Disusun Oleh:
(G3A019210)
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa di dalam darah yang diakibatkan gangguan
sekresi insulin, penurunan kerja insulin atau akibat dari keduanya. Risiko berkembangnya
DM tipe 2 akan terus meningkat dengan bertambahnya usia, obesitas, dan kurangnya
aktivitas fisik (American Diabetes Association, 2015).
DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar gula dalam
darah. Komplikasi DM dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketoasidosis. Sedangkan komplikasi kronik
berupa mikroangiopati dan makroangiopati yang akan menyebabkan hambatan aliran
darah ke seluruh organ sehingga mengakibatkan nefropati, retinopati, neuropati, dan
penyakit vascular perifer (Smeltzer & Bare, 2010). Menurut Black & Hawks (2008) lebih
dari setengah amputasi ekstremitas bawah non-traumatik berhubungan dengan DM
seperti neuropati sensori dan otonom, penyakit vascular perifer, peningkatan risiko dan
laju infeksi dan penyembuhan yang tidak baik.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara kontrol metabolic yang menekan pada status
nutrisi dan kadar glukosa darah, kontrol vascular dengan cara melakukan latihan kaki dan
pemeriksaan vascular non-invasif salah satunya pemeriksaan ankle brachial index (ABI)
(Ganong, 2008). ABI merupakan salah satu tindakan non-invasif pembuluh darah yang
berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskemia, penurunan perfusi
perifer yang dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetic (Mulyati, 2009).
Pemeriksaan ABI merupakan pemeriksaan yang sederhana dan non-invasif sehingga
mudah diterima oleh pasien.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengaplikasian evidence based nursing practice:
Pengaruh Latihan Pergerakan Sendi Ekstremitas Bawah terhadap Nilai Ankle
Brachial Index (ABI) pada Pasien DM Tipe 2 di Ruang ICU RS Roemani Semarang
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien diabetes
mellitus
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien diabetes mellitus
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien diabetes mellitus
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien diabetes mellitus
C. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II Konsep dasar berisi konsep penyakit, ROM, dan ABI
BAB III Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, pathways
keperawatan, dan intervensi pasien diabetes mellitus
BAB IV aplikasi evidence based nursing riset
BAB V Pembahasan terkait aplikasi evidence based nursing riset yang diterapkan
BAB V Penutup berisi kesimpulan dan saran
BAB II
KONSEP DASAR
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
DM adalah kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia atau
tingginya kadar glukosa di dalam darah yang diakibatkan gangguan sekresi insulin,
penurunan kerja insulin atau akibat dari keduanya. Risiko berkembangnya DM tipe 2
akan terus meningkat dengan bertambahnya usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas
fisik (American Diabetes Association, 2015).
2. Etiologi
Berikut faktor risiko penyebab DM tipe 2 (Fatimah, 2015):
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: riwayat keluarga dengan DM, umur lebih
dari 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan bayi > 4000
gram, atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat berat badan
rendah < 2,5 kg
b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80
cm pada perempuan dan ≥ 90 cm pada laki-laki, kurang aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi, dan diet tidak sehat
3. Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:
a. Resistensi insulin
b. Disfungsi sel B pancreas
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel-sel
sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini
lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat
juga terjadi produksi glukosa hepatic yang berlebihan namun tidak terjadi
pengerusakan sel-sel B Langerhans secara autoimun seperti DM tipe 1. Defisiensi
fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relative dan tidak absolut
(Fatimah, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada pasien DM adalah (Bararah & Jauhar,
2013):
5. Penatalaksanaan
a. Tes Diagnostik
a) Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi)
yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b) Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah
dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative
(Bare & Suzanne, 2002)
b. Penatalaksanaan Medis
DM jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai
berikut (Bare & Suzanne, 2002):
a) Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%,
sehingga didapatkan =
b) Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c) Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih
(imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
- Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
- DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan
diet (perencanaan makanan).
- DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah
pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis
maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan
penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang
optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
a. Aktivitas / istrahat.
Tanda :
1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3) Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Tanda :
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
e. Keamanan
Gejala :
8. Diagnosa Keperawatan
9. Intervensi
Tujuan :
Intervensi Rasional
1. Kaji pengeluaran urine 1. Membantu dalam memperkirakan kekurangan
volume total, tanda dan gejala mungkin sudah
ada pada beberapa waktu sebelumnya, adanya
proses infeksi mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik yang menigkatkan
kehilangan cairan
2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda vital dapat diakibatkan
oleh rasa nyeri dan merupakan indikator
untuk menilai keadaan perkembangan
3. Monitor pola napas penyakit.
3. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan menghasilkan alkalosis
respiratorik, ketoasidosis pernapasan yang
berbau aseton berhubungan dengan
4. Observasi frekuensi dan pemecahan asam aseton dan asetat
kualitas pernapasan 4. Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan
mempengaruhi pola dan frekuensi
pernapasan. Pernapasan dangkal, cepat, dan
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan, hilangnya kemampuan untuk
5. Timbang berat badan melakukan kompensasi pada asidosis.
5. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti fungsi ginjal dan keefektifan dari
6. Pemberian cairan sesuai dengan terapi yang diberikan.
indikasi 6. Tipe dan jenis cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon
INTERVENSI RASIONAL
1. Timbang berat badan. 1. Penurunan berat badan menunjukkan
tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2. Auskultasi bowel sound. 2. Hiperglikemia dan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit menyebabkan
penurunan motilifas usus. Apabila
penurunan motilitas usus berlangsung
lama sebagai akibat neuropati syaraf
otonom yang berhubungan dengan sistem
pencernaan.
3. Berikan makanan lunak / cair. 3. Pemberian makanan oral dan lunak
berfungsi untuk meresforasi fungsi usus
dan diberikan pada klien dgn tingkat
kesadaran baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda – tanda infeksi 1. Kemerahan, edema, luka drainase,
cairan dari luka menunjukkan adanya infeksi.
2. Ajarkan klien untuk mencuci 2. Mencegah cross contamination.
tangan dengan baik, untuk
mempertahankan kebersihan
tangan pada saat melakukan
prosedur.
3. Pertahankan kebersihan kulit. 3. Gangguan sirkulasi perifer dapat terjadi
bila menempatkan pasien pada kondisi resiko
iritasi kulit.
4. Dorong klien mengkonsumsi 4. Peningkatan pengeluaran urine akan
diet secara adekuat dan intake mencegah statis dan mempertahankan PH
cairan 3000 ml/hari. urine yang dapat mencegah terjadinya
perkembangan bakteri.
5. Antibiotik bila ada indikasi 5. Mencegah terjadinya perkembangan
bakteri.
1) Luka sembuh
2) Tidak ada edema sekitar luka.
3) Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan kulit yangrusak 1. Mengetahui keadaan peradangan untuk
membantu dalam menanggulangi atau dapat
dilakukan pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan teknik 2. Mencegah terjadinya inteksi sekunder pada
septic dan antiseptic anggota tubuh yang lain.
3. Kompres luka dengan larutan 3. Selain untuk membersihkan luka dan juga
Nacl untuk mempercepat pertumbuhan jaringan
4. Anjurkan pada klien 4. Kelembaban dan kulit kotorsebagai
agarmenjaga predisposisi predisposisi terjadinya lesi.
terjadinya lesi.
5. Pemberian obat antibiotic. 5. Antibiotik untuk membunuh kuman.
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien 1. Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
kebutuhan akan aktivitas meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah
2. Jenis-Jenis
a. ROM Aktif
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien dengan menggunakan energinya
sendiri. Perawat memberikan motivasi dan membimbing pasien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal (pasien aktif), kekuatan otot 75% (Suratun, 2008).
b. ROM Pasif
Merupakan energy yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari perawat atau alat
mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian pasien sesuai dengan rentang
gerak yang normal (pasien pasif), kekuatan otot 50%. Indikasi ROM pasif adalah
pasien penurunan kesadaran, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien
tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstremitas total (Suratun, 2008).
3. Tujuan
a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot
b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
c. Mencegah kekakuan pada sendi
d. Melancarkan sirkulasi darah
e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur
3. Penilaian ABI
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. L
Umur : tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat : Semarang
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan badannya lemas, tubuh gemetaran mata berkunang-kunang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan masuk ke Rumah sakit karena tiba-tiba badannya lemas lalu
pingsan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat DM dan Riwayat TB
d. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang memiliki DM
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Terapi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) berhubungan dengan hiperglikemia
D. Pathways Keperawatan
E. Fokus Intervensi
1. Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam perfusi perifer adekuat
dengan kriteria hasil:
a. Capillary refill < 2 detik
b. GDS dalam rentang normal (< 200 mg/dl)
c. Nilai ABI dalam rentang normal(1-1,4)
INTERVENSI RASIONAL
Kaji sirkulasi perifer (capillary refill, Mengetahui status sirkulasi perifer
denyut nadi perifer, suhu, warna)
Kaji ankle brachial index Mengetahui nilai sirkulasi perifer
Kaji nilai GDS/6 jam Memantau nilai GDS
Lakukan latihan pergerakan sendi Meningkatkan sirkulasi perifer
(ROM) ekstremitas bawah
Berikan informasi mengenai DM Agar pasien mampu memanajemen
diabetesnya
Kolaborasi pemberian terapi insulin Membantu mengendalikan kadar nilai
dan obat anti-diabetes glukosa darah
BAB IV
A. Identitas Pasien
Tn. L (80 tahun)
B. Data Fokus Pasien
DS: pasien mengatakan badanya terasa lemas dan gemetaran, kepala pusing, penglihatan
buram atau berkunang-kunang
DO:
- Capillary refill < 2 detik
- Tidak ada luka pada ekstremitas bawah
- Tidak ada edema pada ekstremitas bawah
- Rangsang nyeri (+)
- GDS 301 mg/dl
- TD 132/82 mmHg
- Nilai ABI kanan 0,53 dan kiri 0,52
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal yang Diaplikasikan
Risiko perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
Defisiensi insulin
Hiperglikemia
Viskositas darah ↑
Nilai ABI ↑
F. Landasan Teori
Peningkatan glukosa darah menyebabkan viskositas darah meningkat sehingga aliran
darah berkurang dan terjadi peningkatan agregability trombosit, akan memacu
terbentuknya mikro thrombus dan penyumbatan mikrovaskular, yang dapat dikaitakn
dengan perkembangan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular pada penderita DM
(Rosenson, dkk, 2011). Latihan pergerakan sendi merupakan latihan yang dilakukan
untuk memobilisasi semua sendi lewat pergerakan yang berfungsi meningkatkan tonus
otot, massa, dan kekuatan otot serta mempertahankan fleksibelitas sendi dan sirkulasi.
Selama latihan pergerakan sendi ini denyut jantung dan curah jantung bekerja untuk
meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh (Hijriana, 2016). Latihan yang dilakukan
secara kontinu dapat mempengaruhi vaskularisasi ekstremitas bawah serta meningkatkan
nilai ABI pada pendeita DM ke rentang normal, sehingga ke depannya penderita DM
dapat mencegah terjadinya komplikasi di masa mendatang seperti amputasi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Gibbs (2013) menyebutkan bahwa latihan fisik dapat
melancarkan peredaran darah ke ekstremitas bawah, terjadi perubahan yang signifikan
pada nilai ABI. Di mana latihan tersebut dapat meningkatkan nilai ABI disertai dengan
penurunan HbA1c (Hemoglobin yang berkaitan dengan glukosa) dan terbukti
meningkatkan fungsi endotel sehingga aliran darah ke perifer menjadi lebih baik.
BAB V
PEMBAHASAN
Tujuan dari latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah yaitu untuk melancarkan sirkulasi
peredaran darah sehingga diharapkan nilai ABI meningkat ke nilai normal. ABI merupakan
pemeriksaan pembuluh darah untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskemia,
penurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetic
(Mulyati, 2009).
Hasil penerapan yang dilakukan mahasiswa dengan penelitian dan teori yang telah ada
sebelumnya adalah sejalan, di mana dari hasil penerapan didapatkan nilai ABI meningkat
ke nilai normal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang
dilakukan oleh Hijriana (2016) bahwa latihan dapat meningkatkan nilai ABI jika dilakukan
secara kontinu dan teratur. Hal ini dikarenakan latihan pergerakan sendi dapat
meningkatkan sirkulasi aliran darah.
D. Hambatan
Penerapan ini hanya dilakukan 2 hari saja karena pasien yang dikelola pulang.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan yang telah dilakukan didapatkan nilai ABI sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah mengalami peningkatan.
Hal ini membuktikan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sehingga penerapan ini
dapat dilakukan di klinik.
B. Saran
1. Diharapkan ke depannya perawat dapat melaksanakan tindakan ini ke rencana
perawatan sebagai pencegahan komplikasi DM
2. Diharapkan ke depannya perawat tidak asing dengan pemeriksaan ABI