Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH : BIOMEDIK II

TOPIK PRAKTIKUM : FARMAKOLOGI DASAR

Oleh :

MUHAMMAD FAHMI/2007110145

SEMESTER/TAHUN 2/2021

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Farmakologi Dasar


2. Penyusun
Nama/NIM : MUHAMMAD FAHMI/2007110145
Kelompok/Semester/Tahun : 2/2021
3. Laboratorium : Terpadu
4. Nama Mata Kuliah/SKS : Biomedik II/2
5. Lokasi Kegiatan : Daring
6. Waktu Kegiatan : 23 Maret 2021

Banda Aceh, 23 Maret 2021

Kepala Laboratorium Dosen Pembimbing


FKM Muhammadiyah

Hj. TAHARA DILLA SANTI S.pd., M Biomed Hj. TAHARA DILLA


SANTI S.pd.,
NIK/NIDN NIK/NIDN

Menyetujui
Dekan FKM UNMUHA

Prof. Asnawi Abdullah, SKM, MHSM, MSc.HPPF, DLSHTM, phD


NIP.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Penulis menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan laporan praktikum


ini berdasarkan hasil pemikiran asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang
lain, saya akan mencantumkan sumber referensi yang jelas. Demikian pernyataan
ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi berupa peringatan lisan dan sanksi lain sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Banda Aceh, 23 Maret 2021

MUHAMMAD FAHMI

NPM : 2007110045
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita rahmat dan hidayah,
karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan praktikum ini
mata kuliah BIOMEDIK II dengan topik FARMAKOLOGI DASAR.Kegiatan
praktikum ini telah saya laksanakan pada 20 Maret 2021 secara Daring.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Hj.
TAHARA DILLA SANTI S.pd., M Biomed yang telah membimbing dalam
pelaksanaan praktikum.Selanjutnya saya menghaturkan terimakasih kepada
koordinator Laboratorium dan staf laboratorium yang telah mempersiapkan
pelaksanaan praktikum hingga selesai.

Akhirnya saya berharap Allah swt berkenan membalas segala kebaikan


semua pihak yang telah membantu. Saya berharap laporan praktikum ini dapat
bermanfaat.

Banda Aceh, 23 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………
………………………………….
HALAMAN
PENGESAHAN………………………………………………………………………
……………...
HALAMAN PERNYATAAN
ORISINALITAS………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Tujuan Praktikum.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Mengenal Alat-Alat Laboratorium............................................................
B. Farmakologi, Farmakodinamik, Farmakokinetik Obat dan Penggolongan
Obat...........................................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………
…………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu


pengetahuan). Farmakologi di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat
dan cara kerjanya pada sistem biologis.

Farmakologi klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh


kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan
menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.

Kebutuhan akan perkembangan ilmu farmakologi klinik tidak lepas dari


perkembangan pesat dalam ilmu kedokteran di tahun lima-puluhan, terutama
dengan adanya zaman keemasan penemuan obat-obat baru yang kemudian
digunakan dalam praktek klinik. Karena kemajuan dalam bidang-bidang ilmu
kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, banyak jenis obat baru yang
dikembangkan dan dipakai dalam bidang kedokteran sehingga untuk ini
diperlukan evaluasi secara ilmiah pada manusia agar obat-obat yang dipakai
adalah obat-obat yang memberi manfaat maksimal dan risiko minimal terhadap
pasien. Kekeliruan dalam proses evaluasi dan pemakaian suatu obat akan
menimbulkan dampak negatif yang kadang-kadang dapat menjadi bencana
pengobatan (therapeutic disaster) seperti bencana malformasi janin karena obat
talidomid di tahun lima puluhan.

Menurut WHO (1970), kebutuhan akan bidang ilmu farmakologi klinik


karena tiga hal, yaitu:

1. Jenis obat yang semakin banyak


2. Pemilihan obat yang aman dan efektif akan sangat tergantung pada
pengetahuan yang baik tentang obat yang didapatkan dari penelitian
ilmiah yang benar
3. Terjadinya bencana-bencana pengobatan.

Dari waktu ke waktu, karena perkembangan ilmu dan teknologi dalam


bidang kedokteran dan pengobatan, jenis obat yang tersedia dalam praktek
semakin banyak. Untuk masing-masing kondisi penyakit tersedia berbagai
alternatif obat yang dapat diberikan. Banyaknya jenis obat yang tersedia
cenderung mendorong pemakaian obat yang tidak tepat/tidak rasional, sehingga
diperlukan pemahaman prinsip-prinsip pemilihan dan pemakaian obat dalam
klinik secara benar. Pokok-pokok bahasan yang relevan dengan prinsip-prinsip
pemilihan dan pemakaian obat dalam klinik dicakup dalam farmakologi klinik.

B. Tujuan Praktikum

Mahasiswa di harapkan mampu mengobservasi, menganalisis bentuk


penggolongan obat dan aspek farmakologi, farmakokinetik dan farmakodinamik
dari obat tablet, injeksi, dan lokal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenal Alat-Alat Laboratorium


1. mortar dan Stamper (Lumpang dan Alu)
Mortar dan stamper di gunakan untuk menghaluskan dan mencampur serbuk;
mencampur bahan aktif dan basis salep; membuat emulsi dan suspense;
melarutkan bahan-bahan yangmemerlukan penggerusan terlebih dahulu.
2. Beaker gelas
Beaker gelas ada bermacam-macam ukuran berguna untuk melarutkan bahan
dengan bantuan batang pengaduk.
3. Erlenmeyer
Erlenmeyer tersedia dalam berbagai ukuran, di gunakan untuk melarutkan
bahan.
4. Corong
Corong di gunakan untuk membantu menuang cairan ke dalam botol, atau
untuk membantu penyaringan dengan menggunakan kertas saring.
5. Gelas ukur
Gelas ukur di gunakan untuk mengukur pelarut/volume obat cair.
6. Pipet
Pipet di gunakan untuk memindahkan/mengambil cairan dalam satuan
tetes/dalam jumlah kecil, seperti minyak satsiri.
7. Kaca Arloji
Kaca arloji di gunakan untuk menimbang cairan/cairan kental dalam jumlah
kecil.
B. Farmakologi, Farmakodinamik, Farmakokinetik Obat dan
Penggolongan Obat
1. Obat Tablet

Deskripsi :
Amlodipine adalah obat darah tinggi atau hipertensi. Tekanan darah yang
terkontrol dapat mencegah penyakit stroke, serangan jantung, dan penyakit
ginjal. Amlodipine bekerja dengan cara melemaskan dinding pembuluh
darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan
mengurangi tekanan darah. Selain untuk mengatasi hipertensi, amlodipine
juga digunakan untuk meredakan gejala nyeri dada atau angina pektoris pada
penyakit jantung koroner.
Komposisi :

 Tiap tablet mengandung amlodipine besylate 6,9 mg setara dengan


amlodipine 5 mg.
 Tiap tablet mengandung amlodipine besylate 13,8 mg setara dengan
amlodipine 10 mg.

Indikasi/Manfaat/Kegunaan :

Indikasi terapeutik
 Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan hipertensi dan dapat
digunakan sebagai obat tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada
kebanyakan pasien. Pasien-pasien yang tidak cukup dikontrol hanya
dengan satu obat antihipertensi mungkin mendapat keuntungan
tambahan dari diberikannya amlodipine, yang digunakan dalam
kombinasi dengan diuretik thiazide, obat penghambat beta adrenoceptor,
atau penghambat ACE.
 Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan awal iskemia myocardial,
baik disebabkan oleh obstruksi tetap (angina stabil) dan/atau vasospasm/
vasoconstriction (Prinzmetal’s atau variant angina) dari vasculature
koroner.
 Amlodipine dapat digunakan jika suatu paparan klinis menyarankan
komponen vasospastic/vasoconstrictive, tetapi hal ini hanya dapat
dilakukan jika vasospastic/vasoconstrictive, belum pernah ditetapkan.
Amlodipine dapat digunakan secara tunggal sebagai monoterapi, atau
dalam kombinasi dengan obat-obat antiangina lain pada pasien yang
mengidap angina, yang menolak terhadap nitrat atau dosis yang
memadai dari beta blocker.

