Anda di halaman 1dari 27

RESUME

DIABETES MELITUS dan PENYAKIT JANTUNG KORONER

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi


Dosen Mata Kuliah : H. Wasludin, SKM, M. Kes

Nama : Ana Intan Nurlaila


Tingkat : 1A D3 Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020

LANDASAN TEORI
A. DIABETES MELITUS
1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kelainan metabolik yang


dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya.

2. Etiologi
a. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe IDiabetes tipe I diperkirakan
timbul akibat destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhansyang
dicetuskan oleh lingkungan. Serangan otoimun dapat timbul setelah
infeksi virusmisalnya gondongan (mumps), rubella,
sitomegalovirus kronik, atau setelah pajanan obat atautoksin
(misalnya golongan nutrosamin yang terdapat pada daging yang
diawetkan.
b. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe IIDiabetes mellitus tipe II
tampaknya berkaitan dengan kegemukan.
c. Etiologi Diabetes GestasionalPenyebab diabetes gestasional
dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dankadar
estrogen dan hormone pertumbuhan yang terus menerus tinggi
selama kehamilan.

3. Gejala Diabetes Mellitus


Gejala awal diabetes adalah penderita merasa lemas, tidak
bertenaga, ingin makanan yangmanis, sering buang air kecil, dan mudah
sekali merasa haus. Dan setelah jangka panjangtanpa perawatan
memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
 Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan
 Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
 Gangguan pada jardiovaskula, disertai lesi membrane basalis
yang dapat diketahuidengan pemeriksaan menggunakan
mikroskop elektron
 Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi autonom,foot
ulcer , amputasi,charcit joint , dan disfungsi seksual.
gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria, dan hiperosmolar
nonketotik yangdapat berakibat pada stupor dan koma. Kata diabetes
mellitus itu sendiri mengacu padasimtoma yang disebut glikosuria, atau
kencing manis, yang terjadi jika tidak segeramendapatkan perawatan.

4. Pemeriksaan Diagnosis Diabetes Mellitus


a. Ada gejala klasik
(Poliuri, polidipsi, polipagi), pemeriksaan glukosa darah sewaktu
(hasil > 200 mg% = DM).
b. Tidak ada gejala klasik diabetes mellitus
Periksa tes toleransi glukosa bebas 75 gr glukosa.
Hasil :- Diabetes mellitus : - Puasa ³ 120 mg%
- 2 jam PP >> 200 mg%
Tes toleransi glukosa terganggu.
- Puasa < 120 mg%
2 jam PP 140 – 200 mg%.

5. Penanggulangan Sesuai Dengan Program Pemerintah


a. Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam
masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pada upaya
penanggulangan DM, upaya pencegahan yang sifatnya primordial
adalah :
 Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan
pola makan masyarakat yang masih tradisional dengan tidak
membudayakan pola makan cepat saji yang tinggi lemak, 
 Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis
 Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan
kegiatan-kegiatan masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik
berupa olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada masyarakat
kerja) dimana kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya aktif
secara fisik seperti kebiasaan berkebun sekalipun dalam lingkup
kecil namun dapat bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
 Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

b. Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan
informasi kepada masyarakat sehubungan dengan masalah
kesehatan. Dan pada upaya pencegahan DM, tindakan yang dapat
dilakukan adalah :
 Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif
kepada masyarakat khususnya kaum perempuan untuk
mencegah terjadinya pemberian susu formula yang terlalu dini
 Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin
minimal 15 menit sehari 

c. Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian
perlindungan secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan
masalah kesehatan. Pada beberapa penyakit biasanya dilakukan
dalam bentuk pemberian imunisasi namun untuk perkembangan
sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan melalui :
 Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
 Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara
dini
 Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan
bayi sejak dini.
d. Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan
dengan upaya pendeteksian secara dini terhadap individu yang
nantinya mengalami DM dimasa mendatang sehingga dapat
dilakukan upaya penanggulangan sedini mungkin untuk mencegah
semakin berkembangnya risiko terhadap timbulnya penyakit
tersebut. Upaya sehubungan dengan early diagnosis pada DM adalah
dengan melakukan :
 Melakukan skrining DM di masyarakat
 Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat
keluarga pada kelompok masyarakat

e. Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang
ditujukan kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM
karena risiko keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat
dilakukan adalah :
 Pemberian insulin yang tepat waktu
 Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di
rumah sakit
 Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik

f. Rehabilitation 
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
kembali pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita
DM, upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah : 
 Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak
dan pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang
alami
 Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan
melaksanakan pemeriksaan laboratorium komplit minimal
sekali sebulan
 Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap
obat-obat yang diabetagonik

6. Komplikasi
a. Akut
1) Koma hipoglikomi
2) Ketoasidosis
3) Koma hiperosmolar non ketotik.
b. Kronik
1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar : pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangipati, mengenai pembuluh darah kecil, retinapati
diabetik, netropati diabetik.
3) Neuropati diabetik.
4) Rentan infeksi : Spt TBC, gingiutis dan ISK.
5) Kaki diabetik
STUDI KASUS TB
METODELOGI STUDI KASUS

1. Tujuan Studi Kasus


1.1 Tujuan Umum
Dengan melihat permasalahan di atas maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi
keterlambatan Diagnosis Diabetes di wilayah kerja Puskesmas Abang 1,
Kabupaten Karangasem Bali Tahun 2015.

1.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi keterlambatan
Diagnosis Diabetes di wilayah kerja Puskesmas Abang 1, Kabupaten
Karangasem Bali Tahun 2015.
b. Mengidentifikasi faktor sosial budaya yang melatarbelakangi
keterlambatan Diagnosis Diabetes di wilayah kerja Puskesmas Abang 1,
Kabupaten Karangasem Bali Tahun 2015.

1.3 Metode Kegiatan Studi Lapangan


a. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kualitatif. Studi ini mengkaji
perspektif-perspektif dan informasi dari responden mengenai alasan
keterlambatan diagnosis pasien DM dengan metode wawancara mendalam
dan focus group discussion (FGD).
b. Pengumpulan Data
Data dilakukan dengan cara wawancara mendalam pada pasien DM
yang telah mengalami komplikasi saat pertama kali terdiagnosis DM
mengenai alasan keterlambatan diagnosis untuk pengumpulan data untuk
mengetahui alasan keterlambatan diagnosis pasien. Disamping wawancara,
peneliti juga akan mengumpulkan informasi dari pihak puskesmas yang
terdiri atas dokter, perawat, dan pemegang program puskesmas, mengenai
alasan keterlambatan diagnosis pasien dengan cara focus group discussion
(FGD). Hasil wawancara kemudian akan direkam, dicatat, dan dibuat
transkrip.

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja PuskesmasAbang I Karangasem
pada tanggal 8-11 Maret 2015

1.5 Peserta Kegiatan


Masyarakat di sekitar wilayah kerja PuskesmasAbang I Karangasem

1.6 Ruang Lingkup studi kasus


Studi kasus di lakukan pada masyarakat dengan penderita DM

HASIL STUDI KASUS


1.1 Analisis Data
Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis tematik, perspektif dan
informasi yang diperoleh dikaji menjadi variabel-variabel sehingga didapatkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan diagnosis pasien DM di
Puskesmas Abang I. Analisis tematik terdiri atas beberapa tahapan yaitu
mendengarkan hasil rekaman wawancara kemudian mengubah rekaman hasil
wawancara yeng berbentuk audio menjadi teks, dilanjutkan dengan coding
yaitu menganalisis tema-tema yang muncul dari hasil wawancara dadan
memberikan kode khusus pada tema-tema yang telah ditentukan. Tahap
selanjutnya adalah analisis deduktif yaitu menggolongkan hsil coding ke
dalam kategori tema tanpa menutup kemungkinan adanya kategori tema baru
yang berkaitan dengan topik penelitian. Data kemudian ditampilkan dalam
bentuk narasi ditambah dengan kutipan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Umur Jenis Pekerj Tingkat Lama Alam Tempat Ko Asu


den (tahu Kela aan Pendidika menderi at diagnosi mpli rans
n) min n ta DM s kasi i

R1 57 Laki- Wirasw Tamat 10 Ds. RS Neu BPJ


Laki asta SMA Tiyin ropa S
gtali ti

R2 58 Laki- Wirasw Tamat SD 1 Ds. Puskesm Gan JKB


Laki asta Abibi as gren M

R3 60 Laki- Tidak TS 15 Ds. RS Ulk JKB


Laki Bekerja Ngis us M
diab
etik
um

R4 70 Perem Pedaga TS 1,5 Ds. RS Gan JKB


puan ng Nawa gren M
kerti

R5 62 Perem IRT TS 1 Ds. RS Gan BPJ


puan Aban gren S
g

R6 55 Laki- Pegawa Tamat 10 Ds. RS Neu Tida


Laki i SMA Tribu ropa k
Swasta ana ti Pun
ya
Yang Mempengaruhi Keterlambatan Diagnosis Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
1. Keterbatasan pengetahuan masyarakat terkait diabetes mellitus Menurut
Green, pengetahuan yang ada pada individu dapat menjadi penentu
perilaku seseorang. Dengan pengetahuan, seseorang akan mempunyai
dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap
masalah tertentu. Pengetahuan masyarakat yang masih kurang mengenai
diabetes mellitus tipe 2 (DM) diantaranya yaitu pengetahuan mengenai
gejala DM, dan faktor risiko DM, dan pemeriksaan terkait DM yang
mempengaruhi keterlambatan diagnosis DM. Hal ini terlihat dari beberapa
pernyataan pasien yang menunjukkan kurangnya pengetahuan mengenai
DM.
2. Persepsi negatif masyarakat mengenai diabetes melitus
Keterlambatan diagnosis DM dipengaruhi oleh keyakinan atau persepsi
pasien terhadap sakitnya. Responden seringkali menyepelekan gejala DM.
hal ini menandakan persepsi masyarakat yang salah tentang keseriusan
penyakit yang diderita. Responden menganggap DM bukanlah penyakit
yang harus ditangani serius. Hal ini terlihat dari respon responden di
bawah ini.
3. Persepsi yang salah tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan secara dini
Beberapa orang tidak menaruh perhatian pada kesehatan mereka, salah
satunya dengan tidak melakukan deteksi dini. Terdapat beberapa alasan
yang mendasari untuk tidak berpartisipasi aktif dalam skrining kesehatan,
yaitu keyakinan, prioritas, dan akses (Tripp, 2001). Kesadaran untuk
memeriksakan kesehatan lebih dini dipengaruhi oleh persepsi masyarakat
tentang manfaat pemeriksaan kesehatan dan ketakutan masyarakat
terhadap hasil pemeriksaan. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan
responden.
4. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap kualitas layanan puskesmas
Persepsi masyarakat mengenai manajemen layanan puskesmas yang
menyulitkan masyarakat.Keengganan pasien untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan berkaitan dengan keluhan mengenai manajemen
layanan kesehatan, baik dalam hal administrasi atau waktu tunggu periksa,
dan kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas yang dapat
mempengaruhi kunjungan masyarakat ke puskesmas untuk memeriksakan
kesehatannya khususnya DM.

1.2 Implikasi hasil penelitian terhadap program puskesmas


Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dijalankan oleh peneliti,
terdapat beberapa hal yang dapat dilibatkan ke dalam program puskesmas di
Abang I. Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah perilaku
seseorang. Dalam hal ini, perlu dilakukan langkah-langkah untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan
deteksi dini penyakit khususnya diabetes mellitus. Hal yang dapat dilakukan
seperti melakukan KIE yang lebih efektif, promosi kesehatan atau penyuluhan
masal rutin tentang penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus,
memperbanyak media informasi terkait DM seperti poster atau pamphlet,
video edukasi. Di puskesmas Abang I, program pemberantasan penyakit tidak
menular belum menjadi prioritas sehingga diharapkan program penyakit tidak
menular seperti halnya diabetes mellitus dimasukkan dalam program kerja,
danfasilitas kesehatan agar dapat ditingkatkan oleh instansi terkait sehingga
dapat mendukung atau memfasilitasi perubahan perilaku masyarakat sendiri.

1.3 Penelitian
Dalam melakukan ini, keterbatasan peneliti dalam menggali informasi dan
memprobing saat dilakukan wawancara dengan responden terutama dengan
triangulasi dengan keterangan yang diperoleh dari petugas kesehatan.
ANALISIS-TELAAH ASPEK SOSAL BUDAYA

Beberapa aspek Sosial-Budaya yang melatarbelakangi penderita DM :


1. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan adalah tentang seberapa jauh pengetahuan pasien
mengenai DM secara umum, faktor risiko DM, gejala DM, pemeriksaan DM dan
komplikasi DM. Tingkat pengetahuan ini adalah pengetahuan pasien sebelum
terdiagnosis DM.
2. Sikap
Sikap merupakan pendapat, respon, dan kesadaran mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan faktor risiko DM, gejala DM, pemeriksaan dini DM dan
komplikasi DM. Sikap ini adalah sikap pasien sebelum terdiagosis DM.
3. Perilaku
Perilaku berkaitan dengan konsistensi dan ketepatan tindakan atau
aktivitas yang dilakukan pasien yang berkaitan dengan deteksi dini DM, seperti
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, mengikuti rencana follow up , dan
mencari informasi kesehatan dari berbagai media informasi.
4. Sosial dan budaya
Yaitu kebiasaan atau tradisi yang ada di masyarakat, yang mempengaruhi
sikap dan perilaku pasien. Juga mengenai anggapan bahwa suatu penyakit berasal
dari suatu kekuatan jahat dan terdapat cara non medis/ritual untuk mengobatinya.
5. Ekonomi
Yaitu mengenai keterjangkauan biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk
memperoleh pelayanan kesehatan khususnya untuk melakukan pemeriksaan dini
DM apakah termasuk bisa dijangkau atau memberatkan pasien yang dikaitkan
pula dengan tingkat penghasilan pasien, bantuan pembiayaan dari keluarga,
subsidi, dan asuransi.
LAPORAN HASIL STUDI KASUS

Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi keterlambatan diagnosis pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah
kerja Puskesmas Abang I. Faktor yang mempengaruhi ini terdiri atas faktor
predisposisi yang terdiri atas keterbatasan pengetahuan masyarakat terkait
diabetes mellitus, persepsi negatif masyarakat mengenai diabetes mellitus,
persepsi yang salah tentang pemeriksaan kesehatan secara dini, faktor pemungkin
seperti ketidakpercayaan masyarakat terhadap kualitas layanan puskesmas,
penyakit diabetes mellitus bukan menjadi prioritas bagi puskesmas, dan faktor
penguat yaitu anjuran untuk melakukan deteksi dini DM.
Hasil analisis-telaah aspek sosbud meliputi :
1. Tingkat pengetahuan
2. Sikap
3. Perilaku
4. Sosial dan budaya
5. ekonomi
LANDASAN TEORI

A. Penyakit jantung koroner


1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya
kelainan pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang
mengantarkan darahke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-
rongga jantung (Yenrina, Krisnatuti, 1999).

2. Etiologi Penyakit Jantung Koroner


Salah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makan
makan makanan berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak
mudah masuk dalam peredarah darah dan di serap tubuh maka lemak
harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol (Yenrina, Krisnatuti,
1999).
Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang
ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di
seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media (Elizabeth J.
Corwin, 2009, 477).
Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) arteri koronaria,
tetapi penyempitan terhadap akan memungkinkan berkembangnya
koleteral yang cukup sebagai pengganti.
b. Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK
c. Penyempitan arteri koronaria pada sifilis, aortitis takayasu,
berbagai jenis arteritis yang mengenai arteri coronaria, dll.
Salah satu penyakit jantung akibat insufiensi aliran darah koroner yaitu,
Angina pectoris dan infark miokardium.
1. Angina pectoris
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon, terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke
sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Elizabeth J .corwin,
2009, 492).

a. Ateriosklirosis d. Artritis
b. Spasmearterikoroner e. Aorta insufisiensa
c. Anemia berat

Adapun jenis-jenis angina :


a. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan
alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan
jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolahraga atau naik
tangga.
b. Angina prinzmental
Terjadi tampa peningkatan jelas beban kerja jantung pada
kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada
angina prinzmental terjadi spasme arteri koroner yang
menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang
tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
c. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmental ;
dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroer.
Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung;
hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang
ditandi oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
2. Infark miokardium
Terlepasnya plak arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner
dan kemudian tersangkut di bagian hilir sehingga menyumbat aliran
darah ke seluruh miokardium yang di perdarahi oleh pembuluh tersebut.
Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombosit yang melekat di
arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian
hilir, atau jika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga
kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi. (Elizabet J. Corwin, 2009,

3. Gejala Penyakit Jantung Koroner


Meski kebanyakan penderita PJK mempunyai masalah pokok
yang sama, yaitu penyempitan arteri koronia, namun gejala yang timbul
tidak sama. Beberapa menderita angina, ada pula yang terkana serangan
jantung. Sebagian kecil mengalami kegagalan jantung tanpa ada gejala
apapun sebelumnya. Semua akibat ini belum diketahui penyebabnya
secara pasti.
a. Nyeri Dada
Tidak semua nyeri dada disebabkan oleh nyeri dada . banyak
orang mengira mudah untuk mengenali nyeri dada akibat nyeri
jantung daripada penyakit lainnya, tetapi sesungguhnya hal ini
sulit, bahkan bagi dokter berpengalaman sekalipun.
1) Angina
Angina pectoris adalah bahasa latin untuk rasa nyeri di
dada, stelah melakukan kegiatan fisik, dan hilang ketika anda
beristirahat. Pda PJK, nyeri itu timbul dari urat otot di jantung
karena tidak mendapat oksigen cukup untuk melaksanakan
tugasnya. Angina biasanya berlangsung selama 2-3 menit tidak
ebih dari 10 menit. Ini terjadi bila anda berjalan mendaki,
melawan angin kuat, atau bila anda naik tangga. Namun, ini bias
juga terjadi setelah melakukan aktifitas ringan, seperti berpakaian.
Biasanya keadaan lebih parah bila cuaca dingin dan bila kegiatan
itu dilakukan setelah makan, misalnya berjalan-jalan setelah
makan.
2) Angina tak pasti
Sebenarnya angina dapat diduga sebelumnya, namun bila
arteri koronia terus menyempit atau timbul bekuan darah pada
permukaannya, angina dapat berkembang menjadi angina tak
pasti. Anda baru menyadari saat anda hanya mampu berjalan
dalam jarak pendek, atau anda merasa nyeri saat anda melakukan
pekerjaan ringan diseputar rumah, atau saat naik tangga. Mungkin
juga anda terbangun dari tidur oleh serangan angina. Perubahan
rasa nyeri perlu dilaporkan kepada dokter agar dapat melakukan
tindakan pencegahan karena bias berkembang menjadi serangan
jantung.
3) Serangan jantung
rasa nyerinya sama dengan angina, namun tak hilang bila
anda beristirahat, malah tambah parah. Mereka yang pernah
mengalaminya mengatakn bahwa inilah rasa sakit paling buruk
yang pernah mereka rasakan. Orang yang terkena serangan jantung
Nampak pucat, berkeringat, dan tubuhnya terasa dingin. Mereka
sering merasa sakit dan mungkin muntah. Sebagian malah tidak
pernah mengalami gejala penyakit jantung sbelumnya karena
terjadi secara tiba-tiba. Namun, banyak penderita merasakan nyeri
yang sebentar-sebentar selama beberapa minggu atau beberapa
bulan akibat penyempitan pembuluh darah.
2. Pleuritis
Infeksi di dada seperti pneumonia (radang paru-paru)
biasa menimbulkan nyeri hebat di dada, yang dinamakan pleuritis
(radang selaput dada). Rasa nyeri yang tajam disatu sisi dada akan
semakin parah bila anda batuk atau bernmafas dalam-dalam. Ini
berbeda dari rasa sakit yang kurang tajam dan terus menerus dari
jantung yang menyebar tepat kedada.
3. Sakit Otot
Sepanjang punggung dan diantara tulaang rusuk terdapat
otot-otot yang berperan penting dalam pernapasan. Seperti otot
lainnya, otot-otot ini bias terserang rematik. Sakitnya biasanya
terbatas di daerah dada tertentu, baik dibagian depan atau
belakang. Rasa sakit semakin terasa saat duduk, atau berbaring
dalam posisi tertentu jika membalik. Sakit akibat rematik ini bias
berlangusung beberapa jam sampai beberapa hari dan mungkin
hilang sbelum akan kambuh beberapa minggu kemudian.
4. Debaran Jantung
Palpitasi, debaran jantung keras dan cepat yang teratur
ataupun yang tidak teratur bisa terjadi pada orang sehat.
Penyebabnya adalah, stress, merokok, atau terlalu banyak minum
kopi atau teh. Ada juga orang yang mempunyai “sirkuit pendek”
elektris pada jantungnya sehingga membuat jantung berdebar
sangat cepat, namun ini jarang terjadi.
5. Sesak Napas
Banyak penyebab sesak napas, dan yang paling umum
diantaranya adalah brinkitis kronis, emfisema (melebarnya
gelembung paru) dan asma. Gagal jantung juga menyebabkan
sesak napas dan bisa menyerang orang pernah terkena serangan
jantung. Jika jantung tidak memompa dengan baik, cairan akan
tertimbun dalam jaringan tubuh dan paru-paru, sehingga
mengakibatkan sesak nafas. Anda akan sulit jika berbaring
ditempat tidur atau terbangun waktu malam karena sesak napas.
Anda juga bisa terserang batuk dengan dahak mengandung sedkit
busa atau darah.
Jika cairan tertimbun di bagian tubuh, pergelangan kaki
membengkak atau perut terasa sakit karena hati dan usus
membengkak. Jika telah jelas bahwa jantung anda tidak beres,
napas yang semakin sesak, atau abtuk yang tak kunjung hilang
sangat berbahaya. Kini telah ada obat-obatan ampuh untuk
mengatasi gagal jantung, dan semakin cepat anda di obati akan
semakin baik.

4. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan
dengan pemeriksaan fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung
dapat dilakukan dengan ekokardiografi. Sistem ekokardiografi dapat
menampilkan, menganalisa dan menangkap hati secara penuh dalam
satu detak jantung. Perkembangan teknologi telah menciptakan alat
baru yaitu Computed tomography (CT) yang sudah lama berperan
penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun.
Semakin berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan
generasi baru dengan CT scanner yang dapat melakukan CT
angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi dosis radiasi pada
pemeriksaan klinis secara rutin.
Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di
laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama
dalam perawatan darurat dapat mempengaruhi dan mendukung
keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan natriuretik beredar-
peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah
indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung
terganggu. BNP digunakan baik untuk diagnosis awal dan untuk
pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan jantung menjadi
penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari
infark miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya
kerusakan miokard dan kegagalan jantung selanjutnya. (Ekinci, 2010).

5. Penanggulangan
Mengenai program pemerintah dalam menanggulangi PTM
terutama PJK yang diungkapkan oleh Prof. DR. Agus Purwadianto,
SH, M. Si, S.F(K) yaitu posbindu PTM dan penuatan regulasi.
Posbindu PTM merupakan suatu deteksi dini, monitoring, dan tindak
lanjut PTM termasuk jantung koroner, kemenkes saat ini telah
mengembangkan posbindu PTM dan telah terdapat sebanyak 7225 pos
pembinaan terpadu ptm ( Posbindu PTM ) di seluruh indonesia.

6. Komplikasi
Adapun komplikasi PJK adalah:
a. Disfungsi ventricular
b. Aritmia pasca STEMI
c. Gangguan hemodinamik
d. Ekstrasistol ventrikel
e. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
f. Syok kardiogenik
g. Gagal jantung kongestif
h. Perikarditis
i. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010).
STUDI KASUS PJK
METODELOGI STUDI KASUS

1.Tujuan Studi Kasus


1.1 Tujuan Umum
Dengan melihat permasalahan di atas maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebiasaan makan etnik Minahasa terhadap
kejadian penyakit jantung koroner.

1.2 Tujuan Khusus


a. Bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kebiasaan makan dari
populasi etnik Minahasa yang tinggal di Propinsi Sulawesi Utara, terutama
makanan khas etnik Minahasa yang diduga mengandung asam lemak
jenuh.
b. Mengidentifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan
etnik Minahasa terhadap kejadian penyakit jantung koroner .
c. Mengidentifikasi faktor sosial budaya yang melatarbelakangi kebiasaan
makan etnik Minahasa terhadap kejadian penyakit jantung koroner.

1.3 Metode Kegiatan Studi Lapangan


Metode dilakukan dengan menggunakan disain studi kasus kontrol dengan
ukuran sampel 128 kasus dan 128 kontrol. Data frekuensi makan dikumpulkan
dengan Food Frequency Quationnaire (FFQ).

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSU Prof. Dr. R.D Kandou.
1.5 Peserta Kegiatan
Masyarakat etnik minahasa.

5.Ruang Lingkup studi kasus


Studi kasus di lakukan pada masyarakat etnik minahasa.

HASIL STUDI KASUS

Karakteristik Kasus dan Kontrol Aktivitas fisik sehari-hari (kebiasaan


sedentary life style) responden dikategorikan dalam kurang gerak dan cukup
gerak. Diperoleh bahwa sebagian besar dari kasus (68,75%) mempunyai aktivitas
sehari-hari yang kurang gerak (sedentary life style), sedangkan pada kontrol
terdapat 43,75% yang sedentary. Kebiasaan merokok pada setengah kasus
(55,47%) adalah perokok, sedangkan pada kontrol hanya sebagian kecil (22,66%)
yang perokok. Berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi minuman yang
mengandung alkohol, terdapat sepertiga dari kasus (32,81%) mempunyai
kebiasaan minum minuman yang mengandung alkohol seperti cap tikus (minuman
khas Minahasa yang terbuat dari hasil penyulingan pohon enau), anggur, bir, dan
sebagainya. Demikian pula, pada kontrol terdapat hampir sepertiga yaitu 29,69%
adalah juga mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kelompok kasus sebagian besar lebih tua daripada kelompok kontrol. Hampir
setengah (40,63%) subyek pada kelompok kasus berumur 55-64 tahun, sedangkan
pada kontrol 37,5%. Subyek yang berumur ≥ 65 tahun terdapat 40,63%,
sedangkan pada kontrol hanya sebagian kecil yaitu 24,22%. Sebagian besar dari
kasus yaitu 61,72% mempunyai jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada kontrol
terdapat 28,91% adalah berjenis kelamin laki-laki. Hampir separuh (41,41%) pada
kasus ada mempunyai riwayat keluarga PJK, sedangkan hanya sebagian kecil
(24,22%) pada kontrol yang mempunyai riwayat keluarga PJK. Sekitar dua
pertiga (67,19%) dari kasus mempunyai riwayat hipertensi, sementara pada
kelompok kontrol hanya terdapat 35,94% yang mempunyai riwayat hipertensi
juga. Obesitas atau kegemukan terdapat pada kasus 62,5% yang tergolong dalam
kategori obesitas, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 37,5% yang tergolong
dalam kategori obesitas. Riwayat Diabetes Melitus terdapat sebagian besar yaitu
(75%) dari kasus mempunyai riwayat DM dan pada kelompok kontrol ditemukan
47,66% mempunyai riwayat DM juga.
Kebiasaan makan etnis Minahasa yang sering mengkonsumsi makanan
yang kaya asam lemak jenuh, didukung pula dengan kebiasaan ‘suka makan enak’
pada ‘pesta’ dan sehari-harinya juga, maka semakin kuat risikonya ke arah
terjadinya PJK.6,9 Jenis makanan yang ada sebagian besar terbuat dari komposisi
daging/lemak hewan babi dan pada umumnya masakan etnik Minahasa terasa
pedas karena menggunakan cabe rawit (‘rica’ = capsicum fretescens, cayenne,
goat pepper). Cabe rawit mempunyai khasiat yang baik untuk kesehatan jantung,
karena berfungsi sebagai antioksidan dan antikoagulan serta anti fibrinolitik.
Namun, yang unik dari makanan etnik Minahasa ada beberapa jenis makanan
yang terbuat dari jenis daging hewan yang tidak lazim dimakan oleh kebanyakan
orang pada umumnya, yaitu antara lain kelelawar (Paniki), anjing (RW), tikus
hutan dan sayur yang terbuat dari batang pisang (Sa’ut/Kotey). Makanan dari
tikus juga dikonsumsi oleh etnis Zimbabwe yaitu tikus putih.21-23 Diketahui
bahwa bumbu jahe terutama jenis jahe merah (Zingiber Officinale var Rubrum)
bersifat sebagai antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang
disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh. Jahe merangsang pelepasan
hormon adrenalin dan memperbesar pembuluh darah, sehingga darah mengalir
lancar dan meringankan kerja pompa jantung. Gingerol pada jahe bersifat
antikoagulan yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi, mencegah tersumbatnya
pembuluh darah sebagai penyebab utama serangan jantung dan stroke. Gingerol
pada jahe juga dapat membantu menurunkan kada kolesterol darah.24,25 Bumbu
bawang putih berkhasiat menurunkan dan menstabilkan tekanan darah tinggi,
membantu menurunkan kadar kolesterol darah, membantu mencegah
penggumpalan darah, sebagai detoxifier, antioksidan dan dapat juga sebagai anti
bakteri.
ANALISIS-TELAAH ASPEK SOSIAL BUDAYA
1. Sosial Budaya
Tidak dapat kita hindari bahwasanya faktor sosial budaya memegang
peranan penting dalam perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat untuk
mengetahui tentang PJK ternyata dipengarui oleh adat istiadat dan atau
kepercayaan dalam budaya tertentu.

2. Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat cenderung mempengaruhi
masyarakat dalam pemilihan pengobatan. Sulitnya akses menuju
puskesmas atau rumah sakit dan sulitnya transportasi menyebabkan
masyarakat kesulitan untuk mengeluarkan biaya transportasi karena
kemampuan ekonomi yang relatif terbatas.

3. Pendidikan/pengetahuan, Persepsi dan Stigma Masyarakat


Pendidikan sebagian masyarakat di lokasi penelitian masih
tergolong relatif rendah. Dengan kondisi pendidikan yang relatif rendah,
maka pengetahuan masyarakat terhadap penyakit PJK juga terbatas.

4. Makanan
makanan khas etnik Minahasa yang diduga mengandung asam
lemak jenuh. penduduk etnik Minahasa sehari-hari maupun di acara
makan-makan/pesta yang sering dilakukan oleh etnik ini.
LAPORAN HASIL STUDI KASUS

Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi kebiasaan makan etnik Minahasa terhadap kejadian penyakit
jantung koroner. Gambaran kandungan asam lemak jenuh pada makanan etnik
Minahasa adalah 0,01-10,46% food per 100 gram. Berdasarkan 41 jenis makanan
etnik Minahasa yang termasuk kelompok makanan tinggi ALJ (3,93-10,46%
food/100 gram) adalah tina’i, ayam santan, babitore, babi bakar, brenebon babi,
babi putar, babi garo rica, tinorangsak, pangi babi, paniki, babi asam manis, babi
kecap, RW, babi hutan, babi leylem dan sup kuah asam babi. Kelompok makanan
rendah ALJ (0,01-3,92%food/100 gram) adalah tinutuan, sayur pait,
kotey/sa’ut,ikan cakalang goreng, ikan laut wokublanga, ikan mujair bakar, ikan
mujair goreng, ikan cakalang fufu saus, ikan mas bakar rica, ikan mas
wokublanga, ikan mas goreng, kangkung tumis, tikus dan sayur rica rodo. Orang
mengkonsumsi babi putar ≥ 2 x/ bulan berisiko 4,43 kali lebih besar untuk
menderita PJK daripada yang mengkonsumsi babi putar dengan frekuensi ≤ 1 x/
bulan, setelah dikontrol oleh babi hutan, sa’ut/kotey dan faktor usia, jenis
kelamin, merokok dan hipertensi. Orang yang biasa makan makanan etnik
Minahasa dengan frekuensi ‘sering’ berisiko 5,4 kali lebih besar untuk terserang
PJK daripada yang ‘jarang’ setelah dikontrol oleh faktor jenis kelamin, adanya
riwayat keluarga PJK dan diabetes melitus
Hasil analisis-telaah aspek sosbud meliputi :
1. Sosial budaya
2. Ekonomi
3. Pendidikan/ pengetahuan, Persepsi dan Stigma Masyarakat
4. Makanan

DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Kus. 2004.Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.


Bandung
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC
Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi 1.
Jakarta : EGC, 2009.
Guyton. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit . Jakarta: EGC
Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Journal. Fkm. Ui. Ac. id
https://www.researchgate.net/publication/313285272_FAKTOR_FAKTOR_YAN
G_MEMPENGARUHI_KETERLAMBATAN_DIAGNOSIS_DIABETES_MELI
TUS_TIPE_2_DI_WILAYAH_KERJA_PUSKESMAS_ABANG_1_KABUPAT
EN_KARANGASEM_BALI_TAHUN_2015

Anda mungkin juga menyukai