Anda di halaman 1dari 14

Penyakit stroke

A. PENCEGAHAN PRIMER
Pencegahan primer dilakukan dimana pasien belum pernah mengalami stroke yakni
dengan melakukan 3M (Junaidi,2004 dalam Dian Nastiti,2012) :
1. Menghindari : rokok, stres mental, minum kopi dan alkohol, kegemukan, dan
golongan obat-obatan yang dapat mempengaruhi serebrovaskuler(amfetamin, kokain,
dan sejenisnya).
2. Mengurangi : asupan lemak, kalori, garam, dan kolesterol berlebih.
3. Mengontrol ata mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan
asterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi makanan seimbang, serta olahraga
teratur 3-4 kali seminggu.
B. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder dilakukan ketika seprang pasien telah mengalami serangan stroke
sebelumnya yakni dengan cara :
1. Mengontrol faktor risiko stroke atau aterosklerosis, melalui gaya hidup, seperti
mengobati hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung dengan obat dan diet,
stop merokok dan minum beralkohol, turunkan berat badan dan rajin berolah raga,
serta menghindari stress.
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin, yang dapat mengatasi krisis
sosial dan emosional penderita stroke dengan cara memahami kondisi baru bagi
pasien pasca stroke yang bergantung pada orang lain.  
3. Menggunakan obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan stroke, seperti anti
agregasi trombosit dan anti koagulan.
C. PENCEGAHAN TERSIER
Pencegahan tersier dilihat dari 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit yaitu gaya
hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan (Bustan, 2007 dalan Dian Nastiti,
2012). Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien yang telah menderita stroke dan
mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat
mengalihkan
fungsi anggota badan yang lumpuh pada anggota badan yang masih normal, yaitu dengan
cara :
1. Gaya hidup : reduksi stres, exercise sedang, dan berhenti merokok.
2. Lingkungan : menjaga keamana dan keselamatan (tinggal di rumah lantai pertama,
menggunakan wheel-chair) dan dukungan penuh keluarga.
3. Biologi : keptuhan berobat, terapi fisik dan bicara.
4. Pelayanan kesehatan : emergency medical techmic dan asuransi.

Penyakit DM
2.2 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni
mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok
intoleransi
glukosa.  
a. Promosi kesehatan
Memberikan penyuluhan terkait diabetes mellitus kepada kelompok masyarakat yang
memiliki
risiko tinggi mengalami diabetes mellitus type 2. Penyuluhan yang diberikan yaitu terkait
program penurunan berat badan dimana berat badan lebih bisa menjadi salah satu factor
penyebab diabetes mellitus type 2, kemudian memberikan penyuluhan terkait diet sehat,
Aktifitas fisik yang baik serta tidak merokok (Konsensus, 2015).
b. Proteksi spesifik
Menurut Moh Joeharno (2009) dalam (Jafar,Nurhaedar (2009)) Proteksi spesifik
dilakukan
dalam upaya pemberian perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan
masalah kesehatan.
Adapun beberapa proteksi spesifik pada diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu:
Ø Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
Ø Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini
Ø Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak dini
Ø Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi .

 
  
2.3 Pencegahan Sekunder
Konsensus (2006) dalam (Jafar,Nurhaedar (2009)) Pencegahan sekunder merupakan
upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang sebelumnya telah menderita DM. hal ini dilakukan dengan cara pemberian
pengobatan yang baik dan cukup serta melakukan deteksi dini mengenai penyulit sejak
awal pengelolan penyakit diabetes mellitus type 2. Salah satu penyulit diabetes mellitus
yaitu penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes mellitus type 2.
Adapun pencegahan sekunder yang dapat dilakukan yaitu:
b. Skrining
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT.
Skrinning
direkomendasikan untuk :
Ø Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Ø Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Ø Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Ø Orang-orang yang memiliki berat badan berlebih
 
b. Pengobatan tepat
Konsensus (2006) dalam (Jafar,Nurhaedar (2009)) Pengobatan merupakan pencegahan
sekunder yang dapat dilakukan terhadap penyandang diabetes mellitus type 2 yang
bergantung
kepada pengobatan diet dan pengobatan penggunaan obat bila diperlukan. Bila masih bisa
dilakukan tanpa obat, maka cukup dengan menurunkan berat badan saja sampai mencapai
berat
badan ideal. Untuk itu, maka perlu dibantu dengan diet sehat dengan mengkonsumsi
makanan
yang sehat, menjaga berat badan ideal, menjaga kadar kolesterol dan dengan perilaku
hidup
sehat yaitu dengan melakukan aktifitas fisik yang baik salah satunya rajin berolahraga
dan tidak
merokok.
Pengobatan dengan perencanaan diet sehat dengan mengkonsumsi makanan yang tidak
memiliki kadar kolesterol tinggi atau terapi nutrisi medik dan dengan melakukan aktifitas
fisik
yang baik merupakan pengobatan utama, tetapi bila hal ini ternyata gagal maka
diperlukan
penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral yang hanya digunakan untuk pengobatan
pada
beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta
pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.

2.3 Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyan- dang diabetes yang telah
mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Berikut dijelaskan
beberapa
pencegahan tersier yang dapat dilakukan dalam upaya penanggulanga penyakit diabetes
mellitus type 2 yaitu :
A. Pencegahan ketidakmampuan
Menurut Moh Joeharno (2009) dalam (Jafar,Nurhaedar (2009)) Pembatasan
Ketidakmampuan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah berbagai
dampak yang lebih besar yang diakibatkan oleh Diabetes Melitus type 2, yang ditujukan
kepada seseorang yang telah dianggap sebagai penderita DM type 2 karena risiko
keterpaparan sangat tinggi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Waktu pemberian insulin yang tepat pada waktunya
b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah sakit
c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
b. Rehabilitasi
Konsensus (2015) menyatakan Upaya rehabilitasi pada pasien diabetes mellitus type 2
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh pemberian
aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) yang dapat diberikan secara rutin bagi penyandang
diabetes mellitus type 2 yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Menurut Moh
Joeharno (2009) dalam
(Jafar,Nurhaedar (2009)) Rehabilitasi ditujukan pada individu yang telah mengalami DM
type 2
untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali keadaan tubuhnya.
Pada penderita DM, upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan yaitu :
Ø Diet sehat dengan mengonsumsi makanan yang rendah lemak dan
pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami
Ø Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur melalui pemeriksaan laboratorium
komplit minimal sekali dalam sebulan
Ø Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat yang
Diabetagonik

Penyakit kanker serviks


Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah masuknya karsinogen kedalam tubuh atau sel
tubuh. Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV
onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang
merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan primer
meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk meningkatkan
daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-faktor risiko HPV
onkogenik (infeksi HPV nononkogenik).2,6,13,15 • Menunda onset aktivitas seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan
secara monogami akan mengurangi risiko kanker servikssecara
signifikan
• Penggunaan kontrasepsi barier
Pemilihan kontrasepsi yang meningkatkan daya proteksi serviks
terhadap infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan
infeksi HPV. Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier
(kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi
terhadap agen virus.
• Penggunaan vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi
Human Papilloma virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >
90%. 2.1.10.2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV ataupun
lesi prakanker. Penemuan infeksi HPV merupakan salah satu pencegahan sekunder yang
penting, karena infeksi HPV persisten merupakan faktor infeksi yang dapat berkembang
menjadi lesi prakanker. Upaya pengamatan yang terencana dan terlaksana
Universitas Sumatera Utara
36

dengan baik akan mengidentifikasi infeksi HPV yang berpotensi menjadi


infeksi HPV persisten serta selanjutnya berpotensi berkembang menjadi
lesi prakanker. Penemuan lesi prakanker harus dilanjutkan dengan
tatalaksana yang tepat dan baik sehingga lesi prakanker tidak
berkembang menjadi kanker serviks. Deteksi dini penyakit kanker dengan
program skrining, dimana dengan program skrining dapat memperoleh
beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada sebagian
penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan
pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan
tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengobatan yang relatif murah.2,6,13,15
• Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko sedang
Hasil pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan
selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter
sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner) hubungan seksual yang
level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun.6,15
• Pencegahan sekunder-pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan
wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya
melakukan pap smear tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse
aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan
untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit
seksual berulang.6,15
Universitas

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau
melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah sakit
(diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya diarahkan
pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat
karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk
mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat
hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
penderita kanker serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan
gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk
mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia
(rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan
memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali

kanker paru
2.8.2 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan
menghilangkan dan melindungi diri dari kontak dengan zat karsinogen dan faktorfaktor
yang dapat menimbulkan kanker.36 Pencegahan primer terhadap kanker paru
adalah dengan tidak merokok sejak usia dini, apabila sudah merokok hendaklah segera
berhenti merokok, menjauhi perokok22 dan bila bekerja di tempat yang ada polusi udara
seperti debu sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (masker).36 2.8.3.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan
lebih lanjut. Pencegahan sekunder adalah dengan deteksi dini, diagnosis kanker paru serta
penatalaksanaan klinis dengan segera.36
a. Deteksi Dini
Deteksi dini kanker ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih
dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal,
masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat
tertentu dan pada waktu tertentu. Deteksi dini kanker paru dapat dilakukan dengan Xfoto
toraks dan Sitologi sputum.36

Universitas Sumatera Utara


b. Diagnosa kanker Paru
b.1 Anamnesis
Anamnesis dapat memberikan petunjuk adanya kanker paru. Keluhan dan
gejala klinis permulaan yang merupakan petunjuk ke arah karsinoma paru terutama
pada golongan resiko tinggi. Batuk disertai dengan dahak yang banyak, purulenta dan
kadang-kadang bercampur dengan darah. Sesak napas dengan suara pernapasan yang
nyaring (wheezing) mirip dengan serangan asma bronkial. Rasa nyeri di rongga dada.
Pada umumnya keadaan lemah, berat badan menurun, anoreksia dan tidak ada kemauan
merokok yang sebelumnya adalah perokok.20
b.2 Pemeriksaan fisik
Salah satu bentuk yang paling sering ditemukan pada kanker paru adalah
terjadinya osteoatropati dari ujung-ujung jari yakni berupa clubbing fingers (jari-jari
tabuh).24 Selain itu, ada ditemukan beberapa kelainan yang dapat memperkuat
kecurigaan adanya kanker paru seperti perubahan bentuk dinding toraks dan deviasi
trakea, tumor yang letaknya di perifer meluas pada jaringan bawah kulit berupa
penonjolan, kelenjar getah bening teraba terutama di daerah supraklavikula dan terjadi
perluasan tumor ke permukaan pleura yang dapat menyebabkan efusi pleura.20
Pada stadium lanjut kelainan yang terjadi dapat berupa paralisis dari pita suara
(serak), obstruksi vena cava, sindroma Horner, gangguan neurologik seperti paralisis
hemidiafragma dan metastase ke kulit dan lain-lainnya.25 b.2.1 Laboratorium24
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya resiko
imunologi terhadap sel tumor. Pemeriksaan laboratorium pada kanker paru ditujukan
Universitas Sumatera Utara
pada 5 hal, antara lain : Untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker
terhadap paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru yang
bertujuan untuk menilai adanya kegagalan pernapasan. Selain itu untuk menilai
berbagai kelainan elektrolit Na, K, Cl, Ca, P yang disebabkan oleh kanker dan untuk
menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ- organ yang
lainnya. Kemudian juga ditujukan untuk menilai kerusakan yang ditimbulkan oleh
kanker paru pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh tumor primer atau
metastasisnya serta untuk menilai reaksi imunologi yang terjadi.
b.2.2 Radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan dalam menegakkan diagnosis pada kanker paru
terutama pada kelompok berisiko tinggi (high risk group).24 Pemeriksaan foto
dada merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Pemeriksaan dengan computer tomograph pada dada lebih sensitif dari pada
pemeriksaan foto dada biasa, karena dapat mendeteksi kelainan atau nodul dengan
diameter minimal 3 mm. Pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dilakukan untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam medula spinal dan
mediastinum namun biayanya cukup mahal.22
b.2.3 Sitologi Sputum
Secara umum pemeriksaan sitologi sputum dapat dilakukan untuk diagnosis
kanker paru sampai 80% kanker yang terletak di sentral, tetapi kurang dari 20% di
perifer.20
Pada kanker yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif 67-85% pada karsinoma sel skuamos. Pemeriksaan sitologi
Universitas Sumatera Utara
sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan screening untuk diagnosis dini
kanker paru. Ketepatan diagnosis sitologi sputum pada karsinoma epidermoid adalah
84,5%, karsinoma sel kecil sebesar 70% dan adenokarsinoma sebesar 57%.24
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif, hal ini bergantung
pada letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik mengeluarkan sputum, jumlah
sputum yang diperiksa dan waktu pemeriksaan sebaiknya keadaan sputum harus segar.22
b.2.4 Bronkoskopi 19
Bronkoskopi serat optik/bronkoskop fiber optik merupakan teknik yang sering
digunakan untuk mendiagnosis definitif kanker paru. Dengan bronkoskopi kita dapat
mengetahui perubahan bronkus, mengetahui perubahan permukaan mukosa,
mengetahui perubahan karina dan untuk mengetahui penderajatan kanker.
Ketepatan dari diagnostik bronskopi tergantung dari letak lokasi tumor, secara
keseluruhan akurasinya 60-80%. Untuk kanker paru dengan diameter lebih besar dari
2 cm dan terletak di sentral memiliki ketepatan 90% sedangkan untuk kanker paru
dengan diameter kurang dari 2 cm dan terletak di perifer ketepatannya hanya sekitar
15-20%. b.2.5 Biopsi Aspirasi Jarum halus (BAJAH) 20
Biopsi asirasi jarum halus (BAJAH) transtorakal banyak dipergunakan untuk
diagnosis kanker paru terutama yang terletak di perifer atau pemeriksaan yang
dilakukan bila semua pemeriksaan yang biasanya dilakukan telah gagal dalam
menegakkan diagnosis terutama pada lesi yang terletak pada tepi paru.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur dan teknik ini relatif sederhana dan akurasi diagnosisnya tinggi.
Peranan radiologi sangat penting terutama untuk menentukkan ukuran dan letak, juga
menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk
memilih titik masuk jarum di kulit dinding toraks yang berdekatan pada tumor.
b.2.6. Mediastinoskopi
Mediastinokopi dilakukan untuk melihat tumor yang bermetastasis ke kelenjar getah
bening, hilus dan mediastinum.22 Pada penderita kanker paru dengan
pemeriksaan non invasif (Magnetic Resonance Imaging, Tomografi dan Computed
Tomography scan) menunjukkan adanya nodul pada mediastinum lalu dilakukan
mediastinoskopi cervial yang memberikan hasil positif 85-90%. Sedangkan bila
mediastinoskopi tersebut dilakukan tanpa pemeriksaan non invasif terlebih dahulu,
memberikan hasil positif antara 25-40%.19
b.2.7 Torakoskopi
Dengan Torakoskopi ini memungkinkan untuk dilakukan pengambilan cairan
pleura, biopsi pleura yang lebih terarah, biopsi pada tumor yang terletak di hilus dan
biopsi pada kelenjar di hilus.26
Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi. Untuk tumor yang terletak di permukaan pleura viseralis dengan cara Video
Assisted Thorascoscopy dan komplikasi yang terjadi amat kecil.22
c. Penatalaksanaan Kanker Paru
c.1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total
berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker
Universitas Sumatera Utara
paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (TI N0 M0 atau T2 N0 M0),
kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada
luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat dilakukan pada stadium
lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif dimaksudkan untuk
mereduksi tumor agar radioterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita
kanker paru dapat menjadi lebih baik.20
Di Indonesia hanya 10-25% penderita menjalani pembedahan dengan angka
tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1 tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan 5 tahun
2,4%.37 Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara:20
c.1.1 Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi
tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
c.1.2 Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c.1.3 Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini akan
menurunkan fungsi paru. Tindakan ini hanya dilakukan jika diperlukan dan jika
pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.
c.2. Radioterapi
Radioterapi berperan cukup besar pada penatalaksanaan kanker paru primer
sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan dan kemoterapi. Kemoterapi dapat
berupa ajuvan disusul dengan radioterapi, atau sekwensial dengan radioterapi atau
kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan radiasi hiperfraksinasi.
Radioterapi pada kanker paru sebagai terapi kuratif maupun terapi paliatif.
Radioterapi sebagai terapi kuratif dilakukan pada tumor yang tumbuh terbatas pada
Universitas Sumatera Utara
paru, tumor tidak dapat dioperasi karena memiliki risiko tinggi dan pasien menolak
melakukan operasi. Radioterapi paliatif pada kanker paru berfungsi sebagai terapi
untuk dapat meningkatkan kualitas hidup. Radioterapi banyak digunakan untuk
metastasis tumor pada tulang atau infiltrasi pada dinding torak yang menimbulkan rasa
nyeri. 20
c.3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium
IIIa dan sebagai pengobatan paliatif. Kemoterapi dilakukan terutama untuk kasus
tumor yang menyebar dan saat radioterapi dan pembedahan tidak menunjukkan hasil
yang baik. Pada karsinoma sel skuamosa pemberian kemoterapi sangat responsif.
Pada NSCLC, kemoterapi berperan sebanyak 50% pada penderita dengan stadium
lanjut dan 40% pada penderita yang mengalami penurunan sesudah pembedahan atau
radiasi. 22
Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan
gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.37 c.4. Immunoterapi 6
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hasil yang baik pada pemberian
imunoterapi untuk kasus karsinoma bronkogenik. Imunosupresi paling banyak terjadi
pada keadaan metastasis dan sangat sedikit terjadi pada tumor yang operabel.
Keuntungan imunoterapi adalah peningkatan angka kelangsungan hidup dan
menghindari toksik hematologi akibat sitostatika. Beberapa imunoterapi yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah Imuno modulator seperti Thymosin dan Transfer Factor dan imun
stimulator seperti methanol extraction residues dan BCG.
2.8.4.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ialah usaha mencegah terjadinya kecacatan atau
komplikasi akibat dari kanker. Pencegahan tersier kanker paru adalah dengan
rehabilitasi, baik itu rehabilitasi mental maupun rehabilitasi sosial dan fisik.
Rehabilitasi mental dilakukan bagi penderita kanker paru yang mengalami depresi
mental akibat kurang pengertiannya terhadap kanker atau salah persepsi akan penyakit
kanker tersebut.36
Dalam menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah
seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah, harga
diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan
seseorang.38 Rehabilitasi mental dapat berupa tindakan konseling,
bimbingan mental dari psycholog, ahli agama atau tokoh masyarakat. Rehabilitasi
sosial penting sekali artinya supaya penderita setelah pulang dari rumah sakit dapat hidup
kembali secara normal di masyarakat

Penyakit kostat
Pencegahan Primer
Pencegahan primer yang merupakan pencegahan yang dilakukan pada orang sehat yang
memiliki faktor resiko untuk terkena Kanker Prostat. Menurut Physicians Commitee for
Responsible Medicine (PCRM) 2012, Kanker prostat tanpak meningkat diseluruh dunia
yang disebabkan sebagian oleh kebiasaan makan Barat. Asupan daging dan susu yang
meningkat dan pola makan tinggi makanan olahan dan rendah serat telah dikaitkan
dengan meningkatnya resiko kanker prostat. Menurut Purnomo (2011), Beberapa hal
yang harus dilakukan
untuk mencegah terjadiya kanker prostat adalah sebagai berikut:
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin A, beta karoten,
isoflavom, vitoestrogen yang terdapat kedelai, likofen (anti oksidan
karotenoit yang banyak terdapat pada tomat), selenium ( terdapat ikan laut,
daging, biji-bijian),Vitamin E serta tinggi serat
2. Menghindari makanan yang berlemak tinggi
3. Menghindari konsumsi daging yang berlebihan
4. Membatasi makanan yang diawetkan atau yang mengangung penyedap
rasa
5. Menghindari paparan bahan kimia kadmium (Cd) yang banyak terdapat
pada alat listrik dan baterai.

Pencegahan sekunder ditujukan untuk melakukan deteksi dini, diagnosa


dan pengobatan terhadap penderita Kanker Prostat dengan tujuan mengurangi
akibat-akibat yang lebih serius. Karsinoma prostat stadium awal bersifat
asimtomatik pada saat diagnosa, dan lebih dari 80% pasien menderita stadium 3
dan 4 pada saat diagnosa (Isselbacher et.al. 2000). Menurut Purnomo (2011),
untuk membantu menegakakan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat dan
mengikuti perkembangan penyakit tumor ini terdapat beberapa penenda tumor,
yaitu (1) PAP (Prostatic Acid Phosphatase ) dihasilkan oleh sel asini prostat, dan
disekresikan ke dalam duktuli prostat dan (2) PSA ( Prostate Specefic Antigen )
yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat, dan berperan
dalam melakukan likuefaksi cairan semen.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
berlanjut, dan memberikan penaganan yang tepat pada pasien Kanker Prostat.
Menurut Jong (2005), Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien setelah pulang
dari rumah sakit baik pasien dalam keadaan sembuh atau dalam proses
penyembuhan adalah :
a. Penyinaran
Pada penderita kanker prostat biasanya diberikan penyinaran eksternal
yang konvensional atau teleradioterapi. Dosis total dibagi atas ≥ 30 fraksi dan
berlangsung enam minggu. Efek samping terjadi karena rangsangan terhadap
selaput lendir, jadi menimbulkan keluhan menyangkut kandung kemih dan usus.
Dalam jangka panjang impotensi termasuk penyulit (30% dari kasus).

b. Paliatif
Terapi kuratif tidak mungkin di lakukan pada sebagian besar penderita
kanker prostat karna perluasan prosesnya atau keadaan umum penderita.Terapi
paliatif merupakan kemungkinan terbaik untuk mengatasi keluhan berkemih,
lewat uretra dilakukan prostatektomi dari dalam melalui uretra dengan jerat
endoskop (TUR=Trans Uretra Reseksi) agar di peroleh jalan yang bebas dan
memudahkan penderita berkemih.
c. Terapi Hormonal
Pada banyak kasus, terapi hormonal digunakan secara jangka panjang .
Tujuannya adalah mengaruhi hormon laki-laki, sehingga tumor primer dan
metastasisnya mencapai remisi untuk waktu lama. Menurut Purnomo (2011), ada
beberapa teori konsep pemberian terapi hormonal, yaitu :
1. Konsep Hugins, “Sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber
androgen ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan cara
pembedahan atau dengan medikamentosa.
2. Konsep Labrie, menghilangkan sumber androgen yang hanya berasal dari
testis belum cukup, karena masih ada sumber androgen dari kelenjar
suprarenal yaitu sebesar ± 10% dari seluruh testoteron yang ada di dalam
tubuh. Sehingga labrie menganjurkan untuk melakukan blockade
androgen total.

Kanker payudara
Pencegahan primer
Menurut AJCC dalam Sukardja (2000), pencegahan primer pada kanker
payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada
orang sehat melalui upaya menghindarkan diri dari kontak karsinogen dan
berbagai faktor risiko, serta melaksanakan pola hidup sehat karena diperkirakan
hampir seluruh kasus kanker disebabkan oleh karsinogen yang ada di lingkungan
hidup kita, dan sebagian besar ada hubungannya dengan tembakau. Konsep dasar
dari pencegahan primer adalah menurunkan insidens kanker payudara yang dapat
dilakukan dengan :
1) Mengurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
2) Memperbanyak aktivitas fisik dengan berolah raga.
3) Menghindari terlalu banyak terkena sinar-x atau jenis radiasi lainnya.
4) Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat. Serat akan
menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian
membawanya keluar melalui feses.
5) Mengkonsumsi produk kedelai serta produk olahannya seperti tahu atau
tempe. Kedelai mengandung flavanoid yang berguna untuk mencegah
kanker dan genestein yang berfungsi sebagai estrogen nabati (fitoestrogen).
Estrogen nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel
saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk
menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker.
6) Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama yang
mengandung vitamin C, zat antioksidan dan fitokimia seperti jeruk, wortel,
tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, lobak, kangkung, kacang-kacangan
dan biji-bijian.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk
terkena kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan deteksi dini.
Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan, diantaranya
adalah dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan skrining
melalui mammografi. SADARI sebaiknya dilakukan setiap bulan secara teratur.
Kebiasaan ini memudahkan kita untuk menemukan perubahan pada payudara
dari bulan ke bulan. Pemeriksaan optimum dilakukan pada sekitar 7-14 hari
setelah awal siklus menstruasi karena pada masa itu retensi cairan minimal dan
payudara dalam keadaan lembut dan tidak membengkak sehingga jika ada
pembengkakan akan lebih mudah ditemukan. Wanita normal mendapat rujukan
mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai 50 tahun. Deteksi kanker secara
dini dapat menurunkan tingkat kematian karena menentukan tingkat keberhasilan
dari pengobatan kanker. (World cancer report, 2008)
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier biasanya ditujukan pada individu yang telah positif menderita
kanker payudara. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat dan memberikan penanganan yang tepat pada
penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang hidup penderita. Pencegahan tersier ini penting
untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta
memberikan dukungan psikologis bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap
penderita kanker payudara dilakukan dalam bentuk rehabilitasi medik serta
rehabilitasi jiwa dan sosial. Rehabilitasi medik dilakukan untuk mempertahankan
keadaan penderita pasca operasi atau pasca terapi lainnya. Rehabilitasi jiwa dan
sosial diberikan melalui dukungan moral dari orang-orang terdekat dan konseling
dari petugas kesehatan maupun tokoh agama (Sukardja, 2000).

Ppok
Pencegahan primer untuk mengurangi insidensi penyakit dengan mengendalikan penyebab dan
faktor risiko. Pencegahan sekunder untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan
mencegah komplikasi. Pencegahan tersier untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan serta
meningkatkan kualitas hidup.

Penyakit kardiovaskuler
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukkan pada orang-orang yang
termasuk kelompok berisiko, seperti orang yang usianya sudah tua (>45 tahun),
orang yang punya riwayat hipertensi, dan factor risiko lainnya. Tujuan pencegahan
primer adalah untuk membatasi timbulnya penyakit dengan mengendalikan
penyebab spesifik dan factor risiko tersebut.
Beberapa contoh pencegahan primer PJK antara lain :
• Menjaga pola dan jenis makanan agar tidak terlalu gemuk
• Hindari minuman yang mengandung alcohol
• Tidak merokok
• Melakukan aktifitas jasmani secara teratur
C. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyakit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi konsekuensi yang lebih serius
dari penyakit melalui diagnosis dini. Ini mencangkup langkah-langkah yang tersedia
bagi individu untuk mendeteksi dini dan intervensi yang efektif. Yang termasuk
dalam pencegahan sekunder adalah penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan
lanjutan agar penyakit tidak bertambah parah, pencegahan terhadap komplikasi
maupun cacat setelah sembuh, dan pengurangan beban nonmedis (sosial) pada
seorang penderita sehingga termotivasi untuk meneruskan pengobatan dan
perawatan diri. Contoh pencegahan sekunder dalam mengendalikan PJK adalah
dengan melakukan skrinning untuk tekanan darah tinggi di usia pertengahan, karena
hipertensi merupakan salah satu factor risiko terkena PJK.
D. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi perkembangan atau
komplikasi penyakit dan merupakan aspek penting dari pengobatan terapi dan
rehabilitasi. Ini terdiri dari langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mengurangi
gangguan dan cacat, meminimalkan penderitaan yang disebabkan oleh
memburuknya kesehatan dan membantu pasien dalam menyesuaikan kondisi yang
tidak dapat disembuhkan. Contoh pencegahan tersier untuk PJK ialah rehabilitasi
jantung.

Penyakit asma
Pencegahan asma meliputi pencegahan primer yaitu mencegah
tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder
adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi
asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan atau
bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma

Anda mungkin juga menyukai