Dosis :

Dosis amlodipine ditentukan berdasarkan usia, kondisi kesehatan, dan respons


pasien terhadap obat. Berikut adalah dosis amlodipine berdasarkan tujuan
penggunaannya:

 Untuk mengatasi hipertensi
Dewasa: 5-10 mg per hari.
Anak-anak 6-17 tahun: 2.5-5 mg per hari.

 Untuk mengatasi angina pektoris


Dewasa: 5-10 mg per hari.

Efek Samping :
Ketika pertama kali mengonsumsi amlodipine, penderita hipertensi dapat
mengalami keluhan sakit kepala atau merasa kegerahan. Akan tetapi, hal
tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena gejala ini umumnya akan membaik
dalam beberapa hari.

Beberapa efek samping lain yang dapat terjadi akibat konsumsi amlodipine
adalah:

 Merasa lelah
 Pusing
 Mual
 Pembengkakan tungkai
 Jantung berdebar

Golongan Obat :

AMLODIPINE merupakan obat antihipertensi golongan Calcium Channel


Blockers (CCB). Obat ini bekerja dengan cara menghambat kalsium masuk ke
dalam sel sehingga salah satu efeknya adalah menyebabkan vasodilatasi,
memperlambat laju jantung, dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan tekanan darah. Dalam penggunaan obat ini harus SESUAI
DENGAN PETUNJUK DOKTER.

Farmakologi :
Amlodipine memiliki farmakologi berupa aspek farmakodinamik sebagai
vasodilator pada arteri koroner dan sistemik, serta aspek farmakokinetik
berupa absorpsi, metabolisme, dan ekskresi.

Farmakodinamik :
Amlodipine merupakan suatu penghambat influx ion kalsium (slow channel
blocker atau antagonis ion kalsium) dan menghambat influx transmembran
dari ion-ion kalsium ke dalam jantung dan otot halus vaskular. Mekanisme
kerja antihipertensi dari amlodipine didasarkan pada efek relaksan langsung
pada otot-otot halus vaskular. Mekanisme yang pasti tentang bagaimana
amlodipine meredakan angina belum sepenuhnya ditetapkan tetapi amlodipine
menurunkan beban ischemic total melalui dua cara, yaitu:

 Amlodipine memperlebar arteriola periferal dan dengan demikian,


menurunkan hambatan periferal total (afterload) terhadap kerja
jantung. Karena kecepatan jantung tetap stabil, beban jantung
menjadi berkurang sehingga menurunkan konsumsi energi
myocardial dan oksigen.
 Mekanisme kerja amlodipine kemungkinan juga menyangkut dilatasi
dari arteri koroner utama dan arteriola koroner, baik dalam keadaan
normal maupun ischemic. Dilatasi ini meningkatkan pengiriman
oksigen myocardial pada pasien-pasien yang mengidap kejang arteri
koroner (Prinzmetal’s atau variant angina).

Pemberian dosis sekali sehari pada pasien-pasien hipertensi dapat menurunkan


tekanan darah selama 24 jam. Karena mula kerja amlodipine yang lambat,
tidak menyebabkan hipotensi akut.

Farmakokinetik :

Aspek farmakokinetik amlodipine mencakup aspek absorbsi, distribusi,


metabolisme, dan ekskresi obat.
 Absorpsi
Amlodipine cepat diserap menyusul konsumsi oral dengan
bioavailabilitas hingga mencapai 64%. Konsentrasi amlodipine dalam
plasma mencapai puncaknya 6-12 jam setelah dikonsumsi setelah
melalui metabolisme di hati.
Kadar plasma semakin meningkat dengan penggunaan amlodipine
jangka panjang sehubungan dengan masa paruh eliminasi yang
panjang (35-48 jam) dan efek saturasi metabolisme hepatik. Kadar
plasma ini akan stabil setelah pemberian amlodipine secara rutin
selama 7-8 hari.
 Distribusi
Mengingat volume distribusinya yang besar (21,4±4,4 L/kg),
amlodipine terdistribusi masif ke kompartemen jaringan. 93-98%
amlodipine dalam plasma terikat dengan protein.
 Metabolisme
Amlodipine dimetabolisme di hati menjadi bentuk metabolit
inaktifnya. Metabolit amlodipine tidak memiliki aktivitas antagonis
kalsium dan hanya sedikit bentuk obat asli yang diekskresikan melalui
urin.

2. Obat Injeksi

Deskripsi :
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam lambung. Produksi
asam lambung yang berlebihan dapat membuat memicu iritasi dan
peradangan pada dinding lambung dan saluran pencernaan.

Komposisi :
Ranitidine HCl 25 mg/ mL.
Indikasi/Manfaat/Kegunaan :
Ketorolac digunakan untuk mengobati nyeri akut sedang sampai berat setelah
prosedur bedah.

Dosis :

Ranitidine Injeksi

 Mencegah Masuknya Asam Lambung ke Paru-Paru Selama Bius


TotalDewasa: 50 mg, sekitar 45-60 menit sebelum induksi anestesi.
 Peradangan pada Saluran Pencernaan Atas

Dewasa: 50 mg yang diberikan melalui intravena sebagai dosis utama,


dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg berat badan/jam melalui infus.
Lalu diberikan secara oral dengan dosis 150 mg, diminum sebanyak
dua kali per hari. 

Anak: 1 mg/kgBB (maks: 50 mg) melalui intravena. Lakukan setiap 6-


8 jam. 

 Produksi Asam Lambung yang Berlebih

Dewasa: Pemberian awal dengan dosis 1 mg/kgBB/jam. Jika


dibutuhkan, dosis bisa dinaikkan 0,5 mg/kgBB/jam sesudah empat
jam. 

Efek Samping :
Efek Samping ranitidine yang mungkin timbul, antara lain:

 Sakit kepala
 Pusing
 Insomnia
 Halusinasi
 Sembelit
 Mual dan muntah
 Ruam

Golongan Obat :

Ranitidine merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan obat keras


sehingga dosis dan pembeliannya harus berdasarkan resep dokter.

Farmakologi :

Farmakologi ranitidin sebagai antagonis reseptor histamin yang mensupresi


sekresi asam lambung.

Farmakodinamik :

Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin pada


sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam lambung.
Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan 2 mekanisme:
 Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster diinhibisi karena ranitidin
menduduki reseptor H2 yang berfungsi menstimulasi sekresi asam
lambung
 Substansi lain (gastrin dan asetilkolin) yang menyebabkan sekresi asam
lambung, berkurang efektifitasnya pada sel parietal jika reseptor
H2 diinhibisi.
Sekali pemberian ranitidin oral dengan dosis 50,100, 150, dan 200 mg
mengurangi produksi asam lambung dari stimulasi pentagastrin berturut-turut
sebanyak 42%, 75%, 85%, dan 95% pada subjek sehat. Pemberian ranitidin
150 mg dosis tunggal produksi asam lambung basal terinhibisi sebanyak 70%
pada 5 jam setelah pemberian dan 38% setelah 10 jam. Pada pasien ulkus
duodenal, pemberian ranitidin 150 mg b.i.d mengurangi 70% tingkat
keasaman lambung selama 24 jam, serta mengurangi produksi asam lambung
nokturnal sebanyak 90%.

Farmakokinetik :

Farmakokinetik ranitidin terdiri dari aspek absorbs, distribusi, metabolisme,


dan ekskresinya.
 Absorbsi
Ranitidin dapat diadministrasi lewat injeksi oral, intramuskular, dan
intravena.  Penyerapan ranitidin lewat rute oral (bioavailabilitas) 50%
diabsorbsi dan mencapai peak plasma concentration dicapai dalam waktu
1-2 jam. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau antasida. Setelah
pemberian oral, dosis 150 mg mean plasma concentration sekitar 400
ng/ml. Penyerapan ranitidin lewat rute injeksi intramuskular dosis 50 mg
sangat cepat dengan mean plasma concentration 576 ng/ml dalam 15 menit
atau kurang. Bioavailabilitas mencapai 90-100%. Penyerapan ranitidin
lewat rute injeksi intravena mencapai mean plasma concentration 440-545
ng/mL dalam 2-3 jam.
 Distribusi
Didistribusikan secara luas, termasuk ASI, menyeberangi sawar darah otak
dan  plasenta. Konsentrasi ranitidin di cairan serebrospinal 1/20 sampai
1/30 konsentrasi di plasma pada waktu yang sama. Volume distribusi 1,4
L/kg (1,2-1,8 L/kg). Ikatan plasma protein 15%.
 Metabolisme
Metabolisme ranitidin terjadi di hepatik, dengan total pembersihan
sebanyak 30% dari total body clearance setelah pemberian IV, dan 73%
setelah pemberian oral. Hasil metabolisme ranitidin adalah N-oksida
sebagai metabolit utama sebanyak <4% dari total dosis yang
diadministrasi, S-oksida (1%) dan desmetil ranitidin (1%) yang ditemukan
di urin. Sisa dari dosis yang diberikan ditemukan pada feses. Pada pasien
dengan disfungsi hepar (sirosis) terdapat gangguan metabolisme ranitidin
(waktu paruh, distribusi, pembersihan, dan bioavailabilitas) namun bersifat
minor dan insignifikan.
 Ekskresi
Ekskresi ranitidin dilakukan via renal dengan rata-rata 530 mL/menit
hingga 760 mL/menit yang menandakan ekskresi tubular aktif. Waktu
paruh eliminasi berkisar 2 hingga 3 jam. Ekskresi ranitidin (unchanged
form) di urin pada pemberian oral 30% dan 70% pada pemberian IV dalam
24 jam, sisanya dieksresikan lewat feses. Pasien dengan gangguan fungsi
renal (pembersihan kreatinin 25-35 ml/menit) pemberian ranitidin IV dosis
50 mg memiliki waktu paruh 4,8 jam, eksresi ranitidin 29 ml/menit.

3. Obat dengan Efek Lokal

Deskripsi :
Chloramphenicol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik.Obat ini efektif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif
yang aerob dan anaerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Obat ini berfungsi untuk
mengobati mata infeksi seperti iritis, konjungtivitis, keratitis, dakriositis, dan
infeksi mata lain yang sensitif terhadap Chloramphenicol. Dalam penggunaan
obat ini harus SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
Komposisi :
Chloramphenicol 0.5%.
Indikasi/Manfaat/Kegunaan :
Chloramphenicol digunakan untuk membunuh bakteri penyebab beberapa
penyakit, seperti: demam tifoid (penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella enterica) & paratifoid (penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella paratyphi), infeksi berat yang disebabkan oleh Salmonela sp, H
influenza, riketsia, Limfogranuloma-psikatosis, dan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif, mengatasi infeksi pernafasan karena
Burkholderia cepacia.

Dosis :
Teteskan 1-2 tetes ke mata yang sakit sebanyak 6 kali sehari atau lebih sering
sesuai kebutuhan.
Efek Samping :
Efek samping penggunaan Chloramphenicol yang mungkin terjadi adalah:
- Gangguan pencernaan
- Pendarahan
- Radang syaraf mata
- Gangguan penglihatan
- Depresi
- Pusing dan sakit kepala
- Demam
- Pembengkakan.

Golongan Obat :
Chloramphenicol adalah obat yang termasuk ke dalam golongan obat keras
sehingga dosis dan pembeliannya harus berdasarkan resep dokter.

Farmakologi :

Farmakologi chloramphenicol adalah efek bakteriostatik dengan


mengganggu sintesis protein bakteri.

Farmakodinamik :

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.


Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim
peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses
sintesis protein kuman.Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid
terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi
D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus,
Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria,
Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman
anaerob.

Farmakokinetik :

Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar


puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak
biasanya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat
yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam
usus dan membebaskan kloramfeniko l. Untuk pemberian secara
parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam
jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasinya pada
orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu
sekitar 24 jam.Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan
albumin.Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan
tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Di dalam
hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh
memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati.Sebagian di reduksi
menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi.Dalam waktu 24 jam, 80-
90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal.Dari
seluruh kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif.
Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang
tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui
filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Pada
gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak
berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis.Dosis perlu dikurangi bila t
erdapat gangguan fungsi hepar.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Amlodipine adalah obat darah tinggi atau hipertensi. Tekanan darah
yang terkontrol dapat mencegah penyakit stroke, serangan
jantung, dan penyakit ginjal. Amlodipine bekerja dengan cara
melemaskan dinding pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar
aliran darah menuju jantung dan mengurangi tekanan darah. Selain
untuk mengatasi hipertensi, amlodipine juga digunakan untuk
meredakan gejala nyeri dada atau angina pektoris pada penyakit
jantung koroner.
 Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam
lambung. Produksi asam lambung yang berlebihan dapat membuat
memicu iritasi dan peradangan pada dinding lambung dan saluran
pencernaan.
 Chloramphenicol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik. Obat ini efektif terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif yang aerob dan anaerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri.
Obat ini berfungsi untuk mengobati mata infeksi seperti iritis,
konjungtivitis, keratitis, dakriositis, dan infeksi mata lain yang
sensitif terhadap Chloramphenicol. Dalam penggunaan obat ini harus
SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
DAFTAR PUSTAKA

 2.Farmakologi ranitidin sebagai antagonis reseptor histamin yang mensupresi


sekresi asam lambung.

 3. Ananchenko G, Novakovic J, Lewis J. Amlodipine Besylate. vol. 37. 1st


ed. Elsevier Inc.; 2012. doi:10.1016/B978-0-12-397220-0.00002-7
 4. Tikhonov DB, Zhorov BS. Structural model for dihydropyridine binding to
L-type calcium channels. J Biol Chem 2009;284:19006–17.
doi:10.1074/jbc.M109.011296
 5. Zamponi GW, Striessnig J, Koschak A, Dolphin AC. The Physiology ,
Pathology , and Pharmacology of Voltage-Gated Calcium Channels and Their
Future Therapeutic Potential The Physiology , Pathology , and Pharmacology
of Voltage-Gated Calcium Channels and Their Future Therapeutic Potential
2015;901758:821–70. doi:10.1124/pr.114.009654
 6. Faulkner J, McGibney D, Chasseaud L, Perry J, Taylor I. The
pharmacokinetics of amlodipine in healthy volunteers after single intravenous
and oral doses and after 14 repeated oral doses given once daily. Br J Clin
Pharmacol 1986;22:21–5. doi:10.1111/j.1365-2125.1986.tb02874.x
 7. Meredith PA, Elliott HL. Clinical Pharmacokinetics of Amlodipine. Clin
Pharmacokinet 1992;22:22–31. doi:10.2165/00003088-199222010-00003

Anda mungkin juga menyukai