum secara langsung pertama kalinya. Dengan
adanya pemilihan umum yang langsung ini, maka pemerintahan yang terbentuk tersebut
mencanangkan pembangunan lima tahun ke depan. Terkait dengan adanya tuntutan reformasi di
segala bidang pembangunan tersebut,makaMajelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 2001
telah mengeluarkan suatu Ketetapan Nomor IX/MPR /2001 tenang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) Tap. MPR tersebut
bertujuan untuk mewujudkan konsepsi, kebijakan, dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan
terpadu, sehingga pengelolaan pertanahan benar-benar dapat menjadi sumber bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimanayang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dalam
kerangka Negara Republik Indonesia.

Untuk menindaklanjuti amanat Tap. MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam tersebut, Presiden selaku pemegang mandataris dari MPR dan
pelaksana utama bidang pembangunantermasuk didalamnya pembangunan bidang agraria, pada
tahun 2003 mengeluarkan sebuah Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijaksanaan Nasional di Bidang Pertanahan. Dalam Pasal 1 Keppres Nomor 34 Tahun 2003
dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dan sistem pertanahan
nasional yang utuh dan terpadu, serta pelaksanaan Tap. MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Badan Pertanahan Nasional
melakukan langkah-langkan percepatan:2

a. Penyusunan Rancangan Undang-Undang Penyempurnaan Undang-

Undang Nomor 5 T
ahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok agrarian dan Rancangan Undang-Undang tentang Hak
Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan.

1
Buku Hukum Agraria, Supardi, S.h,M.Hum.
2
Tap. MPR Nomor IX/MPR/2001
b. Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi:
1).penyusunan basis data tanah-tanah aset negara/pemerintah/pemerintah daerah di seluruh
Indonesia;

2).penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan
penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-
government, ecommerce, dan e-payment;

3).pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan,


penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi
informasi untuk menunjang kebijakan palaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah;

4).pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui


sistem informasi geografidengan mengutamakan penetapan sawah beririgasi, dalam rangka
memelihara ketahanan pangan nasional.

Badan Pertanahan Nasional sebagai institusi atau lembaga pemerintah nondepartemen secara
hukum bertanggung jawab dalam mengatur dan menata pertanahan di seluruh Indonesia. Oleh
karenanya, Pasal Keppres 34 Tahun 2003 ini memberikan kewenangan kepada Badan Pertanahan
Nasional untuk:

a.pemberian izin lokasi

b.penyelenggaraan pengadaan tanah untuk pembangunan


B. Rumusan Masalah
1.bagaimana Aturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ?
2.bagiamana pro dan kontra pengadaan tanah untuk kepentingan umum ?

C. Tujuan
1. Memahami bagaimana proses pengadaan tanah untuk kepentingan pasca revolusi di Indonesia
sebab pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan .
2. untuk mengetahui bagaimana pro dan Kontra Pengadaan tanah untuk kepentingan Umum.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Salah satu kebijakan pemerintah yang paling mendasar di bidang mendapat perhatian
yang serius dari pemerintah adalah tanah untuk kepentingan pembangunan. Sebab tanah untuk
kepentingan pembangunan merupakan pemerintah dari 9 (sembilan) kebijakan yang dikeluarkan
oleh tahun 2003 dalam bentuk Keputusan Presiden. Sebenarnya tanah untuk kepentingan
pembangunan telah diatur Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi untuk
Kepentingan Umum, namun Keppres tersebut lagi menampung permasalahan-permasalahan
yang timbul yang membuat pemerintah memandang perlu mengganti Tahun 1993 tersebut
dengan sebuah peraturan

Kurang lebih 12 tahun berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun perlu dilakukan secara cepat dan
transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas
tanah.

a. Pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan

Wujud pelaksanaan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan merupakan suatu cara yang
ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengambil tanah-tanah warga masyarakat demi suatu
pembangunan. Dalam Pasal 2 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah
daerah dilaksanakan dengan cara: (a) pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; atau (b)
pencabutan hak atas tanah (ayat (1)). Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual
beli, tukarmenukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang
bersangkutan (ayat (2)).

Dalam kaitannya dengan cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum tersebut, apabila pemerintah melakukan pengadaan tanah dengan cara
pelepasan, maka pemerintah tetap melakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak
atas tanah. Sementara kalau sekiranya pembangunan tersebut sangat mendesak dan pemegang
hak-hak atas tanah tersebut tidak mau menyerahkan tanahnya, maka pemerintah dapat
melakukannya dengan berpedoman pada pencabutan hak atas tanah sesuai UU Nomor 20 Tahun
1961 (Pasal 3).

Dalam melaksanakan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan


umum, harus melalui suatu perencanaan yang matang. Sebab ada suatu persyaratan yang harus
dipenuhi terlebih dahulu. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 4 Perpres Nomor 36 Tahun 2005
dinyatakan bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah, yang diperlukan bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan
pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapka

Anda mungkin juga menyukai