Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ONLINE INDIVIDU

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


TUGAS III

Disusun oleh :

ACHMAD RIZALDY
N 111 18 062

PEMBIMBING :
dr. Sumarni, M.Kes, Sp.GK

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020

1
SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 65 thn datang ke Puskesmas dibawa oleh


keluarganya karena tiba-tiba mengalami lemah pada separuh badannya sebelah
kanan saat bangun tidur. Menurut keluarga pasien, pasien sempat pingsan namun
hanya sesaat. Saat ini pasien merasakan sakit kepala ringan dan pasien sempat
muntah. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak lama dan jarang melakukan
kontrol tekanan darah. Diketahui pasien pernah mengalami hal serupa namun
membaik dalam kurun waktu 1 hari, pasien juga seorang perokok aktif. Saat
dilakukan pengukuran TD pasien 180/90 mmHg.

LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana penatalaksanaan komperhensif dari sisi preventif dan
rehabilitatif kasus tersebut ?
2. Inovasi yang dapat dilakukan guna untuk meningkatkan partisipasi lansia
mengikuti posyandu lansia dan kepatuhan minum obat lansia ?

JAWABAN
1. Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
a. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi
kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan
adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
elektronik dan billboard.

2
b. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam


berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi


atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vascular aterosklerotik lainnya.

d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak


sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan
junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan
gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga
secara teratur.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap
penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan
yang dilakukan adalah:

a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan


sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis
berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada
penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium,
infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang
lain.

b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat


antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).

3
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes,
diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi
alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

d. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat
dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan
diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli
terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran
serta keluarga.

1) Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan
yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi
masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot,
duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di
tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional
(Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan
penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi
wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
2) Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,

4
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,
penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
3) Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi
mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

2. Inovasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi lansia


mengikuti posyandu lansia dan kepatuhan minum obat lansia

Untuk meningkatkan kepatuhan minum obat lansia salah satu hal yang
dapat dilakukan adalah pemberian edukasi terstruktur. Menurut penelitian
Khomaini dkk, 2017 pemberian edukasi terstruktur efektif dalam
meningkatkan kepatuhan lansia untuk meminum obat antihipertensi dan
berpengaruh baik pada penurunan tekanan darah lansia. Adapun format
edukasi terstruktur dalam hal hipertensi adalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian hipertensi
2) Mengapa dapat timbul hipertensi pada usia lanjut
3) Bagaimana dampaknya terhadap bagian tubuh penderita
4) Bagaimana gejala dan sifat penyakit
5) Menjelaskan pengobatan hipertensi (menghindari kebiasaan
merokok, latihan, penurunan berat badan, diet, pengobatan
antihipertensi)
6) Menjelaskan efek samping dari pengobatan
7) Menjelaskan konsekuensi ketidakpatuhan dalam meminum obat
dan perlunya kerjasama antara dokter dan pasien

5
8) Rekomendasi untuk pemantauan diri sendiri (self monitoring) atau
dengan pengawas
9) Mengevaluasi kembali pemahaman pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya

Pelaksanaan Posyandu Lansia


Pelaksanaan kegiatan posyandu lansia dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang telah disepakati. Namun dapat diuraikan berdasarkan
pengelopokan kegiatan sebagai berikut :
a) Kegiatan pelayanan kesehatan, gizi
b) Kegiatan senibudaya, olahraga dan rekreasi
c) Kegiatan peningkatan spiritual
d) Kegiatan kesejahteraan/sosial
e) Kegiatan pendidikan ketrampilan
Kegiatan tersebut di atas diatur sesuai dengan ketenagaan dan
waktu tersedia dan dapat dilakukan pada sebuah gedung, dibawah tenda
ataupun di tempat terbuka. Pada prinsipnya kegiatan kesehatan harus
dilakukan 1 bulan sekali agar dapat memantau kondisi kesehatan dan
meningkatkan partisipasi lansia.
Kegiatan olahraga/senam bersama minimal dilakukan 1 minggu
sekali, selanjutnya senam dilakukan sendiri dirumah masing-masing untuk
menjaga kelenturan otot dan sendi. Dalam 48 jam otot akan menjadi kaku
kembali sehingga olah raga/senam yang paling baik adalah 3-5 kali
seminggu selama 30-60 menit. Secara terperinci sebagai berikut; senam
aerobik seperti jalan, jogging, berenang atau dansa minimal 30 menit 5
kali seminggu untuk kebugaran, senam yang menggunakan tahanan
(resistance exercise) untuk penguatan dan ketahanan/endurance otot
minimal 2 kali seminggu, untuk senam kelenturan (flexibility excersice) 2
kali seminggu selama minimal 10 menit, sedangkan balance exercise/ 25
senam keseimbangan perlu dilakukan untuk mencegah resiko jatuh.
Balance exercise dilakukan bersifat individual tergandung kondisi,
yang paling penting adalah dilakukan secara bertahap agar terjadi

6
peningkatan keseimbangan. Kegiatan lain dalam posyandu dapat
dilakukan secara bersama atau sendiri-sendiri sesuai kebutuhan. Pada
beberapa daerah, penyelenggaraan posyandu lanjut usia dilaksanakan pada
hari dan tempat yang sama dengan jam yang berbeda dengan posyandu
balita. Hal ini kelihatannya sulit dilakukan, namun ternyata memberikan
banyak manfaat. Dengan diintegrasikan penyelenggaraan posyandu balita
dengan posyandu lanjut usia dapat terjalin solidaritas antar tiga generasi.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian


Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20.
Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember 2014.
2. Khomaini A, dkk. Pengaruh Edukasi Terstruktur dan Kepatuhan Minum
Obat Antihipertensi terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Usia Lanjut: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia. Jakarta. 2017.
3. Komisi Nasional Lanjut Usia. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut
Usia. Jakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai