Anda di halaman 1dari 27

APLIKASI KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN

KELAINAN CONGENITAL DAN TINDAKAN PEMBEDAHAN


HYDROCEPHALUS, LABIOPALATOSCHIZIS, ATRESIA ANI

2A D3 KEPERAWATAN
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 6:
Ana Intan Nurlaila (P27901119005)
Anna Febriyani (P27901119007)
Fajrah Annisa Syarifuddin (P27901119017)
Fena Nila Oktafiona (P27901119019)
Nida Nuroktaviani (P27901119036)
Reno Oktaviansyah (P27901119041)
Wanda Sofiyantun Najwa (P27901119050)
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus,
lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar,
umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya.

Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis kelainan
kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan
beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah
janin
 Kelainan Genetik Dan Kromosom
 Faktor Mekanik
 Faktor Infeksi
Faktor Etiologi Kelainan  Faktor Obat
Kongenital
 Faktor Umur Ibu
 Faktor Hormonal
 Faktor Radiasi
 Faktor Gizi
Hydrocephalus
Secara umum, hidrosefalus merupakan penimbunan cairan serebrospinal yang berlebih di dalam otak.
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CCS)
dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meningkat, sehingga terdapat pelebaran ventrikel
(Darsono,2005).
Pembedahan hydrochepalus merupakan tatalaksana yang paling efektif untuk mengontrol gejala
hydrocephalus karena peningkatan tekanan intrakranial. Pembedahan yang bisa dilakukan adalah metode
pemasangan shunt, endoscopic third ventriculostomy (ETV), atau alternatif lainnya
Klasifikasi
Berdasarkan Sumbatannya : Bedasarkan perolehannya
 Hidrosefalus obstrukstif  Hidrosefalus congenital
Tekanan CCS meningkat akibat obstruksi pada Hidrosefalus ini sudah diderita sejak dalam
salah satu tampat pembentukan CSS, Antara lain kandungan. Berarti, pada saat lahir otaknya sudah
pleksus koroidalis dan keluarnya ventrikel IV berukuran kecil atau pertumbuhan otak terganggu
melalui faromen Luscka dan magendhi. karena desakan oleh banyaknya cairan dalam
 Hidrosefalus komunikans kepala dan tingginya tekanan intrakranial.
Tekanan CSS yang meningkat tidak disebabkan  Hidrosefalus didapat
oleh penyumbatan pada salah satu tempat Pertumbuhan otak pada awalnya sudah
pembentukan CSS. Cairan dapat bebas keluar- sempurna, tetapi kemudian terjadi gangguan
masuk ventrikel. karena adanya tekanan intrakranial yang tinggi
Etiologi
Hidrosefalus congenital
1. Stenosis akuaduktus sylvii : penyebab terbanyak hidrosefalus bayi dan anak (60-90%).
Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu atau lebih sempit dari biasanya. Gejala hidrosefalus
umunya erlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bula pertama kelahiran.
2. Spina bifida dan kranium bifida : berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya
medula spinalis ke medula oblongata dan serebelum terletaak lebih rendah dan menutupi foreman
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3. Sindrom Dandy-Walker: atresia kongenital foramen Luscka dan Magendhi yang menyebabkan
hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran ventrikel-terutama ventrikel IV-yang dapat menjadi
sangat besar hingga menjadi suatu kista besar didaerah fosa posterior.
4. Kista araknoid: dapat terjadi secara kongenital atau trauma sekunder suatu hematoma.
Hidrosefalus didapat

1. Infeksi : biasanya terjadi pada hidrosefalus


pasca meningitis.
2. Neoplasma : disebabkan oleh adanya
obstruksi mekanisme pada saluran aliran
CSS
3. Perdarahan intrakranial : dapat
menyebabkan hematoma didalam otak
sehingga dapat timbul penyumbaan
4. Sumbatan pada penyakit penimbunan,
misalnya mukopolisakarida dan histiositosis
X.
5. Intoksikasi vitamin A
Gambaran Klinis
A. Bayi muda
1. Kecepatan pertumbuhan kepala tidak normal 4.Respons pupil lambat dan tidak sama dalam merespon
2. Penonjolan fontanel (khususnya anterior) yang cahaya
kadang tanpa disertai pembesaran kepala : tegang C.Bayi Umum
dan tidak berdenyut 1. Bayi, umum :
3. Dilatasi vena pada kulit kepala 2. Peka terhadap rangsangan
4. Terdapat peregangan sutura 3. Letargik
5. Tanda Mecewen (bunyi “cracked-post [vas pecah]”) 4. Bayi menangis jika diangkat atau diayun dan diam
pada saat perkusi jika dibiarkan berbaring
6. Terjadi penipisan tulang tengkorak 5. Kerja refleks dini menetap
B. Bayi lanjut 6. Respons normal tidak terlihat
7. Pembesaran frontal atau “bossing” 7. Dapat menunjukkan tanda : tingkat kesadaran
8. Depresi mata berubah, opistotonus ( sering kali bersifat ekstrem),
9. Tanda setting sun (skelra terlihat diatas iris) spastisitas ekstermitas bawah
● Pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar
● Pemeriksaan CT tidak scan dan MRI dapat menunjukan ukuran ventrikel dan

Diagnosis mengindikasikan letak obstruksi. CT scan merupakan cara aman yang dapat
diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga
menyebabkan pembesaran kepala abnormal.
● Pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hidrosefalus antara lain adalah :


1. Lakukan perawatan umum, misalnya pengawasan suhu, pencegahan infeksi, pengawasan asupan
dan haluaran, serta perawatan setelah BAK dan BAB.
2. Ukur lingkar kepala secara berkala untuk mengetahui laju perta,bahan CSS.
3. Lakukan pengawasan dan pencegahan muntah.
4. Lakukan pengawasan kejang. Jika perlu, spatel lidah dapat dipasang untuk mencegah retraksi
lidah yang dapat menyebabkan perdarahan atau sumbatan pada saluran pernapasan.
5. Dapatkan informed consent dari orangtua untuk merujuk ke pusat pelayaan kesehataan yang lebih
memadai.
6. Pada dasarnya terdapat tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu mengurangi produksi
CSS, memengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dan tempat absorbsi, serta pengeluaran
CSS ke dalam organ ekstrakranial.
Labiopalatoschizis
Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak
6.Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan
palatine (bagian depan serta samping muka serta langit-langit
kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
mulut) tidak menutup dengan sempurna.
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi
Etiologi
penitonin
1. Faktor genetik atau keturunan
7.Multifaktoral dan mutasi genetic
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin
8.Diplasia ectodermal
C pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin
contohnya seperti infeksi rubella dan sifilis,
toxoplasmosis dan klamidia
Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak


terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan
prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum
durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke 7 sampai 12 mgg.
Klasifikasi
 Berdasarkan organ yang terlibat :
• Celah di bibir (labioskizis)
• Celah di gusi (gnatoskizis)
• Celah di langit (palatoskizis)
• Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalkan : terjadi di bibir (labiopalatoskizis)
 Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
• Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung
• Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung
• Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung
Gejala dan Tanda

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu Diagnosis


1. Terjadi pemisahan langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
bayi setelah lahir mudah karena pada celah
4. Infeksi telinga berulang
sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik.
5. Berat badan tidak bertambah
Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat
6. Pada bayi terjadi regurgitas nasal ketika
digunakan untuk mengetahui keadaan janin
menyusui yaitu keluarnya air susu dari
apakah terjadi kelainan atau tidak. Walupun
hidung
pemerksaan ini tidak sepenuhnya spesifik. Ibu
hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakan USG.
Komplikasi

Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya, yaitu :
• Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum.
Memerlukan penanganan khusu seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran
dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
• Infeksi telingan dan hilangnya, dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan
kehilangan pendengaran.
• Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah.
Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
• Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga
perlu perawatan dan penanganan khusus
Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan,
dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pda saluran napas dan sistemik
 Perawatan
 Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat
penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu dan
memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6
mgg
 Menggunakan alat khusus
 Dot domba
 Botol Peras
 Ortodosi
 Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi
 Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara
 Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lobang hidung
 Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut
untuk sembuh
 Setelah siap menyusu, perlahan–lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang
dicelupkan dalam hydrogen perosida setengah kuat atau air.
Pengobatan
 Dilakukan bedah efektif yang melibatkan bebrapa disiplin ilmu untuk  Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun
penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk dikerjakan setelah oertumbuhan tulang-tulang
memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut muka mendeteksi selesai
bervariasi.  Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak
 Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan memiliki “kerusakan horseshoe” yang lebar.
kriteria rule of ten yaitu umur >10.mgg, BB> 10 pon gr/dl, leukosit > Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara
10.000 ditempel pada bagian belakang gigi geligi
 Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti menutupi nasofaring dan membantu anak bicara
dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara yang lebih baik
lengkap sehingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada  Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara,
umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada karena langit-langit sangat penting untuk
celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pembentukan bicara, perubahan struktur, juga
pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat
mempengaruhi pola bicara secara permanen
ATRESIA ANI

Atresia ani adalah kondisi dimana tidak ada lubang secara tetap di daerah anus.Kondisi ini
merupakan kelainan malformasi kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik
pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal.
Penyeban utama atresia ani tidak diketahui secara pasti.Secara umum atresia ani disebabkan oleh
migrasi yang tidak sempurna dan perkembangan struktur kolon yang tidak sempurna yang terjadi
antara 7-10 minggu selama perkembangan fetus (Saputra, Dr. Lyndon. 2014).
Gambaran Klinis

1. Selama 24-48 jam setelah lahir, bayi mengalami muntah-muntah dan tidak ada defekasi
meconium.
2. Tidak ditemukan anus dengan ada/tidak adanya fistula.
3. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
4. Gerak usus dan bising usus meningkat (hiperperistaltik).
5. Jika ada fistula rektovestibular dan meconium keluar dari fistula tersebut, berarti terjadi atresia
letak rendah (Saputra, Dr. Lyndon. 2014).
Pengobatan
Pengobatan atresia ani bertujuan untuk memperbaiki kondisi anus agar bayi bisa hidup normal. Sebelum dilakukan
pengobatan lebih lanjut, bayi yang tidak memiliki lubang anus akan diberi asupan nutrisi dan cairan melalui cairan infus.
1. Operasi merupakan metode pengobatan utama untuk mengatasi atresia ani. Tujuan operasi adalah untuk membuat
fungsi saluran pencernaan berjalan dengan normal. Jenis operasi yang dilakukan tergantung dari gejala, usia, jenis
dan kerumitan bentuk atresia ani yang terjadi, serta kondisi kesehatan bayi.
2. Beberapa jenis operasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi atresia ani adalah:
3. Kolostomi, yaitu pembuatan lubang (stoma) di dinding perut yang sebagai saluran pembuangan sementara. Kotoran
yang keluar dari stoma akan ditampung di sebuah kantung (colostomy bag).
4. Pull through, yaitu operasi untuk menyambungkan bagian rektum dan anus. Biasanya operasi ini dilakukan
beberapa bulan setelah operasi kolostomi pertama.
5. Penutupan kolostomi, yaitu operasi lanjutan untuk menutup stoma, sehingga pasien bisa mulai membuang kotoran
melalui rektum dan anus.
6. Anoplasti perineum, yaitu operasi untuk menutup fistula yang terhubung dengan saluran kemih atau vagina.
Prosedur ini bertujuan untuk membuat lubang anus berada di posisi yang seharusnya.
Penatalaksanaan
1. Beri dukungan emosional dan keyakinan pada ibu.
2. Pertolongan pertama adalah dengan tidak memberikan apa pun melalui mulut, menutup organ
yang menonjol dengan kassa steril yang dibasahi saline normal, sehingga kassa tetap basah,
memastikan bayi tetap hangat, memasang pipa lambung untuk membiarkan cairan lambung
mengalir bebas.
3. Ganti asupan makanan melalui mulut dengan pemberian cairan intravena sesuai dengan
kebutuhan, misalnya glukosa 5-6 % atau Na-bikarbonat.
4. Pengobatan kasus atresia ani adalah dengan pembedahan untuk membuat lubang anus. Untuk itu,
dapatkan informed consent dari orangtua untuk merujuk bayi ke pusat pelayanan kesehatan yang
lebih memadai.
5. Pembedahan perlu segera dilakukan setelah tinggi atresia ditentukan. Pada atresia ani letak tinggi
dan intermediet, dilakukan sigmoid kolostomi, 6-12 minggu kemudian dilakukan tindakan
definitive (PSARP).
Pengelolaan Bayi Dengan Fototerapi

Fototerapi merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan


konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah peningkatan kadar bilirubin.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.
Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar,
jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan
media pemantulan sinar
Indikasi Fototerapi
Fototerapi direkomendasikan apabila :
1.    Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan <1500 gram.
2.    Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3.    Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram.
Dampak fototerapi

Meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi.Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler
superfisial dan jaringan interstitial dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer
(isomerisasi struktural dan konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan dapat diekskresi melalui
hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total
paling besar terjadi pada 6 jam pertama
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak adekuat, sumber cahaya terlalu
jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu
panas menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat
  Efektivitas fototerapi
1.Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan cahaya yang paling efektif dalam fototerapi
karena dapat menembus jaringan dan diabsorbsi oleh bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada cahaya biru
dengan spektrum 460 nm ini).
2.Saluran energi atau  imadiance sumber cahaya
Imadiance diukur dengan radiometer  atau spektroradiometer dalam satuan watt/cm 2 atau µ watt/cm¬¬2nm. Sebagai
contoh, sumber cahaya (tipe konvensional atau standar)  yang diletakkan ±20 cm diatas bayi dapat menghantarkan
spektrum imadiance, berkisar 8-10 µ watt/cm 2 nm pada panjang gelombang cahaya 430-490 nm.Adapun cahaya
flourenens biru dapat menghantarkan spektrum imadiance berkisar 30-40  µ watt/cm¬¬2nm.
American academy of pediatriks mendefinisikan intensif fototerapi sebagai fototerapi dengan spektrum imadiance
berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2 nm yang dapat menjangkau permukaan tubuh bayi dengan lebih luas.
3.Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm. Penelitian terkontrol menyebutkan bahwa
semakin luas daerah kulit yang terpajan, semakin besar reduksi kadar bilirubin total. 
Perawatan Bayi  Dengan Fototerapi

1.Pasang penutup mata dan pastikan terpasang dengan bayi


2.Baringkan bayi tanpa pakaian, kecuali popok/ bilibottom
3.Ubah posisi bayi setiap  3 jam
4.Ketika fototerapi dimulai, periksa kadar bilirubin setiap 24 jam
5.Pantau subuh tubuh bayi
6.Observasi status hidrasi  bayi, pantau  intake dan output cairan
7.Edukasi dan motivasi orangtua / keluarga bayi
8.Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan selesainya fototerapi, jumlah jam pemakaian alat
fototerapi dalam lembar dkomentasi pemakaian alat.
9.Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan klinis bayi, dan tindakan lainnya yang
dilakukanterkait fototerapi dalam lembar dokumentasi perawatan bayi.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai