2.1.1 Definisi
Terdapat beberapa pengertian definisi diabetes mellitus, antara lain :
a. Diabetes mellitus ditandai dengan adanya intoleransi glucose. Penyakit ini terjadi akibat
ketidakseimbangan antara supply insulin dan kebutuhan insulin. DM dapat terjadi akibat tidak
terpenuhinya insulin sesuai kebutuhan atau insulin yang diproduksi tidak efektif sehingga terjadi
tingginya kadar glucosa darah. DM juga menyebabkan gangguan metabolisme protein dan lemak.
DM berhubungan dengan microvascular, macrovascular, dan neuropathy.
b. Diabetes mellitus adalah penyakit dimana seseorang mengeluarkan atau mengalirkan sejumlah
urin manis (Elisabeth. C, 2001)
c. Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun dengan komplikasi yang baru terlihat lima belas
tahun atau dua puluh tahun kemudian. (Hartono. A, 2001)
d. Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda –
tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan
protein. ( Askandar, 2000).
2.2.2 Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas
insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara
berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin
akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap
insulin.
2.2.4 Patofisiologis
Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penserita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes tipe Iipaling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat tingan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II yang dideritanya
ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium
yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer,
kelainan vaskuler oerifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena
resistensi insulin bekaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk
meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan
tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat
digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stres
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
g. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau genetik
sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus diabetes militus, salah satu
penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).
h. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
1. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya, tindakan
atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah
dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi
perubahan persepsi management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut, kuku
dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang
disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM
akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak
dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah disertai rasa
nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan hambatan
dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan
situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga
pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasi.
Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
Skala ketergantungan :
a) Pasien mendiri
b) Pasien bergantung pada alat
c) Pasien bergantung pada orang
d) Pasien bergantung pada alat dan orang
e) Pasien total care
Aktivitas menggunakan tonus otot:
a) Tidak ada kontraksi
b) Ada kontraksi tapi tidak ada pergerakan sendi
c) Ada pergerakan sendi tapi tidak bisa menahan gaya grafitasi
d) Dapat menahan gravitasi sedang
e) Dapat menahan sekuat-kuatnya gaya gravitasi
6. Pola kognitif perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir, pola penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi nyeri serta kemampuan
berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang dimana
perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta hubungannya
dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka gangren
yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh
darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami dan dapat
menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut dan
bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda
vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di
daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning (
++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa
data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan
berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang
masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
1. Intoleransi aktifitas berhubungana kelemahan tubuh.
2. Resiko injury berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
3. Ketidakseiimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan
perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan
penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas,
diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatanyang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual,
teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
2.2. 6 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai
dengan pernyataan tujuan.
1. Intoleransi aktivitas
NANDA
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4 : Respon kardiovaskular / pulmonal
Pengertian : ketidakcukupan energy secara fisiologis dalam
pemenuhan aktivatas sehari – hari yang dibutuhkan atau diperlukan.
Batasan karakteristik
Laporan verbal kelelahan dan kelemahan
Respon terhadap aktivitas menujukan nadi dan tekanan darah abnormal
Dispna dan ketidaknyamanan yang sangat
berhubungan
Tirah baring atau imobilisasi, ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen , gaya hidup yang menetap
Kognitif :
- Bloking
- Bingung
- Keasikan
- Pelupa
- Merenung
- Kerusakan perhatian
- Penurunan lapangan persepsi
- Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas
- Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain
- Sulit berkosentrasi
- Penurunan kemampuan belajar menyelesaikan masalah
- Gejala kewaspadaan fisiologis
Factor yang berhubungan :
- Terpapar racun
- Konflik yang tidak disadari mengenai nilai utama / tujuan hidup
- Berhubungan dengan herediter
- Kebutuhan yang tidak terpenuhi
- Transmisi interpersonal
- Krisis situasional /maturasi
- Ancaman kematian
- Ancaman terhadap konsep diri
- Stress
- Substance abuse
- Perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status
ekonomi
b. Client Outcomes (COC) :
Klien menunjukkan control ansietas / kecemasannya berkurang / terkontrol.
c. Nursing Outcomes (NOC)
Kontrol ansietas (1402)
Domain – Psychosocial Health (III)
Class – Immune response (H)
Scale – Never demonstrated to consistently demonstrated
Koping (1302)
Domain – Psychosocial Health (III)
Class – pshyhosocial to consistdensi demonstrated (m)
Scale – Never demonstrated to consistently demonstrated
Never Ravely Sometimes Often Consistenly
Koping demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated
130201 Mengidentifikasi koping efektif
yang digunakan 1 2 3 4 5
130202 Mengidentifikasi ketidakefektifan
koping yang digunakan 1 2 3 4 5
4. Kurang pengetahuan
a. NANDA
Domain : Persepsi / kognisi
Kelas : 4 Kognisi : penggunaan dalam memori, belajar, berpikir,
pemecahan masalah,
Diagnose : Kurang pengetahuan .
Pengertian : Tidak ada atau kurangnya informasi kognitif berhubungan dengan topik spesifik.
Batasan karakteristik :
Mengungkapkan adanya masalah
Mengikuti instruksi tidak akurat
Tes penampilan tidak akurat
Perilaku berlebihan atau tidak sesuai ( histeris, bermusuhan, agitasi, apatis
Faktor yang berhubungan :
Keterbatasan paparan, Mudah lupa, Misinterpretasi informasi, Keterbatasan kognisi, Keterbatasan
ketertarikan belajar, Tidak familiar dengan sumber informasi
b. Client Outcome (COC)
Klien mampu memahami proses penyerban penyakit dan penyembuhannya dengan cukup
c. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Pengetahuan : proses penyebaran penyakit ( 1803 )
Domain : pengetahuan kesehatan dan tingkah laku ( IV )
Kelas : pengetahuan kesehatan ( S )
Skala : tidak ada pengetahuan sampai dengan luasnya pengetahuan